Anda di halaman 1dari 46

MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegagalan (risk off ailures) pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan,
dan saat kecelakaan kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek
kerugian (loss). Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai
berikut:
 Kelelahan (fatigue)
 Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)
 Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
(pre-cause) adalah kurangnya training
 Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Di dunia industri, penggunaan tenaga kerja mencapai puncaknya dan
terkonsentrasi di tempat atau lokasi proyek yang relatif sempit. Ditambah sifat
pekerjaan yang mudah menjadi penyebab kecelakaan (elevasi, temperatur, arus
listrik, mengangkut benda-benda berat dan lain-lain), sudah sewajarnya bila pengelola
proyek atau industri mencantumkan masalah keselamatan kerja pada prioritas
pertama. Dengan menyadari pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan kerja
dalam penyelenggaraan proyek, terutama pada implementasi fisik, maka
perusahan/industri/proyek umumnya memiliki organisasi atau bidang dengan tugas
khusus menangani maslah keselamatan kerja. Lingkup kerjanya mulai dari menyusun
program, membuat prosedur dan mengawasi, serta membuat laporan penerapan di
lapangan. Dalam rangka Pengembangan Program Kesehatan Kerja yang efektif dan
efisien, diperlukan informasi yang akurat, dan tepat waktu untuk mendukung proses
perencanaan serta menentukan langkah kebijakan selanjutnya.
Penyusunan progrma, membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta
membuat laporan penerapan di lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja
bagi para pekerja kesemuanya merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja.
Dalam rangka menghadapi era industrialisasi dan era globalisasi serta pasar
bebas (AFTA) kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota termasuk Indonesia. Beberapa komitmen global baik yang
berskala bilateral maupun multilateral telah mengikat bangsa Indonesia untuk
memenuhi standar. Standart acuan terhadap berbagai hal terhadap industri seperti
kualitas, manajemen kualitas, manajemen lingkungan, serta keselamatan dan
kesehatan kerja. Apabila saat ini industri pengekspor telah dituntut untuk menerapkan
Manajemen Kualitas (ISO-9000, QS-9000) serta Manajemen Lingkungan (ISO-14000)
maka bukan tidak mungkin tuntutan terhadap penerapan Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan kerja juga menjadi tuntutan pasar internasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut Pemerintah yang diwakili oleh Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menetapkan sebuah peraturan perundangan
mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang
tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomuor : PER.05/MEN/1996.
Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 adalah terciptanya sistem K3 di
tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien, dan produktif.

B. PERMASALAHAN
1. Seperti apakah Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja itu?
2. Apa manfaat Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja?

BAB II

PEMBAHASAN

1. SISTIM MANAGEMEN K3 DI INDONESIA


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara normatif
sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, adalah bagian dari sistem
manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien
dan produktif. Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat,
pasar, atau dunia internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk
menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3
juga mempunyai banyak manfaat bagi industri kita antara lain :

1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.


2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja
merasa aman dalam bekerja.
4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat
umur alat semakin lama.

Sebagai mana terdapat pada lampiran I PERMENAKER NO:PER.05/


MEN/1996 sebagai berikut:
1. Komitmen dan Kebijakan
 Kepemimpinan dan Komitmen
 Tinjauan Awal K3
 Kebijakan K3
2. Perencanaan
 Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko
 Peraturan Perundangan dan Persyaratan Lainnya
 Tujuan dan Sasaran
 Indikator Kinerja
 Perencanaan Awal dan Perencanaan Kegiatan yang Sedang Berlangsung
3. Penerapan

a. Jaminan Kemampuan SDM Sarana dan Dana

1) Integrasi
2) Tanggungjawab dan Tanggung Gugat
3) Konsultasi, Motyivasi dan Kesadaran
4) Pelatihan dan Kompetensi

b. Jaminan Kemampuan SDM Sarana dan Dana


1) Komunikasi
2) Pelaporan
3) Pendokumentasian
4) Pengendalian Dokumen
5) Pencatatan dan Manajemen Informasi

c. Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Resiko

1) Identifikasi Sumber Bahaya


2) Penilaian Resiko
3) Tindakan Pengendalian
4) Perancangan dan Rekayasa
5) Pengendalian Administratif
6) Tinjauan Ulang Kontrak
7) Pembelian
8) Prosedur Menghadapi keadaan darurat dan Bencana
9) Prosedur Menghadapi Insiden
10) Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan Darurat

4. Pengukuran dan Evaluasi


a. Inspeksi dan Pengujian
b. Audit SMK3
c. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
5. Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen
Kekurangan yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3
yang masih terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional. Tapi hal ini masih
dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh negara-negara di
Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena memang masih dalam tahap
awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya dapat dikeluarkan oleh Menteri Tenaga
Kerja (Pemerintah) dirasakan kurang membantu promosi terhadap SMK3
dibandingkan dengan sertifikasi ISO series, OHSAS, KOHSA (korea), yang juga
menggunakan badan sertifikasi swasta.
Dengan banyaknya keuntungan dalam penerapan SMK3 serta standarisasi
SMK3 di Indonesia yang cukup representatif bukankah saatnya bagi Industri
Indonesia untuk melaksanakan SMK3 sesuai PER.05/MEN/1996 baik industri skala
kecil, menengah, hingga besar ? Sehingga bersama-sama menjadi industri yang
kompetitif, aman, dan Efisien dalam menghadapi pasar terbuka.

2. TUJUAN PEMBENTUKAN K3 DAN PELAKSANAAN P2K3


Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan
umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum yaitu :
 Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin
keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatkan produksi
dan produktivitas kerja.
 Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam
keadaan selamat dan sehat.
 Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan
digunakan secara aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus antara lain :
 Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit
akibat kerja.
 Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil
produksi.
 Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian
antara pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.

3. DASAR HUKUM
Sebagai dasar hukum pembentukan, susunan, dan tugas Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ialah Undang-undang No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja pasal 10 ayat (1), (2) dengan peraturan pelaksanaannya
yaitu :
 Keputusan Menteri Tenaga kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah
dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang disempurnakan
dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-155/MEN/84.
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-04/MEN/87 tentang Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja.

4. PEMBENTUKAN
a. Syarat Pembentukan
 Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu, pengusaha atau pengurus wajib
membentuk P2K3..

b. Syarat Keanggotaan
1. Keanggotaan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri atas unsur
pengusaha dan tenaga kerja yang susunannya terdiri dari atas ketua, sekretaris dan
anggota.
2. Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja atau Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
perusahaan.
3. Ketua P2K3 ialah Pimpinan Perusahaan atau salah satu Pimpinan Perusahaan yang
ditunjuk (khusus untuk kelompok perusahaan/centra industri).
4. Jumlah dan susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
sebagai berikut :
a. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 (seratus) orang atau lebih, jumlah
anggota sekurang-kurangnya 12 (dua belas) orang terdiri dari 6 (enam) orang
mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 6 (enam) orang mewakili tenaga kerja.
b. Pengusaha yang mempunyai tenaga kerja 50 (lima puluh) orang sampai 100 (seratus)
orang, jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri dari 3 (tiga) orang
mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili tenaga kerja.
c. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 (lima puluh), dengan tingkat risiko
bahaya sangat berat jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri dari
3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili
tenaga kerja.
d. Kelompok perrusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang 50 (lima puluh) untuk
setiap anggota kelompok, jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 (enam) orang terdiri
dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan perusahaan dan 3 (tiga) orang
mewakili tenaga kerja.
c. Struktur Organisasi
. Bentuk organisasi dan kepengurusan
Suatu organisasi P2K3 dapat mempunyai banyak variasi tergantung pada
besarnya, jenisnya bidang, bentuknya kegiatan dari perusahaan dan sebagainya.
Kepengurusan dari pada organisasi P2K3 terdiri dari seorang Ketua, Wakil Ketua,
seorang atau lebih Sekretaris dan beberapa anggota yang terdiri dari unsur
pengusaha dan pekerja.
a. Ketua dijabat oleh salah seorang Pimpinan Perusahaan yang mempunyai
kewenangan dalam menetapkan kebijaksanaan di perusahaan.
b. Sekretaris dapat dijabat oleh ahli K3/Petugas K3 (Safety Officer) atau calon yang
dipersiapkan untuk menjadi Petugas K3.
c. Para anggota terdiri dari wakil unit-unit kerja yang ada dalam perusahaan dan telah
memahami permasalahan K3.

d. Program Kerja Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)


1. Identifikasi masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
2. Pendidikan dan pelatihan.
3. Sidang-sidang.
4. Rekomendasi.
5. Audit.
e. Peran dan Fungsi Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
1. Peran pokok Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagai
badan pertimbangan di tempat kerja ialah memberikan saran dan pertimbangan baik
diminta maupun tidak kepada pengusaha/pengurus tempat kerja yang bersangkutan
mengenai masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Fungsi Panitia Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah menghimpun dan
mengolah segala data dan atau permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di tempat kerja yang bersangkutan, serta mendorong ditingkatkannya
penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT KERJA


Adalah upaya memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan
dan melindungi kesehatan diri serta lingkungannya. (The process of enabling people
to increase control over, and to improve their health-Ottawa charter 1986.)
Memberdayakan adalah upaya untuk membangun daya, yang berarti mengembangkan
kemandirian, yang dilakukan dengan menimbulkan kesadaran, kemauan dan kemampuan,
serta dengan mengembangkan iklim yang mendukung pengembangan kemandirian tersebut.
Tujuan Promosi Kesehatan di Tempat Kerja adalah :
 Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja.
 Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
 Menurunkan angka penyakit akibat kerja dan lingkungan kerja.
 Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, medukung dan aman.
 Membantu berkembangnya gaya kerja dan gaya hidup yang sehat.
 Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan
masayarakat.
Dua konsep yang sangat penting untuk meningkatkan kesehatan
pekerja dan lingkungannya adalah pencegahan dan peningkatan
kesehatan.Secara mendasar Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja adalah
perlu melindungi individu (pekerja), lingkungan didalam dan diluar tempat
kerja dari bahan-bahan berbahaya, stress atau lingkungan kerja yang jelek.
Gaya kerja yang memperhatikan kesehatan dan menggunakan pelayanan
kesehatan yang ada dapat mendukung terlaksananya promosi kesehatan
di tempat kerja.
Keuntungan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja, secara umum :

Bagi Pekerja
Bagi Perusahaan
 Lingkungan
 Meningkatnyalingkungan tempat kerja yang sehat dan tempat kerja
aman serta nyaman menjadi lebih
 Citra Perusahaan Positif sehat
 Meningkatkan moral staf  Meningkat
 Menurunnya angka absensi nya percaya

 Meningkatnya produktifitas diri


 Menurunnya biaya kesehatan atau biaya asuransi.  Menurunn
 Pencegahan terhadap penyakit. ya stress
 Meningkatnya
semangat ke
rja
 Meningkat
nya
kemampuan
 Meningka
tnya
kesehatan.
 Lebih
sehatnya
keluarga dan
masyarakat

a. Monitoring dan Evaluasi.


Monitoring dan Evaluasi merupakan hal yang sangat penting untuk
melihat seberapa baiknya program tersebut terlaksana, untuk
mengidentifikasi kesuksesan dan masalah -masalah yang ditemui dan
umpan balik (feedback) untuk perbaikan.

b. Revisi dan perbaikan program.


Setelah mendapatkan hasil dari evaluasi tentunya ada kekurangan
dan masukan yang perlu untuk pertimbangan dalam melakukan perbaikan
program, sekaligus merevisi hal yang sudah ada.

6. SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT


Sektor Transportasi Darat memiliki peranan yangb sangat penting dalam
masyarakat karena turut menggerakkan roda perekonomian dan mobilitas
masyarakat. Melalui jasa transportasi, diselenggfarakan kegiatan angkiutan barang,
penumpang dan jassa lainnya dari suatu daerah kedaerah lainnya.
Untuk itu, dikembangkan Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Transportasi Darat (SMK3 Transportasi) yang memberikan persyaratan untuk
sistim manajemen K3 untuk membantu perusahaan dalam mengendalikan bahaya
kecelakaan dan meningkatkan kinerja K3 sekaligus produktivitas perusahaan. Sistim
Manajemen K3 Transportasi ini berlaku bagi perusahaan jasa angkutan darat untuk
:
 Membangun sistim Manajamen K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas
atau kejadian lainnyan yang tidak diinginkan.
 Menerapkan , memelihara dan meningkatkan SMK3 secara terus menerus.
 Memastikan bahwa perusahaan telah memenuhi norma keselamatan yang ditentukan.

a. Elemen Sistim Manajemen K3 Transportasi


Sistim Manajemen Keselamatan Transportasi merupakan sistim manajemen
berkelanjutan yang terdiri atas elemen sebagai berikut :
Persyaratan Umum
 Perusahaan harus menetapkan dan memelihara Sistim Manajemen K3 yang
terintegrasi dengan sistim manajemen perusahaan sebagaImana disyaratkan dalam
elemen 5 ini

Kebijakan K3
 Perusahaan harus menetapkan dan memelihara kebijakan K3 yang menunjukkan
komitmen perusahaan terhadap keselamatan dalam operasi angkutan.
Perencanaan K3
1. Pemeriksaan Dan Tindakan Koreksi
 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja
 Perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur mengenai pemantauan dan
pengukuran Kinerja K3 perusahaan yang mencakup :
 Inspeksi dan Pengujian
 Perusahaan harus menetapkan prosedur mengenai inspeksi dan pengujian yang
menfcakup :
2. Tinjauan Manajemen
Perusahaan harus melakukan tinjau ulang oleh manajemen secara berkala
untuk menilai dan mengetahui pelaksanaan SMK3 dalam perusahaan serta
permasalahan yang dihadapi untuk peningkatan berkelanjutan

b. Process Safety Management


1. Proses Safety Management.
Terdapat tiga kriteria pokok Proses Safety Management dengan 13 elemen-
elemen.
a. Kriteria Teknologi dan Proses, meliputi elemen-elemen :
 informasi keselamatan proses
 analisa bahaya proses
 keterpaduan mekanik
 penelaahan KK awal operasi

b. Kriteria Keselamatan Kerja, meliputi elemen-elemen :


 penanganan keselamatan kerja kontraktor
 cara kerja aman
 prosedur operasi
 pelatihan karyawan
 partisipasi karyawan
c. Kriteria Manajemen, meliputi elemen-elemen :
 manajemen perubahan
 rencana tanggap darurat
 audit manajemen keselamatan proses dan penyelidikan kecelakaan
d. Kriteria Teknologi dan Proses.

 Informasi Keselamatan Proses.

 Analisa Bahaya Proses.


 Manajemen
 Review Keselamatan Pra Start-Up.

Kriteria Manajeman

 Manajemen Perubahan
 Penyelidikan Kejadian
 Penanggulangan Darurat
 Keterpaduan Mekanis
 Audit

e. Kriteria Keselamatan Kerja.

 Keselamatan Kerja Kontraktor.


 Cara & Ijin Kerja Aman.
 Prosedur Operasi.
 Pelatihan/Training.
 Partisipasi Karyawan.

c. Reliability Centred Maintenance


c Principles :
Tujuh prinsip dasar tentang RCM :
a)Fungsi dan standard unjuk kerja (Functions and performance standards).
b)Cara kegagalan memenuhi fungsi (Functional failures).
c) Penyebab kegagalan fungsional (Failure modes).
d)Kejadian-kejadian pada setiap kegagalan (Failure effects).
e)Akibat terjadinya kegagalan (Failure consequences).
f) Pencegahan kegagalan (Preventive tasks).
g)Tindakan alternatif didalam mencegah kegagalan (Default tasks).
2. Persiapan RCM.
ah awal penerapan RCM meliputi :
 Plant register.
 Maintenance priority list.
 Technical history data.
 Decision support tools development.
 Inherrent Reliability vs. Desired performance.
 Hidden functions, Failure pattern survey
 Preventive task selection and DefinePotential-Failure interval.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ;
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara normatif
sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, adalah bagian dari sistem
manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggungjaeab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan.
2. Sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai manfaat langsung
maupun tidak langsung.
3. Promosi K3 adalah salah satu cara untuk meningkatkan K3

B. S A R A N
1. Untuk meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja diperlukan adanya
manajemen K3.
2. Belum maximalnya pelaksanaan Managemen K3 disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan informasi tentatang manajemen K3, untuk itu kepada Menteri terkait
dan Dunia Industri agar diadakan sosialisasi secaras terus menerus.
3. Perlu peningkatan Promosi Keselamatan Kerja pada setiap Dunia Kerja agar semua
orang mementingkan Keselamtan kerja itu sendiri.
4. Sekolah secara khusus SMK yang dipersiapkan untuk tenaga kerja menengah
kebawah hendaknya dibekali dengan Manajemen K3.

DAFTAR RUJUKAN

Joko Kustono, 2005, CD, Universitas Negeri Malang


Peraturan Pemerintah, 1982, Undang-undang dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta, Menteri Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah, 1984, Undang-undang dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta, Menteri Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah, 1987, Undang-undang dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta, Menteri Tenaga Kerja
Peraturan Pemerintah, 1996, Undang-undang dan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta, Menteri Tenaga Kerja
Suharto, Imam. 1997. Manajemen Proyek dari Konseptual Sampai Oprasional. Erlangga
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegagalan (risk off ailures) pada setiap proses atau aktifitas pekerjaan,
dan saat kecelakaan kerja seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian
(loss). Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
 Kelelahan (fatigue)
 Kondisi kerja dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe working condition)
 Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya (pre-
cause) adalah kurangnya training
 Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
Perkembangan industri mempunyai korelasi dengan pekerja. Banyak industri yang
prosesnya berdampak negative terhadap kesehatan dan keselamatan pekerjanya, seperti
industri bahan kimia, jasa konstruksi, nuklir, plastik, besi,baja,dan masih banyak lagi. Sejalan
dengan hal ini, maka industri – industri yang berdampak bagi pekerjanya harus mengelola
lingkungan kerjanya agar dapat menurunkan dampak tersebut. Sikap kritis dari masyarakat
dunia juga mendorong industry yang beresiko ke pekerja untuk menerapkan suatu sistem
pengelolaan yang aman bagi pekerjanya.
Penyusunan program, membuat prosedur, pencatatan dan mengawasi serta membuat
laporan penerapan di lapangan yang berkaitan dengan keselamatan kerja bagi para pekerja
semuanya merupakan kegiatan dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Tujuan dan sasaran sistem Manajemen K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) adalah
terciptanya sistem K3 di tempat kerja yang melibatkan segala pihak sehingga dapat mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien, dan produktif.

B. RUMUSAN MASALAH
 DEFINISI SISTEM MANAJEMEN K3
 TUJUAN SISTEM MANAJEMEN K3
 MANFAAT SISTEM MANAJEMEN K3
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa definisi, tujuan, dan
manfaat dari manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Dan makalah ini juga dapat menjadi
referensi tambahan bagi kami selaku calon sarjana kesehatan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi System Manajemen K3


Manajemen dapat didefinisikan sebagai “kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatankegiatan orang
lain. Manajemen merupakan suatu proses pencapaian tujuan secara efisien dan efektif, melalui
pengarahan, penggerakan dan pengendalian kegiatan‐kegiatan yang dilakukan oleh orang‐
orang yang tergabung dalam suatu bentuk kerja sama.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara normatif
sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, adalah bagian dari sistem manajemen
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,
pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Sedangkan menurut OHSAS 18001, SMK3 (OH&S Management System) adalah bagian
dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan kebijakan K3 dan mengelola resiko K3 dalam organisasi.
Dari dua definisi tentang SMK3 di atas dapat disimpulkan bahwa SMK3 adalah sistem
manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan dan mengembangkan kebijakan K3 yang
telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi resiko bahaya yang mungkin terjadi di
perusahaan.
B. Model dalam penerapan system manajemen K3.
Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan ditemukan ada dua model
yaitu rational organisation theory dan socio-technical system theory. Rational organisation
theory menekankan pada pendekatan top-down,penerapan sistem manajemen
keselamatan didasarkan pada kebijakan atau instruksi dari top level manajemen dan diteruskan
sampai pada level yang paling bawah. Sementara socio-technical system theory melakukan
pendekatan dengan intervensi organisasi yang didasarkan pada analisa hubungan antara
teknologi,orientasi dari pekerja dan struktur organisasi (Gallagher,2001).
Gallagher juga mengklasifikasikan sistem manjemen keselamatan ke dalam 4 tipe,yaitu:

1. Safe Person Control Strategy;

o strategi pencegahan difokuskan pada kontrol perilaku pekerjaan

2. Safe Place Control Strategy;

o strategi pencegahan difokuskan pada bahaya dari sumbernya melalui


identifikasi,kajian dan pengendalian.

3. Traditional Management;

o Peran kunci dalam K3 dipegang oleh supervisor dan EHS specialis.


o Integrasi sistem manajemen keselamatan ke dalam sistem manajemen yang
lebih luas masih sangat rendah.
o Keterlibatan karyawan masih rendah.

4. Innovative Management;

o Peran kunci dalam K3 dipegang oleh senior dan line manager.


o Integrasi sistem manajemen keselamatan kedalam sistem manajemen yang lebih
luas sudah sangat baik.
o Keterlibatan karyawan tinggi.

C. Tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Menurut PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, tujuan dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah
menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien dan produktif.
Usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mempunyai tujuan umum dan
tujuan khusus.
Tujuan umum yaitu :
 Perlindungan terhadap tenaga kerja yang berada ditempat kerja agar selalu terjamin keselamatan
dan kesehatannya sehingga dapat diwujudkan peningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
 Perlindungan setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja agar selalu dalam keadaan
selamat dan sehat.
 Perlindungan terhadap bahan dan peralatan produksi agar dapat dipakai dan digunakan secara
aman dan efisien.
Sedangkan secara khusus antara lain :
 Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
 Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat kerja, bahan baku dan bahan hasil produksi.
 Menciptakan lingkungan dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyesuaian antara
pekerja dengan manuasi atau manusia dengan pekerjaan.

D.MANFAAT SISTEM MANAJEMEN K3


Karena SMK3 bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat, pasar, atau dunia
internasional saja tetapi juga tanggung jawab pengusaha untuk menyediakan tempat kerja yang
aman bagi pekerjanya. Selain itu penerapan SMK3 juga mempunyai banyak manfaat bagi
industri kita antara lain :
1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.

2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.

3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam
bekerja.

4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.

5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. Perawatan terhadap
mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem manajemen K3 adalah sistem manajemen yang terintergrasi untuk menjalankan
dan mengembangkan kebijakan K3 yang telah ditetapkan perusahaan serta menanggulangi
resiko bahaya yang mungkin terjadi di perusahaan. System manajemen K3 mempunyai tujuan
umum dan tujuan khusus. Apabila tujuan-tujuan tersebut telah tercapai, dapat membawa
manfaat bagi perusahaan atau industri,lingkungan, dan juga bagi pekerja yang bersangkutan,
dimana manfaat tersebut dapat berupa manfaat secara langsung maupun tidak langsung.

B. SARAN
Untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja diperlukan adanya manajemen K3.
Agar kebijakan-kebijakan yang disusun oleh manajemen K3 dapat terlaksana dengan baik
maka diperlukan sosialisasi secara terus-menerus oleh oknum-oknum yang bersangkutan
dengan bidang tersebut, sosialisasi tersebut dapat berupa Promosi Keselamatan Kerja pada
setiap Dunia Kerja agar semua orang mementingkan Keselamtan kerja itu sendiri.

Daftar Pustaka
http://id.shvoong.com/business-management/human-resources/2185872-definisi-sistem-
manajemen-keselamatan-dan/
http://healthsafetyprotection.com/konsep-sistem-manajemen-k3/
www.tiraaustenite.com/v3/media/manajemen-k3-july2007.pdf
www.ibrosys.com/manajemen-k3.html
MAKALAH K3 (KESEHATAN KESELAMAN DAN KERJA)
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian
yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya
korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.

Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-
satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.

Setiap tahun di dunia terjadi 270 juta kecelakaan kerja, 160 juta pekerja menderita penyakit akibat kerja,
kematian 2.2 juta dan kerugian finansial sebesar 1.25 triliun USD. Sedangkan di Indonesia menurut data PT.
Jamsostek (Persero) dalam periode 2002-2005 terjadi lebih dari 300 ribu kecelakaan kerja, 5000 kematian, 500
cacat tetap dan konpensasi lebih dari Rp. 550 milyar. Konpensasi ini adalah sebagian dari kerugian langsung dan
7.5 juta pekerja sektor formal yang aktif sebagai peserta Jamsostek. Diperkirakan kerugian tidak langsung dari
seluruh sektor formal lebih dari Rp. 2 triliun, dimana sebagian besar merupakan kerugian dunia
usaha.(DK3N,2007). Melihat angka-angka tersebut tentu saja bukan suatu hal yang membanggakan, akan tetapi
hendaklah dapat menjadi pemicu bagi dunia usaha dan kita semua untuk bersama-sama mencegah dan
mengendalikannya.

Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat
kerja.Secara keilmuan K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati
adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat
regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat kecelakaan akan menurun, sehingga
kompensasi terhadap kecelakaan juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3
yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini
pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat kerja/industri maupun tempat-tempat umum
merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi
salah satu budaya industrial.

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga
kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan
demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat
mencegah korban manusia..
Dengan demikian untuk mewujudkan K3 diperusahaan perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan
pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik
sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan banyaknya risiko yang diperoleh
perusahaan, mulai diterapkan manajemen risiko, sebagai inti dan cikal bakal SMK3. Penerapan ini sudah mulai
menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan kerja yang akan terjadi.

Manajemen risiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan
seluruh pihak yang terkait. Pada konsep ini, bahaya sebagai sumber kecelakaan kerja harus harus teridentifikasi,
kemudian diadakan perhitungan dan prioritas terhadap risiko dari bahaya tersebut dan terakhir adalah
pengontrolan risiko.

Ditahap pengontrolan risiko, peran manajemen sangat penting karena pengontrolan risiko membutuhkan
ketersediaan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, karena pihak manajemen yang sanggup
memenuhi ketersediaan ini. Semua konsep-konsep utama tersebut semakin menyadarkan akan pentingnya
kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi
dengan manajemen perusahaan yang lain. Integrasi ini diawali dengan kebijakan dari perusahaan untuk
mengelola K3 menerapkan suatu Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Salah satu kebijakan K3 Nasional 2007-2010 adalah pemberdayaan pengusaha, tenaga kerja dan pemerintah
agar mampu menerapkan dan meningkatan budaya K3, diantara programnya berupa pelaksanaan K3 di sektor
pemerintahan dengan target 50 % departemen melaksanakan K3 pada tahun 2010.

Pengelolaan ini memiliki pola “Total Loss Control” yaitu sebuah kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi
perusahaan-property, personil di perusahaan dan lingkungan melalui penerapan sistem manajemen K3 yang
mengintegrasikan sumber daya manusia, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan
pola penerapan prinsip manajemen yaitu Planning, Do, Check and Improvement (PDGI).

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum.

Mahasiswa mampu mengetahui tentang cara-cara pencegahan kesehatan kerja diproyek kontruksi khususnya.

b. Tujuan khusus

Dengan penyusunan makalah ini, mahasiswa diharapkan :

- Mampu menentukan masalah tentang kesehatan kerja diproyek kontruksi

- Mampu memahami dan mngetahui tentang kesehatan kerja di proyek kontruksi

BAB II

PEMBAHASAN

TEKNOLOGI KESELAMATAN

1. PENGERTIAN KESELAMATAN

Keselamatan adalah : suatu keadaan aman , dalam suatu kondisi yang aman secara fisik, sosial, spiritual, finasial,
politis, emosional, pekerjaan, priskologis, ataupun pendidikan dan terhindar dari ancaman terhadap faktor-
faktor tersebut. Untuk mencapai hal ini, dapat dilakukan perlindungan terhadap suatu kejadian yang
memungkinkan terjadinya kerugian Ekonomi atau kesehatan

2. JENIS KESELAMATAN.

perluh dilakukan pembedaan antara produk yang memenuhi standar, yang aman dan yang dirasakan aman.

Terdapat 3 jenis keadaan:

keselamatan normatif: digunakan untuk menerangkan produk atau desain yang memenuhi standar desain.

keselamatan substantif: digunakan untuk menerangkan pentingnya keadaan aman, meskinpun mungkin tidak
memenuhi standar.

keselamatan yang dirasakan: digunakan untuk menerangkan keadaan aman yang timbul dalam persepsi orang.

RESIKO DAN RESPON

Keselamatan umumnya didefinisikan sebagai evaluasi dampak dari adanya resiko kematian, cedera atau
kerusakan pada manusia atau benda. Resiko ini dapat timbul karena adanya situasi yang tidak aman atau
tindakan yang tidak aman.

Contoh situasi yang tidak aman adalah:

lingkungan kerja yang sanggat bising.

Lingkungan kerja dengan kondisi ekstrim (bertemperatur sanggat tinggi atau rendah atau bertekanan tinggi)
atau terdapat senyawa kimia yang berbahaya

Sebagai respons dari resiko ini Berbagai tindakan diambil sebagai pencengahan

Sebagai tindakan pencengahan akhir,dilakukan asuransi yang akan memberikan kompensasi atau restutusi bila
terjadi kecelakaan atau kerusakan.

SISTEM KESELAMATAN

sistem keselamatan adalah: cabang ilmu teknis. Perubahan teknologi secara kontinu, peraturan lingkungan serta
perhatian terhadap keselamatan publik menyebabkan berkembangya sistem keselamatan. Keselamatan
umumnya dipandang sebagai gabungan dari berbagai aspek:

1. Kualitas
2. Kehandalan
3. Ketersediaan
4. Kestabilan
5. Keamanan

PENGGUKURAN KESELAMATAN

Penggukuran keselamatan adalah aktifitas yang dilakukan untuk meningkatkan keselamatan, contohnya
menggurangi resiko kecelakaan. Beberapa resiko kecelakaan meliputi:
1. pengamatan visual terhadap keadaan tidak aman seperti terdeteksinya pintu keluar darurat yg tertutupi oleh
barang yang disimpan
2. pmeriksaan visual terhadap cacat seperti retak sambungan yang kendor
3. analisis kimia x-ray untuk memeriksa objek yang tertutup seperti hasil pengelasan tembok semen, atau kulit
bagian luar pesawat.
4. pemeriksaan fisik untuk menentukan apakah seseorang berada dalm keadaan yang mungkin menyebabkan
masalah
5. evaluasi priodik terhadap karyawan, departemen-departemen
6. survei lingkungan untuk mengamati tinggkat pencemaran lingkungan.

ORGANISASI STANDARISASI

Pada saat ini , terdapat berbagai organisasi yang menggatur standar Keselamatan ini dapat berupa organisasi
publik ataupun organisasi perintah.

1. American National Standar Institute

Salah satu organisasi standar diAmerica Serikat yang banyak dijadikan acuan oleh dunia adalah American
National Standar Institute (ANSI).pada umumnya beberapa anggota dari suatu jenis industri secara suka rela
membentuk komite untuk mempelajari suatu masalah keselamatan dan kemudian mengajukan standarisasi.

Standarisasi ini diajukan ke ANSI yang kemudian melakukan peninjauan yang akhirnya mengadopsi standarisasi
yang telah dibuat. Sebagian anturan pemerintah menentukan bahwa produk yang dijual harus memenuhi
standarisasi ANSI tertentu

1. lembaga pemerintah

Beberapa lembaga pemerintah menerapkan standarisasi untuk meningkatkan keselamatan. Contoh dari
lembaga ini adalah BPOM (baan dan pengawas obat dan makanan).

ilmu terapan meliputi: kecerdasan buatan, teknologi keramik, elektronika, teknologi komputasi, teknologi
energi, penyimpanan energi, rekayasa fisika, teknologi , teknik material, mikroteknologi, nanoteknologi,
teknologi nuklir, komputer guantum.olahraga dan rekleasi meliputi: peralatan kemah, tempat bermain,
peralatan olahraga. informasi dan komunikasi meliputi: teknologi informasi, teknologi komunikasi, grafis,
teknologi musik, pengenalan suara, teknologi visual. industri meliputi: kontruksi, teknik finansial, manufaktur,
mesin dan pertambangan militer meliputi: bom, senapan, amunisi, teknologi militer dan peralatan.rumah tangga
meliputi: peralatan rumah tangga, teknologi pendidikan, dan teknologi pangan.teknik meliputi: teknik biomedis,
teknik kelautan, teknik keselamatan, teknik penerbanggan, teknik kesehatan dan teknik
kimia,elektro,komputer,listrik.kesehatan dan keselamatan meliputi: biomedis, bioformatika, bioteknologi,
informatika kimiawi, teknologi perlindungan kebakaran, farmakologi, teknik keselamatan, dan teknik
kesehatan.tranportasi meliputi: angkasa luar, teknik penerbangan, teknik perkapalan, kendaraan bermotor,
teknologi luar angkasa.

SISTEM K3 / SOP DILABORATARIUM KESELAMATAN KERJA DAN KEAMANAN DILABORATARIUM IPA

Laboratarim kimia merupakan kelengkapan sebuah program studi yang digunakan untuk meningkatkan
ketrampilan penggunaan dan pemakaian bahan kimia peralatan analisis (instrumentasi).dalam pengunaan
lanjut, laboratarium merupakan sarana untuk melaksanakan kegiatan penelitiaan ilmiah di

.laboratarium kimia dg segala kelengkapan peralatan dan bahan kimia merupakn tempat berpontensi
menimbulkan bahaya kepada para penggunanya jika para pekerja didalamnya tidak dibekali dg pengetahuan

Kesehatan dan keselamatan kerja secara fisiologi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para penguna
diharapkan dapat melakukan pekerjaan dg aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika apapun dilakukan
oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para
perkerja yang bersangkutan dapat melakukan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah capek.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja dg cara penerapan
teknologi pengendalian segala aspek yang berpontensi membahayakan para perkerja. Peningkatan kemampuan
dalam membuat alat teknologi baru haryang mungkin timbul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi antra lain menyangkut ukuran alat,alat pengendali,kemempuan dan ketrampilan pekerja,alat
penanggulangan musibah,dan pengawasan yang dilakukan.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

keselamatan kerja merupakan suatu keadaan aman dalam suatu kondisi aman secara fisik, sosial, spritual,
finalsial, politis dan emosional.

jenis keselamatan perluh dilakukan pembedaan antara produk yang memenuhi standar, yang aman, dan yang
dirasakan.

resiko dan respon adanya resiko kematian, cedera, atau kerusakan pada suatu benda.

sistem keselamatan adalah cabang ilmu teknik

SARAN

jagalah keselamatan anda dalam kondisi yang aman

patuhlah pada peraturan rambu lalu lintas agar tidak terjadi kecelakaan dan mengurangi resiko kecelakaan
MAKALAH SISTEM MANAJEMEN KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA(SMK3)

SISTEM MANAJEMEN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA(SMK3)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah

Kesehatan dan keselamatan kerja

Yang di ampu oleh Bapak : Haris Mujianto,SPD.T

Oleh:

Uniersitas PGRI Banyuwangi


Fakultas teknik
Program Studi Teknik Mesin
2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)adalah suatu sistem


untuk mengelola K3 dalam perusahaan dengan baik dan efektif SMK3 (Safety Management
System) mulai populer sekitar tahun 1980an sebagai suatu pendekatan pencegahan
kecelakaan secara komprehensif dan terpadu. Mulai dipopulerkan oleh ahli=ahli K3 seperti
Frank K Birds, dari International Loss Conttrol Institute, James Tye dari British Safety
Council dan Dan Petersen Para ahli ini yakin bahwa pendekatan K3 tradisionil tidak mampu
mengantisipasi peningkatan risiko dan kompleksitas kegiatan usaha sehingga diperlukan
pendekatan kesisteman untuk meningkatkan kinerja K3

1.2 TUJUAN
Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu

sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur

manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam

rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta

terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

1.3 MANFAAT

Manfaat pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bawah


standar OHSAS 18001 adalah:

 gambar pasar Perbaikan, komitmen perusahaan untuk pencegahan risiko di perusahaan-


perusahaan.

 Peningkatan profitabilitas dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.

 Dapat mengurangi kecelakaan kerja .dan penyakit akibat kerja

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Sistem Manajemen


Pendekatan kesisteman dalam mengelola K3 menggunakan konsep manajemen
modern yaitu mengikuti proses manajemen, salah satu yang populer adalah siklus PDCA
(Plan-Do-Check-Action) Sama seperti sistem manajemen lain seperti manajemen mutu,
manajemen lingkungan dan manajemen produksi, maka manajemen K3 juga dikembangkan
dengan siklus manajemen mulai dari perencanaan, penerapan atau implementasi,
pengukuran dan pemantauan dan koreksi untuk peningkatan berkelanjutan.

Catatan 1 Suatu sistem manajemen adalah suatu set elemen yang saling terkait,
digunakan untuk menetapkan kebijakan dan objektif dan untuk mencapai objektif tersebut.
Catatan 2 Suatu sistem manajemen meliputi struktur organisasi, rencana aktivitas (termasuk
misalnya analisa risiko dan menetapkan objektif), tanggung jawab, praktek, prosedur ,
proses dan sumberdaya. Catatan 3 Diadop dari ISO 14001:2004

2.2 DEfinisi

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola risiko K3

Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara


keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif. .

Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996 adalah bagian dari
sistem

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan

kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,

efisien dan produktif

(Definisi tempat kerja : darat/perairan/udara/dalam tanah, ada kegiatan usaha, ada tenaga
kerja yang bekerja, ada sumber bahaya)

2.3 DASAR HUKUM

Dasar Hukum Penerapan SMK3


1. UUD 1945 pasal 27 ayat (2) :

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak

bagi kemanusiaan

2. UU No.13 tahun 2003 pasal 87: - Setiap perusahaan wajib menerapkan

SMK3 yang terintegrasi dengan sistem. - Manajemen – Ketentuan

mengenai penerapan SMK3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur

dengan peraturan pelaksana.

3. UU No.1 tahun 1970 pasal 4

4. UU No. 18 tahun 1999 PASAL 2: Pengaturan Jakon berlandaskan pada

asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan,

kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi

kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. PASAL 22 huruf l :

Universitas Sumatera UtaraPerlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang


kewajiban para

pihak dalam pelaksanaan K3 serta jaminan social. PASAL 23 (2) :

Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang

keteknikan, keamanan, K3, perlindungan tenaga kerja, serta tata

lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan

pekerjaan konstruksi PP. NO. 28 / 2000 (Usaha & Peran Masyarakat

Jakon) PP. 29 /2000 (Penyelenggaraan Jakon) PP. 30 / 2000 (Pembinaan

Jakon)

5. UU No. 28 tahun 2002 : PASAL 2 : Bangunan Gedung diselenggarakan

berlandaskan asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta

keserasian bangunan gedung dengan lingkungan PASAL 3 (2) :

Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin

keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,


kenyamanan, dan kemudahan PASAL 16 (1) : Persyaratan keandalan

bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3), meliputi

persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan,dan kemudahan PASAL

17 (1),(3)&(4) : Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan

bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan

bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran

dan bahaya petir. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam

mencegah menanggulangi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) merupakan kemampuan bangunan gedung untuk

melakukan pengamanan terhdaap bahaya kebakaran melalui sistem

Universitas Sumatera Utaraproteksi pasif/atau proteksi aktif. Persyaratan kemampuan


bangunan

gedung dalam mencegah bahaya petir sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1), merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan

pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. RPP.

Persyaratan Bangunan Gedung RPP. Pengelolaan Bangunan Gedung RPP.

Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Bangunan Gedung RPP. Pembinaan

Pengelolaan Bangunan Gedung


2.4 Siklus PDCA

dalam penerapan SMK3 dapat digambarkan sebagai berikut :

SMK3 terdiri dari 5 prinsip dasar dan 12 elemen :

PRINSIP DASAR

1. Penetapan kebijakan K3

2. Perencanaan penerapan K3

3. Penerapan K3

4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3

5. Peninjauan secara teratur untuk meningkatkan kinerja K3 secara berkesinambungan

ELEMEN

1. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen

2. Pendokumentasian strategi

3. Peninjauan ulang desain dan kontrak

4. Pengendalian dokumen

5. Pembelian

6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3

7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan

9. Pengelolaan material dan perpindahannya

10. Pengumpulan dan penggunaan data

11. Audit SMK3

12. Pengembangan kemampuan dan ketrampilan

Pedoman penerapan SMK3 secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Komitmen dan kebijakan

a. Kepemimpinan dan komitmen

– organisasi K3

– menyediakan anggaran, SDM dan sarana

– penetapan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban

– perencanaan K3

– melakukan penilaian

b. Tinjauan awal K3

- identifikasi kondisi dan sumber bahaya

– pengetahuan dan peraturan perundangan K3

– membandingkan penerapan

– meninjau sebab akibat

– efisiensi dan efektifitas sistem

2. Perencanaan

a. Manajemen Resiko

b. Peraturan perundangan

c. Tujuan dan sasaran :

 dapat diukur

 indikator pengukuran

 sasaran pencapaian
 jangka waktu pencapaian

d. Indikator Kinerja

e. Perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung

3. Penerapan

a. Jaminan kemampuan

– SDM, sarana dan dana

– integrasi

– tanggung jawab dan tanggung gugat

– konsultansi, motivasi dan kesadaran

– pelatihan dan kompetensi kerja

b. Kegiatan pendukung

– komunikasi

– pelaporan

– pendokumentasian

- pengendalian dokumen

– pencatatan dan manajemen informasi

c. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko

– manajemen resiko

– perencanaan (design) dan rekayasa

– pengendalian administratif

– tinjauan kontrak

– pembelian

– prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana

– prosedur menghadapi insiden

– prosedur rencana pemulihan keadaan darurat

2.5 Kekurangan yang ada pada SMK3 dibandingkan dengan Manajemen K3


Lainnya

Kekurangan yang paling dasar adalah peraturan pendukung mengenai K3

yang masih terbatas dibandingkan dengan organisasi internasional. Tapi hal ini

masih dapat dimaklumi karena masalah yang sama juga dirasakan oleh negaranegara di
Asia dibandingkan negara Eropa atau Amerika, karena memang masih

dalam tahap awal. Selain itu sertifikasi SMK3 yang hanya dapat dikeluarkan oleh

Menteri Tenaga Kerja (Pemerintah) dirasakan kurang membantu promosi

terhadap SMK3 dibandingkan dengan sertifikasi ISO series, OHSAS, KOHSA

(korea), yang juga menggunakan badan sertifikasi swasta. Dan yang utama

Universitas Sumatera Utaratentunya adalah peran aktif dari pengusaha Indonesia yang
masih belum

mengutamakan K3 di Industrinya karena masalah klasik yaitu cost (biaya

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sistem manajemen adalah suatu set elemen yang saling terkait, digunakan untuk
menetapkan kebijakan dan objektif dan untuk mencapai objektif tersebut.

Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara


keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif

Sistem Menajemen K3 Berdasarkan Permenaker No.5 Tahun 1996 adalah bagian dari
sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resikoyang berkaitan dengan
kegiatan kerja guna terciptanya tempatkerja yang aman,
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan
kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih
Dianggap Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah.
Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-
perusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari
15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem
Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya
anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan.
Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban
kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya
mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah
standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni
Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang
berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di
Bangladesh 11.768 kasus.
Jumlah kecelakaan kerja yang tercatat juga ditengarai tidak menggambarkan
kenyataan di lapangan yang sesungguhnya yaitu tingkat kecelakaan kerja yang lebih
tinggi lagi. Seperti diakui oleh berbagai kalangan di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja, angka kecelakaan kerja yang tercatat dicurigai hanya mewakili tidak lebih dari
setengah saja dari angka kecelakaan kerja yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa masalah, antara lain rendahnya kepentingan masyarakat untuk melaporkan
kecelakaan kerja kepada pihak yang berwenang, khususnya PT. Jamsostek. Pelaporan
kecelakaan kerja sebenarnya diwajibkan oleh undang-undang, namun terdapat dua
hal penghalang yaitu prosedur administrasi yang dianggap merepotkan dan nilai
klaim asuransi tenaga kerja yang kurang memadai. Di samping itu, sanksi bagi
perusahaan yang tidak melaporkan kasus kecelakaan kerja sangat ringan.
Sebagian besar dari kasus-kasus kecelakaan kerja terjadi pada kelompok usia
produktif. Kematian merupakan akibat dari kecelakaan kerja yang tidak dapat diukur
nilainya secara ekonomis. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat seumur hidup,
di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan kerugian
materil yang sangat besar, bahkan lebih besar bila dibandingkan dengan biaya yang
dikeluarkan oleh penderita penyakit-penyakit serius seperti penyakit jantung dan
kanker.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi.
Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja
di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa
konstruksi adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja,
disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan
pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang mencapai sekitar 4.5
juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan tingkat
Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan
pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja
harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan
perusahaan. Kenyataan ini tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang
biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai
Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi.

Contoh kejadian :
1. Tembok Bata Sepanjang 50 Meter Roboh
kejadian yang mencoreng jasa konstruksi di Indonesia kembali terjadi. Lima
pekerja tewas dan sembilan lainnya luka parah tertimpa tembok bangunan pabrik
kayu lapis yang sedang dibangun di Dukuh Sawur, desa Genengsari, Kecamatan
Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (11/9). Empat korban tewas di tempat
kejadian sementara satu lainnya meninggal di RS PKU Muhammadidyah Karanganyar

Menurut saksi mata, Imam Hartono, pemilik pabrik, sebelum tembok roboh,
datang angin kencang dari arah barat. “Kejadian berlangsung tiba-tiba, tidak ada
seorang pun tukang bangunan yang menyangka kalau tembok yang sedang dikerjakan
itu runtuh setelah dihantam angin yang datang dari arah barat,” ungkapnya. Menurut
Sutoyo,46, pekerja yang selamat dari tragedi tersebut menyatakan sebelumnya tidak
ada tanda-tanda tembok setinggi lima meter dengan panjang hampir 50 meter yang
sedang dikerjakan itu akan roboh. “Tiba-tiba tembok sebelah barat itu ambruk dan
menimpa teman-teman yang sedang berada di bawahnya,” ujarnya.
2. Pekerja Bangunan Tewas Setelah Terpeleset
TEMPO Interaktif, Jakarta- Seorang pekerja bangunan tewas setelah terjatuh
dari lantai satu proyek bangunan Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Diperkirakan akibat kecelakaan kerja.
"Pekerja itu terpeleset lalu terjatuh dari lantai satu," kata Kepala Kepolisian Sektor
Kebayoran Lama, Komisaris Polisi Makmur Simbolon kepada wartawan.
Menurut dia, kejadian terjadi sekitar pukul 11.00. Ketika itu, pekerja yang belum
diketahui identitasnya itu terpeleset dengan posisi kepala terlebih dulu menghantam
tanah.
"Korban langsung dilarikan ke RS Fatmawati. Diperkirakan meninggal selama
perjalanan," tambah dia.(ANTON WILLIAM Senin, 05 Juli 2010 | 12:50 WIB)
3. Pekerja Bangunan Tewas Terjatuh dari Lantai Sembilan
Surabaya - Seorang pekerja proyek pembangunan gedung dijalan Manyar
Kertoarjo, Surabaya, Jawa Timur, terjatuh dari lantai sembilan atau ketinggian sekitar
38 meter dan tewas seketika di lokasi kejadian,Kamis. Korban tewas bernama Zaenal
Abidin (33), warga Desa Burno, Bojonegoro. Sedangkan rekannya, Kalam (25), warga
Jalan Pandegiling, Surabaya, bernasib lebih beruntung, karena meskipun sama-sama
terjatuh, tetapi masih selamat dan mengalami patah tulang tangan kanan serta rusuk
bagian belakang memar. Salah satu saksi mata, Gatot, mengaku terkejut mendengar
suara benda jatuh dari atas dan ketika dilihat ternyata dua orang pekerja sedang
tergeletak.
"Saya diberitahu teman-teman kalau ada pekerja yang jatuh. Ternyata Zaenal
Abidin dan Kalam. Kemudian, kami membawanya ke Rumah Sakit Dr Soetomo,"
ujarnya. Peristiwa kecelakaan kerja tersebut terjadi usai jam istirahat. Kedua korban
saat itu sedang bertugas menaikkan 10 triplek ke lantai sembilan dengan
menggunakan lift yang tanpa dilengkapi pengaman. Namun, angin yang bertiup
sangat kencang menerpa triplek, sehingga satu di antaranya terjatuh. Tidak berhenti
sampai disitu, angin yang bertiup malah membuat keduanya tak seimbang hingga
terjatuh.
"Korban Zaenal Abidin langsung terjatuh ke tanah, sedang Kalam sempat
tersangkut di lantai empat," kata Gatot. Kapolsek Mulyorejo Komisaris Polisi
Hariyono ketika dikonfirmasi membenarkan peristiwa tersebut dan telah
menurunkan anggotanya ke tempat kejadian perkara (TKP). Pihaknya juga
melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut.
"Kami belum bisa memastikan, apakah ada tersangka atau tidak dalam kasus ini,"
ujarnya. (20 Jan 2011 21:14:10| Penulis : Fiqih Arfani)

Proyek konstruksi tidak hanya menuntut akurasi dalam perencanaan kekuatan,


akan tetapi perlu dicermati mengenai metode dan teknologi konstruksinya. Kesalahan
dalam metode konstruksi terbukti berakibat yang sangat fatal, yaitu korban jiwa
tenaga kerjanya. Membiarkan tembok baru yang tinggi tanpa bingkai (perkuatan yang
cukup) dari kolom dan sloof beton bertulang atau besi profil tentunya sangat
berbahaya ketika menerima gaya horisontal (dalam hal ini hembusan angin). Selain
itu tembok dengan panjang 50 m, akan sangat riskan jika tidak diberikan dilatansi
yang cukup.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan
kerja. Di Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 Masih
Dianggap Remeh,” Warta Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah.
Padahal karyawan adalah aset penting perusahaan. Kewajiban untuk
menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar
melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih
perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan
bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal
jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan
kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai
lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak
selayaknya diabaikan. Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah
standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan
dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni
Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang
berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di
Bangladesh 11.768 kasus.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana kesalahan dalam metode
konstruksi dapat di minimalisir dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan
kesehatan dan keselamatan kerja.

3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui metode konstruksi yang
benar dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja,
terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya.
Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1. Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian .
Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu : lingkungan,
kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera
atau kerugian (Ridley, 1986).
2. Teori Multiple Causation
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu
penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau
situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan
kerja tersebut perlu diteliti.
3. Teori Gordon
Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang
tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang
terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara
terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara
detail.
4. Teori Domino terbaru
Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan
bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen.
Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk
memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
5. Teori Reason
Reason (1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat
“lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-
pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja,
6. Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi
dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya
sebagai berikut (M.Sulaksmono,1997) :
I. Manajemen kurang kontrol
II. Sumber penyebab utama
III. Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
IV. Kontak peristiwa ( kondisi di bawah standar )
V. Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari
memperbaiki manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja. Kemudian,
praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu
kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
B. Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan
faktor manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
a. Kecelakaan akibat langsung pekerjaan (PAK)
b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi
sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat
perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu
lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau
dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab
kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:
a. Faktor Fisik
Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition
misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
b. Faktor Manusia
Perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena
kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada,
85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
C. Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini
diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
• Terjatuh
• Tertimpa benda
• Tertumbuk atau terkena benda-benda
• Terjepit oleh benda
• Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
• Pengaruh suhu tinggi
• Terkena arus listrik
• Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi
b. Klasifikasi menurut penyebab :
• Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
• Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air.
• Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat
listrik, dan sebagainya.
• Bahan-bahan,zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak,gas,zat-zat kimia, dan
sebagainya.
• Lingkungan kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah )
• Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
• Patah tulang\
• Dislokasi ( keseleo )
• Regang otot (urat)
• Memar dan luka dalam yang lain
• Amputasi
• Luka di permukaan
• Geger dan remuk
• Luka bakar
• Keracunan-keracunan mendadak
• Pengaruh radiasi
• Lain-lain
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :
• Kepala
• Leher
• Badan
• Anggota atas
• Anggota bawah
• Banyak tempat
• Letak lain yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.

D. Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi


Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki
risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja
pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek
konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko
tinggi. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejaka awal tahun 1980an
pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus
untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Per-01/Men/1980.
Peraturan mengenai keselamatan kerja untuk konstruksi tersebut, walaupun
belum pernah diperbaharui sejak dikeluarkannya lebih dari 20 tahun silam, namun
dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia. Hal yang sangat
disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya
kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat
penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan
keselamatan kerja yang masih jauh dari optimal, yang pada akhirnya menyebabkan
masih tingginya angka kecelakaan kerja. Akibat penegakan hukum yang sangat lemah,
King and Hudson (1985) menyatakan bahwa pada Tantangan Masalah Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia proyek konstruksi di
negara-negara berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan
dengan di negara-negara maju.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-
pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian
dan pekerjaan galian. Pada kedua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh
dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan
mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh
para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan
pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman
K3 konstruksi. Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa
tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-
lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah
sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor
dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi
pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya.
Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika
Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun
longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup
signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di
samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat
dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian
sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas),
pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan,
denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha
(kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya
jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi
menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat
kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai
dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).

Dampak Kecelakaan Kerja


Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja (Simanjuntak,
1994):
a. Meninggal dunia
Dalam hal ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita
meninggal dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan
sebelumnya.
b. Cacat permanen total
Merupakan cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi
sepenuhnya melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak
berfungsinya lagi bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu
tangan atau satu lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu
ruas tubuh.
c. Cacat permanen sebagian
Cacat yang mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama
sekali tidak berfungsi.
d. Tidak mampu bekerja sementara
Kondisi sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun
karena harus beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang
dalam arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produkti
E. Pedoman K3 Konstruksi
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga
kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan
perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam
perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan
termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini
mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja secara
umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan
untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak
aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk pelanggaran
terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah. Sebagai tindak
lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai
”Pedoman K3 Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai
standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup
komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena menggunakan istilah-istilah
yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang
memadai. Kekurangan-
kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan,
serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak
pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.
Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi pedoman
yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, amulai
memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No.
384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan”
yang baru ini khusus ditujukan untuk proyek konstruksi bendungan, sedangkan untuk
jenis-jenis proyek konstruksi lainnya seperti jalan, jembatan, dan bagunan gedung,
belum dibuat pedoman yang lebih baru. Namun, apabila dilihat dari cakupan isinya,
Pedoman Teknis K3 untuk bendungan tersebut sebenarnya dapat digunakan pula
untuk jenis-jenis proyek konstruksi lainnya. ”Pedoman Teknis K3 Bendungan” juga
mencakup daftar berbagai penyakit akibat kerja yang hrus dilaporkan. Bila
dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika Serikat misalnya,
(OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration (OSHA),
sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan
pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya
secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat
komprehensif dan mendetil. Hal lain yang dapat dicontoh adalah penerbitan brosur-
brosur penjelasan untuk menjawab secara spesifik berbagai isu utama yang muncul
dalam pelaksanaan pedoman Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Proyek Konstruksi di Indonesia teknis di lapangan. Pedoman yang dibuat dengan
tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar
sebagai aturan, selayaknya secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi
masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan
demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan
keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri.

F. Pengawasan dan Sistem Menejemen K3


Menurut UU Ketenagakerjaan, aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk
masalah K3 dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki
kompetensi dan independensi. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh
berbagai pihak dalam mengambil keputusan. Di samping itu, unit kerja pengawasan
ketenagakerjaan baik pada pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja.
Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib
merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak
menyalah gunakan kewenangannya. Pegawai pengawas ini sangat minim jumlahnya,
pegawai pengawas K3 di Departemen Tenaga Kerja pada tahun 2002 berjumlah 1.299
orang secara nasional, yang terdiri dari 389 orang tenaga pengawas struktural dan 910
orang tenaga pengawas fungsional. Para tenaga pengawas ini jumlahnya sangat minim
bila dibandingkan dengan lingkup tugasnya yaitu mengawasi 176.713 perusahaan yang
mencakup 91,65 juta tenaga kerja di seluruh Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa
penerapan masalah K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat diselesaikan dengan
pengawasan saja. Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam
penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal
sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau ”SMK3.” SMK3 ini
merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh
tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar
seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3
sekaligus bekerja dengan lebih produktif.
UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100
pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi
(termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di
tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu
perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien, dan produktif. Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga
inspektor/pengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan
aturan mengenai SMK3.Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu
kali dalam tiga tahun.
Perusahaan- perusahaan yang memenuhi kewajibannya akan diberikan sertifikat
tanda bukti. Tetapi peraturan ini kurang jelas dalam mendifinisikan sanksi bagi
perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya. Berbagai usaha telah
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
masalah K3, yaitu salah satunya dengan memberikan apresiasi kepada para
pengusaha yang menerapkan prinsip-prinsip K3 dalam operasional perusahaan yang
berupa penghargaan tertulis serta diumumkan di media-media massa, seperti yang
dilakukan oleh Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Departemen Tenaga Kerja bekerja sama dengan Majalah Warta Ekonomi dan PT
Dupont Indonesia.
Untuk tahun 2005 silam, pemenang penghargaan tersebut adalah PT. Total E&P
Indonesia (kategori Industri Pertambangan, Minyak, dan Gas), PT. Nestle Indonesia
(kategori Industri Consumer Goods), dan PT. Amoco Mitsui PTA Indonesia serta PT.
Wijaya Karya (kategori Industri Lainnya). Keempat pemenang ini disaring dari 125
finalis. Melihat nama-nama perusahaan yang mendapatkan penghargaan,
menunjukkan bahwa sebagian pelaku usaha yang sangat menyadari masalah K3
adalah perusahaan-perusahaan multinasional. Namun, yang menarik adalah bahwa
terdapat satu perusahaan kontraktor nasional (BUMN) yaitu PT. Wijaya Karya sudah
berada pada jajaran perusahaan-perusahaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap
masalah K3. Memang terdapat pengaruh positif budaya K3 yang dirasakan oleh pelaku
konstruksi nasional, yang dibawa oleh perusahaan-perusahaan asing yang
menerapkan prinsip-prinsip K3 di proyek-proyek konstruksi, sehingga sedikit banyak
memaksa perubahan perilaku para tenaga kerja konstruksi.

G. Jaminan Sosial Tenaga Kerja


Penanganan masalah kecelakaan kerja juga didukung oleh adanya UU No. 3/1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga kerja
(jamsostek) adalah perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan uang
sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan
sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja
berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan meninggal dunia. Jamsostek
kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993 mengenai penyelenggaraan
jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT. ASTEK (sekarang
menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya) penyelenggara
jamsostek secara nasional.
Sebagai penyelenggara asuransi jamsostek, PT. Jamsostek juga merupakan suatu
badan yang mencatat kasus-kasus kecelakaan kerja termasuk pada proyek-proyek
konstruksi melalui pelaporan klaim asusransi setiap kecelakaan kerja terjadi. Melalui
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-196/MEN/1999, berbagai aspek
penyelenggaraan program jamsostek diatur secara khusus untuk para tenaga kerja
harian lepas, borongan,Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Proyek Konstruksi di Indonesia dan perjanjian kerja waktu tertentu, pada sektor jasa
konstruksi. Karena pekerja sektor jasa konstruksi sebagian besar berstatus harian
lepas dan borongan, maka KepMen ini sangat membantu nasib mereka. Para
pengguna jasa wajib mengikutsertakan pekerja-pekerja lepas ini dalam dua jenis
program jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Apabila
mereka bekerja lebih dari 3 bulan, pekerja lepas ini berhak untuk ikut serta dalam dua
program tambahan lainnya yaitu program jaminan hari tua dan jaminan
pemeliharaan kesehatan. Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur melalui
Keppres No.22/1993. Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui untuk
mungkin timbul karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah
satu penyakit ini berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih
dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir (sampai maksimal 3
tahun). Pada umumnya, penyakit-penyakit tersebut adalah sebagai akibat terkena
bahan kimia yang beracun yang berasal dari material konstruksi yang apabila terkena
dalam waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan penyakit yang serius. Penyakit
yang mungkin timbul juga termasuk kelainan pendengaran akibat kebisingan kegiatan
konstruksi, serta kelainan otot, tulang dan persendian yang sering terjadi pada pekerja
konstruksi yang terlibat dalam proses pengangkutan material berbobot dan berulang,
dan penggunaan peralatan konstruksi yang kurang ergonomis.
Dengan demikian, perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jamsostek secara legal
dapat dikatakan memadai. Namun, besarnya pembayaran jaminan tersebut sering kali
tidak memadai. Sebagai contoh, biaya-biaya transportasi dan perawatan di rumah
sakit akibat kecelakaan kerja yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya kenaikan
harga yang terjadi pada saat ini.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
penyelenggaraan konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai
masalah dan tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas
hidup sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia,
lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak meniti
karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para tenaga
kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi akibat dari
keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja
berkarakteristik demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang
umum dilakukan di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah
keteladanan pihak Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the
biggest owner.” Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha
perubahan paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek
konstruksi yang didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara
lain dapat mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki
bobot yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal
yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus kepada
seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa program-program yang
bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3 konstruksi tidak mungkin
tercapai.

B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena
sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu
perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh elemen yang ikut
terlibat dalam masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN

Wirahadikusumah,Reni.2008.Kecelakaan.(Online),
(lilo.staff.fkip.uns.ac.id/files/2008/09/kecel.. ,diakses 13 Desember 2009)
Warta Ekonomi, ”K3 Masih Dianggap Remeh,” 2 Juni 2006
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.
Kep. 174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004
”Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan
Konstruksi Bendungan.”
Hinze, J., and Bren, K. (1997). “The Causes of Trenching Related Fatalities and
Injuries,”
Proceedings of Construction Congress V: Managing Engineered Construction in
Expanding Global Markets, ASCE, pp 389-398.
Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja.”
King, R.W. and Hudson, R. (1985). “Construction Hazard and Safety Handbook:
Safety.” Butterworths, England.
Occupational Safety and Health Administration (Revisi 2000). “Occupational Safety
and Health Standards for the Construction Industry” (29 CFR Part 1926) – U.S.
Department of Labor.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”
Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: “Pedoman Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.”
The Business Roundtable (1982). “Improving Construction Safety Performance”. A
CICE

Project Report. Construction Industry Institute, USA.


UURI Nomor 3 Tahun 1992 “Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”
UURI Nomor 13 Tahun 2003 “Tentang Ketenagakerjaan

Anda mungkin juga menyukai