Salah satu kendala produksi umbi benih bawang putih adalah dormansi umbi
yang relatif lama yaitu 5-6 bulan. Perendaman GA3 dan suhu ruang simpan dapat
digunakan sebagai salah satu metode untuk pematahan dormansi umbi benih
bawang putih. Penelitian ini bertujuan mendapatkan metode pematahan dormansi
dengan perendaman GA3 dan suhu ruang simpan yang tepat pada umbi benih
bawang putih. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor pada bulan November sampai dengan Februari 2018.
Penelitian dilakukan berdasarkan percobaan rancangan tersarang dengan
konsentrasi perendaman giberelin tersarang di dalam suhu ruang simpan. Percobaan
terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu perendaman GA3 dan suhu ruang simpan.
Perlakuan perendaman GA3 terdiri dari empat taraf, yaitu konsentrasi 0, 50, 100
dan 150 ppm. Perlakuan suhu ruang simpan terdiri dari dua taraf, yaitu suhu 8-10°C
(kulkas) dan suhu 26-28°C (ruang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
perendaman GA3 belum dapat mematahkan dormansi umbi benih bawang putih
umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang. Masa
dormansi umbi benih bawang putih masih berlangsung pada 12 minggu setelah
panen dengan kondisi penyimpanan di gudang ditambah dengan 4 minggu setelah
penyimpanan (MSP) pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang). Perlakuan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) dapat mematahkan dormansi umbi benih
bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang ditambah dengan 4 minggu setelah penyimpanan (MSP). Perlakuan
kombinasi perendaman GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu
8-10°C (kulkas) selama 3 MSP dapat mematahkan dormansi umbi benih bawang
putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di gudang
ditambah 3 minggu setelah penyimpanan (MSP).
Kata Kunci: daya tumbuh, indeks vigor, kecepatan tumbuh, konsentrasi, susut
bobot
ABSTRACT
One of the constraint to the production of garlic bulb seeds is the relatively
long seed dormancy, which is 5-6 months. Soaking in GA3 and storage temperature
can be used as a method for breaking dormancy of garlic bulb seeds. The objective
of the this research was to determine dormancy breaking method in the garlic bulb
seed. This research was carried out at the Laboratory of Seed Science and
Technology, Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural University, Bogor from November to February 2018. The
experiment was conducted based on nested design experiments with the
concentration of soaking in gibberellins in the storage temperature. The experiment
consisted of two treatment factors, namely soaking in GA3 and storage temperature.
Soaking in GA3 consisted of four levels, namely concentrations of 0, 50, 100 and
150 ppm. The storage temperature consists of two levels, namely temperature 8-
10°C (refrigerator) and temperature 26-28°C (room). The results showed that
soaking in GA3 solution did not overcome the dormancy of garlic bulb seeds 12
week after harvest under warehouse conditions. The dormancy period still last until
12 week after harvest under warehouse condition continued to 4 weeks at 26-28°C
(room temperature). Storing the garlic bulb seeds at 8-10°C (refrigerator) broke the
dormancy after 4 weeks following 12 week after harvest under werehouse
condition. Soaking in GA3 50, 100 and 150 ppm combined with storing at 8-10°C
(refrigerator) broke the dormancy 3 weeks following 12 week after harvest under
warehouse condition.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
Disetujui oleh
Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc.
Pembimbing I Pembibing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas berkat dan
rahmat-Nya, karya ilmiah ini yang berjudul “Perendaman Giberelin (GA3) dan
Suhu Ruang Simpan untuk Pematahan Dormansi Umbi benih Bawang Putih
(Allium Sativum L.)” dapat terselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor pada bulan November sampai
dengan Februari 2018.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Abdul Qadir, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi I, yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian dan karya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi II, yang juga
telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga penelitian dan karya
ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Dr. Willy Bayuardi Suwarno, S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik,
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama perkuliahan.
4. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, M.Si. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan koreksi terhadap karya ilmiah ini.
5. Ayah, Mama, Mbak Vita serta semua keluarga besar, yang telah memberikan
doa, saran, nasehat, semangat, dan kasih sayang.
6. Zhulfikri, Bagas dan Pata atas bantuan, bimbingan, doa, dan semangatnya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
7. Yuliana, Rahma, Syilvia, Zulfa, Liza dan Meliana (Wisma Trims) atas bantuan,
bimbingan, doa, dan semangatnya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
8. Syendi, Tetih dan Kak Eka atas bantuan, bimbingan, doa, dan semangatnya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
9. Teman – teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 51 “Azalea”, yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan semangat yang luar biasa.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.) 2
Budidaya Tanaman Bawang Putih 3
Perbanyakan Tanaman Bawang Putih 4
Giberelin (GA3) 5
METODE 5
Tempat dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 6
Rancangan Percobaan 6
Prosedur Percobaan 6
Pengamatan 8
Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Rekapitulasi Sidik Ragam Respon Umbi Benih 9
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Susut
Bobot Umbi Benih 10
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Daya
Tumbuh Umbi Benih 11
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap Indeks
Vigor Umbi Benih 13
Pengaruh Perendaman GA3 dan Suhu Ruang Simpan terhadap
Kecepatan Tumbuh Umbi Benih 15
KESIMPULAN DAN SARAN 16
Kesimpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
RIWAYAT HIDUP 20
ix
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang putih telah digunakan dan dibudidayakan di India dan Mesir sejak
600 tahun sebelum masehi di India dan Mesir (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Pusat keragaman bawang putih berada di Asia Tengah lalu menyebar ke seluruh
Asia, Tiongkok, India dan akhirnya ke seluruh dunia (Kamenetsky et al., 2003).
Bawang putih masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Tiongkok dan Arab,
kemudian dibudidayakan. Bawang putih berperan sebagai bumbu penyedap
masakan karena mempunyai aroma yang kuat (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Aroma ini disebabkan karena senyawa alisin. Umbi bawang putih mengandung
asam amino yang tidak berwarna, tidak berbau, dan larut dalam air dan dikenal
sebagai alin. Apabila terjadi pelukaan pada selnya, enzim alinase akan
menyebabkan terpecahnya alin menjadi senyawa yang mengandung sulfur, yaitu
alisin (Palungkun dan Budiarti, 2001).
Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi seperti kultivar Lumbu
Hijau, Tawangmangu, Lumbu Kuning, Gombloh dan Tes. Beberapa kultivar
bawang putih di Indonesia seperti Lumbu Putih, Jati Barang, Bagor, Sanur,
Sumbawa, Layur dan Obleg mampu tumbuh di dataran rendah. Khusus untuk lahan
di dataran rendah, kultivar Lumbu Putih paling banyak disukai oleh petani karena
adaptif terhadap iklim (Palungkun dan Budiarti, 2001). Produksi bawang putih per
satuan luas di dataran tinggi lebih besar dari pada di dataran rendah.
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah herba perenial berumpun yang
memiliki tinggi 30-75 cm. Batang yang tampak di atas permukaan tanah adalah
batang semu yang terdiri dari pelepah-pelepah daun. Daunnya berbentuk pita (pipih
memanjang), tepi rata, ujungnya runcing, beralur, panjangnya 60 cm dan lebar 1.5
3
cm. Batang yang sebenarnya berada dalam tanah. Akar tumbuh dari pangkal batang
berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang dari 10 cm. Akar yang
tumbuh pada batang pokok bersifat rudimenter yang berfungsi sebagai alat absorbsi
unsur hara (Santoso, 2000).
Bawang putih membentuk umbi lapis berwarna putih. Satu umbi terdiri dari
8-20 siung (anak bawang). Siung satu dengan yang lainnya dipisahkan oleh kulit
tipis dan liat serta membentuk satu kesatuan yang kuat dan rapat. Tunas adventif
dalam siung dapat tumbuh menerobos pucuk siung menjadi tunas baru, serta daging
pembungkus tunas adventif yang berfungsi sebagai pelindung sekaligus gudang
persediaan makanan. Bagian dasar umbi pada hakikatnya adalah batang pokok yang
mengalami rudimentasi (Santoso, 2000).
Bunga bawang putih merupakan infloresen yang memiliki warna dari putih
hingga merah jambu ke ungu. Inisiasi bunga ini hanya terbentuk di negara 4 musim.
Pengaruh suhu menjadi faktor utama terbentuknya bunga pada tanaman bawang
putih. Klon bawang putih umumnya tidak keluar tangkai bunga karena gagal pada
waktu masih berupa tunas bunga. Tangkai bunga yang tidak memanjang
menyebabkan bunga terbentuk di dalam batang semu sehingga terbentuk seperti
benjolan. Benjolan ini merupakan bulbil atau umbi udara yang merupakan gagalnya
pembentukan bunga disebabkan karena faktor suhu (Kamenetsky dan Rabinowitch,
2006).
Giberelin (GA3)
Hormon tanaman adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam
jumlah kecil yang disintesakan pada bagian lain tanaman dan umumnya diangkut
ke bagian lain tanaman. Zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia,
fisiologis dan morfologis. Pengaturan pertumbuhan ini dilakukan dengan cara
pembentukan hormon-hormon yang sama, mempengaruhi sintesis hormon,
perusakan translokasi, atau dengan perubahan tempat pembentukan hormon
(Wattimena, 1988). Zat pengatur tumbuh dapat mendorong, menghambat atau
secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies,
1995).
Salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak berperan dalam mempengaruhi
berbagai proses fisiologi tanaman adalah hormon giberelin. Giberelin berperan
dalam pembentangan dan pembelahan sel, pematahan dormansi biji sehingga biji
dapat berkecambah, mobilisasi endosperm cadangan selama pertumbuhan awal
embrio, pematahan dormansi tunas, pertumbuhan dan perpanjangan batang,
perkembangan bunga dan buah, dan mampu memperpanjang internodus sehingga
tumbuh memanjang pada tumbuhan roset. Giberelin eksogen yang umum
digunakan dan tersedia di pasaran adalah GA3 (giberelin-3) atau asam giberelat
(Wattimena, 1988).
Penerapan GA3 berpotensi untuk mematahkan dormansi dan mempercepat
pertumbuhan di kultivar bawang putih lokal (Rahman et al., 2006). Perlakuan
perendaman siung bawang putih yang optimum untuk memecah dormansi adalah
dengan konsentrasi 50 ppm GA3 (Guo et al., 2000). Hasil penelitian Woldeyes et
al. (2017) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman GA3 125 ppm dengan
penyimpanan suhu rendah selama 20 hari diperlukan untuk mencapai pertunasan
yang optimum untuk varietas bawang putih lokal di Haramaya Timur, Ethiopia.
METODE
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
(a) (b)
Gambar 1. Bentuk visual umbi benih bawang putih (a) umbi benih bawang putih
berbentuk umbi (b) umbi benih bawang putih berbentuk siung
Umbi benih bawang putih yang telah diberi perlakuan penyimpanan direndam
kembali dengan larutan asam giberelat (GA3) pada konsentrasi 0, 50, 100 dan 150
ppm dengan volume aquades sebesar 250 ml (Gambar 2). Perendaman umbi benih
dilakukan selama 24 jam sebelum ditanam. Umbi benih hasil perendaman ditanam
pada bak perkecambahan berukuran 23 cm x 23 cm (Gambar 2). Media yang
digunakan untuk perkecambahan adalah tanah, kompos dan arang sekam dengan
perbandingan 2:1:1. Penyiraman dilakukan sewaktu-waktu untuk menjaga
kelembaban media tanam.
Gambar 3. Umbi benih bawang putih yang telah ditanam pada media tanam
8
Pengamatan
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh dari
perlakuan dengan melakukan uji F pada taraf nyata α = 5%. Uji lanjut yang
digunakan adalah Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Hasil sidik ragam gabungan antar perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang
simpan memberikan respon yang berbeda terhadap peubah pengamatan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman GA3 pada semua periode
pengamatan berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan
kecepatan tumbuh umbi benih bawang putih. Suhu ruang simpan pada 1-4 MSP
berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan kecepatan
tumbuh umbi benih bawang putih. Kombinasi antar perlakuan perlakuan suhu ruang
simpan dan perendaman GA3 pada semua periode pengamatan berpengaruh sangat
nyata terhadap daya tumbuh, indeks vigor dan kecepatan tumbuh (Tabel 1).
Tabel 1. Lanjutan
Minggu Perendaman Suhu ruang
Kombinasi KK (%)
pengamatan GA3 simpan
Indeks Vigor
0 MSP ** tn ** 0.00
1 MSP ** ** ** 11.52t
2 MSP ** ** ** 13.16
3 MSP ** ** ** 15.04
4 MSP ** ** ** 9.82
Kecepatan tumbuh
0 MSP ** tn ** 14.55
1 MSP ** ** ** 10.29t
2 MSP ** ** ** 14.31t
3 MSP ** ** ** 19.92
4 MSP ** ** ** 10.89
Keterangan: *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata
pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata, KK: koefisien keragaman,
T
: koefisien keragaman hasil transformasi arcsin √𝑥, t: koefisien
keragaman hasil transformasi akar √(𝑥 + 0.5).
sehingga terjadi susut bobot yang meningkat selama penyimpanan (Mutia et al.
2014).
Tabel 2. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap susut bobot
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang
Konsentrasi GA3 1 2 3 4
Simpan
0 ppm 0.25 -3.21 1.05 1.41
50 ppm 0.24 0.83 1.49 6.83
26-28°C (Ruang)
100 ppm -2.01 -1.73 -1.65 -0.04
150 ppm 0.24 0.84 1.29 6.16
0 ppm -0.59 -0.15 -3.41 0.78
50 ppm -0.26 6.36 3.76 3.85
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 0.68 0.87 1.16 1.11
150 ppm -0.41 0.32 0.48 0.87
Daya tumbuh adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal dalam keadaan
biofisik lapang optimum (Sadjad, 1993). Kriteria bibit bawang normal adalah daun
sudah terbentuk sempurna dengan panjang > 5 cm (Karim et al., 2015). Perlakuan
perendaman GA3 berpengaruh nyata terhadap daya tumbuh pada seluruh periode
pengamatan. Perlakuan suhu ruang simpan berpengaruh sangat nyata terhadap daya
tumbuh pada 1-4 MSP. Kombinasi perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang
simpan berpengaruh sangat nyata terhadap daya tumbuh umbi pada seluruh periode
pengamatan.
Umbi benih bawang merah yang siap ditanam atau patah dormansinya
mempunyai nilai daya tumbuh ≥ 80% (Puslitbang Hortikultura, 2015). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perendaman GA3 0 ppm dengan
penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 4 MSP dan kombinasi perendaman
GA3 50, 100 dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama
3 MSP mempunyai nilai daya tumbuh ≥ 80% sehingga dapat dikatakan masa
dormansinya telah berakhir (Tabel 3).
12
Tabel 3. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap daya tumbuh
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 15.0b 2.5bc 37.5d 17.5e 37.5b
50 ppm 35.0a 0.0c 42.5d 32.5d 20.0c
26-28°C (Ruang)
100 ppm 37.5a 2.5bc 30.0d 45.0c 15.0c
150 ppm 12.5b 2.5bc 15.0e 35.0cd 15.0c
0 ppm 15.0b 20.0a 55.0c 62.5b 85.0a
50 ppm 35.0a 27.5a 75.0a 90.0a 77.5a
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 37.5a 5.0bc 60.0bc 80.0a 77.5a
150 ppm 12.5b 10.0b 70.0ab 80.0a 75.0a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.
Daya tumbuh tertinggi setiap periode pengamatan diperoleh dari umbi yang
diberi perlakuan kombinasi perendaman GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada
suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP, yaitu sebesar 90% (Tabel 3). Perlakuan ini
efektif untuk memperpendek masa dormansi umbi benih bawang putih dengan awal
masa dormansi selama 20-24 minggu setelah panen (Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, 2015) menjadi 12 minggu setelah panen
dengan kondisi penyimpanan di gudang ditambah dengan 3 minggu setelah
penyimpanan (MSP). Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Woldeyes et al.
(2017) yang menyatakan bahwa perlakuan perendaman GA3 125 ppm dan
penyimpanan pada suhu 7°C selama 20 hari menghasilkan daya tumbuh yang
optimal (96.66%) pada varietas bawang putih lokal di Haramaya, Ethiopia Timur
dengan umbi benih 4 minggu setelah panen. Hal ini diduga karena terdapat
perbedaan suhu sebagai perlakuan dan perbedaan varietas umbi benih yang
digunakan sebagai bahan penelitian.
Umbi benih yang diberi perlakuan perendaman GA3 50 dan 100 ppm pada
seluruh perlakuan suhu ruang simpan secara umum mempunyai daya tumbuh yang
lebih tinggi dibandingkan perendaman GA3 konsentrasi 0 dan 150 ppm. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa semua perlakuan perendaman GA3 pada 0 MSP
menghasilkan daya tumbuh kurang dari 80% (Tabel 3) sehingga dapat disimpulkan
perendaman dalam GA3 saja belum dapat mematahkan dormansi umbi benih
bawang putih umur 12 minggu setelah panen dengan kondisi penyimpanan di
gudang. Berdasarkan hasil penelitian Guo et al. (2000), perlakuan perendaman GA3
50 ppm merupakan perlakuan yang optimum untuk mematahkan dormansi kentang.
Daya tumbuh pada perlakuan suhu 26-28°C (ruang) pada seluruh taraf
konsentrasi GA3 selama 0-4 MSP bernilai kurang dari 80% (Tabel 3). Data ini
memberi indikasi bahwa penyimpanan umbi benih bawang putih umur 12 minggu
setelah panen pada suhu 26-28°C (ruang) dapat memperpanjang masa dormansi.
Daya tumbuh umbi benih bawang putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada
suhu 8-10°C (kulkas) mempunyai nilai daya tumbuh lebih tinggi dibandingkan
dengan umbi benih bawang putih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu
26-28°C (ruang) (Gambar 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tumbuh
13
Gambar 5. Umbi benih bawang putih yang tumbuh setelah diberi perlakuan
perendaman GA3 dan suhu ruang simpan pada 3 MSP
Tabel 4. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap indeks vigor
(%) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 5a 2.5b 32.5d 15.0c 30.0c
50 ppm 0b 0.0c 35.0d 10.0c 7.5d
26-28°C (ruang)
100 ppm 0b 2.5b 15.0e 17.5c 7.5d
150 ppm 0b 0.0c 5.0f 12.5c 10.0d
0 ppm 5a 10.0a 55.0c 62.5b 85.0a
50 ppm 0b 15.0a 70.0a 90.0a 75.0b
8-10°C (kulkas)
100 ppm 0b 0.0c 60.0bc 72.5a 75.0b
150 ppm 0b 5.0b 65.0ab 80.0a 72.5b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.
Kecepatan tumbuh benih adalah tolak ukur vigor kekuatan tumbuh benih.
Benih yang cepat tumbuh akan lebih mampu mengatasi kondisi lapang yang sub
optimum (Widajati et al., 2013). Perlakuan perendaman GA3 berpengaruh nyata
terhadap kecepatan tumbuh pada seluruh periode pengamatan. Perlakuan suhu
ruang simpan berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan tumbuh pada 1-4 MSP.
Kombinasi perlakuan perendaman GA3 dan suhu ruang simpan berpengaruh sangat
nyata terhadap daya tumbuh umbi pada seluruh periode pengamatan.
Tabel 5. Pengaruh suhu ruang simpan dan perendaman GA3 terhadap kecepatan
tumbuh (% etmal-1) umbi benih bawang putih
Perlakuan Minggu setelah penyimpanan (MSP)
Suhu Ruang Konsentrasi
0 1 2 3 4
Simpan GA3
0 ppm 0.48c 0.09c 1.55b 0.80c 1.64c
50 ppm 0.88b 0.00c 1.67b 1.08c 0.74d
26-28°C (Ruang)
100 ppm 1.05a 0.08c 0.97bc 1.41c 0.65d
150 ppm 0.29d 0.06c 0.47c 1.12c 0.73d
0 ppm 0.48c 0.85a 3.29a 5.25b 7.29a
50 ppm 0.88b 0.93a 4.53a 8.31a 5.74b
8-10°C (Kulkas)
100 ppm 1.05a 0.13bc 3.23a 7.07ab 5.55b
150 ppm 0.29d 0.37b 3.70a 6.83ab 5.36b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata dengan uji DMRT 5%.
Benih dengan vigor kecepatan tumbuh yang kuat adalah benih yang
mempunyai kecepatan tumbuh >30% etmal-1 (Sadjad, 1993). Hasil penelitian pada
Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kecepatan tumbuh pada seluruh perlakuan
16
kurang dari 30% etmal-1 sehingga umbi benih bawang putih belum memenuhi
kriteria vigor kecepatan tumbuh yang kuat. Hasil penelitian pada Tabel 5
menunjukkan bahwa umbi benih bawang putih yang telah patah dormansinya
memiliki kecepatan tumbuh sebesar 7.07-8.31% etmal-1. Kombinasi perendaman
GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) selama 3 MSP
mempunyai nilai kecepatan tumbuh tertinggi diantara seluruh perlakuan, yaitu
sebesar 8.31% etmal-1 (Tabel 5). Daya tumbuh dan indeks vigor pada perlakuan
kombinasi perendaman GA3 50 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C
(kulkas) selama 3 MSP juga mempunyai nilai tertinggi diantara seluruh perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa daya tumbuh dan indeks vigor yang tinggi akan
menghasilkan kecepatan tumbuh yang tinggi. Sadjad et al. (1999) menyatakan
bahwa vigor benih ditunjukkan pada kecepatan yang tinggi dalam proses
pertumbuhannya dan proses metabolismenya tidak terhambat. Umbi benih bawang
putih yang belum patah dormansinya memiliki kecepatan tumbuh berkisar 0-5.74%
etmal-1 (Tabel 5).
Nilai kecepatan tumbuh pada perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100
dan 150 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) berkurang 1.47-
2.57% pada 4 MSP. Hal ini menunjukkan bahwa umbi benih yang telah patah
dormansinya saat 3 MSP untuk perlakuan kombinasi perendaman GA3 50, 100, 150
ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas) mengalami penurunan mutu
yang cepat karena vigornya menurun. Berbeda dengan perlakuan kombinasi
perendaman GA3 0 ppm dengan penyimpanan pada suhu 8-10°C (kulkas)
mengalami peningkatan nilai kecepatan tumbuh pada 4 MSP karena vigornya
meningkat.
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ade-Ademilua, O.E., T.O Iwaotan, T.C. Osaji. 2009. Pre-planting (cold) treatment
of Allium sativum cloves improves its growth and yield under open field and
open shade conditions. J. Plant Sci. 4:49–58.
Ahmed, S.I., A.A. Hemada. 2012. Effects of pre-planting treatments of garlic
(Allium sativum L.) cloves on growth and yield under middle egypt
conditions. J. Plant Production 3(6):971-986.
Arguello, J., A. Ledesma, R. Bottini. 1991. Hormonal regulation of dormancy in
garlic (Allium sativum L.) cv Rosado Paraguayo. Agriscientia 8: 9-14.
Argüello, J.A., L.R. Falcón, L. Seisdedos, S. Milrad, R. Bottini. 2001.
Morphological changes in garlic (Allium sativum L.) microbulblets during
dormancy and sprouting as related to peroxidase activity and gibberellin A3
content. Biocell 25(1):1-9.
Arguello, J.A., R. Bottini, R. Luna, G.A. de Bottini, R.W. Racca. 1983. Dormancy
in garlic (Allium sativum L.) cv. Rosado Paraguayo L. levels of growth
substances in “seed cloves” under storage. Plant Cell Physiol. 24(8): 1559–
1563.
[Balitsa] Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 1999. Teknologi Produksi Bawang
Putih. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung, ID.
[BPPSDMP] Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian. 2017. Tanam dan pemeliharaan tanaman bawang putih yang baik
dan benar. http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/11173/
tanam-dan-pemeliharaan-tanaman-bawang-putih-yang-baik-dan-benar. [22
Januari 2018].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik,
Jakarta, ID.
Copeland, L.O., M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and
Technology. Chapman and Hall, New York, NY.
Davies, J.P. 1995. Plant hormone: their nature, occurrence and function. In: Davies
P.J., (Ed.). Plant Hormones: Phisiology, Biochemistry, and Moleculer
Biology. Kluwer Academic Publisher, Boston, MA.
18
Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2015. Standar
Operasional Prosedur (SOP) Budidaya Bawang Putih (Allium sativum L.)
Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Direktorat Budidaya dan
Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat, Jakarta, ID.
[Ditjen Hortikultura] Direktur Jendral Hortikultura. 2017. Pengembangan bawang
putih nasional. http://riph.pertanian.go.id/asset/media/download/file/547a6
106025e209a3517aa07db2f27b7.pdf. [28 September 2017].
Guo, H., M. Onjo., M. Hayashi. 2000. Studies on seed tuber production using small
tubers and on the breaking of dormancy in potatoes using GA. Jpn. J. Trop.
Agr. 44(3): 152–157.
Jasmi, S.E., I. Didik. 2013. Pengaruh vernalisasi umbi terhadap pertumbuhan, hasil,
dan pembungaan bawang merah (Allium Cepa L. Aggregatum Group) di
Dataran Rendah. Ilmu Pertanian 16(1) 42-57.
Kamenetsky, R., H.D. Rabinowitch. 2006. The genus allium: A developmental and
horticultural analysis. Horticultural Reviews 78(7):329-378.
Kamenetsky R., S.I. London, M. Baizerman, F. Khassanov, C. Kik, H.D.
Rabinowitch. 2003. Garlic (Allium sativum) and its wild relatives from
Central Asia: evaluation for fertility potential. Proceeding of the XXVIth
International Horticulture Congress; Toronto, Canada, August 2002.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Angkasa, Bandung, ID.
Karim, S., A. Ete. Adrianton. 2015. Daya simpan benih bawang merah (Allium
ascalonicum L.) varietas lembah palu pada berbagai paket terknologi mutu
benih. J. Agrotekbis. 3(3): 345-352.
Ledesma, A., M. I, Reale, R. Racca, J.L. Burba. 1980. Effect of low temperatures
and pre planting storage time on garlic clonal type Rosado Paraguayo growth.
Phyton 39:37-48.
Mardiana, Y.A. Purwanto, L. Pujantoro, Sobir. 2016. Pengaruh penyimpanan suhu
rendah benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap pertumbuhan
benih. JTEP 4(1):67-74.
Metwally, E.I., M.E. El-Denary, A.M.K. Omar, Y. Naidoo, Y.H. Dewir. 2012. Bulb
and vegetative characteristics of garlic (Allium sativum L.) from in vitro
culture through acclimatization and field production. Afr. J. Agric. Res.
7(43):5792-5795.
Mutia, A.K., Y.A. Purwanto, L. Pujantoro. 2014. Perubahan kualitas bawang merah
(Allium ascalonicum L.) selama penyimpanan pada tingkat kadar air dan suhu
yang berbeda. J. Pascapanen 11(2):108-115.
Palungkun, R., A. Budiarti. 2001. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar
Swadaya, Jakarta, ID.
Priyantono, E., A. Ete, Andrianton. 2013. Vigor umbi bawang merah (Allium
ascallonicum L.) varietas palasa dan lembah palu pada berbagai kondisi
simpan. e-J. Agrotekbis 1(1):8-16.
[Puslitbang Hortikultura] Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2015.
Budidaya bawang merah off season. http://hortikultura.litbang.pertanian.
go.id/teknologi-detail-54.html. [9 Oktober 2018].
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 9 September 1995 dari ayah Ruslan
Sanay Effendy dan ibu Dra. Pertiwi. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2014 penulis dari SMA Negeri 1 Manyar dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta
Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi tingkat
departemen, fakultas maupun IPB. Organisasi yang diikuti antara lain sebagai
anggota Departemen Kreasi dan Seni BEM Fakultas Pertanian IPB Kabinet Sapa
Tani 2015/2016 dan anggota Departemen Agroimplement Himpunan Mahasiswa
Agronomi IPB Kabinet Mirabilis 2016/2017. Penulis juga aktif mengikuti
kepanitiaan seperti Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi Panitia Pemilihan Raya
IPB pada tahun 2014, Logistic Greenday pada tahun 2015, Bendahara 2 Seri Action
pada tahun 2015, Bendahara 2 Agriphoria pada tahun 2015, Lomba Buah Fruit
Indonesia pada tahun 2016, Penanggung Jawab Kelompok Pembinaan Himagron
pada tahun 2016 dan Penanggung Jawab Klub Tanaman Hias pada tahun 2016
sampai 2017.
Penulis juga aktif mengikuti lomba tingkat mahasiswa yang diadakan oleh
departemen maupun fakultas. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain
Juara 1 Tari Tradisional Agrosportment VII pada tahun 2015, Juara 1 Aerobik Seri-
A Tingkat Fakultas Pertanian pada tahun 2016 dan Juara 1 Aerobik Agrosportment
IX pada tahun 2017. Penulis juga menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik
Budidaya Tanaman pada tahun ajaran 2017/208, mata kuliah Dasar Hortikultura
pada tahun ajaran 2017/2018, mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun
ajaran 2017/2018 dan mata kuliah Dasar Agronomi pada tahun ajaran 2018/2019.