Anda di halaman 1dari 88

RANCANG BANGUN APREN

(ALAT PENGADUK RENDANG) KAPASITAS 5 KG

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Analisis & Desain
Produksi (MS581)

Oleh:
ASHA INSAN PRATAMA
1504705

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Asha Insan Pratama

1504705

RANCANG BANGUN APREN (ALAT PENGADUK RENDANG)


KAPASITAS 5 KG

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Drs. H. Wardaya, M.Pd.


NIP. 19560331 198603 1 001

Pembimbing II,

Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T.


NIP. 19731111 200012 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Teknik Mesin

Dr. Bambang Darmawan, MM.


NIP. 19620118 198903 1 003
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Analisis dan Desain Produksi


yang saya susun dengan judul “RANCANG BANGUNG APREN (Alat
Pengaduk Rendang) KAPASITAS 5 KG”, sebagai persyaratan menempuh ujian
seminar Analisis dan Desain Produksi, Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Sejauh yang penulis ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari penelitian
yang sudah dipublikasikan atau pernah untuk mendapatkan gelar Sarjana di
lingkungan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan
Indonesia, maupun perguruan tinggi lainnya, kecuali bagian sumber informasinya
yang telah dicantumkan sebagaimana mestinya.

Dibuat: Bandung
Tanggal: Januari 2019

Penulis
ABSTRAK

Proses pembuatan rendang merupakan cara sederhana masyarakat


Minangkabau pada masa lalu dalam mengawetkan makanan. Dalam proses
mengaduk rendang secara tradisional biasanya masyarakat menggunakan sendok
panjang, sehingga menyebabkan produsen rendang kepanasan dan kewalahan
dalam mengaduk untuk waktu yang lama hingga 5 jam. Dengan dasar ini, perlu
kiranya didesain dan dibuat sebuah alat yang dapat membantu dalam mengaduk
rendang hingga kering (warna rendang coklat tua). APREN (Alat Pengaduk
Rendang) dirancang dengan harapan dapat mempermudah masyarakat terutama
produsen rendang untuk menyajikan rendang dengan rasa yang pas, tanpa perlu
menghabiskan banyak tenaga dan biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menghasilkan desain konstruksi APREN, desain transmisi, estimasi biaya
produksi dan Prototype APREN. Metode penelitian APREN dimulai dengan
mengumpulkan data dan desain APREN, lalu persiapan komponen dan alat untuk
pembuatan APREN, setelah itu masuk ke proses pembuatan APREN, dan lanjut
ke tahap pengujian APREN, sehingga menghasilkan Prototype APREN. Hasil
pengujian alat menunjukan bahwa APREN dapat mengaduk bahan uji yaitu air,
parutan kelapa dan potongan kayu dengan kapasitas total 5 kg. Sendok juga dapat
dibongkar pasang sehingga memudahkan untuk proses pembersihan alat.
Kekurangan dari desain APREN adalah bentuk sendok yang terlalu tinggi
sehingga daging tidak dapat teraduk secara maksimal.
Kata kunci: APREN, Rendang

1
ABSTRACT

The process of making rendang is a simple way of the Minangkabau people in the
past in preserving food. In the traditional process of stirring rendang, people
usually use a long spoon, causing the producer of rendang to overheat and be
overwhelmed in stirring for a long time for up to 5 hours. With this basis, it is
necessary to design and make a tool that can help stirring the rendang dry (the
color of dark brown rendang). APREN (Rendang Stirrer) is designed in the hope
that it can facilitate the community, especially the producers of rendang to serve
rendang with the right taste, without the need to spend a lot of energy and costs.
The purpose of this research is to produce APREN construction design,
transmission design, production cost estimation and APREN Prototype. The
APREN research method starts with collecting APREN data and design, then
prepares the components and tools for making APREN, then enters the APREN
manufacturing process, and continues to the APREN testing stage, resulting in the
APREN Prototype. The results of tool testing show that APREN can stir the test
material namely water, grated coconut and pieces of wood with a total capacity of
5 kg. Spoons can also be assembled to make it easier for the cleaning process.
The disadvantages of the APREN design are the shape of the spoon that is too
high so that the meat cannot be mixed optimally.
Keywords: APREN, Rendang

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya praktikan dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis &
Desain Produksi. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya, para sahabatnya dan kita
selaku umatnya.
Laporan Tugas Akhir ini berjudul Rancang Bangun Alat Pengaduk
Rendang (APREN) Kapasitas 5 Kg. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
desain konstruksi APREN sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengganti tenaga
manusia dalam proses pengadukan alat dan meringankan beban biaya tenaga
kerja, sehingga dapat menekan biaya produksi yang tinggi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini
tidak terlepas dari kekurangan, baik dari segi isi maupun dari segi Bahasa, karena
keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Berbagai hambatan dan kesulitan penulis temukan dalam menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini. Namun berkat bimbingan serta petunjuk juga bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Karena
itu, sangatlah tepat pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Wardaya , M.Pd., selaku dosen pembimbing 1 TA.
2. Bapak Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T., selaku dosen pembimbing 2 TA
3. Bapak, Ibu, Abang, dan yang selama ini selalu memberikan dukungan baik
moril maupun materi serta memotivasi dan memberikan doa yang tulus
yang senantiasa tercurah selama pelaksanaan Tugas Akhir.
4. Sahabat-sahabat terbaik yang membantu proses edit laporan Tugas Akhir.

3
4

Seluruh amal baik tersebut sangatlah besar artinya bagi penulis. Praktikan
berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan
khususnya bagi praktikan sendiri.
Bandung, 11 Januari 2019
Penulis,

Asha Insan Pratama


NIM. 1504705
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR......................................................
ABSTRAK...............................................................................................................i
ABSTRACT............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x
DAFTAR NOTASI................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian....................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan...............................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Rendang....................................................................................................3
2.2 Komposisi Rendang..................................................................................4
2.3 Proses Pembuatan Rendang......................................................................4
2.4 Definisi Pengaduk.....................................................................................4
2.5 Jenis-jenis Pengaduk.................................................................................5
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller)....................................6

2.5.2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle).................................................8

2.5.3 Pengaduk Jenis Turbin (Turbine)..................................................9

2.6 Sistem Transmisi.....................................................................................10


2.6.1 Motor Listrik...............................................................................10

2.6.2 Poros............................................................................................13

2.6.3 Pulley..........................................................................................16
2.6.4 Sabuk-V......................................................................................17

2.6.5 Bantalan......................................................................................20

2.7 Sistem Transmisi.....................................................................................22


2.7.1 Struktur statis tertentu dan statis tak tentu..................................22

2.8 Perencanaan Estimasi Biaya Produksi....................................................29


BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................30
3.1 Diagram Alir Penelitian..........................................................................30
3.2 Menentukan Konsep Desain Perancangan Alat......................................30
3.2.1 Identifikasi..................................................................................31

3.2.2 Deskripsi.....................................................................................31

3.3 Peralatan dan Bahan................................................................................31


3.3.1 Alat..............................................................................................31

3.3.2 Bahan..........................................................................................32

3.4 Proses Pembuatan Alat............................................................................32


3.5 Diagram Alir Kerja Alat..........................................................................34
3.6 Sistem Kerja Alat....................................................................................34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................36
4.1 Hasil Perancangan Alat...........................................................................36
4.1.1 Desain pertama............................................................................36

4.1.2 Desain kedua...............................................................................37

4.2 Hasil Pengujian Alat................................................................................39


4.3 Analisa dan Pembahasan.........................................................................40
4.3.1 Analisa Gaya, Daya dan Torsi Pengaduk....................................40

4.3.2 Analisa Beban Puntiran Pada Poros Pengaduk...........................41

4.3.3 Analisa Kecepatan Pulley...........................................................45

4.3.4 Analisa V-Belt.............................................................................46

4.3.5 Analisa Kekuatan Rangka...........................................................49

4.3.6 Analisa Biaya Produksi...............................................................55

BAB V PENUTUP..............................................................................................62
5.1 Kesimpulan.............................................................................................62
5.2 Saran........................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................63
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................
GAMBAR KERJA...................................................................................................
DAFTAR T

Tabel 2. 1 Faktor-faktor Koreksi Daya yang Akan Ditransmisikan...................13


YTabel 3. 1 Daftar Alat yang Dibutuhkan............................................................31
Tabel 3. 2 Daftar Bahan yang Dibutuhkan.........................................................32
Tabel 3. 3 Proses Pembuatan Alat......................................................................33
Tabel 3. 4 Spesifikasi APREN...........................................................................35
YTabel 4. 1 Spesifikasi Desain Pertama APREN.................................................37
Tabel 4. 2 Spesifikasi Desain Kedua APREN....................................................38
Tabel 4. 3 Tabel Pasak........................................................................................43
Tabel 4. 4 Pemilihan Tipe V-Belt.......................................................................47
Tabel 4. 5 Tegangan Luluh Hollow Steel...........................................................52
Tabel 4. 6 Biaya Material...................................................................................58
Tabel 4. 7 Biaya Komponen...............................................................................58
Tabel 4. 8 Biaya Sewa Mesin.............................................................................60

8
DAFTAR GA

Gambar 2. 1 Jenis Pengaduk Propeller.................................................................7


Gambar 2. 2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle).....................................................8
Gambar 2. 3 Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi...........................................10
Gambar 2. 4 Klasifikasi Motor Listrik................................................................10
Gambar 2. 5 Konstruksi Motor Listrik Satu Fasa (1-Fasa).................................12
Gambar 2. 6 Konstruksi Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa).................................13
Gambar 2. 7 Pulley.............................................................................................17
Gambar 2. 8 V-Belt.............................................................................................18
Gambar 2. 9 Perhitungan Panjang Keliling Sabuk Terbuka...............................19
Gambar 2. 10 Balok Statis Tertentu......................................................................23
Gambar 2. 11 Balok Statis Tak Tentu...................................................................24
Gambar 2. 12 Kerangka Kaku Statis Tertentu......................................................25
Gambar 2. 13 Kerangka Kaku Statis Tak Tentu....................................................26
Gambar 2. 14 Rangka Batang Statis Tertentu.......................................................27
Gambar 2. 15 Rangka Batang Statis Tak Tentu....................................................28
Gambar 2. 16 Susunan Segitiga Membentuk Rangka Batang..............................28
YGambar 3. 1 Flowchart Kerja APREN (Alat Pengaduk Rendang).....................30
Gambar 3. 2 Diagram Alir Kerja Alat.................................................................34
Gambar 3. 3 Sistem Kerja Alat...........................................................................35
YGambar 4. 1 Desain Pertama APREN.................................................................37
Gambar 4. 2 Desain Kedua APREN...................................................................38
Gambar 4. 3 Hasil Adukan Air, Santan dan Kayu Seberat 5 Kg.........................39
Gambar 4. 4 Pembongkaran Sendok Pengaduk..................................................39
Gambar 4. 5 Rangka Bagian Atas.......................................................................50
Gambar 4. 6 Inersia Besi Hollow Kotak.............................................................52
Gambar 4. 7 Rangka Bagian Bawah...................................................................55

9
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Bimbingan...............................................................


Lampiran 2 Surat Tugas...........................................................................
Lampiran 3 Berita Acara Seminar ...........................................................

10
DAFTAR NOTASI

Notasi Nama Satuan


A Luas penampang cm2
a Percepatan gravitasi m/s2
b lebar mm
c Jarak sumbu kedua pulley mm
De Diameter efektif mm
Di Diameter inti ulir mm
Ds Diameter poros mm
F Gaya N
Fc Faktor koreksi -
h Tinggi mm
I Momen inersia mm4
K Tegangan akibat beban mula Kgf/cm2
L Panjang sabuk mm
l panjang mm
Mmax Momen maksimum Nmm
m massa Kg
N Kecepatan putaran rpm
P Daya motor HP
Pa Tekanan permukaan ijin kg/mm2
Pd Daya rencana kW
Ps Panjang poros mm
Sf1 Faktor keamanan 1 -
Sf2 Faktor keamanan 2 -
T Momen punter terencana kgmm
τ Torsi Nm
V volume cm3
Vp Kecepatan keliling m/s
y Jarak titik berat mm
z Jumlah belt -
o Tegangan mula-mula Kgf/cm2
�a Tegangan geser kg/mm2
�b Tegangan tarik kg/mm2
�max Tegangan maksimum N/mm2
 Faktor tarikan -

11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Proses pembuatan rendang merupakan cara sederhana masyarakat


Minangkabau pada masa lalu dalam mengawetkan makanan. Proses pengawetan
ini dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan bahan kimia tetapi melalui
proses pemanasan berkali-kali. Semakin sering rendang dipanaskan menjadikan
rendang tersebut awet dan tahan lebih lama. Karena keterbatasan peralatan dan
teknologi pada masa lalu, satu-satunya cara untuk membuat makanan tahan lama
dan tidak basi adalah dengan menghangatkan. Masyarakat pada zaman dahulu
memasak rendang di atas api sangai (api sangat kecil yang diatur agar jangan
sampai menghanguskan) hingga kering.
Proses ini dilakukan secara tradisional, yakni dimasak diatas tungku
dengan menggunakan kayu bakar. Pada awalnya dimasak dengan api besar, lalu
dilanjutkan dengan menggunakan api sangai yang berasal dari pembakaran sabuk
kelapa. Proses ini bisa berulang sampai beberapa kali hingga makanan tersebut
mengering dan menghasilkan rendang.
Dalam proses mengaduk secara tradisional biasanya masyarakat
menggunakan sendok panjang, sehingga menyebabkan produsen rendang
kepanasan dan kewalahan dalam mengaduk untuk waktu yang lama yaitu hingga 5
jam. Dengan dasar ini, perlu kiranya didesain dan dibuat sebuah alat yang dapat
membantu dalam mengaduk rendang hingga kering (warna rendang coklat tua)
dengan hasil yang memuaskan. Alat yang dirancang ini dinamai APREN (Alat
Pengaduk Rendang). Alat ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat
terutama produsen rendang agar bisa menyajikan rendang dengan rasa yang pas,
tanpa perlu menghabiskan banyak tenaga dan biaya, sehingga dapat memudahkan
produsen dalam penyajian rendang. Rancangan tersebut akan penulis tuangkan
dalam sebuah penulisan Tugas Akhir dengan judul “RANCANG BANGUN
APREN (Alat Pengaduk Rendang) KAPASITAS 5 KG”.

1
2

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat ditarik rumusan


masalah adalah bagaimana desain APREN (Alat Pengaduk Rendang) dengan
kapasitas 5 Kg?
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah


sebagai berikut.
1. Menghasilkan desain konstruksi APREN.
2. Menghasilkan desain transmisi APREN.
3. Menghasilkan estimasi biaya produksi APREN.
4. Menghasilkan prototype APREN.
1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah


sebagai berikut.
1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan desain konstruksi dan transmisi
APREN untuk menghasilkan prototype APREN.
2. Mengetahui estimasi biaya produksi APREN per unit.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan prototype APREN.
1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami tugas akhir ini, maka penulis


menyusun sistematika penulisan sebagai berikut.
BAB I. PENDAHULUAN, pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat.
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, pada bab ini akan dijelaskan tentang teori-teori
yang akan mendukung program ini.
BAB III. METODE PENELITIAN, pada bab ini akan dijelaskan metode
penelitian yang dipakai dalam merancang alat pengaduk rendang.
BAB IV. TEMUAN DAN PEMBAHASAN, pada bab ini akan dijelaskan
temuan dan pembahasan rancangan alat.
BAB V. SIMPULAN, bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh, serta
saran-saran yang berhubungan dengan alat pengaduk rendang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Rendang

Makanan merupakan salah satu karya budaya masyarakat (Haryono,


1997). Itu artinya masakan tidak akan pernah terlepas dari budaya, terlebih itu
masakan tradisional yang merupakan salah satu artefak budaya yang harus
dilestarikan. Masakan tradisional adalah masakan yang memiliki citarasa khas dan
diolah dengan cara serta kebiasaan turun temurun oleh masyarakat tertentu. Baik
itu dalam cara memasak maupun bahan yang digunakan dalam meramu masakan
tersebut.
Setiap daerah memiliki masakan tradisional yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh beragamnya variasi bahan dasar yang ada di setiap daerah.
Masakan tradisioal Minangkabau merupakan masakan yang berkembang di
provinsi Sumatera Barat. Biasanya masyarakat menyebutnya dengan masakan
Padang.
Rendang merupakan salah satu masakan tradisional Indonesia yang berasal
dari etnis Minangkabau, Sumatera Barat. Rendang sendiri terdiri dari olahan
daging sapi dengan campuran berbagai macam rempah dan santan kelapa. Proses
memasaknya memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar lima jam hingga
menjadi benar-benar kering.
Rendang merupakan kuliner warisan budaya masyarakat Minangkabau.
Para pakar di bidang kuliner tradisional meyakini bahwa rendang sudah dikenal
sejak tahun 1550 M. Pada masa itu masyarakat di Nusantara masih sangat
sederhana. Mereka hidup berpindah-pindah tempat dan membutuhkan cara
mengawetkan daging untuk persediaan makan. Salah satu cara untuk menyiasati
dalam memenuhi kebutuhan pangan yang mereka lakukan adalah dengan
membuat rendang (Fajarsasi, 2017, hlm. 240).
Menurut Fajarsari (2017, hlm. 340) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa jika ditinjau dari asal katanya, rendang bukanlah nama kuliner, melainkan
teknik memasak, yaitu cara mengawetkan daging dengan merendam dalam santan
dan disertai rempah-rempah yang dipanaskan dengan api. Proses pemanasan

3
4

diaduk secara terus-menerus dengan memperhatikan besar kecilnya api yang


dibutuhkan.
Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat
antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan
pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui
memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Tidak mengherankan jika rendang dapat
disimpan satu minggu hingga empat minggu.

2.2 Komposisi Rendang

Komposisi pembuatan rendang tergantung pada kapasitas dan kadar


bumbu yang diinginkan. Secara umum, rendang memiliki komposisi daging sapi
dengan santan kelapa dan bumbu-bumbu yang dihaluskan. Bumbu yang
dihaluskan adalah bawang putih, bawang merah, jahe, kunyit, lengkuas muda,
cabai giling, merica, daun jeruk, serai, dan garam.

2.3 Proses Pembuatan Rendang

Langkah pertama proses pembuatan rendang yaitu mencuci daging sampai


bersih, lalu potong sesuai selera. Selanjutnya ulek atau blender semua bumbu
halus. Panaskan wajan, lalu masukkan santan, air, dan daging sapi. Aduk terus
agar santan tidak pecah. Sambil diaduk, masukkan serai, daun kunyit, daun jeruk,
dan garam. Setelah mongering dan berubah warna menjadi kecoklatan, masukkan
bumbu-bumbu yang telah dihaluskan. Tunggu hingga mongering dan keluar
minyak.

2.4 Definisi Pengaduk

Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga
menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis
mixer yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu
propeller dan mixer dengan dua propeller. Mixer dengan satu propeller adalah
mixer yang biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan
mixer dengan dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas
tinggi. Hal ini karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan
5

massa dari bahan pencampur (emulsi), selain itu ketinggian emulsi bervariasi dari
waktu ke waktu (Suryani, dkk., 2002).
Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu
yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk operasi
pencampuran. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting dalam
berbagai proses kimia. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua
kelompok. Pertama, pencampuran antara cairan yang saling tercampur
(miscible), dan kedua adalah pencampuran antara cairan yang tidak tercampur
atau tercampur sebagian (immiscible). Selain pencampuran fasa cair dikenal
pula operasi pencampuran fasa cair yang pekat seperti lelehan, pasta, dan
sebagainya; pencampuran fasa padat seperti bubuk kering, pencampuran fasa
gas, dan pencampuran antar fasa.
Mixer merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan
menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang
seragam dari beberapa konstituen baik cair–padat, padat–padat, maupun cair-gas.
Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fasa kontinyu dan yang
lebihsedikit disebut fasa disperse. (Fellows, 1988).

2.5 Jenis-jenis Pengaduk

Pengaduk memiliki fungsi sebagai pompa yang menghasilkan laju


volumetrik tertentu pada tiap kecepatan putaran dan input daya. Input daya
dipengaruhi oleh geometri peralatan dan fluida yang digunakan. Profil aliran dan
derajat turbulensi merupakan aspek penting yang mempengaruhi kualitas
pencampuran. Rancangan pengaduk sangat dipengaruhi oleh jenis aliran, laminar
atau turbulen. Aliran laminar biasanya membutuhkan pengaduk yang ukurannya
hampir sebesar tangki itu sendiri. Hal ini disebabkan karena aliran laminar tidak
memindahkan momentum sebaik aliran turbulen (Walas, 1988).
Pencampuran di dalam tangki pengaduk terjadi karena adanya gerak rotasi
dari pengaduk dalam fluida. Gerak pengaduk ini memotong fluida tersebut dan
6

dapat menimbulkan arus yang bergerak keseluruhan sistem fluida tersebut. Oleh
sebab itu, pengaduk merupakan bagian yang paling penting dalam suatu operasi
pencampuran fasa cair dengan tangki pengaduk. Pencampuran yang baik akan
diperoleh bila diperhatikan bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena
akan mempengaruhi keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan.
Menurut aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu sebagai berikut.
1. Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan
sumbu putaran.
2. Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah
tangensial dan radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran
tangensial menyebabkan timbulnya vortex dan terjadinya pusaran, dan
dapat dihilangkan dengan pemasangan baffle atau cruciform baffle.

3. Pengaduk aliran campuran yang merupakan gabungan dari kedua jenis


pengaduk di atas. Menurut bentuknya, pengaduk dapat dibagi menjadi 3
golongan: Propeller, Turbine, Paddles.

Gerakan pencampuran pada mixer bahan baik secara horizontal maupun


secara vertikal tersebut dapat bervariasi bergantung dari jenis pengaduk yang
digunakan, sehingga hasil yang didapat akan bervariasi pula. Peralatan Pencampur
dengan menggunakan satu pengaduk biasanya digunakan untuk mengaduk bahan
dengan viskositas rendah, sedangkan peralatan pengaduk dengan lebih dari satu
propeller digunakan untuk mengaduk bahan dengan viskositas tinggi. Untuk
merencanakan Luas kipas dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
V =P × L ×t
Dimana:
P = Panjang kipas pengaduk (mm)
L = Lebar kipas pengaduk (mm)
t = Tebal kipas pengaduk (mm)

Pemilihan pengaduk (impeller) yang tepat menjadi salah satu faktor


penting dalam menghasilkan proses dan pencampuran yang efektif. Pengaduk
7

jenis baling-baling (propeller) dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin
dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim dalam pengadukan dan
pencampuran. Secara umum, terdapat empat jenis pengaduk yang biasa
digunakan, yaitu pengaduk baling–baling (propeller), pengaduk turbin (turbine),
pengaduk dayung (paddle)
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller)
Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan
arah aliran aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki
viskositas rendah dan tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas
sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head. Dalam
perancangan propeller, luas sudut biasa dinyatakan dalam perbandingan luas area
yang terbentuk dengan luas daerah disk. Nilai nisbah ini berada pada rentang 0.45
sampai dengan 0.55.
Pengaduk propeler terutama menimbulkan aliran arah aksial, arus aliran
meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu
sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki. Ada beberapa jenis pengaduk
atau impeller yang biasa digunakan, yaitu (a) Marine propeller; (b) Hydrofoil
propeller; dan (c) High flow propeller.

Gambar 2. 1
Jenis Pengaduk Propeller
Baling-baling ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga
1750 rpm (revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas
rendah.
Menghitung gaya pada sudut pengaduk, Gaya atau kakaks adalah apapun
yang dapat menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami percepatan. gaya
sentripetal adalah gaya yang membuat benda bergerak melingkar, sehingga pada
perencanaan ini dapat dihitung gaya sentripetal yang terjadi pada pengaduk.
8

Untuk menghitung Gaya sentripetal (fs) pada sudut poros penggerak dari
pengaduk,adalah sebagai berikut.
F s=m∙ a ( Newton ) ..........................................Pers. 1

Untuk mencari percepatan sentripetal (as) pada pengaduk :


2
v (
a s= m/ s2 ) ..........................................Pers. 2
r
Dimana:
v = kecepatan linier pengaduk ( m/s)
r = jari–jari pengaduk (blade) (m)

Kecepatan linier (v) pengaduk dapat dihitung:


dn
v= ( m/s ) ..........................................Pers. 3
60
Dimana:
d = diameter pengaduk ( m)
n = putaran dari poros pengaduk (rpm)

2.5.2 Pengaduk Jenis Dayung (Paddle)

Pengaduk jenis ini sering memegang peranan penting pada proses


pencampuran dalam industri. Bentuk pengaduk ini memiliki minimum 2 sudu,
horizontal atau vertical, dengan nilai D/T yang tinggi. Paddle digunakan pada
aliran fluida laminar, transisi atau turbulen tanpa baffle.
Pengaduk padel menimbulkan aliran arah radial dan tangensial dan hamper
tanpa gerak vertikal sama sekali. Arus yang bergerak ke arah horisontal setelah
mencapai dinding akan dibelokkan ke atas atau ke bawah. Bila digunakan pada
kecepatan tinggi akan terjadi pusaran saja tanpa terjadi agitasi.
Berbagai jenis pengaduk dayung biasanya digunakan pada kecepatan
rendah diantaranya 20 hingga 200 rpm. Dayung datar berdaun dua atau empat
biasa digunakan dalam sebuah proses pengadukan. Panjang total dari pengadukan
dayung biasanya 60 - 80% dari diameter tangki dan lebar dari daunnya 1/6 - 1/10
dari panjangnya. Beberapa jenis paddle yaitu: (a) Paddle anchor; (b) Paddle flat
beam–basic; (c) Paddle double–motion; (d) Paddle gate; (e) Paddle horseshoe; (f)
9

Paddle glassed steel (used in glass-lined vessels); (g) Paddle finger; (h) Paddle helix; dan
(i) Multi paddle.

Gambar 2. 2
Pengaduk Jenis Dayung (Paddle)

Pengaduk dayung menjadi tidak efektif untuk suspensi padatan, karena


aliran radial bisa terbentuk namun aliran aksial dan vertikal menjadi kecil.Sebuah
dayung jangkar atau pagar, yang terlihat pada gambar 6 biasa digunakan dalam
pengadukan.Jenis ini menyapu dan mengeruk dinding tangki dan kadang-kadang
bagian bawah tangki. Jenis ini digunakan pada cairan kental dimana endapan pada
dinding dapat terbentuk dan juga digunakan untuk meningkatkan transfer panas
dari dan ke dinding tangki. Bagaimanapun jenis ini adalah pencampuran yang
buruk. Pengaduk dayung sering digunakan untuk proses pembuatan pasta kanji,
cat, bahan perekat dan kosmetik.

2.5.3 Pengaduk Jenis Turbin (Turbine)

Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa
memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine
merupakan pengaduk dengan sudut tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk
jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis
propeller (Uhl & Gray, 1966). Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial
dan tengensial. Di sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan
geseran yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched
blade. Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah
aksial, meski demikian terdapat pule aliran pada arah radial. Aliran ini akan
mendominasi jika sudu berada dekat dengan dasar tangki.
10

Pengaduk turbin adalah pengaduk dayung yang memiliki banyak daun


pengaduk dan berukuran lebih pendek, digunakan pada kecepatan tinggi untuk
cairan dengan rentang kekentalan yang sangat luas. Diameter dari sebuah turbin
biasanya antara 30 - 50% dari diameter tangki. Turbin biasanya memiliki empat
atau enam daun pengaduk.
Turbin dengan daun yang datar memberikan aliran yang radial. Jenis ini
juga berguna untuk dispersi gas yang baik, gas akan dialirkan dari bagian bawah
pengaduk dan akan menuju ke bagian daun pengaduk lalu tepotong-potong
menjadi gelembung gas. Beberapa jenis turbin yaitu: (a) Turbine disc flat blade;
(b) Turbine hub mounted curved blade; (c) Turbine disc mounted curved blade;
(d) Turbine pitched blade; (e) Turbine bar; dan (f) Turbine shrouded.

Gambar 2. 3
Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi

2.6 Sistem Transmisi

2.6.1 Motor Listrik

Motor adalah sebuah komponen yang terdiri dari kumparan dan magnet,
semakin besar magnet nya maka akan semakin cepat pula kumparan tersebut
berputar. Sedangkan motor listrik merupakan perangkat elektromagnetis yang
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan
untuk, misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan
kompresor, mengangkat bahan, dan pengaduk semen.
Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di
industri. Tipe atau jenis motor listrik sekarang sangat beragam, namun dari sekian
banyak tipe yang ada di pasaran, sejatinya motor listrik hanya memiliki 2
komponen utama, yaitu stator dan rotor. Stator adalah bagian motor listrik yang
diam dan rotor adalah bagian motor listrik yang bergerak (berputar). Sedangkan
berdasarkan sumber tegangan, motor listrik di bagi menjadi 2 lagi, yaitu motor
11

listrik AC (Alternating Current) dan motor listrik DC (Direct Current). Untuk


lebih jelasnya, dari kedua jenis motor tersebut (AC dan DC) dibagi lagi menjadi
beberapa varian dan struktur, untuk detailnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 di
bawah ini.

Sumber: Febriant (2013)


Gambar 2. 4
Klasifikasi Motor Listrik
Untuk menghitung daya motor listrik yang diperlukan, harus dicari dulu
berapa gaya dan torsi yang akan dibebankan pada pengaduk. Menghitung gaya
dapat digunakan rumus sebagai berikut.
F=m× a
Keterangan:
F = Gaya yang dibebankan pada pengaduk (N)
m = massa (kg)
a = percepatan gravitasi (m/s2)

Menghitung torsi dapat digunakan rumus:


T =F ×r
Keterangan:
T = torsi (Nm)
F = Gaya (N)
r = jari-jari pengaduk (m)

Menghitung daya yang dibutuhkan dapat digunakan rumus:

2 π × N ×T
P= (R.S Khurmi & J.K Gupta, 1982, hlm. 410)
4500
12

Keterangan:
P = Daya (HP)
T = Torsi (Nm)
No = Kecepatan putaran (RPM)

a. Motor AC Satu Fasa (1-Fasa)


Pada dasarnya antara motor 1 fasa dengan motor 2 fasa. Hal yang
membuat tidak simetris hanya karena pada kumparan statornya dibuat dua
kumparan (yaitu kumparan bantu dan kumparan utama) yang mempunyai
perbedaan secara listrik dimana antara masing-masing kumparannya tidak
mempunyai nilai impedansi yang sama dan umumnya motor bekerja dengan
satu kumparan stator (kumparan utama). Secara prinsip, motor 1 fasa ini tidak
bekerja berdasarkan gaya Lorentz melainkan bekerja berdasarkan gaya medan
maju dan gaya medan mundur. Jika salah satu medan di perbesar, maka rotor
akan berputar sesuai dengan arah medan yang diperbesar tersebut. Kontruksi
motor listrik 1 fasa dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini.

Sumber: Blocher (2004)


Gambar 2. 5
Konstruksi Motor Listrik Satu Fasa (1-Fasa)

b. Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa)


Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan
rotor, bagian rotor dipisahkan dengan bagian stator oleh celah udara yang
sempit (air gap) dengan jarak antara 0,4 mm sampai 4 mm. Tipe dari motor
induksi tiga fasa berdasarkan lilitan pada rotor dibagi menjadi dua macam
13

yaitu rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang memiliki
rotor terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar
tupai (Squirrel-cage rotor) yaitu tipe motor induksi dimana konstruksi rotor
tersusun oleh beberapa batangan logam yang dimasukkan melewati slot-slot
yang ada pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh
cincin sehingga membuat batangan logam terhubung singkat dengan batangan
logam yang lain. Kontruksi motor listrik 3 fasa dapat dilihat pada Gambar 2.6
di bawah ini.

Sumber: Ibrahim (2013)

Gambar 2. 6
Konstruksi Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa)
2.6.2 Poros

Poros pada umumnya berfungsi untuk memindahkan daya dan putaran.


Bentuk dari poros adalah silinder baik pejal maupun berongga. Namun ukuran
diemeternya tidak selalu sama. Biasanya dalam permesinan, poros dibuat
bertangga/ step agar bantalan, roda gigi maupun pulley mempunyai dudukan dan
penahan agar dapat diperoleh ketelitian mekanisme. (Stolk dan Kross, 1993).
Untuk menentukan poros yang akan digunakan, jika P adalah daya
nominal output dari motor penggerak, maka bermacam faktor keamanan biasanya
dapat diambil dalam perencanaan, sehingga koreksi pertama dapat diambil kecil.
Jika koreksi adalah Fc (Tabel 2.1) maka daya recana Pd (KW) sebagai berikut:
a) Daya perencanaan (Sularso, 1991, hlm. 7)
Pd=Fc ∙ P
Keterangan: Pd = Daya perencanaan (Hp)
14

Fc = Faktor koreksi
P = Daya nominal Output (Hp)
Tabel 2. 1
Faktor-faktor Koreksi Daya yang Akan Ditransmisikan

Daya yang akan ditrasmisikan Fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5

b) Momen rencanan (Sularso, 1991, hlm. 7)


Jika daya diberikan dalam (Hp), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk
mendapatkan daya dalam (KW).
Jika momen punter disebut juga sebagai momen rencana adalah T (Kg .
mm) maka:
T 2 πN 1
Pd=
( 100 ) (
60
)

102
Sehingga
Pd
T =9,74 x 105 ( )
N1
Keterangan: Pd = Daya rencana (KW)
T = Momen rencana (Kg . mm)
N1 = Kecepatan putar (Rpm)

c) Tegangan geser (Sularso, 1991, hlm. 7 dan 8)


T
τ= 3
=5,1. T /ds3
π ds
( )
16
Dimana
τa=σB/( Sf 1 x Sf 2)

Batas kelelahan punter adalah 18% dari kekuatan tarik σB, sesuai dengan
setandar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesr
1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang
dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja
paduan. Faktor ini Dinyatakan dengan Sf1.
15

Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak
atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup
besar.pengaruh kekasaran perlu juga diperhitungkan . untuk memasukkan
pengaruh-pengaruh ini dalsm perhitungan perlu di ambil faktor yang
dinyatakan dengan Sf2 dengan harga sebesar 1,3 – 3,0.
Sehingga

ds= (√ 5,1τa ) KtCbT


3

(√ σB /(Sf5,11 x Sf 2) ) KtCbT
ds= 3

Keterangan: Ʈa = Tegangan geser (Kg/mm2)


T = momen rencana (Kg . mm)
ds = Diameter poros (mm)
σB = tegangan tarik (Kg/mm2)
Sf1 = Faktor pengaruh massa
Sf2 = Faktor kekasaran
Kt = Faktor momen rencana
Cb = Faktor bebab lentur

Dimana Kt merupakan faktor momen yang memiliki nilai sebesar 1,0 jika
beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau
tumbukan, dan 1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan tumbukan besar.
Sedangkan Cb merupakan nilai yang dimasukan jika memang diperkirakan
akan terjadi pemakaian denga beban lentur, dimana nilai yang diberikan
sebesar 1,2 – 2,3. (jika diperkirakan tidak terjadi pembebanan lentur maka
Cb = 1,0).

Menurut pembebanannya, poros dibedakan atas tiga jenis, yaitu sebagai


berikut.
a. Poros Transmisi
Poros ini berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran. Hal ini
menyebabkan poros mendapatkan momen bending/ beban lentur dan momen
16

torsion/ beban puntir. Data yang ditranmisikan kepada poros melalui kopling,
roda gigi, pulley maupun dengan sprocket.

b. Spindel
Spindle berfungsi sebagai poros transmisi. Namun, beban yang diterima
poros ini hanya beban puntir. Contoh dari poros ini adalah spindle pada mesin
perkakas, dimana ukurannya relatif pendek. Syarat yang harus dipenuhi poros
ini adalah deformasinya harus kecil, bentuk serta ukurannya harus teliti.

c. Gandar
Poros ini berfungsi menyangga suatu mekanisme. Beban yang diterima
poros ini adalah beban lentur, tidak terjadi putaran pada poros (Sularso dan
Suga, 2004). 12 Poros digunakan pada setiap mesin dan peralatan mesin, poros
dibebani dengan beban yang berubah yaitu kombinasi dari lenturan dan puntiran
disertai dengan berbagai tingkatan konsentrasi tegangan. Pemindahan tenaga
dan pergerakan mesin dapat dibagi dua yaitu sebagai berikut.
1) Pergerakan Langsung
Dalam hal ini poros motor bergerak (motor listrik, mesin uap dan motor
bakar) Dihubungkan langsung dengan poros perkakas atau mesin yang
hendak digerakkan dengan koplingkopling.
2) Pergerakan Tidak Langsung
Dalam hal ini poros motor penggerak tidak langsung berhubungan
dengan perkakas atau mesin yang digerakkan, melainkan dengan
menggunakan pulley dalam mentransmisikan tenaga (Nababan, 2005).

2.6.3 Pulley

Pulley sabuk dibuat dari dari besi cor atau dari baja. Pulley kayu tidak
banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan pulley dari paduan
alumunium. Pulley sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang tinggi
(diatas 35m/det).
Perbandingan kecepatan (velocity ratio) pada puli berbanding terbalik
dengan perbandingan diameter puli, dimana secara matematis ditunjukan dengan
pesamaan berikut:
N 1 × D 1=N 2 × D 2
Keterangan:
17

N1 = Putaran puli penggerak (rpm)


N2 = Putaran puli yang di gerakkan (rpm)
D1 = Diameter puli yang menggerakkan. (mm)
D2 = Diameter puli yang di gerakkan (mm)

Menurut Daryanto (2007), ada beberapa jenis tipe pulley yang digunakan
sebagai sabuk penggerak, yaitu sebagai berikut.
a. Pulley Datar
Pulley ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dalam
bentuk yang bervariasi.

b. Pulley Mahkota
Pulley ini lebih efektif dari pulley datar karena sabuknya sedikit
menyudut sehingga untuk slip relatif sukar, dan derajat ketirusannya
bermacam-macam menurut kegunaannya.

c. Pulley tipe lain


Pulley ini harus mempunyai kisar celah yang sama dengan kisar urat
pada sabuk penggeraknya.

Menurut Mabie dan Ocvirk (1967), pemasangan pulley dapat dilakukan


dengan cara:
1) Horizontal
Pemasangan pulley dapat dilakukan dengan cara mendatar dimana
pasangan pulley terletak pada sumbu mendatar; dan
2) Vertikal
Pemasangan pulley dilakukan secara tegak dimana letak pasangan pulley
adalah pada sumbu vertikal. Pada pemasangan ini akan terjadi getaran
pada bagian sabuk yang kendur sehingga akan menimbulkan getaran pada
mekanisme serta penurunan umur sabuk.
18

Sumber: http://www.electricmotorwarehouse.com
Gambar 2. 7
Pulley
2.6.4 Sabuk-V

Penggerak berbentuk sabuk bekerja atas dasar gesekan tenaga yang


disalurkan dari mesin penggerak dengan cara persinggingan sabuk yang
menghubungkan antar pulley 14 penggerak dengan pulley yang akan digerakkan.
Sebaliknya sabuk mempunyai sifat lekat tetapi tidak lengket pada pulley dan salah
satu pulley itu harus dapat diatur (Pratomo dan Irwanto, 1983).
Syarat yang harus dipenuhi untuk bahan sabuk adalah kekuatan dan
kelembutan yang berguna untuk bertahan terhadap kelengkungan yang berulang
kali disekeliling pulley. Selanjutnya yang penting ialah koefisien gesek antara
sabuk dan pulley, massa setiap satuan panjang dan ketahanan terhadap pengaruh
luar seperti uap lembab, kalor, debu, dan sebagainya (Stolk dan Kros, 1993).
Jarak yang cukup jauh yang memisahkan antara dua buah poros
mengakibatkan tidak memungkinkannya mengunakan transmisi langsung dengan
roda gigi. Sabuk-V merupakan sebuah solusi yang dapat digunakan. Sabuk-V
adalah salah satu transmisi penghubung yang terbuat dari karet dan mempunyai
penampang trapesium. Dalam penggunaannya sabuk-V dibelitkan mengelilingi
alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang membelit pada puli akan
mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar
(Sularso dan Suga, 2004, hlm. 163).
Sabuk-V memiliki keungulan lain dimana Sabuk-V akan menghasilhan
transmisi daya yang besar pada tegangan yang relatif rendah serta jika
19

dibandingkan dengan transmisi roda gigi dan rantai, Sabuk-V bekerja lebih halus
dan tak bersuara. Sabuk-V selain juga memiliki keungulan dibandingkan dengan
transmisi-transmisi yang lain, Sabuk-V juga memiliki kelemahan dimana Sabuk-V
dapat memungkinkan untuk terjadinya slip. Adapun tampilan V-belt nya dapat
dilihat pada Gambar 2.8 di bawah ini.

Sumber: Sularso dan Suga (2004)


Gambar 2. 8
V-Belt
Perhitungan sabuk bisa menjadi patokan umum untuk menentukan ukuran
sabuk yang akan kita beli. Adapun rumus perhitungan sabuk sebagai berikut:
a) Kecepatan sabuk (Sularso, 1991, hlm. 166)
πxd 1 xn 1
v=
60 x 100
Keterangan: v = Kecepatan puli (m/s)
D1 = Diameter puli kecil (mm)
n1 = Kecepatan putar puli kecil (Rpm)

b) Panjang sabuk (Sularso, 1991, hlm. 170)

Gambar 2. 9
Perhitungan Panjang Keliling Sabuk Terbuka
20

Dimana rumus perhitungan panjang sabuk itu sendiri sebagai berikut:


dp sinγ Dp
L=
2 (
( π −2 γ )+2 C 1−
2)+
2
( π +2 γ )

π 2 2
¿ 2C + ( dp+ Dp ) + γ( Dp−dp) −C sin γ
2
Oleh karena:
Dp−dp
γ ≈ sinγ=
2C
Maka:
π 1 2
L=2 C+ ( Dp+dp )+ (Dp−dp)
2 4C
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
γ = sudut yangterbentuk

c) Jarak sumbu poros (Sularso, 1991, hlm. 170)


b ± √ b −8( Dp−dp)
2 2
C=
8

Dimana
b=2 L−3,14( Dp+dp)
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
b = Jarak yang tergak lurus terhadap sabuk

d) Sudut kontak ϴ ( Sularso, 1991, hlm. 173)


21

57 (Dp−dp)
θ=180 ° −
C
Keterangan: ϴ = Nilai sudut kontak
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)

e) Jumlah sabuk
Pd
N=
Po Kθ
Keterangan: N = Jumlah sabuk
Pd = Daya motor (KW)
Po = Daya yang ditrasmisikan (KW)
Kϴ = Faktor koreksi

2.6.5 Bantalan

Bantalan adalah tempat poros bertumpu. Bantalan ini dapat dipasang di


dalam mesin, dimana poros bertumpu pada bagian yang terpisah. Bantalan
dipasang pada bagian mesin yang dinamakan blok bantalan. Dalam bantalan
biasanya terjadi gaya reaksi. Apabila gaya reaksi ini jauh lebih banyak mengarah
tegak pada garis sumbu poros, bantalan dinamakan bantalan radial, kalau gaya
reaksi itu jauh lebih banyak mengarah sepanjang garis sumbu, namanya adalah
bantalan aksial (Daryanto, 2007).
a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
1) Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan
karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan
perantaraan lapisan pelumas.
2) Bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola, rol, dan rol
bulat.

b. Berdasarkan arah beban terhadap poros


22

1) Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu.
2) Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3) Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak
lurus sumbu poros.

Meskipun bantalan gelinding menguntungkan, Banyak konsumen


memilih bantalan luncur dalam hal tertentu, contohnya bila kebisingan
bantalan menggangu, pada kejutan yang kuat dalam putaran bebas.

c. Perbandingan antara bantalan luncur dan bantalan gelinding


Menurut Elemen Mesin (Sularso dan Suga, 2004, hlm. 103)
perbandingan antara bantalan luncur dan bantalan gelinding yaitu sebagai
berikut.
1) Bantalan luncur
i) Mampu menumpu poros berputaran tinggi dengan besar.
ii) Konstruksinya sederhana dan dapat dibuat serta dipasang dengan
mudah
iii) Bantalan luncur memerlukan momen awal yang besar
iv) Bantalan ini dapat meredam tumbukan dan getaran sehingga
hampir tidak bersuara dikarenakan adanya lapisan pelumas.

v) Pelumasan bantalan ini tidak begitu sederhana.

2) Bantalan gelinding

i) Lebih cocok untuk beban kecil dari pada bantalan luncur.


ii) Bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik – pabrik tertentu
saja dikarenakan konstruksinya sukar dan ketelitiannya yang
tinggi.
iii) Harganya lebih mahal dibandingkan dengan bantalan luncur
Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat
rendah. Pelumasannya sangat sederhana, cukup dengan gemuk.
3) Bantalan dengan beban campuran (radial-aksial).
23

2.7 Sistem Rangka

Struktur adalah satu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen yang
direncanakan agar mampu menerima beban dari luar maupun berat sendiri tanpa
mengalami perubahan bentuk yang melampaui batas persyaratan.
2.7.1 Struktur statis tertentu dan statis tak tentu
Pada dasarnya suatu struktur dapat bersifat statis tertentu atau statis tak
tentu. Struktur yang dapat dianalisa dengan menggunakan persamaan statika ( ∑V
= 0, ∑H = 0, dan ∑M = 0) disebut struktur statis tertentu. Sedangkan struktur yang
tidak dapat dianalisa dengan hanya menggunakan persamaan statika saja disebut
struktur statis tak tentu, untuk menganalisa struktur tersebut digunakan
persamaan-persamaan bantuan lainnya berupa persamaan sudut penurunan dan
persamaan penurunan (deflection).
Untuk membuktikan apakah suatu struktur bersifat statis tertentu atau statis
tak tentu, pada balok dan kerangka kaku ditentukan berdasarkan jumlah bilangan
reaksi yang ada, sedangkan pada rangka batang ditentukan berdasarkan hubungan
antara jumlah batang (m), jumlah titik buhul/joint (j) dan jumlah bilangan reaksi
(r).
P1 P2 P3

R1 (a) Balok Sederhana R2

P1 P2 P3

R1 R2

(b) Balok menggantung


24

P1 P2 P3
R1

(c) Balok kantilever


R2

P1 P2 P3 P4

R1 R2 R3 R4

(d) Balok dengan sendi-dalam

Gambar 2. 10
Balok Statis Tertentu
Diagram gaya geser dan momen suatu balok dapat digambarkan apabila
semua reaksi luarnya telah diperoleh. Dalam mempelajari keseimbangan sistem
gaya-gaya sejajar yang sebidang telah dibuktikan bahwa dengan prinsip statika
hanya dapat dihitung tidak lebih dari dua gaya yang tak diketahui. Untuk balok
sederhana, balok menggantung dan balok kantilever seperti pada Gambar 2.10
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan statika, atau ketiga
balok tersebut merupakan struktur statis tertentu. Meskipun demikian jika sebuah
balok terletak di atas lebih dari dua penyangga atau sebagai tambahan jepitan pada
satu atau kedua ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang
harus ditentukan.
P1 P2 P3 P4

R1 R2 (a) R3 R4

P1 P2 P3 P4 P5
25

R1

R2 R 3 R4 (b) R5 R6

P1 P2 P3 P4
R5

R1 R2 (c) R3 R4

Gambar 2. 11
Balok Statis Tak Tentu
Statika hanya memberikan dua syarat keseimbangan untuk sistem gaya
sejajar yang sebidang, dan dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat
diperoleh, semua reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan dan tidak dapat
ditentukan dengan hanya menggunakan persamaan statika. Balok dengan reaksi
kelebihan semacam ini disebut balok statis tak tentu. Derajat ketidaktentuannya
ditentukan oleh jumlah rekasi kelebihan tersebut. Jadi balok pada Gambar 2.11a
merupakan struktur statis tak tentu berderajat dua karena jumlah reaksi yang tidak
diketahui ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua persamaan
keseimbangan, sedangkan balok pada Gambar 2.11b merupakan struktur statis tak
tentu berderajat empat, dan balok pada Gambar 2.11c bersifat statis tak tentu
berderajat satu karena memiliki lima reaksi dan dua sendi dalam.
26

P2 P2

P1

P1

R1

(a ) R2 (b )
R2

R1
R3 R3

Gambar 2. 12
Kerangka Kaku Statis Tertentu
Suatu kerangka kaku bertingkat-satu (single-story) akan bersifat statis
tertentu jika hanaya ada tiga reaksi luar, karena statika hanya memberikan tiga
syarat keseimbangan untuk system gaya sebidang umumnya. Jadi dua rangka-
kaku yang terlihat pada Gambar 2.12 merupakan struktur statis tertentu. Akan
tetapi jika suatu rangka-kaku bertingkat-satu memiliki reaksi luar lebih dari tiga,
maka kerangka tersebut bersifat statis tak tentu, dan derajat ketidaktentuannya
menjadi sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Dengan demikian, kerangka
pada Gambar 2.13a merupakan struktur statis tak tentu berderajat satu, Gambar
2.13b berderajat tiga, dan Gambar 2.13c berderajat lima.
P2 P2

P1 P1

R1 R2

R3 R1
R3 R5
R2 (a ) (b )
R4
R6
R4
27

P2 P3

P1

R2 R7

R1 R5
R3
R8
R4
R6

(c)

Gambar 2. 13
Kerangka Kaku Statis Tak Tentu
Suatu rangka batang bersifat statis tertentu apabila jumlah gaya yang tak
diketahui sekurang-kurangnya ada tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang
tersebut adalah 2j – r, dimana j adalah banyaknya titik hubungnya dan r
merupakan jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, maka kondisi
statis tertentu ditentukan dengan persamaan: m = 2j – r
m = 2j – 3
P1

R1

P2
R2 R3

(a)r = 3; m = 21; j = 12; m = 2j – r ; stabil


P4

P1 P3

R1

P2
R2 R3 R4

(b) r = 4; m = 20; j = 12; m = 2j – r ; stabil


28

P1

R1

P2
R2 R3

(c) r = 3; m = 21; j = 12; m = 2j – r ; tak-stabil


Gambar 2. 14
Rangka Batang Statis Tertentu
Rangka batang pada Gambar 2.14a dan gambar 2.14b bersifat statis
tertentu stabil. Sedangkan rangka batang pada Gambar 2.15c bersifat statis tak
tentu tak stabil. Apabila suatu rangka batang memiliki sekurang-kurangnya tiga
reaksi yang tak diketahui dan jumlah batangnya (m) lebih besar dari 2j- r, maka
akan bersifat statis tak tentu, dengan derajat ketententuannya yakni menjadi : i =
m – (2j – r).

(a)r = 5; j = 24; m = 45; i = m – (2j – r) = 2 ; tak stabil

r = 4; j = 8; m = 15;
(b i = m – (2 – j) = 3 ; tak stabil

(c) i = m – (2 – j) = 3 ; tak stabil


Gambar 2. 15
Rangka Batang Statis Tak Tentu
29

Rangka batang statis tak tentu pada Gambar 2.15a berderajat dua, karena
mempunyai empat reaksi yang tak diketahui dan hanya ada dua persamaan
keseimbangan. Gambar 2.15b dan Gambar 2.15c berderajat tiga, karena ada tiga
batang kelebihan (m = 3j) ditambah tiga reaksi yang tidak diketahui, sedangkan
persamaan keseimbangan yang ada hanya tiga saja.
Rangka batang umumnya terdiri dari serangkaian segitiga-segitiga yang
berhubungan satu sama lain seperti terlihat pada Gambar 2.16. Dalam kasus ini
segitiga pertama membutuhkan tiga buah titik hubung dan tiga buah batang,
sedangkan setiap segitiga berikutnya membutuhkan dua batang tambahan, dan
hanya satu titik hubung tambahan, sehingga: m – 3 = 2(j – 3) atau m = 2j – 3.

1 2
3

Gambar 2. 16
Susunan Segitiga Membentuk Rangka Batang

2.8 Perencanaan Estimasi Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh produsen


untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan yang akan digunakan
untuk menciptakan suatu alat yang diproduksi oleh produsen tersebut. Estimasi
biaya produksi sangat diperlukan untuk mengetahui berapa biaya total yang
diperlukan untuk satu kali produksi alat. Adapun untuk mengetahui biaya
produksi alat dapat dihitung dengan cara menghitung biaya material , biaya
komponen, biaya sewa mesin, biaya operator dan biaya tak terduga yang akan
ditotalkan menjadi biaya total produksi alat.
Perhitungan biaya material
BM =m x harga material per kg

Perhitungan biaya komponen


BK =JK x Harga komponen

Perhitungan biaya sewa mesin


30

BSM =Tm x harga sewa mesin

Perhitungan biaya tak terduga


BTT =15 x (BSM + BK +BM )

Perhitungan biaya total produksi


BTP =BK + BM + BSM + BTT

Keterangan:
BM = Biaya material (rupiah)
m = massa material (kg)
BK = Biaya komponen (rupiah)
JK = Jumlah komponen (unit)
BSM = Biaya sewa mesin (rupiah)
Tm = Waktu sewa mesin (jam)
BTT = Biaya tak terduga (rupiah)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pengumpulan Data dan Desain

Persiapan Komponen & Alat

Pembuatan Mesin

Pengujian Mesin

Ya
Ada Kesalahan?

Tidak
Manual Book Operation
Prototype Mesin Laporan

Gambar 3. 1
Flowchart Kerja APREN (Alat Pengaduk Rendang)
3.2 Menentukan Konsep Desain Perancangan Alat

Dalam penelitian ini, langkah awal yang dilakukan ialah menentukan


konsep Perancangan produk yang akan dibuat. Dalam menentukan konsep
tersebut ada 2 langkah yang dilakukan yaitu sebagai berikut.

31
32

3.2.1 Identifikasi

Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan rumusan masalah yang akan


dijadikan acuan dalam menentukan konsep perancangan. hal yang dilakukan
dalam langkah ini yaitu dengan melakukan studi literatur terkait dengan
perancangan alat yang akan dilakukan.

3.2.2 Deskripsi

Setelah mendapatkan hasil dari identifikasi yang dilakukan, maka


selanjutnya membuat deskripsi terkait dengan alat yang akan dibuat. Dengan
memperhatikan kaidah-kaidah dalam perancangan alat yang efektif dan efisien.
Terkait dengan alat yang akan dibuat ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
dalam perancangan yaitu sebagai berikut.
a. Konsep alat sederhana dengan bahan baku yang mudah didapatkan.
b. Proses pembuatan dan perakitan alat dapat dikerjakan dengan mudah dan
cepat.
c. Pengoperasian alat sederhana, mudah dan cepat.
d. Keamanan (safety) operator terjamin.
e. Alat mampu mengaduk material yang akan diaduk.

3.3 Peralatan dan Bahan

3.3.1 Alat

Tabel 3. 1
Daftar Alat yang Dibutuhkan

No Nama Alat Fungsi


1 Las Busur Listrik Untuk menyambung logam dengan menggunakan
nyala bususr listrik yang diarahkan ke permukaan
logam yang akan disambung.
2 Gerinda Potong Untuk memotong besi kotak.
3 Gerinda Tangan Untuk mengikis besi dan merapikan besi dari sisa
pengelasan sesuai yang diinginkan.
4 Mesin Bubut Untuk mengebor poros pengaduk.
5 Sarung Tangan Untuk menjaga keselamatan kerja pada proses
pengelasan.
6 Kacamata Khusus Las Untuk melindungi mata dari sinar las.
33

7 Jangka Sorong Untuk mengukur benda kerja.


Toleransi 0.2 mm

3.3.2 Bahan

Tabel 3. 2
Daftar Bahan yang Dibutuhkan

No Nama Bahan Fungsi


1 Pipa Hollow Untuk digunakan sebagai rangka utama
2 Besi Siku Untuk melindungi bagian ujung dan tepi struktur
3 Plat Besi Untuk digunakan sebagai tempat bergantungnya
motor
4 Stainless Steel AISI Untuk digunakan sebagai tempat meletakan
316 wajan

3.4 Proses Pembuatan Alat

Setelah kebutuhan alat dan bahan terlengkapi, tahap selanjutnya dalam


langkah penelitian ini adalah proses pembuatan alat. Pada proses pembuatan alat
pengaduk rendang ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu sebagai berikut.
a. Pembuatan part-part untuk Alat Pengaduk Rendang.
b. Pembuatan Komponen Pendukung.
c. Proses Assembly.

Pembuatan alat meliputi pembuatan unit-unit yang ada, pembuatan


dilakukan melalui proses yang tepat. Proses yang akan banyak dilakukan ialah
proses pemotongan, pembengkokan dan pengelasan bahan. Komponen yang
digunakan pada alat ini tidak semua dibuat secara custom, namun ada beberapa
komponen yang sesuai spesifikasi penelitian yang langsung bisa didapatkan di
pasaran. selanjutnya alat di uji coba.
Proses pembuatan alat dijelaskan pada Tabel 3.3 dibawah ini.
34

Tabel 3. 3
Proses Pembuatan Alat
Pembuatan
Pembuatan Rangka Pembuatan Poros Bushing & Sendok Proses Assembly
Pengaduk
3.5 Diagram Alir Kerja Alat
Mulai

Diagram alir dari beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.
Persiapkan Alat, A B C
Persiapkan Alat, Persiapkan Alat,
Bahan & Komponen Bahan & Komponen Bahan & Komponen
Mulai

Menyiapkan bahan-bahan rendang Persiapkan Alat,


Pemotongan Pipa Hollow Pembubutan poros sesuai Pembubutan bushing Bahan & Komponen
sesuai ukuran pada gambar dengan ukuran dan tanda pengaduk sesuai dengan
pengerjaan pada gambar
Bahan-bahan dimasukan keukuran
dalam dan tanda
wajan
pengerjaan pada gambar
Motor Listrik dipasag
Pengelasan bagian-bagian pada rangka sesuai
Pipa Hollow Motor Listrik Penggerak dan Sendok dengan posisi
Pembuatan Pasak sesuai
Pengaduk dihidupkan
dengan ukuran pada Pemotongan sendok
gambar sesuai dengan ukuran dan
tanda pengerjaan pada Pasang Pulley 2 Inch pada
Pemotongan Plat Stianless & ujung motor listrik
Plat Besi Motor Listrik Penggerak dan Sendok
gambar
Pengaduk dihidupkan hingga rendang
B teranduk sempurna Sambungkan Poros
Plat Stainless dan Plat Besi dengan Pulley 6 Inch
Bushing Pengaduk dan
masing-masing Sendok disambungkan
disambungkan pada rangka Selesai sesuai dengan perintah
Pipa Hollow Pasang Bearing Pillow
Block pada rangka dan
kencangkan dengan baut
Gambar 3. 2
Diagram Alir Kerja Alat
A C Sambungkan Poros dan
3.6 Sistem Kerja Alat Pulley 6 Inch dengan Bearing
Pillow Block & kencangkan
Pertama masukan bahan-bahan rendang ke dalam wajan. bagianbahan
Setelah atas dengan baut
tanpa kepala
dimasukan, nyalakan mesin dengan cara menekan tombol ON pada saklar yang
akan membuat motor listrik bekerja. Motor listrik akan mentransmisikan
Pasang & stel V-belt pada
Pulley 2 Inch & 6 Inch
kecepatan putaran ke pulley, dan pulley mentransmisikan putaran yang telah
diminimalisir ke poros pengaduk, sehingga mesin dapat berputar Pasang
mengaduk
Sendok Pengaduk
rendang yang dimasak. pada Poros Pengaduk

Selesai
35

Gambar 3. 3
Sistem Kerja Alat
APREN (Alat Pengaduk Rendang) kapasitas 5 Kg ini memiliki 6
komponen, dimana Spesifikasi APREN diuraikan sebagai berikut.
Tabel 3. 4
Spesifikasi APREN

No Nama Bagian Fungsi


1 Motor Listrik Sebagai penggerak utama pada APREN
2 Pulley 2 Inch Untuk mentransmisikan putaran dari motor ke V-Belt
3 V-Belt Untuk mentransmisikan putaran dari Pulley 2 Inch ke
Pulley 6 Inch
4 Pulley 6 Inch Untuk mentransmisikan putaran dari V-Belt ke poros
5 Poros Untuk menerima putaran dari motor sehingga dapat
menggerakan sendok
6 Sendok Sebagai pengaduk rendang
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Perancangan Alat

Dalam merancang alat pengaduk rendang, penulis menggunakan software


desain yaitu autocad 2015. Alasan penulis memilih autocad 2015, karena
penggunaannya yang cukup mudah. Karena penggunaannya yang cukup mudah,
autocad banyak diminati sekarang ini.

Pembuatan gambar perancangan dimulai dengan membuat gambar setiap


komponen yang ada. Setiap komponen digambar 3 dimensi untuk menghasilkan
gambar perancangan yang mudah dipahami. Proses pembuatan ini dengan
menggunakan pilihan “Part” pada awal pemilihan pembuatan gambar. Setelah
semua komponen telah dibuat gambar perancangannya maka dilakukan perakitan
gambar komponen. Perakitan gambar komponen menggunakan pilihan
“Assembly” pada saat pemilihan awal penggambaran. Pada pilihan ini setiap
komponen yang ada dapat dirakit satu dengan yang lainnya.

Untuk membuat gambar kerja dua dimensi yang digunakan dalam proses
pembuatan dapat dilakukan dengan memilih pilihan “Drawing” pada pilihan awal
penggambaran. Pada pilihan tersebut, dapat langsung memasukan gambar 3
dimensi yang digambar sebelumnya untuk dapat dijadikan gambar kerja 2 dimensi
yang dapat diproyeksikan.

Konsep perancangan alat pengaduk rendang dibuat sederhana dengan


bahan baku yang mudah didapatkan di pasaran agar mempermudah proses
pembuatan dan perakitan. Dimana konsep sistem alat ini dapat mempermudah
kinerja dari operator dalam mengoperasikan alat tanpa mengabaikan faktor
keamanan (safety factor) dari operator.

36
37

4.1.1 Desain pertama

Untuk sampai ketahap pembuatan alat, desain tidak langsung


direalisasikan, akan tetapi banyak proses tahapan perbaikan desain dimana desain
tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 dibawah ini.

Gambar 4. 1
Desain Pertama APREN
Tabel 4. 1
Spesifikasi Desain Pertama APREN

N Nama Ukuran Bahan Jumla Keteranga


o h n
1 Sendok pengaduk 125x85x10 SS AISI 316 1
2 Bushing ∅lubang 20 SS AISI 316 1
mm, ∅luar 25
mm x 140 mm
3 Poros ∅20 mm x 420 SS AISI 316 1
4 Rangka 60x60x70 Plat SS 316, 1
Pipa hollow,
Plat besi
5 bearing ∅lubang 20 2 FC204Z
mm
6 Gear motor AC 0.125 HP, 1 220 V, 1
1392 RPM, Phase
1:15

Permasalahan dalam desain pertama ini adalah penulis tidak melakukan


survei terlebih dahulu mengenai motor listrik yang ada di pasaran sehingga sulit
38

mendapatkan motor dengan kecepatan yang sudah dirancang yaitu kurang dari 40
rpm. Karena desain masih belum bisa digunakan, penulis mendesain ulang.

4.1.2 Desain kedua

Setelah mengetahui kekurangan pada desain pertama, penulis melakukan


perbaikan pada desain pertama dengan mempertimbangkan komponen dan
material yang ada di pasaran, sehingga menghasilkan desain kedua. Desain kedua
menggunakan komponen tambahan yaitu pulley. Desain kedua dapat dilihat pada
Gambar 4.2 dibawah ini.

Gambar 4. 2
Desain Kedua APREN
Tabel 4. 2
Spesifikasi Desain Kedua APREN

N Nama Ukuran Bahan Jumla Keteranga


o h n
1 Sendok pengaduk 125x85x10 SS AISI 316 1
2 Bushing ∅lubang 20 mm, SS AISI 316 1
∅luar 25 mm x
140 mm
3 Poros ∅20 mm x 420 SS AISI 316 1
4 Rangka 60x60x70 Plat SS 316, 1
Pipa hollow,
Plat besi
39

5 bearing ∅lubang 20 mm 2 FC204Z


6 Pulley ∅2 Inch 1
7 Pulley ∅7 Inch 1
8 V-Belt Tipe A-40 Length 40 Inch 1
9 Gear motor AC 0.125 HP, 1392 1 220 V, 1
RPM, 1:15 Phase
10 Baut L stainless 5 mm x 18 mm SS AISI 304 2
11 Baut baja ringan M12 x 70 mm Baja karbon 8
12 Baut a270 M7 x 40 mm Baja karbon 4
4.2 Hasil Pengujian Alat

Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui apakah alat dapat bekerja


sesuai dengan tujuannya yaitu dapat mengaduk rendang dengan kapasitas 5 Kg.
Pengujian juga dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif dan efisien alat
pengaduk rendang untuk menggantikan tenaga manusia.

Pengujian dilakukan dengan cara mengaduk air, parutan kelapa dan


potongan kayu dengan berat total 5 Kg. Setelah diuji coba, alat terbukti dapat
mengaduk beban seberat 5 Kg dengan kecepatan putaran yang konstan. Sendok
juga dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan untuk proses pembersihan
alat. Kekurangan dari desain APREN adalah bentuk sendok yang terlalu tinggi
sehingga daging tidak dapat teraduk secara maksimal, namun kekurangan ini
dapat diatasi dengan memotong permukaan pisau menjadi lebih rendah. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 di bawah ini.

Gambar 4. 3
Hasil Adukan Air, Santan dan Kayu Seberat 5 Kg
40

Gambar 4. 4
Pembongkaran Sendok Pengaduk
4.3 Analisa dan Pembahasan
4.3.1 Analisa Gaya, Daya dan Torsi Pengaduk

Perencanaan:

Daya motor (P) = 0.125 HP

Massa total (m) = 5 kg (Daging, santan, air)

Gravitasi (a) = 9.8 m/s2

Poros pengaduk:

- Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm = 2 cm, Jari-jari (rs) = 1 cm

- Panjang poros rencana (Ps) = 420 mm = 42 cm

Bushing pengaduk:

- Diameter luar = 2.5 cm, jari-jari (rluar) = 1.25 cm

- Diameter lubang = 2 cm, jari-jari (rlubang) = 1 cm

- Panjang bushing = 14 cm

Sendok pengaduk:

- Jari-jari sendok pengaduk (rp) = 0.125 m = 12.5 cm


41

- Jarak sumbu poros ke titik berat sendok pengaduk = 63.3 mm = 0.063 m

- Tinggi sendok pengaduk (tp) = 0.085 m = 8.5 cm

- Lebar sendok pengaduk (lp) = 0.01 m = 1 cm

Putaran output pada pengaduk (No) = 31 rpm

Pengecekan:

a. Gaya akibat beban rendang

F = m x a = 5 kg x 9.8 m/s2 = 49 N

b. Berat Poros Pengaduk

(Volume poros +Volume bushing + 2 x Volume Sendok) x berat jenis stainless


steel)

= ((3,14 x rs2 x t) + [(3,14 x rluar2 x t) – (3,14 x rlubang2 x t)] + 2 x (1/4 x 3,14


x rp x lp x tp)) x berat jenis stainless steel

= ((3.14 x 1 x 1 x 42) + [(3,14 x 1.25 x 12.5 x 14) – (3.14 x 1 x 1 x 14)] +


2 x (1/4 x 3,14 x 12.5 x 8.5 x 1)) x 7,7 g/cm3

= (132 cm3 + [67 cm3 - 44 cm3] + (2 x 98) cm3) x 7.7 g/cm3

= 351 cm3 x 7.7 g/cm3

= 2733 gram = 2.8 kg

c. Gaya akibat poros pengaduk

Fb = m x a = 2.8 kg x 9.8 m = 27.4 N

d. Gaya akibat beban rendang + Poros pengaduk

F = Fa + Fb = 49 + 27.4 = 76.4 N
42

e. Torsi beban rendang + Torsi pengaduk

T = F x r = 76 . 4 x (2 x 0 . 053) m = 76 . 4 x 0 . 106 =8 .1 Nm=0 .82 kgm

f. Daya

2 π×N ×T 6.28×0 .82 kgm x 31 rpm


P= = = 0 .036 HP
4500 4500

Jadi motor yang digunakan dayanya harus ≥ 0.036 HP dan motor yang
direncanakan adalah motor 0.125 HP.

4.3.2 Analisa Beban Puntiran Pada Poros Pengaduk

Perencanaan:

Daya motor rencana ( P ) = 0.125 HP = 0.1 kW

Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm

Panjang poros rencana (Ps) = 440 mm

Panjang pasak rencana (lp) = 25 mm

Pengecekan:

Faktor koreksi ( fc ) = 1 (Sularso, 2004:7)


Putaran output pada pengaduk (No) = 40 rpm

Daya rencana (Pd) :


Pd = fc x P = 1 x 0.1 kW = 0.1 kW

Momen punter terencana (T) adalah :


43

Pd 0 .1 kW
T = 9.74 x 105 No = 9,74 x 105 40 rpm = 4607.5 kgmm

a. Perhitungan poros

Bahan poros yang digunakan adalah staintlees steel AISI 316, karena
jenis material ini tidak menyebabkan karat dan bahaya bagi industri makanan.

Kekuatan tarik AISI 316 ( σb ) = 53 kg/mm2

Faktor keamanan (sf1) = 6 (karena SS AISI 316 termasuk baja paduan)


Faktor kelenturan (sf2) = 1.3

Maka tegangan geser yang di izinkan:

Tb 53 Kg/mm2
Ta= = =6.8 Kg/mm2
Sf 1× Sf 2 6 ×1.3

Beban dikenakan secara halus maka ( kt ) = 1


Perkiraan terjadi beban lentur (cb) = 1.3

Maka untuk menghitung diameter poros:

1 /3 1/ 3
5.1 5.1
Ds= ( Ta
× Kt ×Cb ×T ) ( =
6.8 Kg /mm
2
×1 ×1.3 × 4365 Kgmm )
1 /3
Ds=( 4495.7 mm3 )
Ds=16.6 mm

Maka diameter poros minimum adalah 16.6 mm, sedangkan diameter


poros yang direncanakan adalah 20 mm (AMAN).

Karena poros pengaduk tidak mengalami beban kejut dan mengalami


beban puntiran, maka panjang poros dirancang sesuai tinggi rangka dan
kedalaman katel, panjang poros yang direncanakan yaitu 420 mm (AMAN).

b. Perhitungan pasak
44

Untuk bahan pasak sengaja dipilih bahan yang lemah dari poros dan
naf agar mudah untuk menggantinya.

Pasak yang digunakan untuk menetapkan puli adalah pasak benam


berpenampang segi empat. Pasak ini digunakan untuk menetapkan puli pada
poros. Diameter poros adalah 20 mm.
45

Tabel 4. 3
Tabel Pasak
r1
Ukuran Standar h Ukuran Standar l2 dan Referensi
Ukuran Ukuran
Ukuran r2
Nomina Standa
Pasak C l Standa
l Pasak r b, b1 Pasa Pasak
Prismatis r l1 Pasak Pasak Diameter Poros r yang
b×h dan b2 k Luncu
Pasak Prismatis Tirus dapat dipakai d**
Tirus r
Luncur
2×2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5
Lebih dari 6-8
3×3 3 3 0,16- 6-36 1, 8 1,4 0,9 0,08-
Lebih dari 8-10
4×4 4 4 0,25 8-45 2,5 1, 8 1,2 0,16
Lebih dari 10-12
5×5 5 5 10-56 3,0 2,3 1,7
Lebih dari 12-17
6×6 6 6 14-70 3,5 2, 8 2,2
Lebih dari 17-22
0,25- 0,16-
(7×7) 7 7 7,2 0,40 16-80 4,0 3,01 3,5 3,0 0,25 Lebih dari 20-25
8×7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 Lebih dari 22-30
10×8 9 8 22-110 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 30-38
12×8 10 8 28-140 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 38-44
14×9 12 9 0,40- 36-160 5,5 3, 8 2,9 0,25- Lebih dari 44-50
(15×10) 15 10 10,2 0,60 40-180 5,0 5,0 5,5 5,0 0,40 Lebih dari 50-55
10 4,3
16×10 16 45-180 6,0 3,4 Lebih dari 50-58
11 4,4
18×11 18 50-200 7,0 3,4 Lebih dari 58-65
12 4,9
20×12 20 56-220 7,5 3,9 Lebih dari 65-75
14 5,4
22×14 22 63-250 9,0 4,4 Lebih dari 75-85
(24×16) 24 16 16,2 0,60- 70-280 8,0 8,0 8,5 8,0 0,40- Lebih dari 80-90
14 5,4
25×14 25 0,80 70-280 9,0 4,4 0,60 Lebih dari 85-95
16 6,4
28×16 28 80-320 10,0 5.4 Lebih dari 95-110
18 7,4
32×18 32 90-360 11,0 6,4 Lebih dari 110-130

Sumber: Kiyokatsu Suga dan Sularso (2000)

Dari tabel, pasak dengan diameter poros 20 mm adalah :

− Penampang pasak (b x h) = 6 x 6

− Kedalaman alur pasak pada poros, t1 = 3.5

− Kedalaman alur pasak pada naf, t2 = 2.5

− Bahan pasak yang direncanakan adalah S30C yang memiliki tegangan


tarik = 48 [kg/mm2], Sfk 1 =6.0 dan Sfk 2 =1.3

Gaya tangensial poros :


T
F = dp ............(Sularso, 2000, hlm.25)
2
Dimana :
F = gaya tangensial poros [kg]
46

T = momen rencana [kg.mm]


dp = diameter poros [mm]
Sehingga didapatkan :
T
F = dp
2
4607.5
= 20 = 460,75 [kg]
2
Tegangan geser ijin pada pasak sebesar :
σb
τka = Sfk x Sfk
1 2
48
=
6 x 1.3
= 6,15 [kg/mm2]
Dari tegangan geser ijin, panjang pasak yang dibutuhkan dapat diperoleh :
F
τka = b x l (Sularso, 2000, hlm.25)
1
Maka :
F
l1 = b x τ
ka
460,75
=
6 x 6.15
= 12,48 [ mm ]
Jadi, diasumsikan bahwa poros ini termasuk kecil, tekanan permukaan ijin
poros adalah Pa = 8 [kg/mm2], maka panjang pasak
(Sularso, Elemen Mesin, Hal 27)
F
Pa = t x l
2 1
Dimana :
Pa = tekanan permukaan ijin [kg/mm2]
l1 = panjang pasak [mm]
t2 = kedalaman alur pasak [mm]
Maka :
460.75
l1 =
2.5 x 8
= 25 mm
Maka ukuran pasak yang dihitung adalah 6 x 6 dengan panjang pasak aktif
adalah 25 mm, sedangkan yang direncanakan adalah 25 mm (AMAN).

c. Perhitungan baut
Perencanaan:
Baut L stainless 304, 5mm x 18 mm
Pengecekan:
Beban yang ditumpu (W) = 1,66 kg
Diameter nominal ulir = 5 mm
47

Diameter efektif/rata-rata ulir (De) = 4.5 mm


Diameter inti ulir (Di) = 4 mm
Tegangan izin baut = 48 kg/mm2
Faktor keamanan diambil = 1.3
Ta 48
Ta = = = 36.9 kg/mm2
sf 1.3
4 xW
Tt = 2 = 6.64 = 0.13
π x di
Karena Tt < Ta, maka baut kuat dan aman.

4.3.3 Analisa Kecepatan Pulley

Perencanaan:

Diameter pulley 1 (D1) = 2 Inch

Diameter pulley 2 (D2) = 6 Inch

Putaran pulley penggerak (N1) = 93 RPM

Putaran pulley yang digerakan (N2) = 31 RPM

Pengecekan:

Mencari ratio pulley:

N2 31 1
=
Ratio = N 1 = 93 3

Mencari ratio diameter

D1 2 1
Ratio = D2 = 6 = 3

Karena ratio diameter dan kecepatan putaran sesuai, maka pulley yang
akan digunakan adalah pulley ∅2 Inch dan ∅6 Inch sehingga mencapai putaran
output yang diinginkan yaitu 31 RPM.
48

4.3.4 Analisa V-Belt

Perencanaan:

Daya motor (P) = 0.19 kW

Putaran pulley penggerak (N1) = 93 RPM

Putaran pulley yang digerakan(N2) = 31 rpm

Diameter pulley 1 (D1) = 2 inch = 50.8 mm

Diameter pulley 2 (D2) = 6 inch = 152.4 mm

Jarak sumbu kedua pulley (c) = 320 mm

Pengecekan:

Center of distance:

Penentuan center of distance dapat di peroleh dari perumusan yang ada pada
buku Mechanical Design – Deutschman

Rumus:

C=3 R 1+ R 2

C=3 ( 50.8 mm ) +152.4 mm

C=305 mm

Jarak antar pulley yang dihitung adalah 305 mm, sedangkan yang
direncanakan adalah 320 mm.

Menghitung kecepatan keliling:

3.14 x D 1 x n1 3.14 x 50 .8 mm x 93 rpm


Vp= = =0.25 m/s
60 x 1000 60 x 1000

Perhitungan untuk menentukan kekuatan dan jenis belt, meliputi:


49

102 x P 102 x 0.19 kW


Frate=
Vp = 0.25 m/s = 77.5 kgf

Penampang belt dipilih berdasarkan tegangan yang timbul dan tegangan


akibat beban mula (K), yaitu:

K = 2 x o

Keterangan:

 = faktor tarikan, untuk v-belt = 0.7

o = tegangan mula-mula, untuk v-belt = 12 kgf/cm2

Maka:

K = 2(0.7) x 12 kgf/cm2 = 16.8 kgf/cm2

Dari tegangan yang timbul karena beban tersebut, maka dapat dicari luasan
penampang belt:
F max 77 . 5 kgf
z× A = = 2
= 4 . 6 cm2
K 16 , 8 kgf /cm
Tabel 4. 4
Pemilihan Tipe V-Belt
Type of Power Minimum Pitch Top Thickness (t) Weight per
Belt Ranges in Diameter of Width (b) mm Metre Length
kW Pulley (D) mm mm in Newton
A 0.7 – 3.5 75 13 8 1.06
B 2 – 15 125 17 11 1.89
C 7.5 – 75 200 22 14 3.43
D 20 – 150 355 32 19 5.96
E 30 – 350 500 38 23 -

(All Dimensions in mm)


Type w d A C f e No. of Groove Angle
of Belt Sheave (2β) in degrees
Grooves (n)
A 11 12 3.3 8.7 10 15 6 32, 34, 38
B 14 15 4.2 10.8 12.5 19 9 32, 34, 38
C 19 20 5.7 14.3 17 25.5 14 34, 36, 38
D 27 28 8.1 19.9 24 37 14 34, 36, 38
50

Type w d A C f e No. of Groove Angle


of Belt Sheave (2β) in degrees
Grooves (n)
E 32 33 9.6 23.4 29 44.5 20 -

Sumber: Khurmi dan Gupta (2005)

Berdasarkan Tabel 4.4, tipe penampang yang dipilih adalah A karena


power perencanaan sebesar 0.19 kW :

Penentuan panjang belt, Sularso (1991):

2
( R2−R1 )
L=2 ∙ c+ π ( R2 + R1 ) +
c

(76.2−25.4 )2
L=2 ( 320 ) + π (76.2+25.4 ) +
320

L=967.89 mm

Panjang menurut hasil perhitungan adalah 967.89 mm. Sedangkan standar


sabuk yang ada dipasaran adalah 1016 mm, maka dipilih panjang sabuk 1016 mm
atau 40 inch.

Faktor slip yang terjadi, (Lit 3, hlm.218):


N 2 D1 s
=
N 1 D2
1−
100 ( )
31 2 s
= 1−
93 6 (
100 )
(1− 100s )= 280
282
→(
−s
100 )=0.99−1→ (
100 )
−s
=0.99−1=1

Kemungkinan slip yang akan terjadi adalah 1%.

Penentuan jumlah V-Belt

Sudut putar ( ):
51

D 2−D 1 (152. 4−50 . 8 )mm


sin α = = = 0, 158
2c 2×320 mm

α = 9o

θ=180 ° −( 2× 9 ° )=162°

π
θ=162 × =2,82 rad
180

Gaya sentrifugal:

Diketahui:

- massa belt per meter = 0.1 kg/m (Tabel 4.4)

Rumus: Fc=m × v
= 0,1 kg/m x (8,9 m/s)2
= 7,92 N

Gaya maksimal pada belt:


Rumus: Fmax= σ . a = 12 × 10 N/m2× 104.10-6 m2 = 1248 N
6

Gaya pada sisi belt yang tertarik:

Rumus: F 1=F − Fc

= (1248 – 7,92) N

= 1240,08 N

F1
2,3 log = μ×θ×cos ec β
F2

F1
2,3 log = 0, 25×2,82×cos ec 16 °
F2
52

F1
2,3 log = 0. 63
F2

F 1 0 . 63
log = =0 .27
F2 2,3
F1
= 1. 86
F2

F 1 1240. 08
F2 = = =665 .96 N
1. 86 1 .86

Power yang ditransmisikan/belt :

HPb = ( F1 – F2) V

= ( 1240,08 – 665.96 ) x 8,9

= 5109.65 watt

= 5.11 kW

= 6.85 HP

Jumlah belt yang digunakan adalah:


HP 0.25 HP
z=
HPb = 6 .85 HP = 0,03  1( aman dengan menggunakan 1
belt )

4.3.5 Analisa Kekuatan Rangka

a. Perencanaan rangka bagian atas

Pada rangka bagian atas, pembebanan terjadi pada bidang A-B, C-D
dan E.
53

Gambar 4. 5
Rangka Bagian Atas
1) Pembebanan pada batang A-B dan C-D

Data-data yang diketahui antara lain:

- Massa 2 buah sendok, bushing, 1 pulley dan porosnya = 4,2 kg

Karena batang A-B dan C-D bentuk dan ukurannya sama, dan
pembebanannya terjadi di tengah-tengah batang A-B dan C-D, maka
beban yang diterima oleh masing-masing batang dapat kita rumuskan
sebagai berikut:

Massa total x Gaya gravitasi 4,2 x 9.8


Beban (F) = = =
2 2
21 N

Maka pada bidang A-B dan C-D, masing-masing batang


menerima beban sebesar 21 N.
54

F – Ra – Rb = 0

520�� − �� − 260� + �� = 0

Berdasarkan hasil diatas jumlah variabel yang tidak diketahui ada 3


sehingga dibutuhkan tambahan persamaan untuk menyeimbangkan
jumlah variabelnya ditambahkan persamaan defleksi, yaitu:

2
d y
El 2
=Ra x L−Ma−F ( L−260 ) ………………………….(1)
dx

dy 1 1
El = Ra × L2− Ma × L− F ( L−260 )2+ C 1 ……..........(2)
dx 2 2

1 1 1
ElY = Ra × L3 − Ma × L− F ( L−260 )3 +C 1 x + C2…...(3)
6 2 6

C1 menunjukan sudut sedangkan C1x + C2 menunjukan defleksi


keduanya diabaikan jika x = 0 ; θ = 0 ; maka keduanya akan bernilai 0

Substitusikan persamaan (2) dan (3) jika L = 520 ; θ = 0 ; δ = 0, maka


didapatkan:

2
d y
El 2 =Ra x L−Ma−F ( L−260 )
dx

dy 1 1
El = Ra ×520 2−Ma ×520− 21 ( 520−260 )2
dx 2 2

dy
El =135200 Ra−520 Ma=709800 ……………………...(4)
dx

1 3 1 1 3
ElY = Ra ×520 − Ma ×520− 21 (520−260 )
6 2 6
55

ElY =234400000 Ra−260 Ma=61516000 ………………....(5)

Eliminasi Ma pada persamaan (4) dan (5) sehingga didapat Ra = 10.5

F – Ra – Rb = 0

Rb = 21 – 10.5

Rb = 10.5

135200 Ra – 520 Ma = 709800

Ma = 1365 Nmm

Karena beban ditengah maka Mb = Ma = 1365 Nmm

Maka momen maksimum ditengah batang A-B adalah 2730 Nmm


56

2) Tegangan pada batang A-B

Rangka yang ingin dipakai berupa besi hollow kotak dengan


dimensi 40 mm x 40 mm x 2 mm seperti pada Gambar 4.6

Gambar 4. 6
Inersia Besi Hollow Kotak

a) momen inersia ( I )

BH
1
(¿ ¿ 3−bh3)= (40 x 403 −38 x 383 )=39572 mm4
12
1
I= ¿
12

b) jarak titik berat

b 40
y= = =20 mm
2 2
Tabel 4. 5
Tegangan Luluh Hollow Steel

Property Values Units


Elastic Modulus 210000 N/mm^2
Poissons Ratio 0.28 N/A
Shear Modulus 79000 N/mm^2
Density 7700 Kg/m^3
Tensile Strength 723.83 N/mm^2
Compressive Strength in X N/mm^2
Yield Strength 620.42 N/mm^2
Thermal Expansion 1.3e-005 /K
Coefficient
Thermal Conductivity 50 W/(m × K)
Specific Heat 460 J/(kg × K)
Material Domping Ratio N/A

c) momen maksimum (Mmax)


57

Mmax= 2730 Nmm

d) tegangan tarik maksimum bahan (σmax bahan)

σmax = 723,83 N/mm2

e) tegangan tarik pada rangka (σtarik rangka)

Mmaks x Y 2730 x 20
σtarik rangka = = =1.3 N /mm2
I 39572

f) Safety factor (Sf)

σ yield bahan 620.42 N /mm2


Sf ¿ = = 477.24
σ tarik rangka 1.3 N /mm 2

Karena tarikrangka < max bahan maka pemilihan rangka


dengan bahan hollow steel (AMAN).

3) Pembebanan pada bidang E

Perencanaan:

Massa motor ac dan pulley = 8 kg

Beban (F) = Massa x gaya gravitasi = 8 x 9,8 = 80 N

Pengecekan:

F – Re1 – Re2 = 0
58

200�e1 – �e1 − 100� + �e2 = 0

Berdasarkan hasil diatas jumlah variabel yang tidak diketahui ada 3


sehingga dibutuhkan tambahan persamaan untuk menyeimbangkan
jumlah variabelnya ditambahkan persamaan defleksi, yaitu:

d2 y
El =ℜ1 x L−Me 1−F ( L−100 ) ………………………….(6)
dx 2

dy 1 1
El = ℜ 1× L2−Me1 × L− F ( L−100 )2+ C 1 ……..........(7)
dx 2 2

1 1 1
ElY = ℜ 1× L3− Me1 × L− F ( L−100 )3 +C 1 x + C2…...(8)
6 2 6

C1 menunjukan sudut sedangkan C1x + C2 menunjukan defleksi


keduanya diabaikan jika x = 0 ; θ = 0 ; maka keduanya akan bernilai 0

Substitusikan persamaan (7) dan (8) jika L = 200 ; θ = 0 ; δ = 0, maka


didapatkan:

2
d y
El =ℜ1 x L−Me 1−F ( L−100 )
dx 2

dy 1 2 1 2
El = ℜ 1× 200 −Me1 ×200− 80 ( 200−100 )
dx 2 2

dy
El =20000 ℜ 1−200 Me1=400000 ……………………...(9)
dx

1 1 1
ElY = ℜ 1× 2003− Me1 ×200− 80 ( 200−100 )3
6 2 6
59

ElY =1333333 ℜ1−100 Me 1=13333333 ………………....(10)

Eliminasi Ma pada persamaan (9) dan (10) sehingga didapat Re1 = 40

F – Re1 – Re2 = 0

Re2 = 80 – 40

Re2 = 140

20000 Re1 – 200 Me1 = 400000

Ma = 2000 Nmm

Karena beban ditengah maka Mb = Ma = 2000 Nmm

Maka momen maksimum ditengah batang A-B adalah 4000 Nmm

4) Tegangan pada bidang E

Rangka yang ingin dipakai berupa plat besi ST 37 dengan


dimensi 200 mm x 100 mm x 8 mm.

1) Momen inersia ( I )

Penampang asli memiliki lubang untuk motor dan baut, untuk


perhitungan diasumsikan tidak ada lubang untuk baut, karena
menurut penulis adanya lubang tidak memiliki pengaruh yang
begitu besar mempertimbangkan beban hanya 8 kg.

bh
1
(¿ ¿ 3+b 3 h )= (8 x 100 +83 x 100)=8,05 x 106 mm4
3
12
1
I= ¿
12
60

2) Jarak titik berat


y = 50.2 mm

3) Momen maksimum (Mmax)

Mmax = 4000 Nmm

4) Tegangan tarik maksimum bahan (σmax bahan)

σmax bahan = 370 N/mm2

5) tegangan tarik pada rangka (σtarik rangka )

M x Y 4000 x 50.2 2
σtarik rangka = = =0.025 N /mm
I 8,05 x 10 6

Karena tarikrangka < max bahan maka pemilihan rangka


dengan bahan plat besi ST 37 (AMAN).

b. Perencanaan rangka bagian bawah

Karena beban pada rangka bawah hanya katel dan rendang sebesar
5.2 kg, sementara bahan yang dipakai adalah SS AISI 316 dan
penampangnya juga sangat besar, maka dapat diasumsikan bahwa rangka
bagian bawah (AMAN).

Gambar 4. 7
Rangka Bagian Bawah

c. Beban paling kritis

Setelah analisa rangka, penulis menyimpulkan bahwa beban yang


paling kritis terdapat pada bidang E yaitu tempat bertumpunya motor listrik.
61

4.3.6 Analisa Biaya Produksi

Dalam pembuatan suatu mesin sangat diperlukan analisa biaya


produksinya,karena analisa biaya inilah kita dapat mengetahui biaya-biaya yang di
perlukan selama proses produksi. Adapun biaya-biaya produksi dalam pembuatan
alat pengaduk rendang.

a. Biaya Material dan Komponen

Untuk menghitung biaya material, dapat menggunakan rumus:

( Volume × Berat Jenis ) × Harga per Kg

1. Poros pengaduk

Diketahui:

Material yang digunakan pada pengaduk adalah stainless steel AISI


316

- Diameter poros rencana (Ds) = 20 mm = 2 cm, Jari-jari (rs) = 1 cm

- Panjang poros rencana (Ps) = 420 mm = 42 cm

Biaya material = (Volume poros x berat jenis stainless) x harga per kg

= (3.14 x 1 x 1 x 42) x 7.7 gram/cm3 x Rp. 70.000,-/kg

= (132 cm3 x 7.7 gram/cm3)x Rp. 70.000,-/kg

= (1063 gram) x Rp. 70.000,-/kg

= 1.1 kg x Rp. 70.000,-/kg

= Rp. 77.000,-

2. Bushing pengaduk:
62

- Diameter luar = 2.5 cm, jari-jari (rluar) = 1.25 cm

- Diameter lubang = 2 cm, jari-jari (rlubang) = 1 cm

- Panjang bushing = 14 cm

Biaya material = (Volume bushing x berat jenis stainless) x harga per


kg

= (3,14 x rluar2 x t) – (3,14 x rlubang2 x t)x 7.7 gram/cm3 x Rp. 70.000,-/kg

= (67 cm3 - 44 cm3) x 7.7 gram/cm3)x Rp. 70.000,-/kg

= (23 cm3 x 7.7 gram/cm3) x Rp. 70.000,-/kg

= (161.7 gram) x Rp. 70.000,-/kg

= 0.16 kg x Rp. 70.000,-/kg

= Rp. 11.200

3. Sendok pengaduk (2 buah):

- Jari-jari sendok pengaduk (rp) = 0.125 m = 12.5 cm

- Tinggi sendok pengaduk (tp) = 0.085 m = 8.5 cm

- Lebar sendok pengaduk (lp) = 0.01 m = 1 cm

Biaya material

= (Volume pengaduk x berat jenis SS 316) x harga SS 316 per kg

= (2 x (1/4 x 3,14 x rp x lp x tp) x 7.7 g/cm3) x Rp.70.000,-/kg

= (196 cm3 x 7.7 g/cm3) x Rp.70.000,-/kg


63

= (1510 gram) x Rp 70.000,-/kg

= (1,5 kg) x Rp 70.000

= Rp 105.000,-

4. Plat stainless steel 316

Diketahui:

Panjang plat (p) = 60 cm

Lebar plat (p) = 60 cm

tebal plat (t) = 1.2 mm = 0.12 cm

Lubang plat = ∅38 cm

Material yang digunakan adalah plat SS 316

Volume plat=( p x l x t )−( π x r 2 xt )

3.14 x 19 x 19 x 0.12
)
Volume plat=( 60 x 60 x 0.12 )−¿

Volume plat=432 cm3−136 cm3

3
Volume plat=296 cm

Biaya material = (Volume x berat jenis SS 316) x Harga SS 316 per


kg

= (296 cm3 x 7.7 g/cm3) x Rp. 70.000,-/kg

= (2280 gram) x Rp. 70.000,-/kg

= (2.3 kg) x Rp. 70.000,-/kg


64

= Rp. 161.000,-

5. Rangka

Material yang digunakan adalah pipa hollow 4 cm x 4 cm, tebal


0.12cm.

Diketahui:

Lebar pipa jika dibentangkan = 4 cm x 4 cm = 16 cm

Panjang pipa keseluruhan pada rangka = 604 cm

Tebal pipa = 0.12 cm

Menghitung volume pipa hollow caranya dengan membentangkan pipa


hollow.

Vol Pipa Hollow = Panjang Pipa × Lebar Bentangan × Tebal Pipa

= 604 cm × 16 cm × 0.12 cm

= 1160 cm3

Biaya Material = Vol Pipa Hollow × Berat Jenis Besi × Harga per
Kg

= (1160 cm3 x 7.8 gram/cm3) x Rp. 15.000,-/kg

= 9060 gram x Rp. 15.000,-/kg

= 9.1 kg x Rp. 15.000,-/kg

= Rp. 136.500,-
Tabel 4. 6
Biaya Material

No Nama Material Dimensi Berat Jumlah Harga


Komponen
1 Poros SS AISI 316 ∅2 cm x 44 cm 1.1 kg 1 Rp 77.000,-
pengaduk
65

No Nama Material Dimensi Berat Jumlah Harga


Komponen
2 Bushing SS AISI 316 ∅luar 2.5 cm 0.16 kg 1 Rp. 11.200,-
∅lubang 2 cm
Panjang 12 cm
3 Sendok SS AISI 316 12.5 cm x 10 cm 1.5 kg 1 Rp105.000,-
pengaduk x 1 cm
4 Plat SS AISI 316 60 x 60 x 0.12 2.3 kg 1 Rp161.000,-
cm
∅lubang 38 cm
5 Rangka Pipa hollow 4 x 4 cm, tebal 9.1 kg 1 Rp 136.500,-
1.2 mm, panjang
total 604 cm
Total Biaya Material Rp 490.700,-
Tabel 4. 7
Biaya Komponen

No Nama Komponen Ukuran Harga Jumlah Harga


Satuan
1 Motor AC 1 Phase, 0.25 HP, Rp 900.000,- 1 Rp 900.000,-
220 Volt 93 RPM
2 Pulley ∅2 Inch Rp 80.000,- 1 Rp 80.000,-
3 Pulley ∅6 Inch Rp 150.000,- 1 Rp 150.000,-
4 V Belt type A-45 Length 45 inch Rp 90.000,- 1 Rp 90.000,-
5 Bearing pillow ∅lubang Rp 150.000,- 2 Rp 300.000,-
block FC204Z 20mm
6 Saklar mesin 60 mm Rp 25.000.- 1 Rp 25.000,-
Total Biaya Komponen Rp.1.545.000,-

Jadi, total biaya material dan komponen = Rp. 490.700,- + Rp. 1.545.000,

= Rp. 2.035.700,-

b. Biaya Sewa Mesin

Dalam menentukan biaya sewa mesin, penulis menentukan harga sewa


berdasarkan harga di bengkel aceng. Rumus yang digunakan yaitu sebagai
berikut:

BSM = Tm x B
66

Keterangan:

BSM = Biaya sewa mesin

Tm = Waktu permesinan (menit)

B = Sewa mesin (rupiah/jam)

Adapun perhitungan harga sewa mesin adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan mesin bubut (turning)

Waktu total proses pengerjaan bubut diperkirakan 60 menit atau 1 jam.

Biaya sewa mesin perjam adalah Rp. 40.000,-.

Sehingga didapat:

BSM = Tm x B

= 1 jam x Rp. 40.000,-

= Rp. 40.000,-

2. Perhitungan mesin milling

Waktu total proses pengerjaan milling diperkirakan 90 menit atau


1,5jam.

Biaya sewa mesin perjam adalah Rp 40.000,-.

Sehingga didapat:

BSM = Tm x B

= 1,5 jam x Rp. 40.000,-

= Rp 60.000,-
67

3. Perhitungan mesin las

Waktu total proses pengerjaan las diperkirakan 60 menit atau 1 jam.

Biaya sewa mesin perjam adalah Rp 50.000,-.

Sehingga didapat:

BSM = Tm x B

= 1 x Rp. 50.000,-

= Rp50.000,-
Tabel 4. 8
Biaya Sewa Mesin

No Mesin Waktu (jam) Harga/jam Harga Sewa (Rp)

1 Turning 1 Rp 40.000,- Rp 40.000,-

2 Milling 1,5 Rp 40.000,- Rp 60.000,-

3 Las 1 Rp 50.000,- Rp 50.000,-

Total Biaya Sewa Mesin Rp 150.000,-

Jadi total biaya sewa mesin yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 150.000,-

c. Biaya operator

Untuk biaya operator di bengkel aceng adalah:

Upah = Rp. 12.500,-/jam

Estimasi jam kerja = 4 hari (1 hari = 8 jam kerja)

Jumlah operator = 2 orang

Maka biaya total operator adalah:


68

Biaya operator = upah x estimasi jam kerja

= Rp. 12.500,-/jam x 32 jam

= Rp. 400.000

Maka biaya untuk 1 orang operator adalah Rp. 400.000,-. Jumlah operator
ada 2 orang sehingga total biaya operator Rp. 800.000,-

d. Biaya tak terduga

Perencanaan biaya tak terduga diambil dari 15% biaya material dan sewa
mesin, jadi biaya tak terduga dapat diperoleh:

Biaya tak terduga = 15% x (Biaya sewa mesin + Harga material dan komponen)

= 15% x (Rp. 2.035.700,- + 150.000,-)

= 15% x Rp. 2.185.700,-

= Rp. 327.800,-

e. Biaya total produksi

Biaya total produksi dapat dihitung sebagai berikut:

BTP = BKM + BSM + BO + BTT

Keterangan:

BTP = Biaya Total Produksi

BKM = Biaya Komponen dan Material

BSM = Biaya Sewa Mesin

BTT = Biaya Tak Terduga


69

Maka:

BPT = BKM + BSM + BO + BTT

= Rp. 2.035.700,- + Rp. 150.000,- + Rp. 800.000,- + Rp. 327.800,-

= Rp. 3.313.500,-

Jadi total biaya produksi adalah Rp. 3.313.500,-


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan analisa Alat Pengaduk Rendang (APREN) kapasitas 5 kg,
telah didapat kesimpulan.

1. Desain konstruksi APREN berukuran 60 x 60 x 70 cm dengan bahan


rangka pipa hollow, plat besi dan plat stainless steel AISI 316.

2. Sistem transmisi APREN menggunakan Gear Motor AC 1 Phase dengan


sistem reducer 1:15, daya 0.125 HP dan kecepatan putaran 1392 RPM,
Pulley 2 Inch, V-Belt tipe A-40 Inch, Pulley 6 Inch, Bearing Pillow Block
2 unit, poros pengaduk, bushing dan sendok pengaduk.

3. Biaya produksi yang diperlukan untuk membuat 1 unit APREN adalah Rp.
3.313.500,-.

4. Hasil prototype APREN setelah diuji coba dengan cara mengaduk air,
parutan kelapa dan potongan kayu dengan berat total 5 Kg, alat terbukti
dapat mengaduk beban seberat 5 Kg dengan kecepatan putaran yang
konstan. Sendok juga dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan
untuk proses pembersihan alat. Kekurangan dari desain APREN adalah
bentuk sendok yang terlalu tinggi sehingga daging tidak dapat teraduk
secara maksimal.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran dari penulis untuk pembuatan


alat pengaduk rendang kedepannya adalah sebagai berikut.

1. Putaran untuk alat pengaduk rendang sebaiknya kurang dari 30 RPM.

70
71

2. Bentuk sendok pengaduk harus sesuai dengan fungsi dan kegunaannya


sehingga alat yang dirancang benar-benar bisa menggantikan tenaga
manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Blocker, R. (2004). Dasar Elektronika. Yogyakarta: Penerbit Andi.


Daryanto. (2007). Dasar-dasar Teknik Mesin. Jakarta: Rineka Cipta.
Fajarsasi, D. D. (2017). Nilai Pendidikan dalam Kuliner Padang. Mimbar Sejarah,
Sastra, Budaya, dan Agama, XXIII(2), 337-347.
Febriant, A. (2013). Motor Listrik-Pengertian Dasar [online]. Tersedia:
http://antsbigprojects.blogspot.com/2013/08/motor-listrik-pengertian-
dasarkonsep.html. [12 Desember 2018].
Haryono, T. (1997). Makanan Tradisional dari Kajian Pustaka Jawa. Yogyakarta:
Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM.
Ibrahim. (2013). Konstruksi Motor Listrik 3 Fasa [online]. Tersedia:
http://www.electro-unimal.blogspot.com/2013/05/konstruksi-motor-listrik-
3-fasa.html?m=1. [12 Desember 2018].
Mabie, H. H., & Ocvirk, F. W. (1967). Mechanics and Dynamic of Machinery.
New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Nababan, M. (2005). Mesin Pengupas Kulit Kacang Tanah Kapasitas 2500
kg/jam. Medan: Politeknik Negeri Medan.
Pratomo, M., & Irwanto, K. (1983). Alat dan Mesin Pertanian. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Stolk, J., & Kross. (1993). Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan
Mesin. (Hendersin, & A. Rahman, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sularso, & Suga, K. (2004). Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Jakarta: PT. Pradya Paramita.

72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
GAMBAR KERJA

Anda mungkin juga menyukai