PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kebakaran merupakan salah satu resiko yang dapat terjadi kapan saja dan dimana saja
dalam setiap kegiatan pelayaran kapal laut. Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran kapal ini
pun menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar bahkan sampai memakan korban jiwa yang
tidak sedikit.Kebakaran juga dapat menimbulkan bahaya dari segi kesehatan, diantaranya yaitu:
bahaya radiasi panas yang dapat mengakibatkan manusia menderita kehabisantenaga, kehilangan
cairan tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan dan mematikan jantung. Pada temperatur
148,9 0C dikatakan sebagai temperatur tinggi dimana manusia dapat bertahan bernafas hanya
dalam waktu singkat. Bahaya asap yang dapat menyebabkan iritasi atau ransangan terhadap mata,
selaput lendir pada hidung dan kerongkongan serta mengganggu pernafasan. Bahaya gas yang
dihasilkan dari proses kebakaran dapat mengakibatkan iritasi pada mata, sesak nafas, gas yang
bersifat racun dapat meracuni paru-paru dan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan bahkan
mematikan. Berdasarkan data kecelakaan kapal yang diinvestigasi Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) tahun 2007 – tahun 2011, terdapat 27 jumlah kecelakaan dengan jenis
kecelakaan yaitu: 11 kapal terbakar/meledak (atau 41 %), 10 kapal tenggelam (atau 37 %), dan 6
kapal tubrukan (atau 22 %), dengan jumlah korban meninggal/hilang sebanyak 658 orang dan
korban luka-luka sebanyak 586 orang. Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla-RI)
mencatat selama periode 1 Januari – 31 Mei 2015 telah terjadi 48 kecelakaan kapal tenggelam, 19
kapal terbakar, 16 kapal terbalik, 9 kapal terdampar, 4 kapal karam, 6 kapal kandas dan 3 kapal
hancur dan 1 kapal meledak. Hal ini menggambarkan bahwa dari sejumlah kasus kecelakaan laut,
resiko terjadinya kebakaran kapal laut cukup besar. Untuk itu diperlukan suatu sistem
penanggulangan kebakaran di kapal agar bisa mengatasi kebakaran dan tidak menimbulkan
kerugian finasial dan jiwa.
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, yaitu :
Api sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia mulai dari untuk memasak, meleburkan benda
logam, api unggun dan sebagainya. Tetapi api dapat menjadi bencana bila sudah diluar kendali
manusia yakni bencana kebakaran. Sehingga ancaman bahaya kebakaran tergantung dari
terkendali atau tidaknya api yang menyala. Seringkali manusia menganggap remeh potensi bahaya
karena api. Padahal kebakaran bisa menimbulkan kerugian harta benda, luka dan penderitaan yang
luar biasa, bahkan kematian.
Kebakaran tidak terjadi begitu saja. Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat dan
memancarkan panas dan sinar. Kebakaran adalah salah satu bencana yang disebabkan oleh api
yang sifatnya terjadi tidak pada tempatnya dan sulit dikendalikan manusia. Agar terjadi kebakaran
diperlukan 3 unsur yang disebut segitiga api (fire triangle). Agar api bisa menyala, tiga unsur
tersebut harus ada pada saat yang sama dan pada proporsi yang tepat.
Secara umum, kebakaran di kapal disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor manusia
dan faktor teknis.
a. Faktor Manusia
Sebagian besar kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia timbul karena kurang
pedulinya manusia tersebut terhadap bahaya kebakaran dan juga kelalaian. Sebagai contoh:
1. Merokok di sembarang tempat, seperti ditempat yang sudah ada tanda “Dilarang Merokok”
atau merokok di cardeck di mana terdapat banyak bahan bakar pada kendaraan (kapal
ferry).
2. Pemasangan instalasi listrik yang sembrawut dalam beberapa kasus di ruang mesin kapal
instalasi listrik tidak tersusun dengan rapi.
3. Melakukan pekerjaan yang berisiko menimbulkan kebakaran tanpa menggunakan
pengamanan yang memadai, misalnya mengelas bejana bekas berisi minyak atau bahan
yang mudah terbakar. Contohnya mengelas tangka bahan bakar yang bocor atau pipa
instalasi yang dilalui bahan mudah terbakar tanpa mengetes terlebih dahulu apakah masih
ada resiko kebakaran yang akan terjadi
b. Faktor Teknis
Faktor Teknis lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai hal-hal
yang memicu terjadinya kebakaran, misalnya :
1. Tidak pernah mengecek kondisi instalasi listrik, sehingga banyak kabel yang terkelupas
yang berpotensi terjadi korsleting yang bisa memicu terjadinya kebakaran.
2. Menggunakan peralatan yang tidak aman, misalnya menggunakan tabung yang bocor,
pemasangan regulator yang tidak benar, dan lain-lain
3. Menempatkan bahan yang mudah terbakar didekat api, misalnya meletakkan bahan bakar
di dekat tempat yang berpotensi terjadinya percikan api atau pemicu kebakaran. Biasnya
ini terjadi pada kapal perikanan.
4. Penempatan ruangan yang salah dalam pendesainan, misalnya menempatkan ruangan
dapur dekat peralatan control room atau navigasi.
Dalam hal mencegah terjadinya kebakaran di kapal pada dasrnya telah banyak aturan yang
mengatur hal tersebut, anatra lain :
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. 186/Kepmen/1999 pasal 2 ayat (1) dan (2).
Pasal 2
(1) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, latihan
penanggulanggan kebakaran di tempat kerja.
(2) Kewajiban mencegah, megurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran, bagi tempat kerja yang
mempekerjakan lebih dari 50 (lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
b. Jenis, cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi kebakaran di tempat kerja;
2. Solas 74’
Konvensi internasional SOLAS pertama kali diadopsi oleh organisasi internasional yang dulu
masih bernama IMCO (Inter-Governmental Maritime Consultative Organization) adalah pada
bulan Januari 1914, sehingga di kenal dengan SOLAS 1914. Konvensi ini adalah merupakan
response dari musibah tenggelamnya kapal RMS Titanic pada tahun 1912.
ndonesia sebagai negara yang masuk ke dalam Anggota Dewan IMO pada Kategori c, telah
meratifikasi SOLAS 1974 sebagaimana dituangkan ke dalam Keppres 65 tahun 1980.
Konsekuensinya, Pemerintah Indonesia wajib melaksanakan SOLAS 1974, yaitu dengan membuat
instrumen-instrumen hukum nasional mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, sampai
peraturan-peraturan pelaksanaan baik Peraturan Menteri maupun Peraturan Dirjen. Undang-
undang Pelayaran pertama yang merefleksikan pelaksanaan dari SOLAS 1974 adalah Undang-
Undang RI nomor 21 tahun 1982, yang sekarang sudah diganti dengan Undang-Undang RI nomor
17 tahun 2008, yang tidak hanya merefleksikan SOLAS 1974 saja, tetapi juga MARPOL 1973/78,
Load Line Convention 1966, MLC dan ketentuan internasional lain baik yang sudah maupun yang
belum diratifikasi. Namun sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi SOLAS Protocol 1988.
Dalam hal pencegahan kebakaran di kapal Solas 74 telah mengaturnya dalam bab II-2 :
Perlindungan terhadap kebakaran, deteksi kebakaran dan pemadam kebakaran (Fire protection,
fire detection and fire extinction), berisi ketentuan-ketntuan tentang sekat-sekat kedap api, sistim
pendetesian adanya kebakaran dan tentang alat-alat pemadam kebakaran baik jenis dan jumlahnya
untuk kapal-kapal yang berbeda.
Dalam mengatasi kebakaran yang telah terjadi haruslah mengetahui terlebih dahulu sumber apinya
agar dalam pemadaman dapat terjadi secara efisien dan efektif. Kebakaran dibagi menurut jenis
material yang mampu menghasilkan titik-titik api. Pembagian tersebut diantaranya :
1. Kebakaran yang berasal dari pembakaran kayu, cairan lilin, serta benda-benda furniture (Kelas
A)
2. Kebakaran yang berasal dari cairan yang mudah terbakar misalnya minyak pelumas serta
bahan bakar (Kelas B)
3. Kebakaran yang berasal dari adanya gas-gas yang mudah terbakar misalnya LPG atau
Liquefied Petroleum Gas (Kelas C)
4. Kebakaran yang berasal dari bahan-bahan logam yang mudah terbakar misalnya magnesium
dan alumunium (Kelas D)
5. Kebakaran yang berasal dari berbagai macam material yang memiliki atau berhubungan
dengan tegangan tinggi (Kelas E)
Prinsip pemadaman dengan cara menghilangkan salah satu unsur atau merusak keseimbangan
campuran dari unsur-unsur segitiga api. Menurut Zaini (1998), pada prinsipnya ada tiga cara
pemadaman kebakaran dan satu cara tambahan.
1. Foam extinguishers-chemical
Isi dari pemadam kebakaran jenis ini adalah campuran dari cairan sodium bikarbonat dan
alumunium sulfat. Tabung yang berada paling dalam diselimuti oleh penutup atau cap yang
terhubung dengan pipa penghisap. Ketika pipa penghisap terbuka, maka cap tersebut akan
lepas. Kemudian alat ini akan mencampurkan dua macam cairan yang ada didalamnya. Gas
karbon dioksida dihasilkan oleh reaksi yang berasal dari tekanan tinggi dari tabung dan
akan mendesak busa keluar dari tabung.
2. Foam extinguishers-mechanical
Di bagian terluar dari tabung ini berisi air. Pada tabung sentral terdapat gas karbon
dioksida dan cairan busa. Mekanisme pendesak atau pendorong terdapat diatas tabung
pusat. Ketika diberi tekanan yang tinggi, karbon dioksida dikeluarkan dan cairan busa
akan tercampur dengan air. Kemudian keduanya akan ditekan keluar melewati nozzle
khusus. Pemadam jenis ini memiliki pipa internal dan dioperasikan di bagian atas. Alat
ini banyak ditempatkan di sekitar tempat-tempat yang mengandung atau terdapat cairan-
cairan yang mudah terbakar.
c. Dry powder (Pemadam kebakaran menggunakan bubuk kering)
Pada bagian tabung lapis terluar berisikan dengan bubuk sodium bikarbonat. Kapsul yang
berisikan gas karbon dioksida berada di bawah mekanisme peghisap yang ada di central cap.
Ketika penghisap ditekan, gas karbon dioksida akan mendorong bubuk sodium melalui pipa dan
keluar melalui nozzle. Pemadam kebakaran jenis ini dapat digunakan di berbagai macam penyebab
kebakaran akan tetapi ini tidak memberikan efek pendingin. Alat ini biasanya berada di dekat
peralatan listrik yang berada di kamar mesin dan di beberapa bagian dari kapal.
a. SISTEM HIDRAN
Sistem hidran terdiri dari :
a. Wet Riser System : Seluruh instalasi pipa hydrant berisikan air bertekanan
dengan tekanan air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap.
b. Dry Riser System : Seluruh instalasi pipa hydrant tidak berisikan air bertekanan,
peralatan penyedia air akan mengalirkan air secara otomatis jika katup selang
kebakaran dibuka.
• Pada umumnya gedung bertingkat menggunakan sistim Wet Riser.
• Pada sistem dilengkapi Fire Brigade Connection yang diletakkan diluar bangunan.
Gambar : Hydrant
2. SISTEM SPRINKLE
Sistem Sprinkle terdiri dari :
a. Wet Riser System : Seluruh instalasi pipa sprinkler berisikan air bertekanan dengan tekanan
air selalu dijaga pada tekanan yang relatif tetap
b. Dry Riser System : Seluruh instalasi pipa sprinkler tidak berisikan air bertekanan, peralatan
penyedia air akan mengalirkan air secara otomatis jika instalasi fire alarm memerintahkannya.
• Pada umumnya gedung bertingkat menggunakan sistim Wet Riser.
• Pada sistem dilengkapi Fire Brigade Connection yang diletakkan diluar bangunan.
Gambar : Sprinkler
pelaut di wajibkan untuk mengikuti diklat ketrampilan sertifikat AFF untuk mengenal prosedur
dan penanggulangan kecelakaan dikapal dan Prosedur keadaan darurat rencana awal agar dapat
berhasil pemadaman, Nahkoda, KKM dan Perwira akan mempertimbangkan dan membuat suatu
daftar mengenai apa yang akan dilakukan dalam kejadian keadaan darurat yang terjadi dikapal
Tindakan Awal :
Alarm Umum
Setiap Awak kapal yang menemukan keadaan darurat harus membunyikan alarm dan
menyampaikan informasi secepat mungkin, dan Nahkoda kapal harus memerintahkan kepada
seluruh personil bahwa hal ini adalah tanggung jawab utama bagi siapa saja yang berada ditempat
kejadian, sifat dari keadaan darurat harus dilaporkan kepusat komando yang akan melaksanakan
rencana tindakan, sementara orang yang berada ditempat kejadian mengupayakan langkah
tindakan pertama agar dapat mengendalikan keadaan darurat
Pemeriksaan Awak kapal
Penting untuk memeriksa awak kapal secepat mungkin setelah alarm umum dibunyikan sehingga
dapat diketahui serta mengamankan pada saat keadaan darurat, pemeriksaan harus diselesaikan
dengan cepat sehingga tidak terlalu lama membutuhkan waktu dan untuk tindak kelanjutan rencana
awal yang baik untuk mencapai keberhasilan dalam keadaan darurat dikapal
Tugas diatas kapal dari setiap personil yang menemukan munculnya kebakaran untuk segera
membunyikan alarm setelah itu melakukan sekuat tenaga untuk bisa mengendalikan kebakaran
dengan sarana alat yang terkedat yang sesuai dan tersedia, sampai dengan membentuk team untuk
mengambil alih tindakan pemadaman , semua kegiatan diatas kapal dihentikan dan ketika apa bila
kejadian dekat dengan pelabuhan atau daratan, segera untuk meminta bantuan bila memungkinkan
Jika kebakaran terjadi diruang perlengkapan untuk bongkar muat, pemadaan awal segera
dilakukan dengan menggunakan bubuk kering atau dry powder adalah salah satu jenis chemical
yang digunakan untuk memadamkan api, jika perlu semua personil harus dievakuasi, kompartmen
tersebut ditutup kemudian alat pemadam api system tetap diaktifkan
begitu padam ruangan harus diberi peranginan secara hati-hati untuk menghilangkan uap gas
dengan memperhatikan berikut :
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Permasalahan kebakaran di atas kapal masih menjadi masalah utama dalam pelayaran di Indonesia.
Oleh karena itu setiap pemilik kapal maupun syahbandar haruslah mengutamakan keselamatan
awak/penumpang di atas kapal dengan mengikuti aturan yang berlaku baik itu dari Keputusan
Menteri dan aturan SOLAS 74. Setiap awak/crew kapal terlebih dahulu harus mengikuti pelatihan
keselamatan agar mengetahui tindakan-tindakan yang harus diambil dalam proses penyelesaian
masalah kebakaran dikapal yang efektif dan efesien. Para penumpang juga haruslah sadar akan
keselamatannya dengan menaati peraturan yang telah ditetapkan diatas kapal untuk mencegah
terjadinya kebakaran diatas kapal, misalnya tidak merokok di area yang dapat menimbulkan
terjadinya kebakaran.
III.2. Saran
1. Masih kurangnya kesadaran dalam hal keselamtan utamanya bahaya dari kebakaran kapal oleh
sebab itu haruslah setiap kapal yang akan berlayar dilakukan pengecekan potensi yang akan
menyebabkan kebakaran di atas kapal.
2. Adanya informasi aturan-aturan yang harus dihindari penumpang untuk tidak menimbulan
bahaya keselamatan khususnya bahaya kebakaran di atas kapal.
KASUS KEBAKARAN KAPAL
1. KM. Zahro Express
Kronologi kejadian :
1. Pada Sabtu, 31 Desember 2016 pukul 13.15 WIB, kapal motor Zahro Express sandar di dermaga
Pelabuhan Kali Adem, Muara Angke. Bahan bakar yang tersedia 150 liter2. Tanggal 1 Januari
2017, pukul 04.00 WIB, Kepala Kamar Mesin (KKM) menghidupkan mesin penggerak generator
listrik dan setelah listrik tersedia, KKM menghidupkan peralatan-peralatan untuk operasional
kapal.
3. Sejak pukul 05.00 WIB hingga menjelang keberangkatan, para penumpang mulai berdatangan
dan menaiki kapal dengan menempati akomodasi geladak utama dan atas.
4. Pukul 06.30 WIB, Nakhoda KM Zahro Express mengajukan permohonan keberangkatan kapal
kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) untuk tujuan Pulau Tidung
(penumpang 100 orang dan lima awak kapal).
5. Pukul 07.00 WIB, Kepala KSOP Muara Angke menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)
dan 30 menit kemudian KKM menghidupkan mesin induk.
6. Pukul 08.15 WIB, KM Zahro Express lepas tali dan berlayar meninggalkan Pelabuhan Kali
Adem, Muara Angke dengan kecepatan normal sekitar 10 knot.
7. Sekitar 15 menit kemudian, terlihat asap dan api yang kemudian membesar hingga hampir
seluruh bagian kapal terbakar.
8. Lokasi kecelakaan terbakarnya KM Zahro Express berada di sekitar perairan utara Teluk Jakarta
atau sekitar 3 mil dari dermaga Muara Angke.
1. Pada hari Jumat, tgl 19 Mei 2017 jam 18.00 Wib telah terjadi laka laut KM MUTIARA
SENTOSA 1 milik PT. ANTOSIM LAMPUNG PELAYARAN ( ALP ) jurusan Surabaya-
Balikpapan yang dinahkodai oleh Edi Sarwoko telah terbakar di perairan Pulau Masalembu, pada
kordinat 05°33.01 S - 114° 34.25 E (3 NM timur laut pulau Masalembu Sumenep).
2. Diduga awal terjadinya kebakaran bermula di CarDeck dan saat kejadian api cepat membesar
dan tidak bisa di padamkan dengan Apar dan Sprinkle, mengetahui hal tersebut Nahkoda kapal
telah memerintahkan "Abandon Ship" / meninggalkan kapal. POB dan ABK langsung menyiapkan
sekoci dan liferaft sebagai tindakan sesuai SOP dan langsung mengamankan para penumpang.
3. Hasil koordinasi dengan Tim SAR Provinsi Jatim yang ditindaklanjuti dengan meluncurkan KN
SAR 225 dan 220 dari Surabaya menuju TKP. Secara kebetulan sedang melintas KM MERATUS
MAKASAR dari Surabaya menuju Makasar dan telah membantu mengevakuasi 2 orang korban
yang selamat.
Kronologi Kejadian :
Sabtu, 28 Oktober 2017 pukul 17.00 WIB, kapal berangkat dari Pelabuhan Tanjung Emas,
Semarang, Jawa Tengah, dengan tujuan Pontianak, Kalimantan Barat.
Minggu, (29/10/2017):
Pukul 04.15 WIB, agen kapal Dharma Lautan Utama melaporkan bahwa KM Dharma Kencana
IIberada di posisi timur laut perairan Kepulauan Karimunjawa terbakar. Awak kapal langsung
memimpin upaya penyelamatan.
Pukul 05.00 WIB, terbakarnya kapal semakin menghebat. Namun, upaya penyelamatan
menggunakan alat penyelamatan yang ada sudah mencapai 90 persen. Pada jam yang sama, KM
Kirana I dengan tujuan Pelabuhan Kumai, Kalimantan Tengah, berputar arah menuju lokasi untuk
membantu penyelamatan.
Pukul 05.26 WIB, seluruh penumpang sudah bersiap di kapal penyelamat (sekoci), demikian pula
seluruh anak buah kapal. Sebagai penanggung jawab, nakhoda, kepala kamar mesin (KKM), dan
markonis masih berada di atas kapal.
Pukul 05.30 WIB, nakhoda, kepala kamar Mesin, dan markonis akhirnya turun dari kapal.
Pukul 07.00 WIB, upaya penyelamatan ditingkatkan dengan berkoordinasi melibatkan Basarnas
Kantor SAR Semarang. Atas hal ini, Basarnas meminta agar kapal-kapal yang berada dekat dengan
lokasi kejadian segera membantu penyelamatan.
Pukul 07.30 WIB, memperkuat penyelamatan, Basarnas berkoordinasi dengan SAR Sadewa dan
KNP 203 untuk membantu.
Pukul 07.35 WIB, kapal terdekat, yakni KM Ceria I diminta merapat ke lokasi untuk membantu
penyelamatan.
Pukul 07.40 WIB, Kepala KSDP Klas I Tanjung Emas, Semarang, meminta agar Kepala Kantor
Pelabuhan Karimunjawa untuk memerintahkan KMP Express Bahari dan KM Kelimutu agar
memberi bantuan.
Pukul 07.50 WIB, Kapal SAR Sadewa bergerak menuju lokasi dengan peralatan lengkap. Pada
saat yang sama, KM Kelimutu bergerak menuju lokasi dari koordinat berbeda.
Pukul 08.10 WIB, upaya penyelamatan ditingkatkan dengan dukungan dari Pangkalan TNI
Angkatan Laut (Lanal) Semarang dan mengirimkan KRI Rigel untuk membantu.
Atas dasar perintah dari Kepala KSOP Klas I Tanjung Emas, Semarang, seluruh evakuasi
difokuskan ke KM Kirana I dan akan dibawa ke Pelabuhan Kumai. Sementara, para
penumpang KM Dharma Kencana II yang sudah dievakuasi ke Kapal Citra I dipindahkan ke KMP
Kirana I.
penumpang menaiki sekoci dan life craft yang ada pad KM Setya Kencana sebellum akhirnya
diselamatkan oleh KM Niki Sae dan KM Kumala. KM Niki Sae sendiri datang dan sandar sekitar
19:30 Wita.
Api membesar mereka naik sekoci dan kemudian diselamatkan KM Niki Sae sekitr dua jam
kemudian.
Orang terakhir yang turun ke sekoci bersama para ABK KM Setya Kencana dan waktu itu sekitar
pukul 05:00 Wita. Mereka pun tak lama setelah itu kemudian diselamatkan oleh KM Niki Sae.
Kronologi yang pasti belum dapat ditemukan karena dalam penyelidikan KNKT
KM Fungka Permata V berangkat dari Pelabuhan Raha Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi
Tenggara menuju ke Pelabuhan Banggai Laut untuk transit sebelum berangkat kembali ke
Pelabuhan Taliabo, Maluku Utara.
Mendapatkan informasi ada kapal terbakar, Unit KP3 Polsek Banggai, Basarnas, Syahbandar dan
Anggota Koramil Banggai melakukan persiapan untuk evakusi.
Pukul 17.30 WITA, Tim gabungan yang terdiri dari personil Unit KP3 Polsek Banggai, Basarnas
BPBP, Polsek Lobangkurung, Syahbandar dan Anggota Koramil Banggai yang dipimpin oleh
Mayor Inf. Jufri Halimu (Pabung Banggai Laut Kodim 1308 LB), dengan menggunakan speed
milik KPLP menuju ke lokasi TKP terbakarnya KM. Fungka Permata V untuk melakukan
evakuasi.
Evakuasi para penumpang dan ABK juga dibantu masyarakat dari Kecamatan Bangkurung.
Pada pukul 18.50 WITA, informasi dari Kades Togong Sagu, warga menemukan 8 orang telah
meninggal dunia dan sebagian penumpang dan ABK telah diselamatkan dan dibawa ke Desa
Togong Sagu oleh masyarakat.