Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang


mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial,
ekonomi, kultural, dan politik, dengan tujuan utama meningkatkan
kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses
pembangunan ekonomi, peranan pendidikan sangat strategis. Berbagai
upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan namun demikian sampai sejauh ini belum
menampakkan hasil. Problem-problem pendidikan kita semakin kompleks
dan semakin sarat dengan tantangan. Kebijakan dan program-program
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, nampak tidak memberi
jawaban solutif terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan yang
berkembang.
Sistem pendidikan kita terlihat masih bersifat tambal sulam, mulai
dari kebijakan kurikulum, manajemen, sistem pembelajaran, tuntutan
kualitas guru, tuntutan fasilitas dan dana pendidikan, kurang memiliki
prioritas yang ingin dicapai. Sementara secara umum, pendidikan seringkali
dipandang sebagai investasi modal jangka panjang yang harus mampu
membekali pembelajar untuk menghadapi kehidupan masa depannya.
Pendidikan harus mampu mencerahkan pembelajar dari ketidak tahuan
menjadi tahu dan memberdayakan, artinya pendidikan mampu membuat
pembelajar berhasil dalam kehidupan.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana manajemen berbasis sekolah sebagai paradigma baru?
2. Bagaimana pendidikan menuju atonom daerah?
3. Bagaimana cara pengolahan pendidikan pada tingkat sekolah
4. Bagaimana pemberdayaan komite sekolah dan dewan pendidikan
C. TUJUAN
Dari rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah :
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
2. Mengetahui reformasi pendidikan saat ini
3. Mengetahui cara pengolahan pendidikan pada tingkat sekolah
4. Mengetahui perdayaan komite sekolah dan dewan pendidikan di Indonesia
D. MANFAAT
Manfaat dari pembahasan kami yaitu mengenai reformasi pendidikan yaitu:
1. Agar kita mampu memahami pengolahan kelas dalam pengajaran
2. Agar pendidikan kita mampu bersaing di era globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. REFORMASI PENDIDIKAN

Pendidikan merupakan kata kunci untuk meningkatkan


kesejahteraan dan martabat bangsa, tetapi pendidikan tidak akan maju kalau
tidak direformasikan. Reformasi pendidikan adalah upaya perbaikan pada
bidang pendidikan. Reformasi pendidikan merupakan suatu proses yang
kompleks dan majemuk sehingga memerlukan pengerahan segenap potensi
yang ada dalam tempo yang panjang. Di samping itu, yang lebih penting
adalah reformasi pendidikan harus memberikan peluang bagi siapapun yang
aktif dalam pendidikan untuk mengembangkan langkah-langkah baru yang
memungkinkan peningkatan kualitas pendidikan.
Reformasi pendidikan pada dasarnya mempunyai tujuan agar
pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional. Dalam reformasi tersebut yang perlu dilakukan adalah
identifikasi masalah yang menghambat pelaksanaan pendidikan dan
perumusan reformasi bersifat strategik dan praktis sehingga dapat
diimplementasikan di lapangan.

B. MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH SEBAGAI PARADIGMA BARU


Pada kerangka otonomi pendidikan, sekolah merupakan pilar utama
untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Upaya mewujudkan sekolah yang
mandiri dan kreatif tidak akan pernah terwujud tanpa adanya pemberian
kepercayaan yang penuh bagi sekolah itu agar dapat mengaktualisasikan
potensinya. Untuk itu, sekolah beserta seluruh perangkatnya harus segera
bangkit untuk menemukan pola pendidikan menuju kemandirian, dan
senantiasa kreatif dalam melakukan setiap aktivitas. Dalam hal ini muncul
istilah manajemen berbasis sekolah.
Istilah Manajemen Berbasis Sekolah merupakan terjemahan
dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru
pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan
masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Manajemen
berbasis sekolah (MBS) atau school based management adalah sistem
manajemen yang bertumpu pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah
setempat. Dalam MBS sekolah diharapkan mengenal kekuatan dan
kelemahannya, potensi-potensinya, peluang dan ancaman yang dihadapinya,
sebagai dasar dalam menentukan kebijakan-kebijakan pendidikan yang akan
diambilnya. Manajemen berbasis sekolah dikembangkan dengan kesadaran
bahwa setiap sekolah memiliki kondisi dan situasi serta kebutuhan yang
berbeda-beda.
Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk
meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Pada dasarnya manajemen berbasiskan sekolah ditujukan agar
sekolah lebih leluasa mengelola sumber daya yang ada sesuai dengan
prioritas kebutuhan sekolah.
Ada tiga tujuan utama dari manajemen berbasiskan sekolah, yaitu:
1. Peningkatan efisiensi, berkaitan dengan keleluasaan mengolah sumber daya
yang ada dan partisipasi masyarakat dalam pendidikan
2. Peningkatan mutu, berkaitan dengan tinggi rendahnya partisipasi orang tua
dalam penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan sekolah yang fleksibel,
keprofesionalan guru, pelaksanaan imbalan dan hukuman, dan penciptaan
suasana kerja dan lingkungan yang kondusif.
3. Peningkatan pemerataan pendidikan, berkaitan dengan kesempatan yang
diberikan kepada anggota masyarakat/warga negara untuk mengikuti
pendidikan secara adil dan merata.
Melalui pelaksanaan menajemen berbasis sekolah diharapkan akan
memberi peluang kepada kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk
melakukan inovasi pendidikan dalam segala bidang yang meliputi inovasi
dalam kurikulum, proses belajar mengajar, pengelolaan pendidikan dan
pengajaran. Kemudian Melalui manajemen berbasis sekolah akan dapat
diciptakan kerja sama yang erat dan baik antara kepala sekolah, guru dan
personil lainnya serta dengan orang tua murid dan masyarakat untuk
mengupayakan pemerataan, efektivitas, dan efisiensi pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran, serta peningkatan kualitas dan produktivitas
pendidikan.
Manajemen berbasis sekolah bertujuan memberikan otonomi
kepada sekolah. Otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan sekolah sesuai dengan peraturan
undang-undang yang berlaku. Dalam konsep MBS hendaklah diusahakan
sejauh mana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja sekolah, proses belajar
mengajar, pengelolaan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
secara administratif.
Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan
dengan istilah administrasi sekolah. Dalam hal ini, istilah manajemen
diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala
usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal
maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya
tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen
menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan
pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak
sendiri, tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.

C. MENUJU OTONOMI DAERAH PADA TINGKAT SEKOLAH


Krisis yang dihadapi oleh bangsa Indonesia disebabkan oleh
lemahnya sistem perekonomian, yang pada akhirnya berdampak pada
kemampuan pemerintah dalam penyiapan dana yang cukup untuk keperluan
pendidikan. Kondisi tersebut mengakibatkan menurunnya mutu pendidikan
dan terganggunya proses pemerataan pendidikan.
Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
kemajuan bangsa dan merupakan sarana yang efektif untuk membangun
watak bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan berbagai
perubahan, salah satunya yang menonjol yaitu lahirnya Undang-Undang No.
22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Undang-undang tersebut pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap sistem pengelolaan pendidikan yang
dilakukan secara otonom.
Otonomi pengelolaan pendidikan ditujukan agar dapat diwujudkan
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan yang lebih
cepat dan tepat, efektif dan efisien, bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme. Seiring dengan itu otonomi pendidikan berpengaruh terhadap
pengambilan kebijakan yang selama ini ditentukan oleh pusat dilimpahkan
menjadi wewenang pemerintah daerah.
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah pendidikan
adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan
seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi
pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam
mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan.
Dalam pengertian otonomi pendidikan terkandung makna
demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilaksanakan secara
demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan
pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-
cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.
Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable, artinya
kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawabkan
kepada publik, karena sekolah merupakan institusi publik atau lembaga
yang melayani kebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan
akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindakan yang sewenang-
wenang.
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas pendidikan
dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut berkualitas
dan segi proses jika proses belajar mengajar berlangsung secara efektif, dan
peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna.
Pendidikan disebut berkualitas dan segi produk jika mempunyai
salah satu ciri-ciri sebagai berikut :
a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas
belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran
pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam
prestasi belajar (kualitas internal)
b) hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam kehidupan
sehingga dengan belajar peserta didik bukan hanya mengetahui sesuatu,
tetapi dapat melakukan sesuatu yang fungsional dalam kehidupannya
(learning and learning)
c) hasil pendidikan sesuai atau relevan dengan tuntutan lingkungan khususnya
dunia kerja.
Menghadapi kondisi ini maka dilakukan pemantapan manajemen
pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya.
Menurut Penelitian Simmons dan Alexander (1980) bahwa ada tiga faktor
untuk meningkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran
dan buku bacaan serta pekerjaan rumah. Dari hasil penelitian ini tampak
dengan jelas bahwa akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan
tidak pada bergantinya kurikulum, kemampuan manajemen dan kebijakan di
tingkat pusat atau pemerintah daerah, tetapi lebih kepada faktor-faktor
internal yang ada di sekolah, yaitu peranan guru, fasilitas pendidikan dan
pemanfaatannya. Kepala Sekolah sebagai top manajemen harus mampu
memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua
infrastruktur yang ada demi pencapaian kinerja yang maksimal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen sekolah
yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, Pimpinan Sekolah harus
memiliki kemampuan untuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan
orangtua dan anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan
mewujudkan visi, misi dan program peningkatan mutu pendidikan secara
bersama-sama.
Marilah kita melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada
kepentingan pribadi atau golongan atau kepentingan pemerintah pusat
semata dengan menyelenggarakan otonomi pendidikan sepenuh hati dan
konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan martabat bangsa dan
masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga bangsa ini
duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.

D. PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH DAN DEWAN PENDIDIKAN


Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu
bentuk desentralisasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan
dilapangan. Jika kantor cabang dinas pendidikan kecamatan dan dinas
pendidikan Kabupaten/Kota lebih memiliki peran sebagai fasilitator dalam
proses pembinaan, pengarahan, pemantauan, dan penilaian maka sekolah
seharusnya diberikan peran nyata dalam perencanaan ,pelaksanaan dan
pelaporan. Hal ini disebabkan oleh proses interaksi edukatif di sekolah
merupakan inti dari proses pendidikan yang sebenarnya. Oleh karena itu
,bentuk desentralisasi pendidikan yang paling mendasar adalah yang
dilaksanakan oleh sekolah,dengan menggunakan Komite Sekolah sebagai
wadah pemberdayaan peran serta masyarakat dan dengan menerapkan
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai proses pelaksanaan layanan
pendidikan secara nyata di dalam masyarakat.
Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta
masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi
pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada jalur pendidikan
prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Peran Komite Sekolah Keberadaan Komite Sekolah harus
bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan/sekolah. Oleh
karena itu, pembentukan Komite Sekolah harus memperhatikan pembagian
peran sesuai posisi dan otonomi yang ada.
Peran Komite Sekolah adalah :
1. Sebagai lembaga pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan
dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan
2. Sebagai lembaga pendukung (supporting agency), baik yang berwujud
finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
3. Sebagai lembaga pengontrol (controlling agency) dalam rangka ransparansi
dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan
pendidikan.
4. Sebagai lembaga mediator (mediator agency) antara pemerintah (eksekutif)
dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Fungsi Komite Sekolah Untuk menjalankan peran yang telah
disebutkan di atas, Komite Sekolah memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
2. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (Perorangan/organisasi/dunia
usaha dan dunia industri (DUDI)) dan pemerintah berkenaan dengan
penyelengaraan pendidikan bermutu.
3. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai
kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.
4. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan
pendidikan mengenai :
a. Kebijakan dan program pendidikan
b. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS)
c. Kriteria kinerja satuan pendidikan
d. Kriteria tenaga kependidikan
e. Kriteria fasilitas pendidikan.
f. Hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan
5. Mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pendidikan guna mendukung peningkatan mutu pendidikan dan pemerataan
pendidikan.
6. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelengaraan
pendidikan di satuan pendidikan.
7. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,
penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Keberhasilan dalam pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah adalah sebuah keniscayaan yang perlu dilakukan secara teliti,
cermat, dan terus-menerusnamun perlu diwaspadai pemberdayaan DP dan
KS tersebut tidak mengarah pada perwujudan birokrasi baru. Yang
diharapkan justru sebaliknya,kehadiran DP dan KS adalah untuk
mengurangi bahkan mengikis berbagai dampak negatif dari birokratisasi
yang sangat menggejala di masa-masa lalu. Sesuai dengan undang-undang
berlaku ,pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah,
tetapi juga adalah menjadi tanggungjawab keluarga dan masyakat. DP dan
KS pada intinya adalah wakil masyarakat dan keluarga yang dapat menjadi
jalan masuk yang tepat agar masyarakat dapat berpartisipasi dan rasa ikut
memiliki terhadap sistem pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah
yang ada di lingkungannya masing-masing.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan kata kunci untuk meningkatkan
kesejahteraan dan martabat bangsa, tetapi pendidikan tidak akan maju kalau
tidak direformasikan. Meskipun ada dalam berbagai keadaan pemerintah
tetap harus berusaha meskipun terdapat kelemahannya tetapi terdapat pula
kelebihannya dan kelebihan itu harus bisa menutupi kekurangannya
berdasarkan pada tujuannya. Upaya pembangunan tidak bisa diwujudkan
oleh pemerintah saja tetapi perlu bantuan dari masyarakat dan anak-anak
bangsa.

B. SARAN
Pemerintah daerah diharapkan untuk senantiasa meningkatkan
kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, sejak tahap
perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai
pemantauan atau monitoring di daerah masing-masing sejalan dalam
kebijakan pendidikan yang direncanakkan pemerintah, khususnya mengenai
masalah-masalah yang dihadapi oleh sekolah dan daerah yang bersangkutan
serta ditindaklanjuti oleh setiap tingkatan manajemen diatasnya sampai
tingkat pusat.

Sistem pendidikan masa kini perlu diubah untuk menyiapkan


generasi muda yang siap menyongsong perubahan dunia yang begitu cepat.

Pendidikan harus mampu membuat anak menjadi pembelajar


sepanjang hayat. Pendidikan perlu menyeimbangkan penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dengan tetap memegang nilai-
nilai tradisional yang relevan dan modern.
Reformasi Pendidikan

I. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar untuk menciptakan manusia
yang seutuhnya yang dapat berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara. Pendidikan berguna untuk membentuk pribadi yang
berkarakter tangguh, berbudi pekerti, mandiri, dan berpengetahuan yang
dilakukan secara terus menerus dan berlangsung seumur hidup (long life
learner).
Pendidikan juga merupakan suatu cara strategis untk meningkatkan
kualitas suatu bangsa, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu
bangsa dapat ditandai dan diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan
beberapa negara didunia tidak terlepas dari kemajuan yang dimulai dan
dicapai dari pendidikannya.
Saat ini mutu pendidikan di indonesia kurang memuaskan banyak pihak,
sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pengembangan mutu pendidikan terletak pada efektifitas belajar mengajar dan
sumberdaya pendidik seperti guru yag bermutu, dana yang memadai, serta
fasilitas dan infrastruktur yang memadai pula.
ada pertengahan tahun 1998 telah terjadi reformasi di negara indonesia,
yang pada dasarnya bersifat untuk mengejar kebebasan. Demonstrasi-
demonstrasi sering terjadi untuk menuntut hak dan keadilan. Reformasi ini pun
turut berdampak pada sistem pendidikan, yang didahului oleh perubahan
Undang-Undang Pendidikan yang menghendaki paradigma sentralistik
bergeser menjadi paradigma desentralistik pada sistem pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu bidang yang disentralisasikan yang
berkaitan erat dengan filosofi otonomi daerah. Secara esensial filosofis
otonomi daerah adalah pemberdayaan dan kemandirian daerah menuju
kematangan dan kualitas masyarakat yang dicita-citakan. Melalui pendidikan
diharapkan pemberdayaan, kematangan dan kemandirian serta mutu bangsa
secara menyeluruh dapat terwujud. Upaya peningkatan kualitas pendidikan
dapat dilakukan dengan melakukan reformasi pendidikan, untuk memperbaiki
sistem pendidikan persekolahan agar dapat menjawab tantangan nasional,
regiional, dan global yang berada dihadapan kita.
Salah satu pendekatan yang dipilah di era desentralisasi sebagai alternatif
peningkatan kualitas pendidikan persekolahan adalah pemberian otonomi yang
luas di tingkat sekolah serta partisipasi masyarakat yang tinggi dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Pendekatan tersebut dikenal dengan
Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (MPBS) atau School Basic
Management. MBS adalah salah satu bentuk restrukturisasi sekolah dengan
merubah sistem sekolah dalam melakukan kegiatannya. Untuk
memberdayakan peranan sekolah dan masyarakat dalam mendukung
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
globalisasi konsep dan karakteristik: pemindahan, adaptasi,
pengembangan nilai, ilmu pengetahuan, teknologi dan norma-norma yang
berlaku di masyarakat, negara maupun di belahan dunia.( jaringan yang
menyeluruh, teknologi, ekonomi, social, pendidikan, dsb. implikasi dalam
pendidikan: memaksimalkan relevansi pendidikan

II. Pembahasan
II. 1 Reformasi Pendidikan
Paradigma baru dalam reformasi pendidikan, terkait dengan globalisasi,
lokalisasi dan individualisasi yang lebih dikenal dengan tiga paradigma baru
(new triple paradigm). Tantangan pada era globalisasi yaitu teknologi informasi
dan tranformasi internasional, yang menyebabkan perubahan ilmu
pengetahuan dan ekonomi pada perkembangan social dan persaingan
regional internasional sehingga diperlukan adanya reformasi pendidikan untuk
dapat mengikuti perkembangan tersebut.
Ilmu pengetahuan selalu berkembang dan akan terus berkembang sesuai
dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu
reformasi dalam pendidikan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan. reformasi berarti perubahan radikal dalam upaya untuk
perbaikan dalam bidang sosial, politik, atau agama dalam suatu masyarakat
atau negara. Orang-orang yang melakukan atau memikirkan reformasi disebut
reformis yaitu orang yang menganjurkan adanya usaha perbaikan tanpa
kekerasan.
Menurut Tilaar reformasi berarti perubahan dengan melihat keperluan
masa depan, menekankan kembali pada bentuk asal, berbuat lebih baik
dengan menghentikan penyimpangan dan praktek yang salah dengan
memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan menyeluruh
dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial dan
tentu saja bisa diterapkan dalam bidang pendidikan.
Cheng (2000) berpendapat globalisasi sangat penting dalam millennium
baru yaitu multiple globalisasi yang terdiri dari teknologi globalisasi ekonomi
globalisasi social glibalisasi political globalisasi, cultural globalisasi dan
pembelajaran globalisasi. Pembuat kebijakan dan pendidik berperan dalam
reformasi pendidikan untuk mempersiapkan pemimpin muda untuk
memenuhi tantangan milenium baru. Tiga paradigma tersebut merupakan inti
dari proses pengajaran dan pembelajaranyang bertujuan untuk
mengembangkan generasi baru CMI (Contextual multiple intelegent) menjadi
pemimpin baik dalam konteks lokal maupun global. CMI dikemukakan oleh
Garner yang disebut dengan 8 kecerdasan manusia diantaranya yaitu
bermusik, kinestetik, kemampuan berbahasa, berfikir sistematik, bodily, spatial,
inter personal, intra personal, naturalis yang merupakan satu set dari
kemampuan dasar.[1]
menurut Cheng (2000) ada enam konteks CMI di dalam pendidikan
(dikenal sebagai teori Pentagon) yang dapat dikembangkan diantaranya :
teknologi, ekonomi, social, politik, pendidikan dan kebudayaan sehingga
memperoleh tingkatan yang tinggi dalam intelegensi dan kreativitas untuk
berinovasi dan berkembang. [2]
Reformasi yang diterapkan dalam pendidikan disebut reformasi pendidikan
yang artinya upaya perbaikan pada bidang pendidikan. Ada beberapa analisis
rational mengapa reformasi pendidikan itu mutlak dilakukan dalam
menghadapi globalisasi dengan mengadaptasi terhadap argument –argumen
William J. Mathis dari Vermont University yaitu:[3]
1) perubahan pola pikir masyarakat
2) perubahan dunia yang sangat cepat
3) kemajuan teknologi
4) penurunan standar hidup
5) perkembangan ekonomi akan semakin mengglobal
6) peranan wanita sangat kuat, tidak ada diskriminasi pekerjaan.
7) peran media massa terus menguat

Reformasi pendidikan memiliki dua karakteristik dasar yaitu terprogram


dan sistemik. Pendidikan yang terprogram menunjuk pada kurikulum atau
program suatu institusi pendidikan. yang termasuk dalam reformasi terprogram
ini adalah inovasi. Inovasi adalah tindakan memperkenalkan ide baru, metode
baru, atau sarana baru untuk meningkatkan beberapa aspek dalam dalam
proses pendidikan agar terjadi perubahan.[4] Reformasi sistemik berkaitan
dengan adanya hubungan kewenangan dan industri serta alokasi sumber daya
yang mengontrol sistem pendidikan secara keseluruhan. Karakteristik
reformasi sistemik ini sulit sekali diwujudkan karena menyangkut struktur
kekuasaan.
Reformasi sisitemik berada didalam maupun diluar lingkup sekolah.
Manajemen Berbasis sekolah sebagai bentuk reformasi pendidikan
berhadapan dengan dua bentuk karakteristik yaitu terprogram dan sistemik.

II. 2 Reformasi Pendidikan di Indonesia


Pendidikan mempunyai hubungan dengan upaya peningkatan wawasan
dan pandangan tidak hanya terjadi pada pendidikan formal saja, namun juga
dapat terjadi pada pendidikan nonformal dan informal yang terjadi secara
individual maupun kelompok. Pendidikan harus terjadi sepanjang hayat dan
diperuntukan untuk semua anggota masyarakat harus terlaksana denga baik,
karena dengan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan akan dapat
mengangkat nasib bangsa dari keterpurukan. Keterpurukan bangsa akan
terjadi jika tidak memperhatikan masyarakat melalui pendidikannya, karena
hanya bangsa yang menguasai ilmu dan teknologi yang akan mampu
bersaing dalam pembangunan.
Agar upaya peningkatan kualitas pendidikan didaerah otonomi meningkat
dan merata maka kewenangan dalam pengelolaan pendidikan diberikan pada
daerah otonomi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah
otom serta Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah maka fokus pelaksanaan
otonomi daerah adalah didaerah kabupaten dan daerah kota.
Otonomi daerah di era reformasi, kewenangan pemerintah pusat dalam
mengurus dan mengatur tugas pemerintahan telah mengalami perubahan.
Pemerintah pusat tidak lagi bersifat sentralistik, banyak tugas diserahkan
kepada pemerintah kabupaten atau kota, termasuk juga dalam bidang
pendidikan. sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004,
pemerintah pusat menjadi perencana sekaligus pelaksana semua urusan dan
kegiatan diseluruh wilayah, sehingga kewenangan pemerintah daerah di kota
dan kabupaten sangat terbatas.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan diamandemenkan Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, peran dan fungsi pemerintah daerah menjadi semakin besar dalam
berbagai bidang termasuk pendidikan.
Dalam mengambil keputusan, para praktisi, guru, orang tua dan
masyarakat harus mempunyai falsafah , visi dan konsep yang sama dan dapat
dipertanggung jawabkan (akuntabilitas) ketika melaksanakan pendidikan
dalam kewenangan otonomi daerah.
Berdasarkan isi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 tentang kewenanganpemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai
daerah otonomi serta Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa fokus pelaksanaan otonomi daerah adalah didaerah
kabupaten dan daerah kota, untuk itu sebagian besar sumber pembiayaan
nasional akan lebih banyak dilimpahkan ke daerah sesuai dengan potensi dan
kemampuan perekonomian daerah.
Dengan demikian kewenangan maupun sumber pembiayaan di bidang
pendidikan dan kebudayaan daerah kabupaten dan daerah kota akan
memegang peranan penting dalam bidang pendidikan. kewenangan
pemerintah daerah dalam hal ini adalah kota dan kabupaten. Tujuan
memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi
dan penghormatan, terhadap budaya dan keanekaragaman daerah.
Berlakunya otonomi daerah menyebabkan perubahan pada aspek-aspek
yang berkaitan dengan pendidikan. perubahan tersebut meliputi berkurangnya
peran pemerintah pusat yaitu perubahan penyelenggaraan pendidikan dari
sentralistik kearah desentralistik. Desentralisasi pendidikan merupakan upaya
pemindahan tugas dan tanggung jawab penyelenggara. Pendidikan yang pada
mulanya terpusat (sentralistik) menjadi pendidikan yang berbasis kepentingan
daerah atau masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan di era otonomi daerah ini merupakan wujud dari kesadaran
masyarakat akan keberadaan lembaga pendidikan yang kemudian menjadi
rasa tanggung jawab untuk menciptakan sumber daya yang berkualitas.
Tumbuhnya partisipasi aktif masyarakat untuk membangun pendidikan
bermutu da mandiri merupakan pengimplementasian otonomi pendidikan.
sedangkan pemerintah hanya berfungsi sebagai fasilitator dan mitra kerja
masyarakat.
Jadi desentralisasi pendidikan merupakan proses yang relatif kompleks
karena berhadapan dengan perubahan sistem persekolahan dalam membuat
kebijakan, menggali dan memperoleh penerimaan dan penggunaan dana,
melatih guru, mengembangkan kurikulum dan mengelola sekolah didaerah.

Dimensi – dimensi perubahan pola manajemen pendidikan[5]

Pola lama Menuju Pola baru


1. Subordinasi 1. Otonomi
2. Pengambilan 2. Pengambilan
keputusan terpusat keputusan partisipatif
3. Ruang gerak kaku 3. Ruang gerak luas
4. Pendekatan birokratik 4. Pendekatan
5. Sentralistik professional
6. Diatur 5. Desentralistik
7. Overregulasi 6. Motivasi diri
8. Mengontrol 7. Deregulasi
9. Mengarhkan 8. Mempengaruhi
10. Menghindari resiko 9. Menfasilitasi
11. Gunakan uang 10. Mengelola resiko
seluruhnya 11. Gunakan uang
12. Individual yang cerdas seefesien mungkin
13. Informasi dimiliki 12. Team work yang
sendiri cerdas
14. Pendelegasian 13. Informasi terbagi
15. Organisasi hieraskis 14. Pemberdayaan
15. Organisasi datar
II. 3 Manajemen Berbasis Sekolah sebagai bentuk
Reformasi Pendidikan.
Adanya pergeseran wewenang tugas dan tanggunga jawab dalam
pendidikan, menyebabkan terjadinya perubahan pendidikan didaerah otonomi
yang difokuskan pada manajemen berbasis sekolah dimana sekolah memiliki
wewenang yang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan
keputusan dilakukan secara partisipatif. Dengan partisipasi masyarakat yang
semakin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya.
Pendekatan profesionalisme lebih diutamakan daripada pendekatan birokrasi,
pengelolaan sekolah lebih desentrsalistik, dan perubahan sekolah lebih
diodorong oleh motivasi sekolah itu sendiri daripada diatur dari luar sekolah,
regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat lebih bergeser dari
mengontrol menjadi mempengaruhi, dan dari mengarahkan ke memfasilitasi,
dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan uang lebih
efisien karena sisa anggaran tahun sebelumnya dapat digunakan untuk
anggaran tahun depan, lebih mengutamakan teamwork, struktur organisasi
lebih datar sehingga lebih efisien.
Manajemen berbasis sekolah yaitu manajemen yang memberikan otonomi
berupa kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas kepada sekolah, untuk mengelola sumberdaya
sekolah dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah. Esensi MBS yaitu
otonomi sekolah + fleksibilitas + partisipasi untuk mencapai sasaran mutu
sekolah.
Tidak semua urusan didesentralisasi kesekolah namun tetap ada urusan-
urusan yang masih menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
propinsi, kota dan kabupaten. Adapun urusa-urusan yang menjadi wewenang
dan tanggung jawab sekolah dalam kerangka manajemen berbasis sekolah
yang juga merupakan bentuk reformasi pendidikan yaitu: [6]
1) Proses belajar mengajar
Sekolah diberi kebebasan untuk memilihstrategi, metode, dan teknik
pembelajaran sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia.
2) Perencanaan dan evaluasi program sekolah
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan, dalam upaya
meningkatkan mutu sekolah. Serta melakukan evaluasi baik internal maupun
eksternal.
3) Pengelolaan kurikulum
Sekolah diberi kewenangan dalam mengelola kurikulum namun tidak
mengurangi isi dari kurikulum yang telah berlaku secara nasional.
4) Pengelolaan ketenangaan
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan,
rekrutmen, pengembangan, penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga
evaluasi kinerja.
5) Pengelolaan peralatan dan perlengkapan
Seharusnya pengelolaan fasilitas dilakukan oleh sekolah hal ini didasari oleh
kenyataaan bahwa sekolahlah yang paling mengetahui kebutuhannya.
6) Pengelolaan keuangan
Pengalokasian dan pengelolaan keuangan sudah sepantasnya dilakukan oleh
sekolah. Sekolah juga diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
yang mendatangkan penghasilan sehingga tidak bergantung pada pemerintah.
7) Pelayanan siswa
Pelayanan ini dimulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan,
pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau
memasuki dunia kerja.
8) Hubungan sekolah dan masyarakat
Esensi hubungan sekolah dan masyarakat yaitu untuk meningkatkan
kepedulian, keterlibatan, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat baik
dukungan moral dan finansial yang telah didesentralisasikan.
9) Pengelolaan iklim sekolah
Iklim sekolah yang kondusif – akademik merupakan prasyarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif
Pada dasarnya kewenangan dan tanggungjawab sekolah dapat dilihat
pada diagram berikut: [7]

Input Proses Out


put
Gambar 4: Otonomi manajemen sekolah dan desentralisasi fungsi
manajemen sekolah

II.4 Konsep Dasar dan Prinsip MBS


Lembaga pendidikan formal atau sekolah dikonsepsikan untuk
mengembangkan fungsi reproduksi., penyadaran dan medisiasi secara
simultan. Fungsi-fungsi sekolah itu diwadahi melalui proses pendidikan dan
pembelajaran sebagai intinya. Pada proses pendidikan dan pembelajaran
itulah terjadi aktifitas kemanusiaan dan pemanusiaan sejati. Tiga pilar fungsi
sekolah yakni; fungsi pendidikan sebagai penyadaran, fungsi progresif, dan
fungsi mediasi pendidikan.
Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan
menurut karakteristik-karakteristik dan kebutuhan-kebutuhan sekolah itu
sendiri. Oleh karena itu warga sekolah memiliki otonomi dan tanggung jawab
yang lebih besar atas penggunaan sumberdaya sekolah guna memecahkan
permasalahan sekolah dan menyelenggarakan aktifitas pendidikan yang efektif
demi perkembangan jangka panjang sekolah. Model MBS yang diterapkan di
Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Konsep dasar MPMBS adalah adanya otonomi dan pengambilan keputusan
partisipatif, artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luas kepada
masing-masing sekolah secara individual dalam menjalankan program
sekolahnya dan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi.
Selain itu dalam menyelesaikan masalah dan dalam pengambilan keputusan
harus melibatkan partisipasi setiap konstituen sekolah seperti siswa, guru,
tenaga administrasi, orang tua, masyarakat lingkungan, dan para tokoh. Ada
terdapat empat prinsip MBS yaitu prinsip equifinalitas, prinsip desentralisasi,
prinsip pengelolaan mandiri, dan prinsip inisiatif manusia yang lebih jelasnya
diuraikan sebagai berikut:[8]
a) Prinsip equifinalitas (equifinality) yang didasarkan pada teori manajemen
moderen yang berasumsi bahwa terdapat perbedaan cara untuk mencapai
tujuan. Manajemen sekolah menekankan fleksibilitas dan sekolah harus
dikelola oleh sekolah itu sendiri berdasarkan kondisinya masing-masing.
Prinsip equifinalitas ini mendorong terjadinya desentralisasi kekuasaan dan
mempersilahkan sekolah memiliki mobilitas yang cukup, berkembang dan
bekerja menurut strategi uniknya masing-masing untuk mengelola sekolahnya
secara efektif.
b) Prinsip desentralisasi (decentralization) konsisten dengan prinsip equifinalitas
maka desentralisasi merupakan gejala penting dalam reformasi manajeman
sekolah modern. Dasar teori dari prinsip desentralisasi ini adalah manajemen
sekolah dalam aktifitas pengajaran menghadapi berbagai kesulitandan
permasalahan. Oleh karena itu sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung
jawab untuk menyelesaikan permasalahan secara efektif sesegera mungkin
ketika permasalahan muncul. Tujuan dari prinsip desentralisasi ini adalah
memecahkan masalah secara efisien dan bukan menghindari masalah. Maka
MBS harus mampu menemukan permasalahan, memecahkannya tepat waktu,
dan memberi kontribusi terhadap efektivitas aktifitas belajar mengajar
c) Prinsip sistem pengelolaan mandiri (self managing system). MBS tidak
menyangkal perlunya mencapai tujuan berdasarkan kebijakan dari atas, tetapi
menurut MBSterdapat berbagai cara untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh
karena itu sangat penting dengan mempersilahkan sekolah memiliki sistem
pengelolaan mandiri dibawah kendali kebijakan dan struktur utama, memiliki
otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran dan strategi manajemen ,
mendistribusikan sumberdaya manusiadan sumberdaya lain, memecahkan
masalah dan meraih tujuan menurut kondisi mereka masing-masing. Karena
sekolah menerapkan sistem pengelolaan mandiri maka sekolah dipersilahkan
untuk mengambil inisiatif aatas tanggung jawab mereka sendiri.
d) Prinsip inisiatif manusia (human initiative). Sesuai dengan perkembangan
hubungan kemanusiaan dan perubahan ilmu tingkah laku pada manajemen
modern, maka orang-orang mulia memberikan perhatian serius pada pengaruh
penting faktor manusia dalam efektivitas organisasi. Perspektif sumberdaya
manusia menekankan pentingnya sumberdaya manusia sehingga poin utama
manajemen adalah untuk mengembangkan sumberdaya manusia di sekolah
untuk lebih berperan dan berinisiatif. Maka MBS bertujuan untuk membangun
lingkungan yang sesuai dengan para konstituen sekolah untuk berpartisipasi
secara luas dan mengembangkan potensi mereka. Peningkatan kualitas
pendidikan terutama berasal dari kemajuan proses internal, khususnya dari
aspek manusia.
II.5 Pedoman Pengelolaan Pendidikan dengan MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yang menawarkan keleluasaan
pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala
sekolah, guru, dan tenaga administrasi yang profesional. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan MBS perlu seperangkat kewajiban dan tuntutan
pertanggungjawaban (akuntabilitas)yang tinggi kepada masyarakat. Dengan
demikian, kepala sekolah harus mampumenampilkan
III. Penutup
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Reformasi pendidikan atau perubahan pendidikan memang sangat diperlukan
karena pendidikan itu sendiri harus terus ditingkatkan dalam upaya pencapaian
tujuan untuk mencerdaskan anak bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai budaya bangsa. MBS
merupakan penerapan dari reformasi pendidikan yang keberhasilannya sangat
ditentukan oleh kepemimpinan di persekolahan.

DAFTAR PUSTAKA

Yin Cheong Cheng. New Paradigm for Re-enginerering Education. Globalization,


Localization and Individualization. Asia Pacific Educational Research
Association. Spinger. 2005.
Yin Cheong Cheng, School Effectiveness & Scool-Based Management: A Mechanism
for Development, Washington D.C: The Falmer Press, 1996.
Dr. Dede rosyada. Paradigma Pendidikan Demokratis. sebuah model pelibatan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Jakarta. Kencana, 2004.
Prof. Dr. Suparno Eko Widodo, M.M. Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta. Ardadizya
Jaya. 2011.
Dr. H. M. Zainuddin, M.Pd. Reformasi pendidikan. kritik kurikulum dan manajemen
berbasis sekolah. PUSTAKA PELAJAR. Yogyakarta. 2008.
Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu
Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2007

Anda mungkin juga menyukai