Anda di halaman 1dari 2

Transisi Mentari

Sering ku bertanya

Pada hembus nafas yang memutih ditengah malam dingin

Dengan tangan yang hangat memegang secangkir kopi pahit

Jemari melingkari gelas yang sebetulnya masih terlalu panas untuk diangkat

Namun tak apa

Setidaknya akan membuat lupa, apa yang baru saja terlepas

Apa yang baru saja jemari ini relakan; dengan tak rela

Dan kepala ini justru berputar

Pada pertanyaan : mengapa senja begitu indah?

Gurat ungu yang menoda merah muda dan keemasan sang mentari

Hangatnya sinar merah yang seperti membelah horizon

Lukisan yang banyak dicari

Baik oleh turis maupun anak muda yang gemar mencuri keindahan alam untuk teman-temannya

Indahnya ia, sehingga abadi pada sajak lagu dan puisi

Tak terhitung jumlahnya

Yang mengagumi, memuji, cantiknya ia, eloknya ia

Mungkin kau pikir

Ironis, karena tulisan ini juga begitu bukan?

Tidak, aku hanya heran

Karena fajar pun sama cantiknya

Saat sinar putih hangat mengusir biru pekat yang telah menguasai langit

Saat pipi kemerahan karena digigit dinginnya angin malam dielus lembut oleh sinar mentari yang
perlahan naik

Tak banyak orang menulis tentang itu

Karena malaskah mereka?

Terbelenggu lelap dan selimut hangat hingga tak bisa melihat eloknya pagi?

Ditahan oleh mimpi yang sepertinya tak mau diputus

Atau,

Karena senja adalah sebuah sendu?


Akhir dari hari yang membuat kenangan beradu, menyeruak, menyuarakan pilu dan semua ragu

Mengingatkan pada semua tawa yang telah berlalu; semua keduniaan yang akhirnya selesai jua

Atau,

Karena mahalnya fajar?

Yang harus kita bayar dengan pajak pada mimpi malam yang mendayu

Dengan gigil tubuh saat air beku membasuh mata terpejam

Dan begitu pula kebahagiaan

Sebagai sesuatu yang disongsong, dituju

Tak pernah didapat atau diberi secara cuma-cuma

Sebuah titik dimana manusia berlari kearahnya

Dan tak ada yang mau berlari pada senja

Semuanya duduk, menunduk, khidmat pada ingatan akan sebuah masa

Dan aku meneguk kopi yang masih pahit walau tiga sendok gula sudah kumasukkan

Tak tau kenapa

Mungkin karena lidahku dapat mengecap sedikit hati yang masih mengingat bagaimana matahari
yang kupikir akan menerangi kita; perlahan tenggelam

Dan menghitam semua dunia

Tapi malam bergulir

Mengingatkan akan mentari yang akan kau datangi besok

Fajarmu,

Tanpa aku yang masih terikat pada senja

Anda mungkin juga menyukai