Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................... 2
LAPORAN PENDAHULUAN.................................................................. 3
A. Anatomi Fisiologi.......................................................................... 4
B. Definisi Penyakit............................................................................ 5
C. Epidemiologi.................................................................................. 7
D. Etiologi.......................................................................................... 8
E. Klasifikasi...................................................................................... 8
F. Patofisiologi.................................................................................... 9
G. Manifestasi Klinis.......................................................................... 12
H. Pemeriksaan Penunjang................................................................. 13
I. Penatalaksanaan.............................................................................. 14
J. Clinical Pathway............................................................................. 16
K. Asuhan Keperawatan..................................................................... 17
L. Discharge Planning........................................................................ 37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 38

2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Fisiologi
Hampir semua fungsi pengendalian tubuh manusia dilakukan oleh
sistem saraf. Daya kepekaan dan daya hantaran merupakan sifat utama dari
makhluk hidup dalam bereaksi terhadap rangsangan dinamakan stimulus dan
reaksi yang dihasilkan adalah respons. Hubungan reseptor dengan efektor terjadi
melalui sistem sirkulasi. Susunan saraf terdiri atas saraf sentral yakni otak
(otak besar, otak kecil, batang otak) dan saraf perifer (simpatis dan parasimpatis)
(Syaifuddin, 2011).

Otak adalah alat tubuh yang penting karena merupakan pusat komputer dari
semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh 3 selaput otak (meningen) dan
dilindungi oleh tulang tengkorak yang kuat dalam kavum krani. Otak mengapung
dalam cairan serebrospinalis untuk menunjang otak yang lembek dan halus.
Selaput otak (meningen) membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk
melindungi struktur saraf yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
serebrospinalis memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang
belakang (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2.1 Meningen

Pembuluh darah adalah jalan bagi aliran darah ke seluruh tubuh. Saluran
darah ini merupakan sistem tertutup dan jantung sebagai pemompa darah. Fungsi
pembuluh darah adalah mengangkut (transportasi) darah dari jantung ke seluruh

3
bagian tubuh dan mengangkut kembali darah yang sudah di pakai, kembali ke
jantung. Fungsi ini disebut sirkulasi darah. Aliran darah sistemik, di mulai dari
ventrikel sinistra ke aorta masuk ke seluruh tubuh. Pembuluh darah arteri
bercabang menjadi arteriole, kemudian menjadi kapiler masuk ke dalam
jaringan/sel, keluar menjadi kapiler vena, masuk kembali ke jantung melalui vena
kava superior dan inferior (Syaifuddin, 2011).

Gambar 2.2 Arteri kepala dan leher

Arteri kepala dan leher disuplai oleh arteri karotis komunis dekstra dan sinistra.
Bagian dekstra agak pendek merupakan cabang dari A.anonima dan sisnistra
lebih panjang karena langsung dari arkus aorta. Pada masing-masing sisi menuju
ke atas leher dibawah otot sternomastoid dan pada ketinggian perbatasan atas
kartilago tiroid membagi diri menjadi dua; arteri karotis eksterna dan interna.
Arteri karotis interna diteruskan ke arteri vertebralis. Cabang bagian pertama
subklavia berjalan naik melaui foramen prosesus transversi masuk ke kranium
melaui foramen magnum berjalan ke atas lalu ke depan medial medula oblongata,
sampai di tepi bawah pons arteri ini bergabung dan membentuk A.basilaris,
cabang-cabang kranial A.vertebralis. Arteri basilaris dibentuk oleh dua
A.vertebralis berjalan naik dalam alur. Pada permukaan anterior pons bercabang
dua; A.serebralis posterior dan A.sirkumarteriosus (Syaifuddin, 2011).

B. Definisi Penyakit
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan
neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah di otak. Dua jenis

4
stroke yang utama adalah iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik disebabkan
oleh adanya penyumbatan akibat gumpalan aliran darah baik itu sumbatan karena
trombosis (penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di pembuluh
darah) atau embolik (pecahan gumpalan darah/ udara/ benda asing yang
berada di pembuluh darah sehingga menyumbat pembuluh darah di otak.
Sedangkan perdarahan yang ke dalam jaringan otak atau ruang
subarakhnoid adalah penyebab dari stroke hemoragik (Joyce dan Jane, 2009).
Didefinisikan sebagai stroke jika pernah didiagnosis menderita penyakit
stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah
didiagnosis menderita penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah mengalami
secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau kelumpuhan
pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau faal satu sisi tubuh atau mulut
menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit
bicara/komunikasi dan atau tidak mengerti pembicaraan (Riskesdas, 2013).
Stroke iskemia yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan
aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemia secara
umum diakibatkan oleh aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar
maupun yang kecil. Pada stroke iskemia, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang
dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di
dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran
darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam
keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga
bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah kemudian
menyumbat arteri yang lebih kecil (ASA, 2011, Miscbach and Kalim, 2011).
Stroke iskemia akut atau yang juga dikenal CVA (cerebrovaskuler accident)
infark memegang peranan sekitar 80% dari semua stroke dan merupakan penyebab
penting morbiditas dan kematian di Amerika Serikat (Srinivasan et al., 2006).
Beberapa faktor risiko yang sering menjadi penyebab stroke iskemia, baik pada
usia muda maupun tua yaitu diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia
(Turanjanin et al., 2012).

5
C. Epidemiologi
Penyakit yang terkait dengan pembuluh darah ke otak merupakan
penyebab kematian nomor tiga di Amerika Serikat, sekitar 550 orang mengalami
stroke dan menjadi penyebab kematian sekitar 150.000 jiwa tiap tahunnya. Stroke
merupakan penyebab utama dari kecacatan orang dewasa dan merupakan
diagnosis utama dalam perawatan jangka panjang. Lebih dari 4 juta penderita
stroke yang bertahan hidup dengan tingkat kecacatan yang bervariasi di AS.
Sejalan dengan tingginya tingkat kematian pada stroke, penyakit ini juga
menyebabkan angka kesakitan atau morbiditas yang signifikan pada orang-orang
yang bisa bertahan dengan penyakit stroke. Sebesar 31% dari orang tersebut
membutuhkan bantuan untuk perawatan diri, 20% membutuhkan bantuan untuk
ambulasi, 71% memoliki beberapa gangguan dalam kemampuan bekerja sampai
tujuh tahun setelah menderita stroke, dan 16% dirawat di rumah sakit (Joyce dan
Jane, 2009)
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 permil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
per mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes

6
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17%), DI Yogyakarta (16,9%),
Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas,
2013).

D. Etiologi

Stroke terjadi jika terdapat permasalahan pada pembuluh darah yang menuju
ke otak. Beberapa permasalahan tersebut antara lain:
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak.
(Batticaca, 2012)
Stroke bisa terjadi karena penyakit lain seperti hipertensi, hipotensi, obesitas,
kolesterol tinggi, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit DM, merokok, stress
dan lain sebagainya. Beberapa penyakit diatas mempunyai risiko terkena stroke
apabila penyakitnya tidak ditanggani dengan baik (Batticaca, 2012).
Aliran darah ke otak bisa menurun dengan beberapa cara. Stroke dapat
menyerang pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil pada otak. Stroke
pada pembuluh darah besar disebabkan oleh sumbatan pada arteri serebral utama,
seperti; karotid interna, serebral anterior/media/posterior, vertebral, dan arteri
basilaris. Stroke yang menyerang pembuluh darah kecil terjadi pada pembuluh
darah percabangan dari pembuluh darah besar yang masuk lebih dalam ke bagian
otak (Joyce dan Jane, 2009).

E. Klasifikasi
Stroke dapat disebabkan oleh arteri yang tersumbat (stroke iskemik) atau
kebocoran atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Beberapa orang
hanya mengalami gangguan sementara aliran darah ke otak (transient ischemic
attack atau TIA) yang tidak menyebabkan kerusakan permanen (Mayo
Clinic, 2018). Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah storke iskemik, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum

7
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkanwaktunya terdiri atas:
1. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 30 menit
2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu
3. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke
4. Completed Stroke
Berdasarkan penyebabnya stroke iskemik meliputi:
1. Trombolisis. Aterosk lerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau
traumatik); Gangguan darah: polisitemia,
2. hemoglobinopati (penyakit sel sabit)
3. Embolisme. Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark
miokardium, penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup
prostetik, kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di
arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan
hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
4. Vasokontriksi
5. Vasospasme serebrum setelah PSA (perdarahan Subarakhnoid)
Sedangkan terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan
penyebabnya yaitu, lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran peran,
embolik dan kriptogenik (Dewanto et al, 2009).

F. Patofisilogi
Kornienko dan Pronin (2009) menyebutkan Konsekuensi iskemia fokal
akut dan tingkat pengaruh yang merusak tergantung pada tingkat keparahan dan
durasi penurunan aliran darah. Secara umum, hilangnya fungsi daerah otak yang
rusak terjadi ketika aliran darah otak menurun ke level 15–20 ml/100 g/menit.
Penurunan aliran darah ke level 70–80% dari tingkat normal (di bawah 50 ml/100
g per menit) akan disertai dengan reaksi sintesis penghambatan albumin. Tingkat
ini dianggap sebagai tingkat kritis pertama iskemia otak. Selanjutnya, penurunan
aliran darah sampai 50% dari tingkat normal (sekitar 35 ml/100 g/menit) akan
menyebabkan aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi laktat,
asidosis laktat, dan edema sitotoksik. Terjadinya iskemia otak progresif dan
penurunan aliran darah lebih lanjut (20 ml/100 g/menit) disertai dengan penurunan

8
sintesis ATP, pengembangan insufisiensi energi, destabilisasi membran sel,
pelepasan pemancar acidergic amino, dan penurunan fungsi aktif transportasi
kanal ion. Saat aliran darah menurun di bawah tingkat kritis 10 ml/100 g/menit
mengarah ke sel depolarisasi membran, hal ini dianggap sebagai kriteria utama
kerusakan sel yang ireversibel.
Daerah perifer yang mengalami iskemia, tetapi masih hidup disebut daerah
penumbra. Daerah ini mempertahankan terjadinya metabolisme energi dan hanya
memiliki perubahan fungsional. Pengembangan lebih lanjut karena terjadinya
iskemia menyebabkan habisnya cadangan perfusi lokal dan neuron menjadi sangat
sensitif terhadap penurunan aliran darah lebih lanjut. Inti dapat mengalami
perubahan struktural ireversibel karena hal ini. Penumbra dapat diselamatkan oleh
restorasi aliran darah dan penggunaan agen pelindung saraf. Penumbra merupakan
target utama untuk diagnosis dini dengan penggunaan metode neuroradiologi
modern dan pengobatan dini. Pemeriksaan mikroskopis dapat mendeteksi
perubahan saraf seperti pembengkakan mitokondria dan disorganisasi (neuron
lebih sensitif terhadap iskemia daripada astrosit dan oligodendroglia) yang terlihat
20 menit setelah onset iskemia. Perubahan tersebut dapat menjadi satu-satunya
tanda iskemia selama 6 jam pertama. Waktu ekspresi maksimum edema otak yang
merupakan sitotoksik edema yaitu berada di interval antara 24 hingga 48 jam. Hal
ini menyebabkan gyri otak menebal dan sulitnya membedakan antara grey dan
white matter. Durasi iskemia akut yaitu pada 2 hari pertama. Setelah itu, subakut
fase infark dimulai. Periode ini berlangsung antara 7–10 hari (setelah onset
stroke). Edema otak pada daerah iskemia maksimal muncul pada 3–5 hari setelah
onset stroke. Pada tahap ini, edema vasogenik dan sitotoksik edema otak
berlangsung. Fase kronis dapat terjadi sampai beberapa minggu atau bahkan
beberapa bulan. Pada periode ini, jaringan nekrotik rusak dan diserap kembali
sehingga terjadi pembentukan encephalomalacia. Gyri yang keriput dan dilatasi
pada bagian yang berdekatan dengan sistem ventrikel dapat ditemukan dalam
kasus-kasus daerah infark relatif besar. Perubahan patologis yang disebutkan di
atas muncul hampir pada semua jenis infark. Namun demikian, kondisi tertentu
dari situs jaringan yang rusak bervariasi, tergantung pada lokasi, ukuran, dan
penyebab iskemia tersebut (Kornienko dan Pronin, 2009).

9
Kornienko dan Pronin juga menyebutkan patogenesis stroke iskemik
berdasarkan subtipe atau klasifikasinya yaitu:
a. Stroke aterotrombotik
Stroke jenis ini terjadi dalam beberapa tahap, dimulai dengan peningkatan
bertahap dari manifestasi klinis selama beberapa jam atau hari. Sering kali
dimulai saat tidur. Hal ini ditandai dengan adanya lesi aterosklerotik di arteri sisi
stroke. TIA sering mendahului onset stroke. Ukuran stroke bervariasi dari kecil
ke besar. Stroke aterotrombotik bersama dengan emboli arteri-arteri memegang
peranan sebesar 47% dari semua kasus stroke.
b. Stroke karena emboli jantung
Ditandai oleh kondisi awal yang akut, stroke ini menyerang pasien dalam
keadaan terbangun. Tanda-tanda neurologis fokal paling terlihat pada awal
munculnya penyakit. Lokasi yang paling sering yaitu area arteri karotis tengah
dan biasanya mengenai kortikal-subkortikal dan berukuran sedang atau besar.
Menurut data, ada komponen perdarahan khas untuk jenis stroke ini. Jenis stroke
ini memegang peranan sebesar 22% dari semua kasus stroke yang ada.
c. Stroke hemodinamik
Bentuk stroke ini ditandai dengan onset akut. Daerah yang paling sering
diserang yaitu bidang yang sesuai dengan suplai darah. Ukurannya dapat
bervariasi dari besar sampai kecil. Sebuah komponen hemodinamik juga hadir
dalam bentuk penurunan tekanan darah dan curah jantung secara tiba-tiba. Stroke
hemodinamik terjadi kurang dari 15% dari semua kasus stroke.
d. Infark lakunar
Infark lakunar adalah lesi kecil yang disebabkan oleh oklusi arteri perforans
(Zimmerman, 2010). Infark lakunar disebut juga "microstroke", dengan ukuran
mulai dari 1-1,5 cm. Hipertensi arteri sering mendahului stroke. Lokasi yang
paling sering diserang yaitu inti subkortikal, batang otak, basal ganglia, kapsul
internal, korona radiata dan sekitar white matter dari centrum semiovale
(Kornienko dan Pronin, 2009; Zimmerman, 2010). Ada tanda-tanda neurologis
fokal yang khas dan dalam beberapa kasus hanya satu gejala timbul dengan tidak
adanya tanda-tanda otak secara umum. Terjadinya lakunar stroke sebesar 20%
dari semua kasus stroke.

G. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang dapat ditemui pada kasus dengan Stroke
Iskemik yang terdiri dari gejala berat hingga ringan. Beberapa tanda dan gejala

10
umum yang dapat dijumpai pada penderita stroke non hemoragik (iskemik)
daiantaranya yaitu (Masayu Prakasita, 2016):
1. Gangguan Motorik
a. Tonus abnorma (hipotonus/hipertonus)
b. Penurunan kekuatan otot
c. Gangguan gerak volunter (gerakam yang terbentuk oleh kesadaran
penuh. Misalnya, menulis).
d. Gangguan keseimbangan
e. Gangguan koordinasi
f. Gangguan ketahanan
2. Gangguan sensorik
a. Gangguan proprioseptik
b. Gangguan kinestetik
c. Gangguan deskriminatif
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
a. Gangguan atensi
b. Gangguan memori
c. Gangguan inisiatif
d. Gangguan daya perencanaan
e. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
a. Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari dan pemenuhan kebutuhan
dasar (mandi, makan, toilet, berpakaian)

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Non contrast computed temigraphy (CT) scanning adalah pemeriksaan
yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut
yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses). Pada kasus stroke iskemik akut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat
normal pada >50% pasien, tetapi tidak cukup sensitif untuk
mengudentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik. Adapun
teknik CT Scane yaitu:
1. CT Angiografi serebrum: pada pemeriksaan ini dapat membantu
menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti lesi ulseratif,
stenosis, displosia fibramuskular, fistula, arteriovena, vaskulitis dan
pembentukan thrombus di pembuluh besar

11
2. CT Scane Perfusion: merupakan pemeriksaan CT Scane yang
dilakukan bersamaan denganpenyuntikan media kontras (dynamic
scane) dengantujuan mendiagnosa adanya Acute Ischemic Stroke.
Pemeriksaan ini akan dijadikan sebagai data untuk mengevaluasi
quantitative dari data CT dinamik pada cerebral/otak yang diikuti
injeksi media kontrak dengan konsentrasi dan kecepatan tinggi.
b. Pemeriksaan Resonansi Magnetik (MRI – Magnetic Resonance Imagine:
bisa menunjukkan status jaringan otak dan patensi/penyempitan pembuluh
darah
c. Pemeriksaan ultrasonik pada pembuluh darah leher: digunaan untuk
mendeteksi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah pada leher
d. Doppler Transkranial: untuk mendeteksi penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah di otak.
e. Pemeriksaan Lab: hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin), activated partial trombin time (ApTT0, waktu
prothrombin (PT), INR, gula darah puasa, HbA 1C, profil lipid, C-reactive
protein (CPR), laju endap darah, dan pemeriksaan atas indikasi seperti:
enzim jantung (troponin, serum elektrolit, analisis hepatk dan pemeriksaan
elektrolit).
f. Echocardiografi (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial
(Batticaca, 2012).

I. Penatalaksanaan CVA Infark


1. Injeksi intravena aktivator plasminogen jaringan (tPA). Injeksi aktivator
plasminogen jaringan rekombinan (tPA) yang disebut alteplase, dianggap
sebagai pengobatan standar untuk stroke iskemik. Injeksi tPA biasanya
diberikan per IV. Obat antikoagulan efektif jika diberikan dalam waktu
tiga jam. Dalam beberapa kasus, tPA dapat diberikan hingga 4,5 jam
setelah gejala stroke dimulai.
2. Medications delivered directly to the brain. Dokter akan memasukkan
kateter panjang melalui arteri femoralis dan menyalurkannya ke
otak untuk mengirim tPA langsung ke area di mana stroke terjadi.
Prosedur yang dilakukan langsung di dalam pembuluh darah yang
tersumbat. Cara ini disebut trombolisis intra-arterial.
3. Menghilangkan gumpalan dengan retriever stent. Dokter
menggunakan kateter untuk mengarahkannya ke pembuluh darah yang

12
tersumbat di otak dan menjebak dan menghilangkan gumpalan. Prosedur
ini sangat bermanfaat bagi orang-orang dengan gumpalan besar yang tidak
dapat dilarutkan sepenuhnya dengan tPA, meskipun prosedur ini sering
dilakukan dalam kombinasi dengan tPA intravena.
4. Endarterektomi karotis. Dalam endarterektomi karotis, seorang ahli
bedah menghilangkan plak dari arteri yang berjalan di sepanjang sisi leher
dan otak (arteri karotid). Dalam prosedur ini, dokter bedah membuat
sayatan di sepanjang bagian depan leher, membuka arteri karotid dan
menghilangkan plak yang menghalangi arteri karotid. Dokter bedah Anda
kemudian memperbaiki arteri dengan jahitan atau patch yang terbuat dari
vena atau bahan buatan (cangkokan).
5. Angioplasty dan stent. Dalam angioplasti, seorang ahli bedah biasanya
mengakses arteri karotid melalui arteri femoralis. Di sini, dokter bedah
dapat menavigasi ke arteri karotid di leher. Sebuah balon kemudian
digelembungkan untuk memperluas arteri yang menyempit. Kemudian
stent dapat dimasukkan untuk mendukung arteri terbuka (Mayo Clinic,
2018).
Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 berada dalam rentang
30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain: Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg
BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari. Infus gliserol 10% 250
ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (30⁰): pemberian posisi head up 30o dapat
meningkatkan saturasi oksigen. Secara teoritis, posisi terlentang dengan
di sertai head up menunjukkan aliran balik darah dari bagian inferior
menuju ke atrium kanan cukup baik karena resistensi pembuluh darah
dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga volume darah
yang masuk (venous return) ke atrium kanan cukup baik dan tekanan
pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat, yang dapat mengarah ke
peningkatan stroke volume dan cardiac outpun. Pasien diposisian head
up 30o akan meningkatkan aliran darah di otak dan memaksiamalkan
oksigenasi jaringan serebral (Martina et al. 2017). Sumber lain juga

13
menyebutkan bahwa posisi elevasi dapat mengurangi tekanan
intrakranial pada pasien stroke dengan iskemik.
4) Menghindari mengejan pada BAB, hal ini dilakukan untuk menghindari
adanya peningkatan tekanan pada pembuluh darah di rangka kepala.
5) Ajarkan teknik batuk berdehem, untuk menghindari batuk yang dapat
meningkatkan aliran darah otak yang kemudian dapat menyebabkan
peningkatan tekanan TIK
6) Meminimalkan lingkungan yang panas. Panas yang merupakan refleks
dari hipotalamus dapat meningkatkan kebutuhan metabolisme dan O2
sehingga akan menunjang peningkatan TIK (Mayo Clinic, 2018).

14
J. Clinical Pathway

MK: Risiko
ketidakefektifan perfusi
jaringan otak

MK:
Hambatan MK: Harga
komunikasi diri rendah
verbal situasional

MK: MK: Hambatan


Defisit mobilitas fisik MK:
perawatan Resiko
diri jatuh
MK:
Resiko MK:
dekubitus Resiko MK:
Gangguan aspirasi Ketidakefektifan
persepsi bersihan jalan
sensori napas
MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

15
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya
serangan stroke. Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30% di banding
wanita. Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan kesadaran
atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila
masih sadar.
c. Riwayat penyakit dahulu. Perlu di kaji adanya riwayat dm, hipertensi,
kelainan jantung, pernah tias, policitemia karena hal ini berhubungan
dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
d. Riwayat penyakit sekarang. Serangan stroke seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejangsampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguanfungsi
otak yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga. Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga
sedarah yang pernah mengalami stroke.
f. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apabila telah mengalami kelumpuhan
sampai terjadinya koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai total.
Meliputi: mandi makan/minum bab / bak berpakaian berhias aktifitas
mobilisasi.
2. Pemeriksaan Fisik dan Observasi
a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan
kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret
dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran
klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi,
denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi

16
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya
perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan
jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
3. Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
b. Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-
spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral disisi yang sakit
d. Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
e. Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
Indera pengecapan normal.
f. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
g. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan
kebutuhan seksual
h. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
i. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu
makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami
inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
j. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan
pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
k. Sistem muskuloskeletal dan integument: kehilangan kontrol volenter
gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese
ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.

17
l. Biasanya di jumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya
tentang pengobatan dan kesembuhannya.
4. Pola Fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya gejala nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
c. Pola eliminasi Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d. Pola aktivitas dan latihan Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot
(flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum,
gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
e. Pola tidur dan istirahat Biasanya klien mengalami kesukaran untuk
istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f. Pola hubungan dan peran Adanya perubahan hubungan dan peran karena
klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g. Pola persepsi dan konsep diri Klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h. Pola sensori dan kognitif Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada
muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan proses berpikir.
i. Pola reproduksi seksual Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat
dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.

18
j. Pola penanggulangan stress Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Integritas ego Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa
dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira, kesulian mengekspresikan diri
l. Pola tata nilai dan kepercayaan Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang umummnya menggunakan CT Scane
(angiografi & perfusion), MRI, analisis laboratorium dan beberapa
pemeriksaan lainnya yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya.
6. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d embolisme
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d benda asing dalam jalan napas
d.d perubahan pola napas
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan makanan d.d kelemahan otot utot untuk menelan
d. Resiko aspirasi b.d gangguan menelan
e. Resiko jatuh b.d gangguan visual
f. Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas d.d keterbatasan
rentang gerak
g. Resiko dekubitas b.d imobilitas fisik
h. Defisit perawatan diri: mandi b.d kelemahan d.d ketidakmampuan
membasuh tubuh
i. Hambatan komunikasi verbal b.d sulit bicara
j. Harga diri rendah situasional b.d gangguan fungsi d.d tidak berdaya

19
7. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan

1 Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan Manajemen edema serebral


perfusi jaringan otak b.d selama .....x24 jam, tidak ada 1. Berikan posisi semifowler
embolisme Risiko ketidakefektifan perfusi Rasional: posisi head up 30o dapat memberikan rasa
jaringan otak, dengan kriteria nyaman dan mgurangi tekanan intrakranial
hasil : 2. Pantau/catat status neurologis secara teraturdan
Perfusi jaringan Cerebral bandingkan dengan standar GCS
1. Tekanan sistolik dan diastol Rasional: pemeriksaan GCS dapat mengkaji tingkat
dalam rentan normal (100- kesadaran dan menentukan lokasi, serta perluasan
140/60-60 mmHg) perkembangan SSP
2. Kesadaran komposmentis 3. Monitor tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi
3. Suhu normal (36,5o C – nafas, suhu
37,2o C) Rasional: keadaan/status kondisi terkini dari pasien
dapat dilihat dengan adanya perubahan TTV
sehingga mememudahkan dalam penentuan standar
dalam menentukan intervensi yang tepat

20
4. Kurangi stimulus lingkungan disekitar pasien
Rasional: lingkungan yang tenang dapat
menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan
meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK
5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
neurologis
Rasional: obat-obatan neurologis merupakan terapi
yang dapat diberikan pada pasien dengan
kehilangan kesadaran akibat kerusakan otak,
kecelakaan lalu lintas dan operasi otak

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan perawatan 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift/jaw thrust
bersihan jalan napas selama ....x24 jam Bersihan jalan Rasional: teknik chin lift/jaw trust dapat
b.d benda asing dalam napas efektif dengan kriteria hasil: memberikan ventilasi yanga adekuat
jalan napas d.d Status pernapasan: kepatenan jalan 2. Berikan posisi yang nyaman, semifowler
perubahan pola napas napas Rasional: posisi semifowler dapat memaksimalkan
1. Frekuensi pernapasan ventilasi
dalam batas normal (16-20 3. Monitor pola napas

21
x/menit) Rasional: permasalan jalan napas yang dialami dan
2. Irama pernapasan normal keefektifan pola napas klien dapat memantau
3. Kedalaman pernapasan resiko adanya hipoksia dengan pemberian tindakan
normal keperawatan yang tepat
4. Pantau irama, frekuensi, usaha respirasi
Rasional: keadaan/status kondisi terkini dari
pasien dapat dilihat dengan adanya perubahan
TTV sehingga mememudahkan dalam penentuan
standar dalam menentukan intervensi yang tepat
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat sesuai
indikasi
Rasional: bantuan obat-obatan dapat membantu
optimalisasi jalan napas

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perawatan 1. Idektifikasi (adanya) alergi/intoleransi makanan


nutrisi: kurang selama ....x24 jam, nutrisi pasien yang dimiliki pasien
dari kebutuhan seimbang dengan kriteria hasil: Rasional: mengetahui alergi/intoleransi pasien
tubuh b.d 1. Menjelaskan komponen dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
ketidakmampuan kedekatan diet parah dan memudahkan dalam menentukan diet

22
makanan d.d 2. Melaporkan keadekuatan yang sesuai dengan kondisi pasien
kelemahan otot utot tingkat gizi 2. Lakukan/bantu pasien terkait perawatan mulut
untuk menelan 3. Toleransi terhadap gizi yang sebelum makanan
dianjurkan Rasional: dapat mencegah infeksi oral,
membersihkan mulut sehingga memberikan
sensasi segar pada mulut dan bau mulut untuk
merangsang nafsu makan
3. Menciptakan lingkungan yang menyenangkan
untuk makan
Rasional: lingkungan dapat memberikan pengaruh
pada nafsu makan dalam menstimulus rangsangan
makan.
4. Monitor Berat badan pasien
Rasional: berat badan pasien dapat menjadi acuan
keberhasilan dari program diet yang ditentukan
5. Edukasi pentingnya diet seimbang
Rasional: memberikan wawasan dapat mendukung
proses tercapainya tindakan keperawatan
6. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab

23
perubahan nutrisi
Rasional: mengetahui perubahan klien serta
sebagai proses penyembuhan
Resiko aspirasi b.d Setelah dilakukan perawatan 1. Skreaning adanya disfagia
gangguan menelan selama ....x24 jam, tidak terjadi Rasional: disfagia (sulit menelan) menjadi salah
resiko aspirasi, dengan kriteria satu indikator penyebab aspirasi, sehingga dengan
hasil: adanya skrining dapat mencegah terjadinya
1. Dapat bernapas dengan mudah aspirasi akibat disfagia
2. Frekuensi pernapasan normal 2. Bebaskan jalan napas dengan mengatur posisi
3. Mampu menelan kepala
Rasional: menurunkan resiko aspirasi atau
obstruksi
3. Posisikan (kepala pasien) tegak lurus, sama
dengan/lebih tinggi dari 30o C – 90o C
Rasional: posisi head up dapat memaksimalkan
oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu
dalam pencegahan hipoksia
4. Observasi tanda-tanda vital: nadi, TD, frekuensi
napas

24
Rasional: keadaan/status kondisi terkini dari pasien
dapat dilihat dengan adanya perubahan TTV
sehingga mememudahkan dalam penentuan
standar dalam menentukan intervensi yang tepat
5. Observasi timbulnya gagal napas
Rasional: tibulnya gagal napas dapat menjadi
tanda adanya benda asing yang masuk saluran
pernapasan. Tindakan ini juga dapat memenuhi
kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan pencegahan
hipoksia
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
Rasional: meberikan obat untuk mencegah resiko
aspirasi
Resiko jatuh b.d Setelah dilakukan perawatan 1. Memberikan pencahayaan yang memadai untuk
gangguan visual selama .....x24 jam resiko jatuh meningkatkan visitabilitas
dapat dihindari dengan kriteria Rasional: pasien dengan stroke rentan terjadi
hasil: penurunan visual sehingga sulit untuk melihat dan
1. Klien terhindar dan terbebas melakukan aktivitas ditempat yang gelap.
dari jatuh 2. Menciptakan lingkungan yang aman untuk klien

25
Rasional: penurunan lapang pandang pada pasien
stroke menjadi penyebab resiko jatuh sehingga
perlu adanya lingkungan yang aman bagi pasien
3. Memberikan pasien tergantung dengan sarana
bantuan pemanggilan
Rasional: pertolongan pertama sngat dianjurkan
saat keadaan darurat, namun jika bantuan sulit
diakses maka masalah juga akan sulit diatasi dan
dapat menjadi masalah yang lebih serius
4. Ajarkan keluarga untuk pencegahan jatuh
Rasional: wawasan yang baik pada keluarga dapat
membantu pencegahan jatuh dengan mendampingi
klien
5. Monotoring kondisi klien
Rasional: kondisi klien dapat menjadi acuan dalam
keberhasilan tindakan keperawatan dan adanya
resiko jatuh

Hambatan mobilitas Setelah dilakukan perawatan 1. Dukung teknik ROM

26
fisik b.d intoleran selama ....x24 jam mobilitas pasien Rasional: latihan.teknik ROM dapat mempercepat
aktivitas d.d optimal dengan kriteria hasil: klien dalam mobilisasi dan mengkendorkan otot-
keterbatasan rentang 1. Meminta bantuan untuk otot
gerak beraktivitas jika diperlukan 2. Tirah baring
2. Menunjukkan penggunaan alat Rasional: pada pasien stroke dianjurkan untuk
bantu secara benar dengan tirah baring karna menghindari aktivitas yang berat
pengawasan ataupun tekanan pada saraf kranial
3. Pengaturan posisi setiap 2 jam sekali
Rasional: pengaturan posisi dapat mencegah
terjadinya lebam dan lesi
4. Monitor kekuatan otot klien
Rasional: dapat memantau perkembangan dari
keberhasilan ROM
5. Ajarkan klien dalam proses perpindahan
Rasional: membantu klien dalam proses
perpindahan akan membantu klien latihan dengan
cara tersebut
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang mobilitas
klien

27
Rasional: mengetahui perkembangan mobilitas
klien sesudah latihan ROM

Resiko dekubitas b.d Setelah dilakukan perawatan 1. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
imobilitas fisik selama ....x24 jam resiko dekubitus jam sekali
dapat dicegah dengan kriteria hasil: Rasional: menghindari kulit lembab dan
1. Integritas kulit tidak terganggu menurunkan terjadinya risiko infeksi pada bagian
2. Lesi pada kulit tidak ada kulit
2. Oleskan lition atau minyak pada daerah yang
tertekan
Rasional: pemberian lotion dapat mengurangi
gesekan dan kulit kering
3. Evaluasi kelembapan kulit
Rasional: kulit yang lembam berisiko terjadinya
lesi
4. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longkar
Rasioanal: pakaian yang longgar dapat
memberikan kenyaman bagi pasien dan

28
mengurangi gesekan akibat pakaian yang terlalu
ketat
5. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi
Rasional: menurunkan risiko terjadinya infeksi
Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan perawatan 1. Bantu (memandikan pasien) menggunakan cara
mandi b.d kelemahan selama ....x24 jam mandi terpenuhi yang tepat atau sesuai dengan keinginan pasien
d.d ketidakmampuan dengan kriteria hasil: Rasional: bantuan memandikan menjadi tindakan
membasuh tubuh 1. Kebutuhan perawatan diri keperawatan dalam menjaga kebersihan diri pasien
pasien terpenuhi yang tidak mampu melakukan perawatan diri
2. Komplikasi dpat dihindari atau secara mandiri
diminimalkan 2. Mandi dengan air yang mempunyai suhu yang
nyaman
Rasioanal: suhu hangat dapat memberikan
kenyamanan bagi pasien
3. Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan
Rasional: kebersihan rambut merupakan salah satu
kebersihan diri dalam menjaga kebersihan kepala
yang terhindar dari minyak dan ketombe

29
4. Monitor kondisi kulit saat mandi
Rasional: observasi yang optimal baiknya
dilakukan saat memandikan pasien. Selain
menghemat waktu, saat mandi otomatis pakaian
pasien ditanggalkan sehingga memudahkan
observasi
5. Ajarkan keluarga pentingnya kebersihan diri dan
teknik memandikan
Rasional: memberikan wawasan dan motivasi pada
keluarga dapat membantu dalam menjaga
kebersihan pasien dan memberikan persepsi yang
baik bagi keluarga

Hambatan komunikasi Setelah dilakukan perawatan 1. Lakukan komunikasi dengan wajar, bahasa jelas,
verbal b.d sulit bicara selama ....x24 jam komunikasi sederhana dan bila perlu diulang
dapat tersampaikan dengan baik Rasional: pasien stroke rentan mengalami
dengn kriteria hasil: penurunan kesadaran sehingga membutuhkan
1. Klien dapat mengekspresikan komunikasi yang jelas dan sederhana dari
perasaan penyampai pesan agar mudah dipahami

30
2. Klien dapat menggunakan 2. Ajarkan klien menggunakan bahasa tubuh sesuai
bahasa tubuh untuk yang disepakati
menyampaikan pesan Rasional: bahasa tubuh dapat digunakan dalam
kondisi pasien yang kesulitan dalam penyampai
pesan, misal kedipan mata satu kali berarti ‘iya’
dan dua kali berarti ‘tidak’
3. Dengarkan/perhatikan dengan baik jika pasien
mulai bicara
Rasional: pasien dengan stroke rentan mengalami
kesulitan dalam menyusun kata dan cenderung
tidak jelas karena pelo, sehingga perlu perhatian
khusus
4. Latih otot bicara secara optimal
Rasioanl: salah satu cara yang dapat dilakukan
dalam pengoptimalan verbal pada pasien stroke
yaitu dengan melatih otot bicara
5. Observasi TTV klien
Rasional: keadaan/status kondisi terkini dari pasien
dapat dilihat dengan adanya perubahan TTV

31
sehingga mememudahkan dalam penentuan standar
dalam menentukan intervensi yang tepat
6. Libatkan keluarga dalam melatih komunikasi
verbal pada pasien
Rasional: keluarga merupakan orang terdekat pbagi
pasien sehingga komunikasi sangat dibutuhkan.
Sehingga keluarga perlu mengetahui dan mampu
mendemontrasikan cara melatih komunikasi verbal
pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
Rasional: mengetahui perkembangan komunikasi
verbal klien
Harga diri rendah Setelah dilakukan perawatan 1. Fasilitasi lingkungan dan kegiatan yanga kan
situasional b.d selama .....x24 jam harga diri meningkatkan harga diri
Rasional: lingkungan berperan penting dalam
gangguan fungsi d.d meningkat dengan kriteria hasil:
1. Gambaran diri positif meningkatkan gambaran diri pasien, karena
tidak berdaya
2. Positif mempertahankan
lingkungan merupakan sub pkok dalam berinteraksi
penampilan dan kebersihan diri 2. Berikan penghargaan/pujian
Rasional: pujian dapat meningkatkan kepercayaan
diri bagi pasien dan memberikan gambaran yang

32
positif terhadap pencapaian yang telah dilakukan
3. Bantu/ajarkan menggunakan kemampuan positif
yang dimiliki
Rasional: pasien yang mengalami harga diri rendah
cenderung menilai dirinya dengan gambaran yang
negatif, hal ini kemudian mengalihkan persepsi
pasien terhadap hal positif yang dimilikinya
4. Evaluasi perasaan klien
Rasional: perasaan pasien dapat menjadi tolak ukur
dalam penentuan tercapainya tindakan keperawatan
serta gambaran diri setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

33
a. Evaluasi yang diharapkan
1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d embolisme
S : Pasien tidak mengeluh pusing dan tidak sesak napas
O : tekanan sistol dan diastol dalam rentan normal (120/80), kesadaran
komposmentis, suhu 37o
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d benda asing dalam jalan napas
d.d perubahan pola napas
S: pasien tidak mengeluh sesak
O: pasien menggunakan reflek menelan, pola napas baik, Frekuensi
pernapasan dalam batas normal (16-20 x/menit)
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan makanan d.d kelemahan otot utot untuk menelan
S: keluarga mengatakan pasien dapat makan dengan baik
O: BB badan pasien seimbang, pasien mampu menghabiskan dietnya
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
4) Resiko aspirasi b.d gangguan menelan
S: pasien mengatakan dapat bernapas dengan nyaman
O: pasien menggunakan reflek menelan
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
5) Resiko jatuh b.d gangguan visual
S: -
O: pasien dapat menggunakan alat bantu dengan baik, keluarga selalu
mendampingi pasien, lingkungan pasien aman dari resiko jatuh
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
6) Hambatan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas d.d keterbatasan
rentang gerak
S: pasien mengatakan mampu menggerakkan sebagian tubuhnya
O: pasien tampak menggerakkan bagian tubuhnya, otot tidak kaku
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
7) Resiko dekubitas b.d imobilitas fisik
S: -
O: tidak ada lebam dan lesi, kulit pasien kering dan keluaga mampu
merubah posisi pasien tiap 2 jam
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
8) Defisit perawatan diri: mandi b.d kelemahan d.d ketidakmampuan
membasuh tubuh
S: pasien mengatakan tubuhnya lebih segar dan bersih
O: pasien tampak bersih dan wangi, pakaian rapi
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
9) Hambatan komunikasi verbal b.d sulit bicara
S: pesan yang disampaikan pasien dapat dipahami
O: pasien dapat menggunakan bahasa tubuh dan kata0kata yang
sederhana
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan
10) Harga diri rendah situasional b.d gangguan fungsi d.d tidak berdaya
S: pasien mengatakan bahwa yang dialami merupakan cobaan dan ia
harus menerimanya
O: pasien tampak percaya diri dan dapat berinteraksi dengan baik
A : masalah teratasi
P : tindakan keperawatan dihentikan

35
L. Discharge Planning
a. Memastikan kekuatan pasien dan keamanan bagi pasien, termasuk
lingkungan pasien setelah pemulangan
b. Memastikan keluarga dapat memahami dan mampu merawat pasien
secara mandiri, serta memenuhi kebutuhan pasien setelah pemulangan
c. Memberikan penjelasan terkait obat-obatan yang harus dikonsumsi
secara rutin dan hal yang harus dilakukan apabila terjadi kekambuhan
d. Menjadwalkan kontrol rutin bagi pasien, jadwal latihan gerak otot
secara mandiri (dibantu oleh keluarga), dan jadwal fisioterapi sebagai
upaya mengoptimalkan kekuatan tubuh pasca lumpuh
e. Bantuan perawatan lanjutan untuk pasien dan peralatan khusus yang
dibutuhkan
f. Perencanaan untuk pelayanan rehabilitasi lanjutan ataupun homecare
(kunjungan rumah) jika diperlukan
g. Memberikan penyediaan layanan kesehatan yang akan memonitor
status kesehatan pasien
h. Konsultasikan dengan dokter atau tenaga medis, jika terjadi penurunan
kondisi pasien.
i. Mengenali gejala stroke dan segera menangani dengan mengikuti empat
langkah yaitu:
a. Facial drooping, adalah wajah yang tertarik ke satu sisi atau ke
bawah dan sulit untuk digerakkan
b. Arm weakness, adalah ketika seseorang mengalami kesulitan untuk
menggerakkan lengan tangannya
c. Speexh difficulties, adlaah kesulitan berbicara. Pada tahap ini,
penderita berbicara dengan tidak jelas dan cenderung sulit untuk
dipahami
d. Time, bila terjadi hal-hal diatas maka waktu respon pengasuh atau
keluarga pasien menjadi sangat penting.
DAFTAR PUSTAKA

AHA. 2018. Heart Disease and Stroke Statistics 2018. USA: American
Heart Association.

Batticaca, F. B. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Black, M. Joyce and Jane H. 2009. Medical-Surgical Nursing:


Clinical Management for Positive Outcome, 8th Ed. Singapore: Elsevier Inc.

Bulechek, G. M. Butcher, H. K. Dochterman, J. M. dan Wagner, C. M. 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC). 6th ed. USA: Elsevier Inc.

Dokterpost. 2017. Panduan praktik klinis stroke iskemik.


http://dokterpost.com/panduan-praktik-klinis-stroke-iskemik/ (diakses pada
23 Januari 2019)

Ekacahyaningtyas, M. Et al. 2017. Posisi head up 300 sebagai upaya untuk


meningkatkan saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik dan non
hemoragik. Adi Husada Nursing Journal. 3(2): 55-59.

Graciella, N.T. 2017. Posisi kepala untuk penanganan stroke.


https://www.alomedika.com/posisi-kepala-untuk-penanganan-stroke
(diakses pada 23 Januari 2019)

Herdman, T. Heather. 2014. NANDA International Inc. Nursing Diagnose:


Definition & Classifications 2015-2017, 10th Edition. USA: John Wiley &
Sons Inc. Terjemahan oleh B.A. Keliat., Heni D.W., Akemat P., dan
Arsyad S. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Hospital Authority. 2016. Stoke.


http://www21.ha.org.hk/smartpatient/EM/MediaLibraries/EM/EMMedia/
Stroke-Indonesian.pdf?ext=.pdf (diakses pada 23 Januari 2019)

Kornienko VN & Pronin IN. 2009. Diagnostic Neuroradiology. Rusia:


Springer.

Mayo Clinic. 2018. Stroke. USA: Mayo Foundation for Medical Education and
Research. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/stroke (Diakses
pada 23 Januari 2019)

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M. L. dan Swanson, E. 2013.


NursingOutcomes Classification (NOC). 5th ed. USA: Elsevier Inc.

37
National Heart, Lung, and Blood Institute. 2014. Stroke. USA: NHLBI. (Diakses
pada 23 Januari 2019)

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kepala Badan Penelitian


dan Pengembangan Kesehatan

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kebidanan dan Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika

Wijaya, A.K. 2015. Patofisiologi stroke non hemoragic akibat trombus. Denpasar:
Ilmu penyakit saraf fakultas kedokteran universitas Udayana

Yueniwati, Y. 2016. Pencitraan pada stroke. Malang: UB Press

38

Anda mungkin juga menyukai

  • Frak Tur
    Frak Tur
    Dokumen18 halaman
    Frak Tur
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • Leaflet
    Leaflet
    Dokumen2 halaman
    Leaflet
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen12 halaman
    CAMPAK
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen12 halaman
    CAMPAK
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • Pentingnya CC TNGN
    Pentingnya CC TNGN
    Dokumen6 halaman
    Pentingnya CC TNGN
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • Anaisis Film Iris
    Anaisis Film Iris
    Dokumen13 halaman
    Anaisis Film Iris
    Fahmadini Rozana Prahastiwi
    Belum ada peringkat
  • Nefrotik Sindrom
    Nefrotik Sindrom
    Dokumen48 halaman
    Nefrotik Sindrom
    DevyLianto
    Belum ada peringkat