Revisi Habis Seminar
Revisi Habis Seminar
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Analisis & Desain
Produksi (MS581)
Oleh:
ASHA INSAN PRATAMA
1504705
1504705
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Teknik Mesin
Dibuat: Bandung
Tanggal: Januari 2019
Penulis
ABSTRAK
1
ABSTRACT
The process of making rendang is a simple way of the Minangkabau people in the
past in preserving food. In the traditional process of stirring rendang, people
usually use a long spoon, causing the producer of rendang to overheat and be
overwhelmed in stirring for a long time for up to 5 hours. With this basis, it is
necessary to design and make a tool that can help stirring the rendang dry (the
color of dark brown rendang). APREN (Rendang Stirrer) is designed in the hope
that it can facilitate the community, especially the producers of rendang to serve
rendang with the right taste, without the need to spend a lot of energy and costs.
The purpose of this research is to produce APREN construction design,
transmission design, production cost estimation and APREN Prototype. The
APREN research method starts with collecting APREN data and design, then
prepares the components and tools for making APREN, then enters the APREN
manufacturing process, and continues to the APREN testing stage, resulting in the
APREN Prototype. The results of tool testing show that APREN can stir the test
material namely water, grated coconut and pieces of wood with a total capacity of
5 kg. Spoons can also be assembled to make it easier for the cleaning process.
The disadvantages of the APREN design are the shape of the spoon that is too
high so that the meat cannot be mixed optimally.
Keywords: APREN, Rendang
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya praktikan dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Analisis &
Desain Produksi. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad saw., beserta keluarganya, para sahabatnya dan kita
selaku umatnya.
Laporan Tugas Akhir ini berjudul Rancang Bangun Alat Pengaduk
Rendang (APREN) Kapasitas 5 Kg. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
desain konstruksi APREN sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengganti tenaga
manusia dalam proses pengadukan alat dan meringankan beban biaya tenaga
kerja, sehingga dapat menekan biaya produksi yang tinggi.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini
tidak terlepas dari kekurangan, baik dari segi isi maupun dari segi Bahasa, karena
keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
Berbagai hambatan dan kesulitan penulis temukan dalam menyelesaikan
Laporan Tugas Akhir ini. Namun berkat bimbingan serta petunjuk juga bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Karena
itu, sangatlah tepat pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Drs. H. Wardaya , M.Pd., selaku dosen pembimbing 1 TA.
2. Bapak Dr. H. Purnawan, S.Pd., M.T., selaku dosen pembimbing 2 TA
3. Bapak, Ibu, Abang, dan yang selama ini selalu memberikan dukungan baik
moril maupun materi serta memotivasi dan memberikan doa yang tulus
yang senantiasa tercurah selama pelaksanaan Tugas Akhir.
4. Sahabat-sahabat terbaik yang membantu proses edit laporan Tugas Akhir.
3
4
Seluruh amal baik tersebut sangatlah besar artinya bagi penulis. Praktikan
berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan
khususnya bagi praktikan sendiri.
Bandung, 11 Januari 2019
Penulis,
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR......................................................
ABSTRAK...............................................................................................................i
ABSTRACT............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x
DAFTAR NOTASI................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian....................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan...............................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................3
2.1 Rendang....................................................................................................3
2.2 Komposisi Rendang..................................................................................4
2.3 Proses Pembuatan Rendang......................................................................4
2.4 Definisi Pengaduk.....................................................................................4
2.5 Jenis-jenis Pengaduk.................................................................................5
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller)....................................6
2.6.2 Poros............................................................................................13
2.6.3 Pulley..........................................................................................16
2.6.4 Sabuk-V......................................................................................17
2.6.5 Bantalan......................................................................................20
3.2.2 Deskripsi.....................................................................................31
3.3.2 Bahan..........................................................................................32
BAB V PENUTUP..............................................................................................62
5.1 Kesimpulan.............................................................................................62
5.2 Saran........................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................63
LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................................
GAMBAR KERJA...................................................................................................
DAFTAR T
8
DAFTAR GA
9
DAFTAR LAMPIRAN
10
DAFTAR NOTASI
11
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
2.1 Rendang
3
4
Mixer merupakan salah satu alat pencampur dalam sistem emulsi sehingga
menghasilkan suatu dispersi yang seragam atau homogen. Terdapat dua jenis
mixer yang berdasarkan jumlah propeler-nya (turbin), yaitu mixer dengan satu
propeller dan mixer dengan dua propeller. Mixer dengan satu propeller adalah
mixer yang biasanya digunakan untuk cairan dengan viskositas rendah. Sedangkan
mixer dengan dua propiller umumnya diigunakan pada cairan dengan viskositas
tinggi. Hal ini karena satu propeller tidak mampu mensirkulasikan keseluruhan
5
massa dari bahan pencampur (emulsi), selain itu ketinggian emulsi bervariasi dari
waktu ke waktu (Suryani, dkk., 2002).
Pencampuran merupakan operasi yang bertujuan mengurangi
ketidaksamaan kondisi, suhu, atau sifat lain yang terdapat dalam suatu bahan.
Pencampuran dapat terjadi dengan cara menimbulkan gerak di dalam bahan itu
yang menyebabkan bagian-bagian bahan saling bergerak satu terhadap yang
lainnya, sehingga operasi pengadukan hanyalah salah satu cara untuk operasi
pencampuran. Pencampuran fasa cair merupakan hal yang cukup penting dalam
berbagai proses kimia. Pencampuran fasa cair dapat dibagi dalam dua
kelompok. Pertama, pencampuran antara cairan yang saling tercampur
(miscible), dan kedua adalah pencampuran antara cairan yang tidak tercampur
atau tercampur sebagian (immiscible). Selain pencampuran fasa cair dikenal
pula operasi pencampuran fasa cair yang pekat seperti lelehan, pasta, dan
sebagainya; pencampuran fasa padat seperti bubuk kering, pencampuran fasa
gas, dan pencampuran antar fasa.
Mixer merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan
menambahkan satu bahan ke bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang
seragam dari beberapa konstituen baik cair–padat, padat–padat, maupun cair-gas.
Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fasa kontinyu dan yang
lebihsedikit disebut fasa disperse. (Fellows, 1988).
dapat menimbulkan arus yang bergerak keseluruhan sistem fluida tersebut. Oleh
sebab itu, pengaduk merupakan bagian yang paling penting dalam suatu operasi
pencampuran fasa cair dengan tangki pengaduk. Pencampuran yang baik akan
diperoleh bila diperhatikan bentuk dan dimensi pengaduk yang digunakan, karena
akan mempengaruhi keefektifan proses pencampuran, serta daya yang diperlukan.
Menurut aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi tiga golongan
yaitu sebagai berikut.
1. Pengaduk aliran aksial yang akan menimbulkan aliran yang sejajar dengan
sumbu putaran.
2. Pengaduk aliran radial yang akan menimbulkan aliran yang berarah
tangensial dan radial terhadap bidang rotasi pengaduk. Komponen aliran
tangensial menyebabkan timbulnya vortex dan terjadinya pusaran, dan
dapat dihilangkan dengan pemasangan baffle atau cruciform baffle.
jenis baling-baling (propeller) dengan aliran aksial dan pengaduk jenis turbin
dengan aliran radial menjadi pilihan yang lazim dalam pengadukan dan
pencampuran. Secara umum, terdapat empat jenis pengaduk yang biasa
digunakan, yaitu pengaduk baling–baling (propeller), pengaduk turbin (turbine),
pengaduk dayung (paddle)
2.5.1 Pengaduk Jenis Baling-baling (Propeller)
Kelompok ini biasa digunakan untuk kecepatan pengadukan tinggi dengan
arah aliran aksial. Pengaduk ini dapat digunakan untuk cairan yang memiliki
viskositas rendah dan tidak bergantung pada ukuran serta bentuk tangki. Kapasitas
sirkulasi yang dihasilkan besar dan sensitif terhadap beban head. Dalam
perancangan propeller, luas sudut biasa dinyatakan dalam perbandingan luas area
yang terbentuk dengan luas daerah disk. Nilai nisbah ini berada pada rentang 0.45
sampai dengan 0.55.
Pengaduk propeler terutama menimbulkan aliran arah aksial, arus aliran
meninggalkan pengaduk secara kontinu melewati fluida ke satu arah tertentu
sampai dibelokkan oleh dinding atau dasar tangki. Ada beberapa jenis pengaduk
atau impeller yang biasa digunakan, yaitu (a) Marine propeller; (b) Hydrofoil
propeller; dan (c) High flow propeller.
Gambar 2. 1
Jenis Pengaduk Propeller
Baling-baling ini digunakan pada kecepatan berkisar antara 400 hingga
1750 rpm (revolutions per minute) dan digunakan untuk cairan dengan viskositas
rendah.
Menghitung gaya pada sudut pengaduk, Gaya atau kakaks adalah apapun
yang dapat menyebabkan sebuah benda bermassa mengalami percepatan. gaya
sentripetal adalah gaya yang membuat benda bergerak melingkar, sehingga pada
perencanaan ini dapat dihitung gaya sentripetal yang terjadi pada pengaduk.
8
Untuk menghitung Gaya sentripetal (fs) pada sudut poros penggerak dari
pengaduk,adalah sebagai berikut.
F s=m∙ a ( Newton ) ..........................................Pers. 1
Paddle glassed steel (used in glass-lined vessels); (g) Paddle finger; (h) Paddle helix; dan
(i) Multi paddle.
Gambar 2. 2
Pengaduk Jenis Dayung (Paddle)
Istilah turbine ini diberikan bagi berbagai macam jenis pengaduk tanpa
memandang rancangan, arah discharge ataupun karakteristik aliran. Turbine
merupakan pengaduk dengan sudut tegak datar dan bersudut konstan. Pengaduk
jenis ini digunakan pada viskositas fluida rendah seperti halnya pengaduk jenis
propeller (Uhl & Gray, 1966). Pengaduk turbin menimbulkan aliran arah radial
dan tengensial. Di sekitar turbin terjadi daerah turbulensi yang kuat, arus dan
geseran yang kuat antar fluida. Salah satu jenis pengaduk turbine adalah pitched
blade. Pengaduk jenis ini memiliki sudut sudu konstan. Aliran terjadi pada arah
aksial, meski demikian terdapat pule aliran pada arah radial. Aliran ini akan
mendominasi jika sudu berada dekat dengan dasar tangki.
10
Gambar 2. 3
Pengaduk Turbin pada Bagian Variasi
Motor adalah sebuah komponen yang terdiri dari kumparan dan magnet,
semakin besar magnet nya maka akan semakin cepat pula kumparan tersebut
berputar. Sedangkan motor listrik merupakan perangkat elektromagnetis yang
mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. Energi mekanik ini digunakan
untuk, misalnya memutar impeller pompa, fan atau blower, menggerakan
kompresor, mengangkat bahan, dan pengaduk semen.
Motor listrik digunakan juga di rumah (mixer, bor listrik, fan angin) dan di
industri. Tipe atau jenis motor listrik sekarang sangat beragam, namun dari sekian
banyak tipe yang ada di pasaran, sejatinya motor listrik hanya memiliki 2
komponen utama, yaitu stator dan rotor. Stator adalah bagian motor listrik yang
diam dan rotor adalah bagian motor listrik yang bergerak (berputar). Sedangkan
berdasarkan sumber tegangan, motor listrik di bagi menjadi 2 lagi, yaitu motor
11
2 π × N ×T
P= (R.S Khurmi & J.K Gupta, 1982, hlm. 410)
4500
12
Keterangan:
P = Daya (HP)
T = Torsi (Nm)
No = Kecepatan putaran (RPM)
yaitu rotor belitan (wound rotor) adalah tipe motor induksi yang memiliki
rotor terbuat dari lilitan yang sama dengan lilitan statornya dan rotor sangkar
tupai (Squirrel-cage rotor) yaitu tipe motor induksi dimana konstruksi rotor
tersusun oleh beberapa batangan logam yang dimasukkan melewati slot-slot
yang ada pada rotor motor induksi, kemudian setiap bagian disatukan oleh
cincin sehingga membuat batangan logam terhubung singkat dengan batangan
logam yang lain. Kontruksi motor listrik 3 fasa dapat dilihat pada Gambar 2.6
di bawah ini.
Gambar 2. 6
Konstruksi Motor Listrik Tiga Fasa (3-Fasa)
2.6.2 Poros
Fc = Faktor koreksi
P = Daya nominal Output (Hp)
Tabel 2. 1
Faktor-faktor Koreksi Daya yang Akan Ditransmisikan
102
Sehingga
Pd
T =9,74 x 105 ( )
N1
Keterangan: Pd = Daya rencana (KW)
T = Momen rencana (Kg . mm)
N1 = Kecepatan putar (Rpm)
Batas kelelahan punter adalah 18% dari kekuatan tarik σB, sesuai dengan
setandar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesr
1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang
dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh massa, dan baja
paduan. Faktor ini Dinyatakan dengan Sf1.
15
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak
atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup
besar.pengaruh kekasaran perlu juga diperhitungkan . untuk memasukkan
pengaruh-pengaruh ini dalsm perhitungan perlu di ambil faktor yang
dinyatakan dengan Sf2 dengan harga sebesar 1,3 – 3,0.
Sehingga
(√ σB /(Sf5,11 x Sf 2) ) KtCbT
ds= 3
Dimana Kt merupakan faktor momen yang memiliki nilai sebesar 1,0 jika
beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau
tumbukan, dan 1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan tumbukan besar.
Sedangkan Cb merupakan nilai yang dimasukan jika memang diperkirakan
akan terjadi pemakaian denga beban lentur, dimana nilai yang diberikan
sebesar 1,2 – 2,3. (jika diperkirakan tidak terjadi pembebanan lentur maka
Cb = 1,0).
torsion/ beban puntir. Data yang ditranmisikan kepada poros melalui kopling,
roda gigi, pulley maupun dengan sprocket.
b. Spindel
Spindle berfungsi sebagai poros transmisi. Namun, beban yang diterima
poros ini hanya beban puntir. Contoh dari poros ini adalah spindle pada mesin
perkakas, dimana ukurannya relatif pendek. Syarat yang harus dipenuhi poros
ini adalah deformasinya harus kecil, bentuk serta ukurannya harus teliti.
c. Gandar
Poros ini berfungsi menyangga suatu mekanisme. Beban yang diterima
poros ini adalah beban lentur, tidak terjadi putaran pada poros (Sularso dan
Suga, 2004). 12 Poros digunakan pada setiap mesin dan peralatan mesin, poros
dibebani dengan beban yang berubah yaitu kombinasi dari lenturan dan puntiran
disertai dengan berbagai tingkatan konsentrasi tegangan. Pemindahan tenaga
dan pergerakan mesin dapat dibagi dua yaitu sebagai berikut.
1) Pergerakan Langsung
Dalam hal ini poros motor bergerak (motor listrik, mesin uap dan motor
bakar) Dihubungkan langsung dengan poros perkakas atau mesin yang
hendak digerakkan dengan koplingkopling.
2) Pergerakan Tidak Langsung
Dalam hal ini poros motor penggerak tidak langsung berhubungan
dengan perkakas atau mesin yang digerakkan, melainkan dengan
menggunakan pulley dalam mentransmisikan tenaga (Nababan, 2005).
2.6.3 Pulley
Pulley sabuk dibuat dari dari besi cor atau dari baja. Pulley kayu tidak
banyak lagi dijumpai. Untuk konstruksi ringan diterapkan pulley dari paduan
alumunium. Pulley sabuk baja terutama cocok untuk kecepatan sabuk yang tinggi
(diatas 35m/det).
Perbandingan kecepatan (velocity ratio) pada puli berbanding terbalik
dengan perbandingan diameter puli, dimana secara matematis ditunjukan dengan
pesamaan berikut:
N 1 × D 1=N 2 × D 2
Keterangan:
17
Menurut Daryanto (2007), ada beberapa jenis tipe pulley yang digunakan
sebagai sabuk penggerak, yaitu sebagai berikut.
a. Pulley Datar
Pulley ini kebanyakan dibuat dari besi tuang dan juga dari baja dalam
bentuk yang bervariasi.
b. Pulley Mahkota
Pulley ini lebih efektif dari pulley datar karena sabuknya sedikit
menyudut sehingga untuk slip relatif sukar, dan derajat ketirusannya
bermacam-macam menurut kegunaannya.
Sumber: http://www.electricmotorwarehouse.com
Gambar 2. 7
Pulley
2.6.4 Sabuk-V
dibandingkan dengan transmisi roda gigi dan rantai, Sabuk-V bekerja lebih halus
dan tak bersuara. Sabuk-V selain juga memiliki keungulan dibandingkan dengan
transmisi-transmisi yang lain, Sabuk-V juga memiliki kelemahan dimana Sabuk-V
dapat memungkinkan untuk terjadinya slip. Adapun tampilan V-belt nya dapat
dilihat pada Gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2. 9
Perhitungan Panjang Keliling Sabuk Terbuka
20
π 2 2
¿ 2C + ( dp+ Dp ) + γ( Dp−dp) −C sin γ
2
Oleh karena:
Dp−dp
γ ≈ sinγ=
2C
Maka:
π 1 2
L=2 C+ ( Dp+dp )+ (Dp−dp)
2 4C
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
γ = sudut yangterbentuk
Dimana
b=2 L−3,14( Dp+dp)
Keterangan: L = Panjang sabuk (mm)
Π = 3,14
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
b = Jarak yang tergak lurus terhadap sabuk
57 (Dp−dp)
θ=180 ° −
C
Keterangan: ϴ = Nilai sudut kontak
C = Jarak antar pusat puli (mm)
Dp = Diameter puli besar (mm)
dp = Diameter puli kecil (mm)
e) Jumlah sabuk
Pd
N=
Po Kθ
Keterangan: N = Jumlah sabuk
Pd = Daya motor (KW)
Po = Daya yang ditrasmisikan (KW)
Kϴ = Faktor koreksi
2.6.5 Bantalan
1) Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu.
2) Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3) Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak
lurus sumbu poros.
2) Bantalan gelinding
Struktur adalah satu kesatuan dan rangkaian dari beberapa elemen yang
direncanakan agar mampu menerima beban dari luar maupun berat sendiri tanpa
mengalami perubahan bentuk yang melampaui batas persyaratan.
2.7.1 Struktur statis tertentu dan statis tak tentu
Pada dasarnya suatu struktur dapat bersifat statis tertentu atau statis tak
tentu. Struktur yang dapat dianalisa dengan menggunakan persamaan statika ( ∑V
= 0, ∑H = 0, dan ∑M = 0) disebut struktur statis tertentu. Sedangkan struktur yang
tidak dapat dianalisa dengan hanya menggunakan persamaan statika saja disebut
struktur statis tak tentu, untuk menganalisa struktur tersebut digunakan
persamaan-persamaan bantuan lainnya berupa persamaan sudut penurunan dan
persamaan penurunan (deflection).
Untuk membuktikan apakah suatu struktur bersifat statis tertentu atau statis
tak tentu, pada balok dan kerangka kaku ditentukan berdasarkan jumlah bilangan
reaksi yang ada, sedangkan pada rangka batang ditentukan berdasarkan hubungan
antara jumlah batang (m), jumlah titik buhul/joint (j) dan jumlah bilangan reaksi
(r).
P1 P2 P3
P1 P2 P3
R1 R2
P1 P2 P3
R1
P1 P2 P3 P4
R1 R2 R3 R4
Gambar 2. 10
Balok Statis Tertentu
Diagram gaya geser dan momen suatu balok dapat digambarkan apabila
semua reaksi luarnya telah diperoleh. Dalam mempelajari keseimbangan sistem
gaya-gaya sejajar yang sebidang telah dibuktikan bahwa dengan prinsip statika
hanya dapat dihitung tidak lebih dari dua gaya yang tak diketahui. Untuk balok
sederhana, balok menggantung dan balok kantilever seperti pada Gambar 2.10
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan-persamaan statika, atau ketiga
balok tersebut merupakan struktur statis tertentu. Meskipun demikian jika sebuah
balok terletak di atas lebih dari dua penyangga atau sebagai tambahan jepitan pada
satu atau kedua ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang
harus ditentukan.
P1 P2 P3 P4
R1 R2 (a) R3 R4
P1 P2 P3 P4 P5
25
R1
R2 R 3 R4 (b) R5 R6
P1 P2 P3 P4
R5
R1 R2 (c) R3 R4
Gambar 2. 11
Balok Statis Tak Tentu
Statika hanya memberikan dua syarat keseimbangan untuk sistem gaya
sejajar yang sebidang, dan dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat
diperoleh, semua reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan dan tidak dapat
ditentukan dengan hanya menggunakan persamaan statika. Balok dengan reaksi
kelebihan semacam ini disebut balok statis tak tentu. Derajat ketidaktentuannya
ditentukan oleh jumlah rekasi kelebihan tersebut. Jadi balok pada Gambar 2.11a
merupakan struktur statis tak tentu berderajat dua karena jumlah reaksi yang tidak
diketahui ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua persamaan
keseimbangan, sedangkan balok pada Gambar 2.11b merupakan struktur statis tak
tentu berderajat empat, dan balok pada Gambar 2.11c bersifat statis tak tentu
berderajat satu karena memiliki lima reaksi dan dua sendi dalam.
26
P2 P2
P1
P1
R1
(a ) R2 (b )
R2
R1
R3 R3
Gambar 2. 12
Kerangka Kaku Statis Tertentu
Suatu kerangka kaku bertingkat-satu (single-story) akan bersifat statis
tertentu jika hanaya ada tiga reaksi luar, karena statika hanya memberikan tiga
syarat keseimbangan untuk system gaya sebidang umumnya. Jadi dua rangka-
kaku yang terlihat pada Gambar 2.12 merupakan struktur statis tertentu. Akan
tetapi jika suatu rangka-kaku bertingkat-satu memiliki reaksi luar lebih dari tiga,
maka kerangka tersebut bersifat statis tak tentu, dan derajat ketidaktentuannya
menjadi sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Dengan demikian, kerangka
pada Gambar 2.13a merupakan struktur statis tak tentu berderajat satu, Gambar
2.13b berderajat tiga, dan Gambar 2.13c berderajat lima.
P2 P2
P1 P1
R1 R2
R3 R1
R3 R5
R2 (a ) (b )
R4
R6
R4
27
P2 P3
P1
R2 R7
R1 R5
R3
R8
R4
R6
(c)
Gambar 2. 13
Kerangka Kaku Statis Tak Tentu
Suatu rangka batang bersifat statis tertentu apabila jumlah gaya yang tak
diketahui sekurang-kurangnya ada tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang
tersebut adalah 2j – r, dimana j adalah banyaknya titik hubungnya dan r
merupakan jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, maka kondisi
statis tertentu ditentukan dengan persamaan: m = 2j – r
m = 2j – 3
P1
R1
P2
R2 R3
P1 P3
R1
P2
R2 R3 R4
P1
R1
P2
R2 R3
r = 4; j = 8; m = 15;
(b i = m – (2 – j) = 3 ; tak stabil
Rangka batang statis tak tentu pada Gambar 2.15a berderajat dua, karena
mempunyai empat reaksi yang tak diketahui dan hanya ada dua persamaan
keseimbangan. Gambar 2.15b dan Gambar 2.15c berderajat tiga, karena ada tiga
batang kelebihan (m = 3j) ditambah tiga reaksi yang tidak diketahui, sedangkan
persamaan keseimbangan yang ada hanya tiga saja.
Rangka batang umumnya terdiri dari serangkaian segitiga-segitiga yang
berhubungan satu sama lain seperti terlihat pada Gambar 2.16. Dalam kasus ini
segitiga pertama membutuhkan tiga buah titik hubung dan tiga buah batang,
sedangkan setiap segitiga berikutnya membutuhkan dua batang tambahan, dan
hanya satu titik hubung tambahan, sehingga: m – 3 = 2(j – 3) atau m = 2j – 3.
1 2
3
Gambar 2. 16
Susunan Segitiga Membentuk Rangka Batang
Keterangan:
BM = Biaya material (rupiah)
m = massa material (kg)
BK = Biaya komponen (rupiah)
JK = Jumlah komponen (unit)
BSM = Biaya sewa mesin (rupiah)
Tm = Waktu sewa mesin (jam)
BTT = Biaya tak terduga (rupiah)
BAB III
METODE PENELITIAN
Mulai
Pembuatan Mesin
Pengujian Mesin
Ya
Ada Kesalahan?
Tidak
Manual Book Operation
Prototype Mesin Laporan
Gambar 3. 1
Flowchart Kerja APREN (Alat Pengaduk Rendang)
3.2 Menentukan Konsep Desain Perancangan Alat
31
32
3.2.1 Identifikasi
3.2.2 Deskripsi
3.3.1 Alat
Tabel 3. 1
Daftar Alat yang Dibutuhkan
3.3.2 Bahan
Tabel 3. 2
Daftar Bahan yang Dibutuhkan
Tabel 3. 3
Proses Pembuatan Alat
Pembuatan
Pembuatan Rangka Pembuatan Poros Bushing & Sendok Proses Assembly
Pengaduk
3.5 Diagram Alir Kerja Alat
Mulai
Diagram alir dari beberapa tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.
Persiapkan Alat, A B C
Persiapkan Alat, Persiapkan Alat,
Bahan & Komponen Bahan & Komponen Bahan & Komponen
Mulai
Selesai
35
Gambar 3. 3
Sistem Kerja Alat
APREN (Alat Pengaduk Rendang) kapasitas 5 Kg ini memiliki 6
komponen, dimana Spesifikasi APREN diuraikan sebagai berikut.
Tabel 3. 4
Spesifikasi APREN
Untuk membuat gambar kerja dua dimensi yang digunakan dalam proses
pembuatan dapat dilakukan dengan memilih pilihan “Drawing” pada pilihan awal
penggambaran. Pada pilihan tersebut, dapat langsung memasukan gambar 3
dimensi yang digambar sebelumnya untuk dapat dijadikan gambar kerja 2 dimensi
yang dapat diproyeksikan.
36
37
Gambar 4. 1
Desain Pertama APREN
Tabel 4. 1
Spesifikasi Desain Pertama APREN
mendapatkan motor dengan kecepatan yang sudah dirancang yaitu kurang dari 40
rpm. Karena desain masih belum bisa digunakan, penulis mendesain ulang.
Gambar 4. 2
Desain Kedua APREN
Tabel 4. 2
Spesifikasi Desain Kedua APREN
Gambar 4. 3
Hasil Adukan Air, Santan dan Kayu Seberat 5 Kg
40
Gambar 4. 4
Pembongkaran Sendok Pengaduk
4.3 Analisa dan Pembahasan
4.3.1 Analisa Gaya, Daya dan Torsi Pengaduk
Perencanaan:
Poros pengaduk:
Bushing pengaduk:
- Panjang bushing = 14 cm
Sendok pengaduk:
Pengecekan:
F = m x a = 5 kg x 9.8 m/s2 = 49 N
F = Fa + Fb = 49 + 27.4 = 76.4 N
42
f. Daya
Jadi motor yang digunakan dayanya harus ≥ 0.036 HP dan motor yang
direncanakan adalah motor 0.125 HP.
Perencanaan:
Pengecekan:
Pd 0 .1 kW
T = 9.74 x 105 No = 9,74 x 105 40 rpm = 4607.5 kgmm
a. Perhitungan poros
Bahan poros yang digunakan adalah staintlees steel AISI 316, karena
jenis material ini tidak menyebabkan karat dan bahaya bagi industri makanan.
Tb 53 Kg/mm2
Ta= = =6.8 Kg/mm2
Sf 1× Sf 2 6 ×1.3
1 /3 1/ 3
5.1 5.1
Ds= ( Ta
× Kt ×Cb ×T ) ( =
6.8 Kg /mm
2
×1 ×1.3 × 4365 Kgmm )
1 /3
Ds=( 4495.7 mm3 )
Ds=16.6 mm
b. Perhitungan pasak
44
Untuk bahan pasak sengaja dipilih bahan yang lemah dari poros dan
naf agar mudah untuk menggantinya.
Tabel 4. 3
Tabel Pasak
r1
Ukuran Standar h Ukuran Standar l2 dan Referensi
Ukuran Ukuran
Ukuran r2
Nomina Standa
Pasak C l Standa
l Pasak r b, b1 Pasa Pasak
Prismatis r l1 Pasak Pasak Diameter Poros r yang
b×h dan b2 k Luncu
Pasak Prismatis Tirus dapat dipakai d**
Tirus r
Luncur
2×2 2 2 6-20 1,2 1,0 0,5
Lebih dari 6-8
3×3 3 3 0,16- 6-36 1, 8 1,4 0,9 0,08-
Lebih dari 8-10
4×4 4 4 0,25 8-45 2,5 1, 8 1,2 0,16
Lebih dari 10-12
5×5 5 5 10-56 3,0 2,3 1,7
Lebih dari 12-17
6×6 6 6 14-70 3,5 2, 8 2,2
Lebih dari 17-22
0,25- 0,16-
(7×7) 7 7 7,2 0,40 16-80 4,0 3,01 3,5 3,0 0,25 Lebih dari 20-25
8×7 8 7 18-90 4,0 3,3 2,4 Lebih dari 22-30
10×8 9 8 22-110 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 30-38
12×8 10 8 28-140 5,0 3,3 2,4 Lebih dari 38-44
14×9 12 9 0,40- 36-160 5,5 3, 8 2,9 0,25- Lebih dari 44-50
(15×10) 15 10 10,2 0,60 40-180 5,0 5,0 5,5 5,0 0,40 Lebih dari 50-55
10 4,3
16×10 16 45-180 6,0 3,4 Lebih dari 50-58
11 4,4
18×11 18 50-200 7,0 3,4 Lebih dari 58-65
12 4,9
20×12 20 56-220 7,5 3,9 Lebih dari 65-75
14 5,4
22×14 22 63-250 9,0 4,4 Lebih dari 75-85
(24×16) 24 16 16,2 0,60- 70-280 8,0 8,0 8,5 8,0 0,40- Lebih dari 80-90
14 5,4
25×14 25 0,80 70-280 9,0 4,4 0,60 Lebih dari 85-95
16 6,4
28×16 28 80-320 10,0 5.4 Lebih dari 95-110
18 7,4
32×18 32 90-360 11,0 6,4 Lebih dari 110-130
− Penampang pasak (b x h) = 6 x 6
c. Perhitungan baut
Perencanaan:
Baut L stainless 304, 5mm x 18 mm
Pengecekan:
Beban yang ditumpu (W) = 1,66 kg
Diameter nominal ulir = 5 mm
47
Perencanaan:
Pengecekan:
N2 31 1
=
Ratio = N 1 = 93 3
D1 2 1
Ratio = D2 = 6 = 3
Karena ratio diameter dan kecepatan putaran sesuai, maka pulley yang
akan digunakan adalah pulley ∅2 Inch dan ∅6 Inch sehingga mencapai putaran
output yang diinginkan yaitu 31 RPM.
48
Perencanaan:
Pengecekan:
Center of distance:
Penentuan center of distance dapat di peroleh dari perumusan yang ada pada
buku Mechanical Design – Deutschman
Rumus:
C=3 R 1+ R 2
C=305 mm
Jarak antar pulley yang dihitung adalah 305 mm, sedangkan yang
direncanakan adalah 320 mm.
K = 2 x o
Keterangan:
Maka:
Dari tegangan yang timbul karena beban tersebut, maka dapat dicari luasan
penampang belt:
F max 77 . 5 kgf
z× A = = 2
= 4 . 6 cm2
K 16 , 8 kgf /cm
Tabel 4. 4
Pemilihan Tipe V-Belt
Type of Power Minimum Pitch Top Thickness (t) Weight per
Belt Ranges in Diameter of Width (b) mm Metre Length
kW Pulley (D) mm mm in Newton
A 0.7 – 3.5 75 13 8 1.06
B 2 – 15 125 17 11 1.89
C 7.5 – 75 200 22 14 3.43
D 20 – 150 355 32 19 5.96
E 30 – 350 500 38 23 -
2
( R2−R1 )
L=2 ∙ c+ π ( R2 + R1 ) +
c
(76.2−25.4 )2
L=2 ( 320 ) + π (76.2+25.4 ) +
320
L=967.89 mm
Sudut putar ( ):
51
α = 9o
θ=180 ° −( 2× 9 ° )=162°
π
θ=162 × =2,82 rad
180
Gaya sentrifugal:
Diketahui:
Rumus: Fc=m × v
= 0,1 kg/m x (8,9 m/s)2
= 7,92 N
Rumus: F 1=F − Fc
= (1248 – 7,92) N
= 1240,08 N
F1
2,3 log = μ×θ×cos ec β
F2
F1
2,3 log = 0, 25×2,82×cos ec 16 °
F2
52
F1
2,3 log = 0. 63
F2
F 1 0 . 63
log = =0 .27
F2 2,3
F1
= 1. 86
F2
F 1 1240. 08
F2 = = =665 .96 N
1. 86 1 .86
HPb = ( F1 – F2) V
= 5109.65 watt
= 5.11 kW
= 6.85 HP
Pada rangka bagian atas, pembebanan terjadi pada bidang A-B, C-D
dan E.
53
Gambar 4. 5
Rangka Bagian Atas
1) Pembebanan pada batang A-B dan C-D
Karena batang A-B dan C-D bentuk dan ukurannya sama, dan
pembebanannya terjadi di tengah-tengah batang A-B dan C-D, maka
beban yang diterima oleh masing-masing batang dapat kita rumuskan
sebagai berikut:
F – Ra – Rb = 0
520�� − �� − 260� + �� = 0
2
d y
El 2
=Ra x L−Ma−F ( L−260 ) ………………………….(1)
dx
dy 1 1
El = Ra × L2− Ma × L− F ( L−260 )2+ C 1 ……..........(2)
dx 2 2
1 1 1
ElY = Ra × L3 − Ma × L− F ( L−260 )3 +C 1 x + C2…...(3)
6 2 6
2
d y
El 2 =Ra x L−Ma−F ( L−260 )
dx
dy 1 1
El = Ra ×520 2−Ma ×520− 21 ( 520−260 )2
dx 2 2
dy
El =135200 Ra−520 Ma=709800 ……………………...(4)
dx
1 3 1 1 3
ElY = Ra ×520 − Ma ×520− 21 (520−260 )
6 2 6
55
F – Ra – Rb = 0
Rb = 21 – 10.5
Rb = 10.5
Ma = 1365 Nmm
Gambar 4. 6
Inersia Besi Hollow Kotak
a) momen inersia ( I )
BH
1
(¿ ¿ 3−bh3)= (40 x 403 −38 x 383 )=39572 mm4
12
1
I= ¿
12
b 40
y= = =20 mm
2 2
Tabel 4. 5
Tegangan Luluh Hollow Steel
Mmaks x Y 2730 x 20
σtarik rangka = = =1.3 N /mm2
I 39572
Perencanaan:
Pengecekan:
F – Re1 – Re2 = 0
58
d2 y
El =ℜ1 x L−Me 1−F ( L−100 ) ………………………….(6)
dx 2
dy 1 1
El = ℜ 1× L2−Me1 × L− F ( L−100 )2+ C 1 ……..........(7)
dx 2 2
1 1 1
ElY = ℜ 1× L3− Me1 × L− F ( L−100 )3 +C 1 x + C2…...(8)
6 2 6
2
d y
El =ℜ1 x L−Me 1−F ( L−100 )
dx 2
dy 1 2 1 2
El = ℜ 1× 200 −Me1 ×200− 80 ( 200−100 )
dx 2 2
dy
El =20000 ℜ 1−200 Me1=400000 ……………………...(9)
dx
1 1 1
ElY = ℜ 1× 2003− Me1 ×200− 80 ( 200−100 )3
6 2 6
59
F – Re1 – Re2 = 0
Re2 = 80 – 40
Re2 = 140
Ma = 2000 Nmm
1) Momen inersia ( I )
bh
1
(¿ ¿ 3+b 3 h )= (8 x 100 +83 x 100)=8,05 x 106 mm4
3
12
1
I= ¿
12
60
M x Y 4000 x 50.2 2
σtarik rangka = = =0.025 N /mm
I 8,05 x 10 6
Karena beban pada rangka bawah hanya katel dan rendang sebesar
5.2 kg, sementara bahan yang dipakai adalah SS AISI 316 dan
penampangnya juga sangat besar, maka dapat diasumsikan bahwa rangka
bagian bawah (AMAN).
Gambar 4. 7
Rangka Bagian Bawah
1. Poros pengaduk
Diketahui:
= Rp. 77.000,-
2. Bushing pengaduk:
62
- Panjang bushing = 14 cm
= Rp. 11.200
Biaya material
= Rp 105.000,-
Diketahui:
3.14 x 19 x 19 x 0.12
)
Volume plat=( 60 x 60 x 0.12 )−¿
3
Volume plat=296 cm
= Rp. 161.000,-
5. Rangka
Diketahui:
= 604 cm × 16 cm × 0.12 cm
= 1160 cm3
Biaya Material = Vol Pipa Hollow × Berat Jenis Besi × Harga per
Kg
= Rp. 136.500,-
Tabel 4. 6
Biaya Material
Jadi, total biaya material dan komponen = Rp. 490.700,- + Rp. 1.545.000,
= Rp. 2.035.700,-
BSM = Tm x B
66
Keterangan:
Sehingga didapat:
BSM = Tm x B
= Rp. 40.000,-
Sehingga didapat:
BSM = Tm x B
= Rp 60.000,-
67
Sehingga didapat:
BSM = Tm x B
= 1 x Rp. 50.000,-
= Rp50.000,-
Tabel 4. 8
Biaya Sewa Mesin
Jadi total biaya sewa mesin yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 150.000,-
c. Biaya operator
= Rp. 400.000
Maka biaya untuk 1 orang operator adalah Rp. 400.000,-. Jumlah operator
ada 2 orang sehingga total biaya operator Rp. 800.000,-
Perencanaan biaya tak terduga diambil dari 15% biaya material dan sewa
mesin, jadi biaya tak terduga dapat diperoleh:
Biaya tak terduga = 15% x (Biaya sewa mesin + Harga material dan komponen)
= Rp. 327.800,-
Keterangan:
Maka:
= Rp. 3.313.500,-
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan analisa Alat Pengaduk Rendang (APREN) kapasitas 5 kg,
telah didapat kesimpulan.
3. Biaya produksi yang diperlukan untuk membuat 1 unit APREN adalah Rp.
3.313.500,-.
4. Hasil prototype APREN setelah diuji coba dengan cara mengaduk air,
parutan kelapa dan potongan kayu dengan berat total 5 Kg, alat terbukti
dapat mengaduk beban seberat 5 Kg dengan kecepatan putaran yang
konstan. Sendok juga dapat dibongkar pasang sehingga memudahkan
untuk proses pembersihan alat. Kekurangan dari desain APREN adalah
bentuk sendok yang terlalu tinggi sehingga daging tidak dapat teraduk
secara maksimal.
5.2 Saran
70
71
72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
GAMBAR KERJA