PATTIMURA
Pangeran Antasari
Pemimpin Padri
Masa jabatan k.1821 – k.1837
Penguasa monarki Pagaruyung
Informasi pribadi
Lahir 1772
Bonjol
Meninggal 6 November 1864
Minahasa
Kebangsaan Minangkabau
Agama Islam
Agama Islam
Diponegoro lebih tertarik pada kehidupan keagamaan dan merakyat sehingga ia lebih
suka tinggal di Tegalrejo tempat tinggal eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan
Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo, daripada di keraton.
Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan Sultan
Hamengkubuwana V (1822). Ketika itu, Diponegoro menjadi salah satu anggota
perwalian yang mendampingi Hamengkubuwana V yang baru berusia 3 tahun,
sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danureja bersama Residen
Belanda. Cara perwalian seperti itu tidak disetujuinya.
Sisingamangaraja XII
Maharaja Toba
Lukisan Sisingamangaraja XII
berdasarkan lukisan yang dibuat oleh
Augustin Sibarani, kemudian tercetak di
uang Rp 1.000
Memerintah 1876–1907 M
Pendahulu Sisingamangaraja XI
-
Nama lengkap Ompu Pulobatu
Ayah Sisingamangaraja XI
Lahir 18 Februari 1845
Bakara
Meninggal 17 Juni 1907
Dairi
Dikubur Soposurung, Balige
Sisingamangaraja XII nama kecilnya adalah Patuan Bosar, yang kemudian digelari
dengan Ompu Pulo Batu. Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik
tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama
Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan
Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya
open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing
yang beroperasi di Hindia-Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte
Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama Kesultanan Aceh dan Toba, di
mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara Eropa lainya. Di
sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan
tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan
Perang Tapanuli yang berkepanjangan hingga puluhan tahun.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang
dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1
Mei 1878, Bangkara pusat pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial
dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII
beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi.
Sementara para raja yang tertinggal di Bakara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia
dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
RIWAYAT PERJUANGAN
Atas tuntutan itu Patih Jelantik sangat marah, sambil memukul dada dengan
kepalan tangan mengatakan: “Tidak bisa menguasai negeri orang lain hanya dengan
sehelai kertas saja tetapi harus diselesaikan diatas ujung keris. Selama saya masih
hidup Kerajaan ini tidak akan pernah mengakui kedaulatan Belanda. “Ucapan Patih
Jelantik yang gagah berani itu mengandung makna kepahlawanan dan kolonialisme.
Pada tanggal 12 Mei 1845, Belanda mencari cara lain yaitu dengan perantaran
Raja Klungkung untuk menyelesaikan masalah perampasan perahu dagang yang
terdampar di Pantai Sangit. Dalam pertemuan tersebut Belanda menuntut agar
Buleleng menghapuskan hak “ Tawan Karang “ Yaitu hak dari Raja Bali untuk
merampas perahu yang terdampar di pantai Wilayah Kerajaannya ) dan mengakui
kedaulatan Belanda atas Kerajan Buleleng. Dalam kesempatan itu I Gusti Ketut Jelantik
memberikan reaksi yang keras, sambil menghunus keris lalu menusuk kertas perjanjian
dan mencerca orang Belanda: ”Hai kau si mata putih (utusan Belanda) yang biadab,
sampaikan pesanku kepada pimpinanmu di Betawi agar segera menyerang Den Bukit”
(Bali Utara).
Dari pihak Belanda dipimpin oleh Jenderal Van der Wijck, tetapi pasukan darat
Belanda tidak berhasil mendesak pasukan Bali, karena itu iamemerintahkan pasukannya
mundur ke panati. Di pihak Bali hanya satu benteng saja yang jatuh ke tangan Belanda
yaitu benteng disebelah timur Sansit dekat Bungkulan.
Kekalahan Belanda ini menambah kepercayaan raja-raja Bali akan kekuatan dan
kepemimpinan Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik. Keberhasilan laskar Patih Jelantik
sangat mengagetkan orang-orang Belanda sehingga menggegerkan Parlemen Belanda.
Kelas : V A ( Lima )