Anda di halaman 1dari 38

PERENDAMAN GIBERELIN (GA3) DAN SUHU RUANG

SIMPAN UNTUK PEMATAHAN DORMANSI UMBI BENIH


BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

CHINTYA DWI SEPTIANINGRUM


A24140183

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perendaman Giberelin


(GA3) dan Suhu Ruang Simpan untuk Pematahan Dormansi Umbi Benih Bawang
Putih (Allium sativum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya tulis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2018

Chintya Dwi Septianingrum


NIM A24140183
ABSTRAK

CHINTYA DWI SEPTIANINGRUM. Perendaman Giberelin (GA3) dan Suhu


Ruang Simpan untuk Pematahan Dormansi Umbi Benih Bawang Putih (Allium
sativum L.). Dibimbing oleh ABDUL QADIR dan ENDAH RETNO PALUPI.

Salah satu kendala produksi umbi benih bawang putih adalah dormansi umbi
yang relatif lama yaitu 5-6 bulan. Perendaman GA3 dan suhu ruang simpan dapat
digunakan sebagai salah satu metode untuk pematahan dormansi umbi benih
bawang putih. Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode pematahan dormansi
dengan perendaman GA3 dan suhu ruang simpan yang tepat pada umbi benih
bawang putih. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor pada bulan November sampai dengan Februari 2018.
Penelitian dilakukan berdasarkan percobaan rancangan tersarang dengan
konsentrasi perendaman giberelin tersarang di dalam suhu ruang simpan. Percobaan
terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu perendaman GA3 dan suhu ruang simpan.
Perlakuan perendaman GA3 terdiri dari empat taraf, yaitu konsentrasi 0, 50, 100
dan 150 ppm. Perlakuan suhu ruang simpan terdiri dari dua taraf, yaitu suhu 8-10°C
(kulkas) dan suhu 26-28°C (ruang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman GA3 belum dapat mematahkan dormansi umbi benih bawang putih
umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang. Masa
dormansi umbi benih bawang putih masih berlangsung pada 12 minggu setelah
panen dengan kondisi penyimpanan di gudang ditambah dengan 4 minggu setelah
penyimpanan (MSP) pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang). Perlakuan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) dapat mematahkan dormansi umbi benih
bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang ditambah dengan 4 minggu setelah penyimpanan (MSP). Perlakuan
kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu
8-10°C (kulkas) selama 3 MSP dapat mematahkan dormansi umbi benih bawang
putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang
ditambah 3 minggu setelah penyimpanan (MSP).

Kata Kunci: daya tumbuh, indeks vigor, kecepatan tumbuh, konsentrasi, susut
bobot
ABSTRACT

CHINTYA DWI SEPTIANINGRUM. Soaking in Gibberellins (GA3) and Storage


Temperature for Breaking Dormancy of Garlic (Allium sativum L.) Bulb Seeds.
Under direction of ABDUL QADIR and ENDAH RETNO PALUPI.

One of the constraint to the production of garlic bulb seeds is the relatively
long seed dormancy, which is 5-6 months. Soaking in GA3 and storage temperature
can be used as a method for breaking dormancy of garlic bulb seeds. The objective
of the this research was to determine dormancy breaking method in the garlic bulb
seed. This research was carried out at the Laboratory of Seed Science and
Technology, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural University, Bogor from November to February 2018. The
experiment was conducted based on nested design experiments with the
concentration of soaking in gibberellins in the storage temperature. The experiment
consisted of two treatment factors, namely soaking in GA3 and storage temperature.
Soaking in GA3 consisted of four levels, namely concentrations of 0, 50, 100 and
150 ppm. The storage temperature consists of two levels, namely temperature 8-
10°C (refrigerator) and temperature 26-28°C (room). The results showed that
soaking in GA3 solution did not overcome the dormancy of garlic bulb seeds 12
week after harvest under warehouse conditions. The dormancy period still last until
12 week after harvest under warehouse condition continued to 4 weeks at 26-28°C
(room temperature). Storing the garlic bulb seeds at 8-10°C (refrigerator) broke the
dormancy after 4 weeks following 12 week after harvest under werehouse
condition. Soaking in GA3 50, 100 and 150 ppm combined with storing at 8-10°C
(refrigerator) broke the dormancy 3 weeks following 12 week after harvest under
warehouse condition.

Keywords: concentration, germination rate, speed of germination, vigor index,


weight loss
PERENDAMAN GIBERELIN (GA3) DAN SUHU RUANG
SIMPAN UNTUK PEMATAHAN DORMANSI UMBI BENIH
BAWANG PUTIH (Allium sativum L.)

CHINTYA DWI SEPTIANINGRUM


A24140183

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul : Perendaman Giberelin (GA3) dan Suhu Ruang Simpan untuk Pematahan
Dormansi Umbi Benih Bawang Putih (Allium sativum L.)
Nama : Chintya Dwi Septianingrum
NIM : A24140183

Disetujui oleh

Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc.
Pembimbing I Pembibing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si.


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas berkat dan
rahmat-Nya, karya ilmiah ini yang berjudul “Perendaman Giberelin (GA3) dan
Suhu Ruang Simpan untuk Pematahan Dormansi Umbi benih Bawang Putih
(Allium Sativum L.)” dapat terselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor pada bulan November sampai
dengan Februari 2018.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Abdul Qadir, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi I, yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian dan karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi II, yang juga
telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian dan karya
ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Willy Bayuardi Suwarno, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik,
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama perkuliahan.
4. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan koreksi terhadap karya ilmiah ini.
5. Ayah, Mama, Mbak Vita serta semua keluarga besar, yang telah memberikan
doa, saran, nasehat, semangat, dan kasih sayang.
6. Zhulfikri, Bagas dan Pata atas bantuan, bimbingan, doa, dan semangatnya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
7. Yuliana, Rahma, Syilvia, Zulfa, Liza dan Meliana (Wisma Trims) atas bantuan,
bimbingan, doa, dan semangatnya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
8. Syendi, Tetih dan Kak Eka atas bantuan, bimbingan, doa, dan semangatnya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
9. Teman – teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 51 “Azalea”, yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan semangat yang luar biasa.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, November 2018

Chintya Dwi Seprtianingrum


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) 2
Budidaya Tanaman Bawang Putih 3
Perbanyakan Tanaman Bawang Putih 4
Giberelin (GA3) 5
METODE 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 6
Rancangan Percobaan 6
Prosedur Percobaan 6
Pengamatan 8
Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Rekapitulasi Sidik Ragam Respon Umbi Benih 9
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Susut
Bobot Umbi Benih 10
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Daya
Tumbuh Umbi Benih 11
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Indeks
Vigor Umbi Benih 13
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap
Kecepatan Tumbuh Umbi Benih 15
KESIMPULAN DAN SARAN 16
Kesimpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
RIWAYAT HIDUP 20
ix

DAFTAR TABEL

1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan perendaman giberelin dan


suhu ruang simpan pada pematahan dormansi umbi benih bawang putih 9
2. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap
persentase (%) susut bobot umbi benih bawang putih 11
3. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap
persentase (%) daya tumbuh umbi benih bawang putih 12
4. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap
persentase (%) indeks vigor umbi benih bawang putih 14
5. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap
persentase (% etmal-1) kecepatan tumbuh umbi benih bawang putih 15

DAFTAR GAMBAR

1. Bentuk visual umbi benih bawang putih 7


2. Perendaman umbi benih bawang putih dalam larutan GA3 7
3. Umbi benih bawang putih yang telah ditanam pada media tanam 7
4. Bibit bawang putih yang tumbuh normal 8
5. Umbi benih bawang putih yang tumbuh setelah diberi perlakuan
perendaman GA3 dan suhu ruang simpan pada 3 MSP 13
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan komoditas sayuran yang


banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Bawang putih banyak digunakan
sebagai bumbu masak dan penyedap, dan dilaporkan bernilai sebagai obat bahkan
daunnya dikonsumsi segar (Ade-Ademilua et al., 2009). Konsumsi bawang putih
nasional mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu dari 449,784 ton pada tahun
2015 menjadi 460,267 ton pada tahun 2016 (BPS, 2017). Tingkat konsumsi bawang
putih nasional yang tinggi belum diimbangi dengan produksi bawang putih yang
memadai. Produksi bawang putih nasional tahun 2016 hanya mencapai 21,150 ton.
Indonesia masih harus mengimpor sebesar 448.881 ton bawang putih untuk
memenuhi kebutuhan bawang putih nasional (BPS, 2017). Produksi bawang putih
perlu ditingkatkan untuk menekan impor dan untuk memenuhi kebutuhan bawang
putih nasional.
Salah satu program Kementerian Pertanian untuk meningkatkan produksi
bawang putih nasional adalah menargetkan swasembada bawang putih pada tahun
2019. Umbi benih bawang putih harus tersedia dalam skala yang cukup besar dalam
rangka mencapai target swasembada bawang putih tahun 2019. Kebutuhan umbi
benih pada tahun 2017 sebesar 21,667 ton dan meningkat pada tahun 2018 sebesar
113,653 ton untuk memenuhi luas tanam 23,900 hektar (Ditjen Hortikultura, 2017).
Salah satu kendala produksi umbi benih bawang putih adalah dormansi umbi yang
relatif lama yaitu 5-6 bulan (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan
Tanaman Obat, 2015). Dormansi pada bawang terjadi karena translokasi zat
penghambat pada proses senesen dari daun yang berwarna hijau menjadi kuning
atau coklat (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Dormansi umbi benih bawang putih
akan memperpanjang proses produksi umbi benih serta budidaya yang hanya dapat
dilakukan satu kali dalam 1 tahun.
Umbi benih bawang putih perlu disimpan pada suhu tertentu agar dapat
tumbuh seragam. Penelitian Tabor et al. (2004) menunjukkan bahwa umbi benih
bawang putih memerlukan lebih dari 12 minggu penyimpanan dengan suhu rata-
rata 16.6°C. Hal senada dilaporkan oleh Ahmed dan Hemada (2012) bahwa
pertunasan umbi benih bawang putih dapat ditingkatkan hingga 63.43% dengan
penyimpanan pada suhu rendah sebesar 5°C selama 20 hari. Selain itu Ade-
Ademilua et al. (2009) menunjukkan bahwa penyimpanan umbi benih bawang
putih pada suhu 8°C selama 15 hari dapat meningkatkan pertumbuhan serta hasil
dan memperbaiki kemampuan tanaman memanfaatkan cahaya. Menurut Youssef
(2013), penyimpanan umbi benih bawang putih selama 30 hari pada suhu 10°C
dapat meningkatkan daya tumbuh dan munculnya tunas. Hasil tersebut memberi
indikasi bahwa perlakuan tersebut dapat berperan sebagai stratifikasi suhu rendah
yang umum digunakan dalam pematahan dormansi.
Zat pengatur tumbuh juga berperan dalam mempercepat pertumbuhan umbi
benih bawang putih. Dormansi dapat dikendalikan melalui keseimbangan antara
penghambat pertumbuhan, seperti asam absisat (ABA) dan pengatur pertumbuhan,
terutama asam giberelat (GA3). Argüello et al. (1983) menunjukkan bahwa
dormansi umbi benih bawang putih dicirikan oleh kandungan giberelin yang kurang
dan zat penghambat. Hasil penelitian Argüello et al. (1991) menunjukkan adanya
2

aktivitas sitokinin selama proses diferensiasi sepanjang periode dormansi.


Keberadaan GA3 berperan dalam mobilisasi karbohidrat pada akhir periode
dormansi. Hasil penelitian Argüello et al. (2001) menunjukkan bahwa
penyimpanan umbi bawang putih pada suhu 4oC selama 30 hari menghasilkan
pembentukan saluran pertumbuhan tunas dan diferensiasi pembuluh, serta
meningkatkan kandungan GA3 terutama pada akhir periode dormansi. Dengan
perlakuan tersebut umbi bawang putih telah mencapai masak fisiologis untuk
bertunas pada 90 hari setelah panen. Rahman et al. (2006) merendam umbi bawang
putih dalam larutan GA3 dengan konsentrasi 250 ppm selama 24 jam dan hasilnya
dapat mempercepat tumbuhnya tunas atau mematahkan dormansi umbi dengan
daya tumbuh sebesar 31.67%. Perlakuan pematahan dormansi umbi benih bawang
putih masih perlu dikembangkan untuk mendapatkan metode pematahan dormansi
yang efektif tetapi mudah dan murah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode pematahan dormansi dengan


perendaman GA3 dan suhu ruang simpan yang tepat pada umbi benih bawang putih.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.)

Bawang putih telah digunakan dan dibudidayakan di India dan Mesir sejak
600 tahun sebelum masehi di India dan Mesir (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Pusat keragaman bawang putih berada di Asia Tengah lalu menyebar ke seluruh
Asia, Tiongkok, India dan akhirnya ke seluruh dunia (Kamenetsky et al., 2003).
Bawang putih masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Tiongkok dan Arab,
kemudian dibudidayakan. Bawang putih berperan sebagai bumbu penyedap
masakan karena mempunyai aroma yang kuat (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Aroma ini disebabkan karena senyawa alisin. Umbi bawang putih mengandung
asam amino yang tidak berwarna, tidak berbau, dan larut dalam air dan dikenal
sebagai alin. Apabila terjadi pelukaan pada selnya, enzim alinase akan
menyebabkan terpecahnya alin menjadi senyawa yang mengandung sulfur, yaitu
alisin (Palungkun dan Budiarti, 2001).
Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi seperti kultivar Lumbu
Hijau, Tawangmangu, Lumbu Kuning, Gombloh dan Tes. Beberapa kultivar
bawang putih di Indonesia seperti Lumbu Putih, Jati Barang, Bagor, Sanur,
Sumbawa, Layur dan Obleg mampu tumbuh di dataran rendah. Khusus untuk lahan
di dataran rendah, kultivar Lumbu Putih paling banyak disukai oleh petani karena
adaptif terhadap iklim (Palungkun dan Budiarti, 2001). Produksi bawang putih per
satuan luas di dataran tinggi lebih besar dari pada di dataran rendah.
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah herba perenial berumpun yang
memiliki tinggi 30-75 cm. Batang yang tampak di atas permukaan tanah adalah
batang semu yang terdiri dari pelepah-pelepah daun. Daunnya berbentuk pita (pipih
memanjang), tepi rata, ujungnya runcing, beralur, panjangnya 60 cm dan lebar 1.5
3

cm. Batang yang sebenarnya berada dalam tanah. Akar tumbuh dari pangkal batang
berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang
tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter yang berfungsi sebagai alat absorbsi
unsur hara (Santoso, 2000).
Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Satu umbi terdiri dari
8-20 siung (anak bawang). Siung satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh kulit
tipis dan liat serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan rapat. Tunas adventif
dalam siung dapat tumbuh menerobos pucuk siung menjadi tunas baru, serta daging
pembungkus tunas adventif yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus gudang
persediaan makanan. Bagian dasar umbi pada hakikatnya adalah batang pokok yang
mengalami rudimentasi (Santoso, 2000).
Bunga bawang putih merupakan infloresen yang memiliki warna dari putih
hingga merah jambu ke ungu. Inisiasi bunga ini hanya terbentuk di negara 4 musim.
Pengaruh suhu menjadi faktor utama terbentuknya bunga pada tanaman bawang
putih. Klon bawang putih umumnya tidak keluar tangkai bunga karena gagal pada
waktu masih berupa tunas bunga. Tangkai bunga yang tidak memanjang
menyebabkan bunga terbentuk di dalam batang semu sehingga terbentuk seperti
benjolan. Benjolan ini merupakan bulbil atau umbi udara yang merupakan gagalnya
pembentukan bunga disebabkan karena faktor suhu (Kamenetsky dan Rabinowitch,
2006).

Budidaya Tanaman Bawang Putih

Budidaya tanaman bawang putih dapat dilakukan di lahan berpasir dan


gembur yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian kurang dari 1500 meter
dengan pengairan yang baik. Tanaman bawang putih ditanam pada bedengan
dengan lebar 100-120 cm, tinggi 15-30 cm dan jarak antar bedengan 40 cm.
Penanaman umbi bawang putih umumnya dilakukan pada akhir musim hujan,
antara bulan Mei-Juni atau awal musim kemarau dengan syarat tersedia sumber air
yang cukup agar memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal. Sebelum
penanaman, lahan perlu diberi pupuk anorganik, yaitu 250 kg ha-1 SP-36, 300 kg
ha-1 KCl, 100 kg ha-1 Urea dan 100 kg ha-1 ZA.
Umbi ditanam pada setiap lubang tanam dengan cara membenamkan pangkal
siung ke permukaan tanah secara tegak lurus hingga ¾ panjang siung masuk tanah.
Posisi umbi yang ditanam diupayakan tidak bersinggungan dengan pupuk karena
dapat mengakibatkan pembusukan pada umbi. Setelah benih ditanam, tutuplah
bedengan dengan jerami setebal 3-5 cm. Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm
x 15 cm, sehingga kebutuhan satu hektar sekitar 9 kuintal umbi benih bawang putih.
Pengairan untuk tanaman bawang putih dilakukan dengan cara penyiraman
bedengan hingga basah secara rutin setiap tiga hari sekali atau sesuai kebutuhan.
Waktu penyiraman pada pagi hari sebelum terik matahari. Cara lain untuk
penyiraman bawang putih adalah pengairan dengan sistem leb atau dibiarkan air
menggenang selama setengah hari dan bila sudah selesai air harus segera dibuang.
Pemupukan susulan dapat dilakukan dengan membuat parit untk penempatan
pupuk susulan dengan jarak 10 cm dari tanaman dan kedalaman 2-3 cm. Tanaman
bawang putih berumur 15 hari diberikan pupuk susulan urea sebanyak 100 kg ha-1
degan cara disebarkan secara merata di dalam parit yang telah disiapkan, lalu
ditutup dengan tanah. Tanaman bawang putih berumur 30-35 hari diberikan pupuk
4

susulan ZA sebanyak 100 kg ha-1, dilanjutkaan pembumbunan bedengan agar


perakaran dan umbi bawang putih dapat tumbuh optimal. Setelah tanaman
mencapai tinggi 10 cm, dilakukan penjarangan tanaman dengan cara mencabut
tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dan diganti dengan benih yang baik
(BPPSDMP, 2017).
Panen bawang putih dilakukan saat mencapai cukup umur, tergantung pada
varietas yang ditanam. Umur panen yang biasa dijadikan pedoman yaitu antara 90-
120 HST (hari setelah tanam) (Balitsa, 1999). Ciri masak panen optimal pada
tanaman bawang putih antara lain tangkai daun berubah warna dari hijau segar
menjadi kekuningan yang bukan disebabkan oleh penyakit tanaman, pangkal
batang umbi bawang putih mulai mengeras dan umbi mulai keluar di permukaan
tanah. Cara panen bawang putih adalah dilakukan penyiraman pada pagi hari atau
sore hari pada saat sehari sebelum panen, lalu dilakukan penggemburan lahan
pertanaman bawang putih. Sehari kemudian, dilakukan pencabutan tanaman
bawang putih sampai semua umbi terangkat dan dilakukan dengan hati-hati agar
umbi tidak patah. Tanaman bawang putih yang telah dicabut diikat dan
dikumpulkan di tempat yang teduh. Bawang putih yang sudah dipanen ditimbang,
lalu dibawa ke tempat pengumpulan hasil panen untuk dibersihkan (BPPSDMP,
2017).

Perbanyakan Tanaman Bawang Putih

Bawang putih umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan


umbi (siung). Bawang putih diperbanyak secara vegetatif karena bunga bawang
putih steril (Metwally et al., 2012). Umbi benih bawang putih harus berasal dari
tanaman yang sehat pertumbuhannya, cukup umur dan terbebas dari hama penyakit.
Kriteria umbi benih bawang putih adalah: a) umbi telah selesai masa dormansi
(telah disimpan 6-7 bulan), b) benih unggul, bermutu, bersertifikat dan berlabel, c)
bebas hama dan penyakit, d) berukuran besar (bobot 1,5-2 gram), ukuran sedang
(bobot 1-1,5 gram) dan kecil (bobot kurang dari 1 gram atau rata-rata 0,77 gram),
e) tidak cacat fisik dan bentuk umbi seragam, f) pangkal batang berisi penuh dan
keras dan g) umbi siap tanam yang ditandai bagian tengah siung sudah berwarna
hijau (BPPSDMP, 2017).
Umbi bawang putih mengalami dormansi selama 6-7 bulan sebelum siap
digunakan sebagai bibit (BPPSDMP, 2017). Masa dormansi umbi benih bawang
putih yang sesungguhnya (true dormancy) sebenarnya hanya 2 minggu. Umbi benih
pada masa true dormancy tidak dapat mengakhiri/memecah/mempercepat masa
dormansinya, meskipun umbi benih diberi perlakuan tertentu secara buatan
(Balitsa, 1999). Menurut Ledesma et al. (1980), dormansi umbi benih bawang putih
akan patah saat penyimpanan. Masa dormansi umbi tersebut memiliki keuntungan
dan kerugian, yaitu menguntungkan untuk penyimpanan umbi benih dan konsumsi
umbi segar serta menciptakan masalah dalam percobaan fisiologis dan
bioteknologi.
Dormansi dikendalikan oleh keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan,
seperti abscisic acid (ABA) dan zat pengatur tumbuh, seperti gibberellic acid (GA3)
(Wareing dan Saunders, 1971). Zat GA3 di daun tunas sebagian besar mengalami
penurunan setelah panen dan terjadi peningkatan di dalam siung saat tumbuh.
Aktivitas GA3 akan meningkat menjelang akhir dormansi pada daun. GA3 penting
5

pada akhir dormansi karena terdapat pengaktifan mobilisasi karbohidrat (Argüello


et al., 1991).
Dormansi umbi benih bawang putih juga dapat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan abiotik, yaitu suhu ruang simpan. Umbi benih bawang putih yang diberi
perlakuan penyimpanan pada suhu 5°C selama 10-20 hari sebelum tanam memiliki
persentase pertumbuhan tertinggi dan inisiasi umbi tercepat (Ahmed dan Hemada,
2012). Penyimpanan umbi benih pada suhu 8-10°C selama 14 hari atau kombinasi
suhu tinggi dan rendah (40°C selama 7 hari dan 8-10°C selama 7 hari)
menghasilkan presentase daya tumbuh sebesar 40% dan dapat menjadi alternatif
dalam pematahan dormansi pada bawang putih (Rahman et al., 2003).

Giberelin (GA3)

Hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam
jumlah kecil yang disintesakan pada bagian lain tanaman dan umumnya diangkut
ke bagian lain tanaman. Zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia,
fisiologis dan morfologis. Pengaturan pertumbuhan ini dilakukan dengan cara
pembentukan hormon-hormon yang sama, mempengaruhi sintesis hormon,
perusakan translokasi, atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon
(Wattimena, 1988). Zat pengatur tumbuh dapat mendorong, menghambat atau
secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies,
1995).
Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak berperan dalam mempengaruhi
berbagai proses fisiologi tanaman adalah hormon giberelin. Giberelin berperan
dalam pembentangan dan pembelahan sel, pematahan dormansi biji sehingga biji
dapat berkecambah, mobilisasi endosperm cadangan selama pertumbuhan awal
embrio, pematahan dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang,
perkembangan bunga dan buah, dan mampu memperpanjang internodus sehingga
tumbuh memanjang pada tumbuhan roset. Giberelin eksogen yang umum
digunakan dan tersedia di pasaran adalah GA3 (giberelin-3) atau asam giberelat
(Wattimena, 1988).
Penerapan GA3 berpotensi untuk mematahkan dormansi dan mempercepat
pertumbuhan di kultivar bawang putih lokal (Rahman et al., 2006). Perlakuan
perendaman siung bawang putih yang optimum untuk memecah dormansi adalah
dengan konsentrasi 50 ppm GA3 (Guo et al., 2000). Hasil penelitian Woldeyes et
al. (2017) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman GA3 125 ppm dengan
penyimpanan suhu rendah selama 20 hari diperlukan untuk mencapai pertunasan
yang optimum untuk varietas bawang putih lokal di Haramaya Timur, Ethiopia.

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,


Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor pada bulan November sampai dengan Februari 2018.
6

Bahan dan Alat

Benih yang digunakan adalah umbi benih bawang putih varietas


Tawangmangu dengan panjang sekitar 0.74-3.74 cm yang dipanen bulan Agustus
2017 dari petani lokal. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah asam giberelat (GA3), aquades, jaring plastik, tanah, kompos, dan arang
sekam. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kulkas, termometer,
kantong waring, timbangan analitik, plastik mika dan bak plastik (digunakan
sebagai tempat untuk merendam umbi benih bawang putih).

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan metode rancangan tersarang dengan konsentrasi


perendaman giberelin tersarang di dalam suhu ruang simpan. Percobaan terdiri atas
dua faktor perlakuan yaitu perendaman GA3 dan suhu ruang simpan. Perlakuan
perendaman GA3 terdiri dari empat taraf, yaitu konsentrasi 0, 50, 100 dan 150 ppm.
Perlakuan suhu ruang simpan terdiri dari dua taraf, yaitu suhu 8-10°C (kulkas) dan
suhu 26-28°C (ruang). Setiap percobaan diulang sebanyak empat kali sehingga
diperoleh 32 satuan percobaan. Model aditif linier untuk rancangan ini adalah:
𝑖 = 1,2
yijk = µ + τi + βj(i) + εijk { 𝑗 = 1,2,3,4
𝑘 = 1,2,3,4
Keterangan:
Yijk = pengamatan dari faktor A ke-I, faktor B ke-j, serta ulangan ke-k
µ = rataan umum
τi = pengaruh faktor A ke-i
βj(i) = pengaruh faktor B taraf ke-j tersarang pada faktor A taraf ke-i
εijk = pengaruh acak dari faktor A ke-I, faktor B ke-j serta ulangan ke-k

Prosedur Percobaan

Umbi benih bawang putih yang digunakan adalah varietas Tawangmangu


yang berasal dari petani lokal. Umbi benih yang digunakan merupakan umbi benih
umur 12 minggu (3 bulan) setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang.
Umbi bawang putih dipisahkan menjadi siung-siung tanpa mengupas kulitnya
(Gambar 1). Siung bawang putih merupakan umbi benih bawang putih. Umbi benih
direndam dengan larutan asam giberelat (GA3) pada konsentrasi 0, 50, 100 dan 150
ppm selama 24 jam sebelum penyimpanan dengan volume aquades sebesar 250 ml.
Umbi benih disimpan dengan kemasan jaring plastik sebanyak 40 umbi untuk setiap
perlakuan. Penyimpanan dilakukan pada suhu 8-10°C (kulkas) dan suhu 26-28°C
(ruang). Pengamatan umbi benih dilakukan dengan interval waktu 1 minggu, yaitu
0, 1, 2, 3, dan 4 minggu penyimpanan.
7

(a) (b)
Gambar 1. Bentuk visual umbi benih bawang putih (a) umbi benih bawang putih
berbentuk umbi (b) umbi benih bawang putih berbentuk siung

Gambar 2. Perendaman umbi benih bawang putih dalam larutan GA3

Umbi benih bawang putih yang telah diberi perlakuan penyimpanan direndam
kembali dengan larutan asam giberelat (GA3) pada konsentrasi 0, 50, 100 dan 150
ppm dengan volume aquades sebesar 250 ml (Gambar 2). Perendaman umbi benih
dilakukan selama 24 jam sebelum ditanam. Umbi benih hasil perendaman ditanam
pada bak perkecambahan berukuran 23 cm x 23 cm (Gambar 2). Media yang
digunakan untuk perkecambahan adalah tanah, kompos dan arang sekam dengan
perbandingan 2:1:1. Penyiraman dilakukan sewaktu-waktu untuk menjaga
kelembaban media tanam.

Gambar 3. Umbi benih bawang putih yang telah ditanam pada media tanam
8

Pengamatan

Susut bobot umbi


Susut bobot diukur dengan cara menghitung selisih antara bobot umbi segar
dengan bobot umbi setelah diberi perlakuan penyimpanan. Susut bobot umbi
dinyatakan dalam satuan persen (%). Pengamatan dilakukan pada 0, 1, 2, 3 dan 4
minggu setelah penyimpanan.

Daya tumbuh (DT)


Daya tumbuh umbi diukur dengan cara menanam umbi benih yang telah
diberi perlakuan penyimpanan dan perendaman asam giberelat (GA3) pada plastik
mika dengan media tanah, kompos dan arang sekam dengan perbandingan 2:1:1.
Kriteria bibit normal adalah daun sudah terbentuk sempurna dengan panjang > 5
cm (Karim et al., 2015). Pengamatan dilakukan pada 30 dan 45 hari setelah tanam
(Ahmed dan Hemada, 2012). Umbi benih yang masuk dalam kriteria bibit normal
dihitung panjang daun terpanjang dan jumlah daun bibit. Rumus untuk menghitung
daya tumbuh :
∑ KN I + ∑ KN II
DT% = ∑ Umbi yang ditanam x 100%
Keterangan:
∑ KN I = jumlah umbi normal pada hitungan I
∑ KN II = jumlah umbi normal pada hitungan II

Gambar 4. Bibit bawang putih yang tumbuh normal

Indeks vigor (IV)


Indeks vigor diukur berdasarkan presentase kecambah normal pada hitungan
pertama pengujian daya tumbuh (Gambar 4). Nilai indeks vigor selalu lebih rendah
dibandingkan nilai daya tumbuh tetapi cenderung mendekati field emergence
(Copeland dan McDonald, 1995). Nilai indeks vigor benih didapat pada hari ke-30
pengamatan daya berkecambah.
∑ 𝐾𝑁 𝐼
Indeks Vigor (%) = ∑ 𝑈𝑚𝑏𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚 x 100%

Kecepatan tumbuh (KCT)


Kecepatan tumbuh diukur berdasarkan penjumlahan dari persentase bibit
yang tumbuh normal pada hari ke (1-45) dibagi etmalnya (1 etmal = 24 jam). Nilai
etmal kumulatif dihitung mulai saat benih ditanam sampai waktu pengamatan.
Kecepatan tumbuh dihitung dengan rumus:
9

%TN1 %TN2 %TN45


Kct = + + ⋯+
etmal 1 etmal 2 etmal 45
Keterangan:
Kct = Kecepatan tumbuh
TN = Presentase benih tumbuh

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh dari
perlakuan dengan melakukan uji F pada taraf nyata α = 5%. Uji lanjut yang
digunakan adalah Duncan Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekapitulasi Sidik Ragam Respon Umbi Benih

Hasil sidik ragam gabungan antar perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang
simpan memberikan respon yang berbeda terhadap peubah pengamatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman GA3 pada semua periode
pengamatan berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan
kecepatan tumbuh umbi benih bawang putih. Suhu ruang simpan pada 1-4 MSP
berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan kecepatan
tumbuh umbi benih bawang putih. Kombinasi antar perlakuan perlakuan suhu ruang
simpan dan perendaman GA3 pada semua periode pengamatan berpengaruh sangat
nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan kecepatan tumbuh (Tabel 1).

Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan perendaman giberelin dan


suhu ruang simpan pada pematahan dormansi umbi benih bawang putih
Minggu Perendaman Suhu ruang
Kombinasi KK (%)
pengamatan GA3 simpan
Susut bobot
0 MSP - - - -
1 MSP tn tn tn 11.02
2 MSP tn tn tn 16.00
3 MSP tn tn tn 19.15T
4 MSP tn tn tn 17.76T
Daya tumbuh
0 MSP ** tn ** 13.29t
1 MSP ** ** ** 17.85t
2 MSP ** ** ** 18.48
3 MSP ** ** ** 13.00
4 MSP ** ** ** 15.71
10

Tabel 1. Lanjutan
Minggu Perendaman Suhu ruang
Kombinasi KK (%)
pengamatan GA3 simpan
Indeks Vigor
0 MSP ** tn ** 0.00
1 MSP ** ** ** 11.52t
2 MSP ** ** ** 13.16
3 MSP ** ** ** 15.04
4 MSP ** ** ** 9.82
Kecepatan tumbuh
0 MSP ** tn ** 14.55
1 MSP ** ** ** 10.29t
2 MSP ** ** ** 14.31t
3 MSP ** ** ** 19.92
4 MSP ** ** ** 10.89
Keterangan: *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata
pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata, KK: koefisien keragaman,
T
: koefisien keragaman hasil transformasi arcsin √𝑥, t: koefisien
keragaman hasil transformasi akar √(𝑥 + 0.5).

Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap


Susut Bobot Umbi Benih

Susut bobot umbi merupakan parameter mutu yang mencerminkan tingkat


kesegaran umbi selama penyimpanan. Semakin tinggi susut bobot yang dihasilkan
selama penyimpanan, maka semakin berkurang tingkat kesegaran dari umbi. Tinggi
rendahnya susut bobot umbi benih dapat dipengaruhi kondisi simpan. Umbi benih
dapat dengan mudah menyerap ataupun menguapkan air dari dalam benih.
Penguapan ataupun penyerapan ini dipengaruhi kondisi dan suhu lingkungan benih
disimpan (Priyantono et al., 2013). Perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang
simpan baik secara tunggal maupun kombinasi tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap parameter susut bobot umbi benih (Tabel 2).
Rata-rata nilai susut bobot mengalami peningkatan selama periode
pengamatan (Tabel 2). Susut bobot pada umbi benih bawang putih terus mengalami
peningkatan seiring dengan lamanya penyimpanan. Penurunan bobot umbi benih
yang disimpan dapat disebabkan oleh proses metabolisme termasuk respirasi.
Selama proses respirasi, terjadi proses enzimatis yang menyebabkan terjadinya
perombakan senyawa kompleks membentuk energi dengan hasil akhir berupa air
dan karbondioksida yang lepas ke udara sehingga terjadi penurunan bobot umbi
benih yang disimpan (Mutia et al., 2014).
Nilai susut bobot pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang) secara kumulatif
cenderung lebih tinggi daripada perlakuan suhu 8-10°C (kulkas), yaitu sebesar
6.83%. Hal ini disebabkan karena suhu penyimpanan pada suhu 26-28°C (ruang)
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 8-10°C (kulkas). Berdasarkan hasil
penelitian Mardiana et al. (2016), semakin tinggi suhu penyimpanan maka susut
bobot benih bawang merah yang disimpan juga semakin tinggi. Penyimpanan pada
suhu tinggi menyebabkan terjadinya penguapan kandungan air dari dalam umbi
11

sehingga terjadi susut bobot yang meningkat selama penyimpanan (Mutia et al.
2014).

Tabel 2. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap susut bobot
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang
Konsentrasi GA3 1 2 3 4
Simpan
0 ppm 0.25 -3.21 1.05 1.41
50 ppm 0.24 0.83 1.49 6.83
26-28°C (Ruang)
100 ppm -2.01 -1.73 -1.65 -0.04
150 ppm 0.24 0.84 1.29 6.16
0 ppm -0.59 -0.15 -3.41 0.78
50 ppm -0.26 6.36 3.76 3.85
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 0.68 0.87 1.16 1.11
150 ppm -0.41 0.32 0.48 0.87

Susut bobot pada perlakuan perendaman GA3 dengan konsentrasi 50 ppm


pada 4 MSP cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain, yaitu sebesar
6.83% (Tabel 2). Menurut Kamil (1982), cara kerja giberelin dalam perkecambahan
benih diawali dengan terjadinya imbibisi air merangsang sintesis giberelin, lalu
giberelin tersebut berdifusi dan merangsang sintesis enzim yang akan berdifusi ke
endosperma menjadi gula, asam amino dan lain-lain. Endosperma yang telah
diubah gula, asam amino dan lain-lain diduga dapat mempengaruhi persentase susut
bobot. Diduga perendaman GA3 dengan konsentrasi 50 ppm merupakan perlakuan
yang dapat meningkatkan metabolisme sel dalam umbi paling tinggi dibandingkan
perlakuan lain sehingga menghasilkan susut bobot paling tinggi.

Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap


Daya Tumbuh Umbi Benih

Daya tumbuh adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam keadaan
biofisik lapang optimum (Sadjad, 1993). Kriteria bibit bawang normal adalah daun
sudah terbentuk sempurna dengan panjang > 5 cm (Karim et al., 2015). Perlakuan
perendaman GA3 berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh pada seluruh periode
pengamatan. Perlakuan suhu ruang simpan berpengaruh sangat nyata terhadap daya
tumbuh pada 1-4 MSP. Kombinasi perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang
simpan berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh umbi pada seluruh periode
pengamatan.
Umbi benih bawang merah yang siap ditanam atau patah dormansinya
mempunyai nilai daya tumbuh ≥ 80% (Puslitbang Hortikultura, 2015). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perendaman GA3 0 ppm dengan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 MSP dan kombinasi perendaman
GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama
3 MSP mempunyai nilai daya tumbuh ≥ 80% sehingga dapat dikatakan masa
dormansinya telah berakhir (Tabel 3).
12

Tabel 3. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap daya tumbuh
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 15.0b 2.5bc 37.5d 17.5e 37.5b
50 ppm 35.0a 0.0c 42.5d 32.5d 20.0c
26-28°C (Ruang)
100 ppm 37.5a 2.5bc 30.0d 45.0c 15.0c
150 ppm 12.5b 2.5bc 15.0e 35.0cd 15.0c
0 ppm 15.0b 20.0a 55.0c 62.5b 85.0a
50 ppm 35.0a 27.5a 75.0a 90.0a 77.5a
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 37.5a 5.0bc 60.0bc 80.0a 77.5a
150 ppm 12.5b 10.0b 70.0ab 80.0a 75.0a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.

Daya tumbuh tertinggi setiap periode pengamatan diperoleh dari umbi yang
diberi perlakuan kombinasi perendaman GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada
suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP, yaitu sebesar 90% (Tabel 3). Perlakuan ini
efektif untuk memperpendek masa dormansi umbi benih bawang putih dengan awal
masa dormansi selama 20-24 minggu setelah panen (Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, 2015) menjadi 12 minggu setelah panen
dengan kondisi penyimpanan di gudang ditambah dengan 3 minggu setelah
penyimpanan (MSP). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Woldeyes et al.
(2017) yang menyatakan bahwa perlakuan perendaman GA3 125 ppm dan
penyimpanan pada suhu 7°C selama 20 hari menghasilkan daya tumbuh yang
optimal (96.66%) pada varietas bawang putih lokal di Haramaya, Ethiopia Timur
dengan umbi benih 4 minggu setelah panen. Hal ini diduga karena terdapat
perbedaan suhu sebagai perlakuan dan perbedaan varietas umbi benih yang
digunakan sebagai bahan penelitian.
Umbi benih yang diberi perlakuan perendaman GA3 50 dan 100 ppm pada
seluruh perlakuan suhu ruang simpan secara umum mempunyai daya tumbuh yang
lebih tinggi dibandingkan perendaman GA3 konsentrasi 0 dan 150 ppm. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa semua perlakuan perendaman GA3 pada 0 MSP
menghasilkan daya tumbuh kurang dari 80% (Tabel 3) sehingga dapat disimpulkan
perendaman dalam GA3 saja belum dapat mematahkan dormansi umbi benih
bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang. Berdasarkan hasil penelitian Guo et al. (2000), perlakuan perendaman GA3
50 ppm merupakan perlakuan yang optimum untuk mematahkan dormansi kentang.
Daya tumbuh pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang) pada seluruh taraf
konsentrasi GA3 selama 0-4 MSP bernilai kurang dari 80% (Tabel 3). Data ini
memberi indikasi bahwa penyimpanan umbi benih bawang putih umur 12 minggu
setelah panen pada suhu 26-28°C (ruang) dapat memperpanjang masa dormansi.
Daya tumbuh umbi benih bawang putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada
suhu 8-10°C (kulkas) mempunyai nilai daya tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan umbi benih bawang putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu
26-28°C (ruang) (Gambar 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tumbuh
13

perlakuan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 MSP tanpa


perendaman GA3 sebesar 85% (Tabel 3) sehingga dapat disimpulkan bahwa
penyimpanan pada suhu 8-10°C selama 4 minggu dapat mematahkan dormansi
umbi benih bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi
penyimpanan di gudang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Youssef (2013) bahwa penyimpanan umbi benih bawang putih selama 30 hari pada
suhu 10°C dapat meningkatkan daya tumbuh dan munculnya tunas. Menurut
Vazquez et al. (2006), suhu rendah pada penyimpanan umbi benih bawang putih
dapat mengaktifkan reaksi biokimia yang dilakukan oleh interposisi enzim yang
berbeda. Reaksi tersebut dapat meningkatkan kandungan glukosa pada umbi benih
sehingga terjadi inisiasi tunas.

Gambar 5. Umbi benih bawang putih yang tumbuh setelah diberi perlakuan
perendaman GA3 dan suhu ruang simpan pada 3 MSP

Perlakuan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 MSP tanpa


kombinasi dengan perlakuan perendaman GA3 dapat memperpendek masa
dormansi umbi benih bawang putih dengan awal masa dormansi selama 20-24
minggu setelah panen (Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman
Obat, 2015) menjadi 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang ditambah dengan 4 minggu setelah penyimpanan (MSP). Perlakuan tersebut
memperpendek masa dormansi umbi benih bawang putih satu minggu lebih lambat
dibandingkan dengan perlakuan kombinasi perendaman GA3 50 ppm dengan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP. Berdasarkan keefektifan
aplikasi di lapang, perlakuan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) saja selama
4 MSP dinilai lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan kombinasi perendaman
GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP. Hal
ini dikarenakan perendaman GA3 50 ppm hanya dapat mempercepat masa dormansi
satu minggu dan biaya yang dikeluarkan untuk mempersiapkan perendaman umbi
benih bawang putih dengan larutan GA3 tidak sebanding dengan hasil yang didapat.
14

Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap


Indeks Vigor Umbi Benih

Indeks vigor merupakan persentase kecambah normal pada hitungan pertama


yang menunjukkan persentase benih yang cepat berkecambah (Sadjad et al., 1999).
Hasil penelitian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kombinasi perendaman GA3 0
ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 MSP, kombinasi
perendaman GA3 50, 100, 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C
(kulkas) selama 3 MSP mempunyai nilai indeks vigor yang tidak jauh berbeda
dengan nilai daya tumbuh. Hal ini menunjukkan bahwa umbi benih bawang putih
yang telah patah dormansinya memiliki mutu tinggi. Menurut Sunyoto dan Octriana
(2013), benih dengan persentase daya kecambah tinggi mempunyai nilai indeks
vigor yang tinggi pula, sebaliknya benih dengan persentase daya kecambah rendah,
mempunyai nilai indeks vigor yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks vigor pada perlakuan
kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu
8-10°C (kulkas) berkurang sekitar 5-15% pada 4 MSP (Tabel 4). Hal ini
menunjukkan bahwa umbi benih yang telah patah dormansinya saat 3 MSP untuk
perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan
pada suhu 8-10°C (kulkas) diduga mengalami penurunan mutu yang cepat. Berbeda
dengan perlakuan kombinasi perendaman GA3 0 ppm dengan penyimpanan pada
suhu 8-10°C (kulkas) mengalami peningkatan nilai indeks vigor pada 4 MSP.

Tabel 4. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap indeks vigor
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 5a 2.5b 32.5d 15.0c 30.0c
50 ppm 0b 0.0c 35.0d 10.0c 7.5d
26-28°C (ruang)
100 ppm 0b 2.5b 15.0e 17.5c 7.5d
150 ppm 0b 0.0c 5.0f 12.5c 10.0d
0 ppm 5a 10.0a 55.0c 62.5b 85.0a
50 ppm 0b 15.0a 70.0a 90.0a 75.0b
8-10°C (kulkas)
100 ppm 0b 0.0c 60.0bc 72.5a 75.0b
150 ppm 0b 5.0b 65.0ab 80.0a 72.5b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.

Berdasarkan penelitian Mardiana et al. (2016), umbi benih bawang merah


mengalami kerusakan tertinggi yang terus meningkat hingga akhir penyimpanan
pada penyimpanan dengan suhu 10°C selama 12 minggu, yaitu sebesar 49.75%. Hal
ini disebabkan karena pada suhu 10°C terjadi peningkatan aktivitas enzim dan
giberelin dalam sel. Kondisi tersebut dapat meningkatkan proses pembelahan sel
serta patahnya dormansi sehingga terjadi perubahan mutu yang memicu
pembentukan akar dan tunas.
15

Lama penyimpanan juga mempengaruhi terjadinya pembelahan sel yang


didukung dengan aktivitas enzim. Perlakuan suhu rendah yaitu 5-10°C dapat
mengaktifkan gen-gen untuk membentuk enzim-enzim baru yang menyebabkan
terjadinya perubahan mutu (Jasmi dan Didik, 2013). Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian (Tabel 4) bahwa umbi benih yang telah patah dormansinya saat 3 MSP
untuk perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) diduga mengalami penurunan mutu yang
cepat. Hal ini diduga karena terjadi peningkatan aktivitas enzim dan giberelin yang
tinggi dalam sel umbi benih bawang putih setelah patah dormansinya pada
perlakuan tersebut sehingga semakin lama penyimpanan maka semakin menurun
mutu umbi benih. Berbeda dengan perlakuan kombinasi perendaman GA3 0 ppm
dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) mengalami peningkatan nilai
indeks vigor pada 4 MSP. Hal ini diduga karena umbi benih bawang putih pada
perlakuan tersebut tidak terdapat pemberian GA3 dan belum patah dormansinya
sehingga peningkatan aktivitas enzim dan giberelin dapat meningkatkan indeks
vigor.

Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap


Kecepatan Tumbuh Umbi Benih

Kecepatan tumbuh benih adalah tolak ukur vigor kekuatan tumbuh benih.
Benih yang cepat tumbuh akan lebih mampu mengatasi kondisi lapang yang sub
optimum (Widajati et al., 2013). Perlakuan perendaman GA3 berpengaruh nyata
terhadap kecepatan tumbuh pada seluruh periode pengamatan. Perlakuan suhu
ruang simpan berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan tumbuh pada 1-4 MSP.
Kombinasi perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang simpan berpengaruh sangat
nyata terhadap daya tumbuh umbi pada seluruh periode pengamatan.

Tabel 5. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap kecepatan
tumbuh (% etmal-1) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 0.48c 0.09c 1.55b 0.80c 1.64c
50 ppm 0.88b 0.00c 1.67b 1.08c 0.74d
26-28°C (Ruang)
100 ppm 1.05a 0.08c 0.97bc 1.41c 0.65d
150 ppm 0.29d 0.06c 0.47c 1.12c 0.73d
0 ppm 0.48c 0.85a 3.29a 5.25b 7.29a
50 ppm 0.88b 0.93a 4.53a 8.31a 5.74b
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 1.05a 0.13bc 3.23a 7.07ab 5.55b
150 ppm 0.29d 0.37b 3.70a 6.83ab 5.36b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.

Benih dengan vigor kecepatan tumbuh yang kuat adalah benih yang
mempunyai kecepatan tumbuh >30% etmal-1 (Sadjad, 1993). Hasil penelitian pada
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kecepatan tumbuh pada seluruh perlakuan
16

kurang dari 30% etmal-1 sehingga umbi benih bawang putih belum memenuhi
kriteria vigor kecepatan tumbuh yang kuat. Hasil penelitian pada Tabel 5
menunjukkan bahwa umbi benih bawang putih yang telah patah dormansinya
memiliki kecepatan tumbuh sebesar 7.07-8.31% etmal-1. Kombinasi perendaman
GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP
mempunyai nilai kecepatan tumbuh tertinggi diantara seluruh perlakuan, yaitu
sebesar 8.31% etmal-1 (Tabel 5). Daya tumbuh dan indeks vigor pada perlakuan
kombinasi perendaman GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C
(kulkas) selama 3 MSP juga mempunyai nilai tertinggi diantara seluruh perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa daya tumbuh dan indeks vigor yang tinggi akan
menghasilkan kecepatan tumbuh yang tinggi. Sadjad et al. (1999) menyatakan
bahwa vigor benih ditunjukkan pada kecepatan yang tinggi dalam proses
pertumbuhannya dan proses metabolismenya tidak terhambat. Umbi benih bawang
putih yang belum patah dormansinya memiliki kecepatan tumbuh berkisar 0-5.74%
etmal-1 (Tabel 5).
Nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100
dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) berkurang 1.47-
2.57% pada 4 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa umbi benih yang telah patah
dormansinya saat 3 MSP untuk perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100, 150
ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) mengalami penurunan mutu
yang cepat karena vigornya menurun. Berbeda dengan perlakuan kombinasi
perendaman GA3 0 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas)
mengalami peningkatan nilai kecepatan tumbuh pada 4 MSP karena vigornya
meningkat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan perendaman GA3 belum dapat mematahkan dormansi umbi benih


bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang. Masa dormansi umbi benih bawang putih masih berlangsung pada 12
minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang ditambah dengan 4
minggu setelah penyimpanan (MSP) pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang).
Perlakuan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) dapat mematahkan dormansi
umbi benih bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi
penyimpanan di gudang ditambah dengan 4 minggu setelah penyimpanan (MSP).
Perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan
pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP dapat mematahkan dormansi umbi benih
bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang ditambah 3 minggu setelah penyimpanan (MSP).
17

Saran

Pematahan dormansi umbi benih bawang putih umur 12 minggu setelah


panen dengan kondisi penyimpanan di gudang direkomendasikan menggunakan
perlakuan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 minggu setelah
penyimpanan (MSP). Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan interval
konsentrasi GA3, lama penyimpanan umbi benih di gudang dan suhu ruang simpan
yang lebih pendek, dilakukan penggolongan ukuran umbi benih sampel agar umbi
benih lebih seragam serta menambah variasi parameter pengamatan yang
mempengaruhi dormansi umbi benih bawang putih.

DAFTAR PUSTAKA

Ade-Ademilua, O.E., T.O Iwaotan, T.C. Osaji. 2009. Pre-planting (cold) treatment
of Allium sativum cloves improves its growth and yield under open field and
open shade conditions. J. Plant Sci. 4:49–58.
Ahmed, S.I., A.A. Hemada. 2012. Effects of pre-planting treatments of garlic
(Allium sativum L.) cloves on growth and yield under middle egypt
conditions. J. Plant Production 3(6):971-986.
Arguello, J., A. Ledesma, R. Bottini. 1991. Hormonal regulation of dormancy in
garlic (Allium sativum L.) cv Rosado Paraguayo. Agriscientia 8: 9-14.
Argüello, J.A., L.R. Falcón, L. Seisdedos, S. Milrad, R. Bottini. 2001.
Morphological changes in garlic (Allium sativum L.) microbulblets during
dormancy and sprouting as related to peroxidase activity and gibberellin A3
content. Biocell 25(1):1-9.
Arguello, J.A., R. Bottini, R. Luna, G.A. de Bottini, R.W. Racca. 1983. Dormancy
in garlic (Allium sativum L.) cv. Rosado Paraguayo L. levels of growth
substances in “seed cloves” under storage. Plant Cell Physiol. 24(8): 1559–
1563.
[Balitsa] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 1999. Teknologi Produksi Bawang
Putih. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung, ID.
[BPPSDMP] Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian. 2017. Tanam dan pemeliharaan tanaman bawang putih yang baik
dan benar. http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/11173/
tanam-dan-pemeliharaan-tanaman-bawang-putih-yang-baik-dan-benar. [22
Januari 2018].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik,
Jakarta, ID.
Copeland, L.O., M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and
Technology. Chapman and Hall, New York, NY.
Davies, J.P. 1995. Plant hormone: their nature, occurrence and function. In: Davies
P.J., (Ed.). Plant Hormones: Phisiology, Biochemistry, and Moleculer
Biology. Kluwer Academic Publisher, Boston, MA.
18

Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2015. Standar
Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Bawang Putih (Allium sativum L.)
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, Jakarta, ID.
[Ditjen Hortikultura] Direktur Jendral Hortikultura. 2017. Pengembangan bawang
putih nasional. http://riph.pertanian.go.id/asset/media/download/file/547a6
106025e209a3517aa07db2f27b7.pdf. [28 September 2017].
Guo, H., M. Onjo., M. Hayashi. 2000. Studies on seed tuber production using small
tubers and on the breaking of dormancy in potatoes using GA. Jpn. J. Trop.
Agr. 44(3): 152–157.
Jasmi, S.E., I. Didik. 2013. Pengaruh vernalisasi umbi terhadap pertumbuhan, hasil,
dan pembungaan bawang merah (Allium Cepa L. Aggregatum Group) di
Dataran Rendah. Ilmu Pertanian 16(1) 42-57.
Kamenetsky, R., H.D. Rabinowitch. 2006. The genus allium: A developmental and
horticultural analysis. Horticultural Reviews 78(7):329-378.
Kamenetsky R., S.I. London, M. Baizerman, F. Khassanov, C. Kik, H.D.
Rabinowitch. 2003. Garlic (Allium sativum) and its wild relatives from
Central Asia: evaluation for fertility potential. Proceeding of the XXVIth
International Horticulture Congress; Toronto, Canada, August 2002.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Angkasa, Bandung, ID.
Karim, S., A. Ete. Adrianton. 2015. Daya simpan benih bawang merah (Allium
ascalonicum L.) varietas lembah palu pada berbagai paket terknologi mutu
benih. J. Agrotekbis. 3(3): 345-352.
Ledesma, A., M. I, Reale, R. Racca, J.L. Burba. 1980. Effect of low temperatures
and pre planting storage time on garlic clonal type Rosado Paraguayo growth.
Phyton 39:37-48.
Mardiana, Y.A. Purwanto, L. Pujantoro, Sobir. 2016. Pengaruh penyimpanan suhu
rendah benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap pertumbuhan
benih. JTEP 4(1):67-74.
Metwally, E.I., M.E. El-Denary, A.M.K. Omar, Y. Naidoo, Y.H. Dewir. 2012. Bulb
and vegetative characteristics of garlic (Allium sativum L.) from in vitro
culture through acclimatization and field production. Afr. J. Agric. Res.
7(43):5792-5795.
Mutia, A.K., Y.A. Purwanto, L. Pujantoro. 2014. Perubahan kualitas bawang merah
(Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan suhu
yang berbeda. J. Pascapanen 11(2):108-115.
Palungkun, R., A. Budiarti. 2001. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar
Swadaya, Jakarta, ID.
Priyantono, E., A. Ete, Andrianton. 2013. Vigor umbi bawang merah (Allium
ascallonicum L.) varietas palasa dan lembah palu pada berbagai kondisi
simpan. e-J. Agrotekbis 1(1):8-16.
[Puslitbang Hortikultura] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2015.
Budidaya bawang merah off season. http://hortikultura.litbang.pertanian.
go.id/teknologi-detail-54.html. [9 Oktober 2018].
19

Rahman, H.M., S.H. Muhammad, A. Masood. 2003. Pre-planting temperature


treatments for breaking dormancy of garlic cloves. Asian J. Plant Sciences
2:123-126.
Rahman, M.H., M.S. Haque, M.A. Karim, M. Ahmed. 2006. Effects of gibberellic
acid (GA3) on breaking dormancy in garlic (Allium sativum L.). Int. J. Agric.
Biol. 8(1):63-65.
Rubatzky, V.E., M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Edisi ke-2. Institut
Teknologi Bandung, Bandung, ID.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta, ID.
Sadjad, S., E. Murniati, S. Ilyas. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih dari
Komparatif ke Simulatif. Grasindo, Jakarta, ID.
Santoso, H.B. 2000. Bawang Putih. Edisi ke-12. Penerbit Kanisius, Yogyakarta, ID.
Sunyoto, L. Octriana. 2014. Kajian pengaruh suhu simpan dan metode pematahan
dormansi terhadap viabilitas benih pepaya merah delima. Dalam Hutabarat,
B., Hermanto, S.H. Susilowati (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Hari
Pangan Sedunia Ke-3. Optimalisasi Sumberdaya Lokal Melalui Diversifikasi
Pangan Menuju Kemandirian Pangan dan Perbaikan Gizi Masyarakat
Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Bogor, 21-22 Oktober
2013.
Syamsiah, I.S., Tajudin. 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Agromedia
Pustaka, Jakarta, ID.
Tabor, G., D. Getahun, A. Zelleke. 2004. Influence of storage duration on field
sprouting, maturity and yield of some garlic (Allium sativum L.) cultivars at
Debre Zeit, Ethiopia. J. Hortic. Sci. Biotech. 79 (6): 871-876.
Vazquez, B.M., E.G. Lopez , S.E. Mercado, T.E. Castano, V.G. Leon, K.E. Ratindo.
2006. Low temperature storage of garlic for spring planting. Hortic. Sci.
39(3):571.
Wareing, P.F., P.F. Saunders. 1971. Hormones and dormancy. Ann. Rev. Plant
Physio. 22:261-288.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Kultur
Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB, Bogor, ID.
Widajati E., E. Murniati, E.R. Palupi, T. Kartika, M.R. Suhartanto, A. Qadir. 2013.
Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor, ID.
Woldeyes, F., K. W/tsaddik, G. Tabor. 2017. Emergence of garlic (Allium sativum
L.) as influenced by low storage temperature and gibberellic acid treatments.
J. Agric. Ecol. Res. Int. 10(2):1-7.
Youssef, S.N. 2013. Growth and bulbing of garlic as influenced by low temperature
and storage period treatments. World Rural Observ. 5(2): 47-57.
20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 9 September 1995 dari ayah Ruslan
Sanay Effendy dan ibu Dra. Pertiwi. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2014 penulis dari SMA Negeri 1 Manyar dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta
Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi tingkat
departemen, fakultas maupun IPB. Organisasi yang diikuti antara lain sebagai
anggota Departemen Kreasi dan Seni BEM Fakultas Pertanian IPB Kabinet Sapa
Tani 2015/2016 dan anggota Departemen Agroimplement Himpunan Mahasiswa
Agronomi IPB Kabinet Mirabilis 2016/2017. Penulis juga aktif mengikuti
kepanitiaan seperti Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi Panitia Pemilihan Raya
IPB pada tahun 2014, Logistic Greenday pada tahun 2015, Bendahara 2 Seri Action
pada tahun 2015, Bendahara 2 Agriphoria pada tahun 2015, Lomba Buah Fruit
Indonesia pada tahun 2016, Penanggung Jawab Kelompok Pembinaan Himagron
pada tahun 2016 dan Penanggung Jawab Klub Tanaman Hias pada tahun 2016
sampai 2017.
Penulis juga aktif mengikuti lomba tingkat mahasiswa yang diadakan oleh
departemen maupun fakultas. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain
Juara 1 Tari Tradisional Agrosportment VII pada tahun 2015, Juara 1 Aerobik Seri-
A Tingkat Fakultas Pertanian pada tahun 2016 dan Juara 1 Aerobik Agrosportment
IX pada tahun 2017. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik
Budidaya Tanaman pada tahun ajaran 2017/208, mata kuliah Dasar Hortikultura
pada tahun ajaran 2017/2018, mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun
ajaran 2017/2018 dan mata kuliah Dasar Agronomi pada tahun ajaran 2018/2019.

Anda mungkin juga menyukai