4.1.1.1 Usia
Dari populasi total didapatkan hasil sebesar 13 sampel (15,3%) berusia 22-
26 tahun . Kategori usia 27-31 tahun sebanyak 23 sampel (27,1%). Kategori usia
19
32-36 tahun didapatkan 26 sampel (30,6%). Kategori usia 37-41 tahun didapatkan
13 sampel (15,3%). Kategori usia 42-46 tahun didapatkan 6 sampel (7,1%).
Kategori usia 47-51 tahun didapatkan 1 sampel (1,2%), dan pada kategori 52-56
tahun didapatkan 3 sampel (3,5%). Usia termuda pada data ini adalah 22 tahun
dan yang tertua berusia 53 tahun.
4.1.1.2 Pendidikan
20
4.1.1.4 Perilaku Mengenai Diare
Dari populasi total didapatkan hasil bahwa perilaku mengenai diare masih
kurang sebesar 8 sampel (9,4%) sedangkan untuk perilaku baik mengenai diare
didapatkan jumlah sampel sebanyak 77 sampel (90,6%). Dapat dilihat dari data
ini bahwa perilaku mengenai diare sebagian sudah baik.
21
4.1.2. Hubungan Pengetahuan Mengenai Diare Terhadap Kejadian Diare
Kejadian Diare
Pengetahuan Mengenai Tidak Pernah Pernah (>1 kali) Total
Diare
n % n % n %
Kurang 5 50 5 50 10 100
p value = 0,048
Kejadian Diare
Tidak Pernah Pernah (>1 kali) Total
Perilaku Mengenai Diare
n % n % n %
22
Total 64 75,3 21 24,7 85 100
p value = 0,000
Kejadian Diare
Tidak Pernah Pernah (>1 kali) Total
Pendidikan
n % n % n %
p value = 0,114
23
sebanyak 54 (79,4%) tidak pernah mengalami diare. Sedangkan 21 (24,7%)
pernah mengalami diare.
Dari hasil analisis menggunakan uji chi-square nilai p > 0,05 dengan p value
sebesar 0,114 sehingga H0 diterima dan H1 ditolak, hal ini menjelaskan adanya
hubungan yang tidak bermakna antara pendidikan dan kejadian diare.
4.2. Pembahasan
Dari kuisioner yang telah disebar dan analisis yang telah dilakukan
didapatkan hasil berupa; pada bagian usia didapatkan populasi usia 19-26 tahun
merupakan rentang usia yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini. Usia
19-26 merupakan usia yang relatif masih muda dan produktif, Perlu dicatat bahwa
penelitan dari dinas kesehatan Indonesia bahwa lebih dari 80% perokok mulai
merokok pada usia yang realtif muda bahkan sebelum mencapai usia 19 tahun, hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan CDC tahun 2007 (The Centers for
Disease Control and Prevention) bahwa penggunaan pertama perokok di Yordania
adalah antara usia 15-20 tahun. Hal ini juga didukung oleh penelitian Klein tahun
2006, bahwa sekitar 85-90% dari individu di seluruh dunia mulai merokok
sebelum usia 19 tahun. Pada variabel tingkat pendidikan, latar belakang
pendidikan SMA merupakan yang terbanyak, lalu diikuti oleh tingkat pendidikan
SMP, SD, dan S1.
Pada variabel tingkat pengetahuan bahaya rokok, masyarakat terutama di
daerah Puskesmas Nagaswidak Palembang belum sepenuhnya mengerti mengenai
bahaya rokok. Hal ini tercermin dari hasil yang didapat, dimana tingkat
pengetahuan bahaya rokok yang kurang dan cukup lebih mendominasi
dibandingkan dengan tingkat pengetahuan yang baik. Hasil ini tidak sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan Purni tahun 2017, dimana hasil yang
didapat pengetahuan bahaya rokok tinggi dan rendah cukup seimbang. Menurut
Small dan Hunter (2014) pengetahuan tentang merokok adalah informasi yang
dimiliki oleh seseorang terkait dengan bahaya yang disebabkan dalam
24
mengkonsumsi rokok. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan tentang merokok adalah pemahaman seseorang akan bahaya-
bahaya atau risiko yang menyebabkan penyakit dan gangguan kesehatan
mengisap dan menghirup rokok.
Pada perilaku merokok didapatkan jumlah perokok dan tidak perokok
hampir seimbang, dimana terdapat perbedaan jumlah yang sangat tipis dari kedua
kelompok yaitu 51,1 % dan 48,9%. Hal ini sesuai dengan hasil Riskesdas di kota
Palembang pada tahun 2014, dimana 58,1% pria merupakan seorang perokok.
Perilaku merokok sendiri lebih didominasi oleh pria dibandingkan oleh wanita,
dimana Menurut data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dan Riskesdas
menyatakan bahwa prevalensi perokok pada laki-laki lebih tinggi 16 kali (65,8%)
dibandingkan perempuan (4,2%). Hal ini tentunya dipengaruhi oleh lingkungan
sosial dan tentunya memerlukan analisa lebih lanjut untuk mengkaji hubungan
kedua hal tersebut, terutama pada populasi ini.
Pada variabel sikap Dapat dilihat dari data tersebut bahwa,populasi
didominasi oleh jumlah orang yang setuju akan perilaku merokok dibandingkan
yang tidak. Sikap merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup,
bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
(Notoatmodjo, 2010).
Sikap tidak selalu konsisten dengan perilaku karena antara sikap dan
perilaku ada faktor penghubung yaitu niat, dan niat itu sendiri dipengaruhi banyak
hal, baik dari dalam diri sendiri maupun karena faktor luar, misalnya tekanan
sosial.
Pada analisa hubungan tingkat pengetahuan bahaya rokok dan perilaku
merokok didapatkan nilai p <0,05 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan bahaya rokok dan perilaku merokok. Hasil
penelitian ini selaras dengan penelitian Amelia Adisti (2009) yang menunjukkan
adanya hubungan antara pengetahuan dengan perilaku merokok. Hasil penelitian
mereka memperlihatkan bahwa dengan memiliki pengetahuan yang baik tentang
25
rokok maka perilaku merokok akan jarang dilakukan, begitu pula sebaliknya.
Nilai p-value 0,001 (p = 0,05). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Frihartine (2013) yang menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan
terhadap perilaku merokok yang dilakukan pada siswa laki-laki di SMA Negeri 1
Banda Aceh Tahun 2013, ditandai dengan nilai p-value = 0,001 (p=0,05). Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa
pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Lawrence Green sebagaimana dikutip oleh
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan faktor
predisposisi, termasuk diantaranya adalah pengetahuan. Sementara itu, WHO
dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis bahwa pengetahuan merupakan salah
satu alasan pokok yang menyebabkan seseorang berperilaku. Dalam hal merokok,
dapat dijelaskan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang cukup terkait
rokok cenderung untuk tidak merokok, sebaliknya responden yang memiliki
pengetahuan yang kurang tentang merokok cenderung berperilaku merokok.
Pada analisa hubungan pengetahuan bahaya rokok dan sikap,
Pada analisa hubungan tingkat pengetahuan bahaya rokok dan sikap didapatkan
nilai p <0,05 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan bahaya rokok dan sikap. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Afdal dkk tahun 2015 yang menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan bahaya rokok dan sikap mengenai perilaku
merokok.
Sikap dipengaruhi oleh kepercayaan. Apabila seseorang, dalam hal ini
tidak percaya (baik dari hasil pengamatan ataupun informasi yang diterima)
bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, maka kemungkinan remaja untuk
berperilaku merokok adalah besar. Dari literatur dan hasil penelitian yang ditemui,
peneliti berasumsi bahwa pengetahuan akan mempengaruhi sikap. Sikap yang
ditimbulkan tersebut nantinya akan berperan dalam mengambil keputusan untuk
berperilaku.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Sebanyak 36 sampel memiliki pengetahuan bahaya rokok yang kurang., 44
sampel memiliki tingkat pengetahuan bahaya rokok cukup, dan 14 sampel
memiliki tingkat pengetahuan bahaya rokok baik
2. Sebanyak 48 sampel merupakan seorang perokok dan yang tidak merokok
sebanyak 46 sampel.
3. Sebanyak 59 sampel setuju mengenai perilaku merokok, sedangkan 35
sampel tidak setuju mengenai perilaku merokok.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan bahaya rokok
dengan perilaku merokok, didapat p value sebesar 0,041 (p < 0,05).
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan bahaya rokok
dengan sikap, didapat p value sebesar 0,016 (p < 0,05).
5.1. Saran
1. Peneliti juga berharap agar penelitian ini dapat dilakukan dalam skala
populasi yang lebih besar sehingga hasil yang didapatkan akan lebih
valid.
2. Peneliti berharap agar dapat dilakukan penelitian selanjutnya yang
mengkaji faktor-faktor dari perilaku merokok seperti halnya
psikososial.
3. Peneliti berharap agar dapat meningkatkan promosi-promosi kesehatan
megenai bahaya rokok, mengingat masih tingginya angka perokok di
sekitar kita dan rendahnya pengetahuan mengenai bahaya rokok.
27
28