NPM 153410538
KELAS V C
FAKULTAS TEKNIK
PEKANBARU
2017
DAFTAR ISI
Halaman
Materi ..................................................................................................................... 1
1.1. Sistem Transportasi Antar Moda Terpadu ................................................ 1
1.2. Sistem Angkutan Massal (SAUM) ............................................................... 7
1.3. Intellegent Transport System (ITS)........................................................... 25
1.4. Transit Oriented Development (TOD) ..................................................... 35
1.5. Green Transportation ................................................................................. 53
Di bagian lain, klasifikasi SAUM bisa juga didasarkan pada (lihat tabel 1.4-1.5):
1) Right of way (RoW) atau sifat pergerakan kendaraan terhadap lalu-lintas lain,
yaitu:
a. Bercampur (mixed traffic), dimana kendaraan bergerak menggunakan lajur
lalu-lintas bersama dengan kendaraan lain.
b. Terpisah sebagian (partly segregated/semi exclusive), dimana kendaraan
bergerak pada lajur khusus yang dibatasi oleh misalnya marka jalan, namun
pada sebagian tempat, misalnya persimpangan, kendaraan tersebut bercampur
dengan kendaraan lain juga.
c. Terpisah sama sekali (fully segregated/exclusive), dimana kendaraan bergerak
pada lajur khusus yang dibatasi secara permanen atau berbeda levelnya,
termasuk di persimpangan yang biasanya dibuat tidak sebidang
2) Teknologi, dalam hal ini ada 4 elemen yang mendasari klasifikasi yaitu:
a. Sistem pendukung (support system), yaitu ban karet atau baja yang berjalan
diatas landasan aspal, beton, rel baja.
b. Sistem pengarah (guidance system), yaitu manual dengan stir atau pengarah
memanjang dan lain-lain.
c. Sistem penggerak (motive power), yaitu jenis mesin atau sumber tenaga gerak
(diesel, elektrik) dan lain-lain.
d. Sistem kendali (control system), yaitu manual (berdasarkan penglihatan), sinyal
atau otomatisasi dan lain-lain.
3) Sistem pelayanan, berdasarkan 3 elemen yaitu:
a. Jenis route dan perjalanan yang dilayani, yaitu jarak pendek, menengah dan
jauh.
b. Jenis operasi atau tipe pemberhentian, yaitu berhenti di setiap halte atau
express/patas.
c. Waktu operasi, yaitu biasa (sepanjang hari), hanya di jam sibuk, atau peristiwa
khusus.
Tabel 1.4 Moda SAUM berdasarkan kategori RoW dan jenis teknologi
Teknologi Rubber-tired
Highway Driver -
Kategori Guided, Rail
Steered
ROW Partially Guided
Bus (Reguler,
C Trolley Bus Tram, Streetcar
PATAS)
Bus pada Lajur
B Trolley Bus/Guided bus Light Rail Transit
khusus
Rubber-tired Rapid
Light Rail Rapid Transit
Transit Monorail,
A Bus pada Busway Rail Rapid Transit
Automated-guided
Regional Rail
Transit
Tabel 1.5 Kapasitas pelayanan beberapa moda SAUM
Penumpang/kendaraan Kapasitas
Unit/ Kend.
Moda Maksimum Maksimum
Jam Unit Seat Seat
Penumpang Penumpang
ROW C
Streetcars 60 2 60 101 5520 12100
ROW B
Streetcars 75 2 46 101 6900 15150
ROW A
LRT 30 6 46 101 8280 18200
Rapid
30 9 40 160 10800 43200
Transit
Dari ilustrasi ini terlihat bahwa dalam usaha pemecahan masalah transportasi di suatu
perkotaan biasanya dilakukan serangkaian tahap-tahap tertentu, seperti menerapakan
manajemen lalu lintas, menerapkan sistem prioritas bus dan akhirnya penerapan SAUM
ini merupakan usaha terakhir yang biasanya dilakukan seiring dengan meningkatnya
kemampuan teknis dan administrasi pengelolaan transportasi
1.2.5. Konsep hirarki pelayanan
Pada SAUM yang sudah lengkap dikenal adanya hirarki pelayanan yang dimaksudkan
untuk lebih mengoptimalkan kegunaan dari masing-masing sub-sistem dikaitkan dengan
area pelayanan dan karakteristiknya masing-masing yang sesuai. Konsep hirarki
pelayanan ini bisa terlihat lebih jelas pada gambar 1.3.
Gambar 1.3 Konsep hirarki pelayanan (Sumber: Dressbach and Wessel, 1992)
Dalam hal ini sistem angkutan yang kecil menjadi feeder bagi sistem angkutan yang
lebih besar. Level berkapasitas rendah (misalnya bajaj) digunakan untuk melayani
angkutan jarak dekat, melakukan penetrasi di jalan kecil dan melayani koridor yang
demandnya tidak terlalu besar. Selanjutnya, tingkat yang lebih tinggi (misalnya bus)
digunakan untuk melayani angkutan yang berjarak cukup jauh tapi kebutuhannya tidak
begitu besar. Dan akhirnya, tingkat yang berkapasitas paling tinggi, yaitu SAUM,
digunakan untuk melayani angkutan di koridor yang sangat tinggi kebutuhannya.
1.2.6. Identifikasi pola hirarki SAUM
Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam
Trayek Tetap dan Teratur, menggambarkan suatu idealisasi dalam menentukan jenis
angkutan sesuai dengan ukuran dan trayeknya secara umum diperlihatkan pada tabel 7.
Tabel tersebut mengidealkan bahwa penyediaan sistem angkutan umum di kota besar
Indonesia (dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa) terdiri dari beragam jenis angkutan
umum sesuai dengan trayek pada hirarki pelayanannya. Hal ini mengimplikasikan bahwa
perlu adanya perubahan sistem angkutan umum yang ada saat ini, setidaknya perlu ada
rerouting untuk menyusun kembali trayek angkutan umum yang ada.
Tabel 1.6 Klasifikasi trayek, ukuran kota, dan ukuran kendaraan
Gambar 1.4 Konfigurasi jaringan rute (Sumber: Khisty and Lall, 1998)
Tabel 1.7 Konfigurasi rute dan kecocokan aplikasi
Tipe Karakteristik Kecocokan aplikasi Keuntungan Kerugian
Lintasan rute secara Jaringan jalan telah Pergerakan dari tiap asal
- Mudah diingat &
paralel mengikuti berbentuk grid pada tujuan tidak dapat dengan
dimengerti
ruasjalan dari tepi pusat kota besar yang satu trayek
Grid pengguna
kota ke tepi yang padat & dari sub Perlu banyak tempat
- Cakupan area
lain melewati pusat urban menuju pusat transfer (terminal &
layan merata
kota kota halte)
- Perjalanan ke
- perlu terminal yang besar
pusat kota dapat
di pusat kota
Lintasan rute secara Kota yang dilakukan
- Perjalanan antar sub
Radial radial berorientasi mengembang ke sub dengan satu
urban perlu transfer
ke pusat kota urban secara evolutif lintasan
- Beban lalu lintas di pusat
- Transfer di pusat
kota besar
kota mudah
Area layan dibagi
beberapa wilayah
Kota kecil atau daerah
yangdilayani satu Proses transfer - Perlu lokasi transfer
sub urban, kota
lintasan rute yang yang mudah (focal point) yang besar
Teritorial mandiri, atau daerah
bertemu atau Penetrasi area - Lokasi transfer menjadi
yang berkerapatan
bersinggungan di layan merata macet
rendah
satu titik atau ruas
jalan
Bentuk radial yang
ditambah lintasan Kota yang - Pengguna perlu transfer
Pengguna dapat
Modifikasi melingkar berkembang dengan berkali-kali
bergerak dari &
Radial penghubung antar pola kegiatan yang - Perlu banyak fasilitas
ke mana saja
sub pusat kegiatan merata transfer
& pusat kota
Sumber: Khisty and Lall (1998)
1.2.9. Permasalahan
Untuk mengimbangi dan menekan laju peningkatan penggunaan angkutan pribadi,
harus dilakukan perbaikan sistem angkutan umum berdasarkan kemampuan angkut yang
besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan perjalanan yang memadai dan,
karena digunakan secara massal, haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi,
harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat oleh jalan raya yang memenuhi
semua persyaratan itu.
Permasalahan keterbatasan prasarana transportasi juga dapat diatasi dengan
mengembangkan Sistem Angkutan Umum Massa (SAUM). Pilihan utama adalah
penggunaan jenis moda transportasi kereta api yang berkapasitas besar dibandingkan
dengan moda transportasi jalan raya. Kereta api juga dapat bergerak cepat dengan cara
memisahkan pergerakannya dengan sistem jaringan yang lain (di bawah atau di atas
tanah).
Hal ini hanya dapat diberikan oleh sistem angkutan terpandu atau jalan rel yang
kecepatannya bisa diatur sesuai dengan kebutuhan. Frekuensinyapun bisa diatur sehingga
daya angkut per satuan waktu dapat dijamin besarnya. Karena fungsinya yang demikian
itulah sistem angkutan umum ini dikenal sebagai Sistem Angkutan Umum Massa
(SAUM).
Karena penggunaan kendaraan pribadi cenderung meningkat dengan berbagai alasan,
harus dilakukan usaha untuk memperbaiki keseimbangan sistem transportasi secara
menyeluruh. Tetapi, karena dana kurang mendukung, tentu harus ada prioritas yang
diberikan dengan segala konsekuensi yang mengikutinya. Perlu diingat kecenderungan
kinerja kendaraan angkutan penumpang berikut ini.
1. Bila jumlah kendaraan di jalan raya terus bertambah, termasuk armada bus kota,
kecepatan rata-rata akan terus menurun. Ini berarti jumlah orang terangkut per arah
per jam akan semakin berkurang.
2. Bila mengangkut orang dilakukan dengan kendaraan di jalan rel, apalagi dengan
menambah jumlah kereta, kecepatan rata-rata masih dapat dipertahankan dan
jumlah orang terangkut bahkan bisa meningkat.
Untuk mengurangi biaya investasi sistem angkutan umum, yang perlu diingat adalah:
1. panjang prasarana jalan; hendaknya diambil rute selurus mungkin (rute terpendek).
2. jarak antarstasiun yang jauh; hendaknya masih dalam jangkauan 2 kali jarak tempuh
pejalan kaki.
3. bangunan di atas tanah yang paling rendah biayanya, disusul yang melayang, dan
yang paling mahal adalah yang di bawah tanah.
Untuk kota seperti Jakarta, Bandung, dan Medan, prioritas harus sudah diberikan pada
sistem angkutan umum yang massa, cepat, sesuai dengan daya beli masyarakat, dan
menarik untuk digunakan. Karena biaya investasi mahal, SAUM harus diterapkan hanya
untuk koridor utama dengan perkiraan jumlah penumpang lebih dari 30.000−40.000
orang/arah/jam. Jumlah orang terangkut di bawah angka tersebut dapat dilayani oleh
sistem transportasi jalan raya (angkutan umum).
Beberapa gambaran penggunaan jenis moda angkutan umum massa dapat dilihat pada
tabel 1.8 dan gambar 1.5.
Tabel 1.8 Jenis angkutan umum massa
Gambar 1.13
Contoh Teknologi yang Dibutuhkan Terkait Real-Time Traffic Information Systems
Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti kumpulan dari bentuk transportasi
dengan model yang lebih berkelanjutan menuju perkembangan lingkungan yang dapat
diterima oleh masyarakat perkotaan dengan ciri khas akan meningkatkan produktifitas
dan keuntungan dari penerapan model yang dimaksud. Selanjutnya menurut Onogawa
(2007:4) Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti pencegahan (mitigasi)
dimana usaha pencegahan dianggap sebagai usaha yang lebih ringan dan murah
daripada usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sudah rusak. Sebagai
contoh kepeloporan Transportasi Ramah Lingkungan yang diterapkan dalam berbagai
bentuk dan kondisi di Bogota, Curtiba dan Seoul.
1.5.3. Green Transportation
Konsep Green Transportation adalah konsep yang dimaksudkan agar moda
transportasi bisa lebih ramah lingkungan, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan
perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan (Putra, 2011). Transportasi hijau
merupakan pendekatan yang digunakanuntuk menciptakan transportasi yang sedikit
(reduce transportation) atau tidak menghasilkan gasrumah kaca (zero transportation).
Gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab global warming selama ini, dan gas
rumah kaca yang berasal dari transportasi berada pada kisaran 15 - 25 %. Menurut
Williams (2012), beberapa indikator Green Transportation adalah tingkat kepemilikan
mobil pribadi, tingkat penggunaan bahan bakar minyak, waktu dan jarak perjalanan,
tingkat penggunaan angkutan umum, transportasi massal, fasilitas untuk bersepeda dan
berjalan, dan smart transportation management systems. Dalam rangka untuk mencapai
sistem transportasi rendah karbon, lebih banyak penelitian dan praktek yang dibutuhkan
untuk menggabungkan indikator-indikator ini.
Unsur-unsur dalam Green Transportation yaitu bahan bakar yang dibentuk dari bahan
bakar ramah lingkungan agar emisi yang dikeluarkan dari kendaraan lebih rendah.
Bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan dalam transportasi meliputi
beberapa bagian, yaitu :
1. Listrik merupakan bahan bakar penghasil emisi gas rumah kaca yang sangat
minim, apalagi bila menggunakan sumber daritenaga air, angin, sel surya
ataupun nuklir. Listrik ideal digunakan untuk transportasi yang melalui jalur
tetap seperti Bus Listrik, Kereta rel listrik (KRL). Selain itu, saat ini sudah
diperkenalkan mobil / motor yang digerakkan dengan listrik yang disimpan
dalam baterai.
2. Bahan Bakar Nabati merupakan merupakan bahan bakar yang diolah dari bahan-
bahan nabati, dapat diperoleh dari minyak nabati, ataupun alkohol, ataupun
dalam bentuk padat. Minyak nabati seperti minyak jarak, minyak kelapa sawit
dapat digunakan untuk campuran minyak diesel yang diberi nama Biodiesel,
sedangkan alcohol yang berasal dari hidrat arang dari tetes tebu ataupun lainnya
dicampurkan ke bahan bakar premium/pertamax yang diberi nama Biopertamax
di Indonesia
3. Sel bahan bakar, merupakan konsep baru yang dikembangkan dimana prosesnya
adalah penggunaan gas H2 yang direaksikan dengan O2 yang menghasilkan air
dan listrik, listrik yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkankendaraan.
Selain gas H2 juga bisa digunakan gas methan. Permasalahan yang ditemukan
pada kendaraan yang berbahan bakar H2 adalah belum adanya jaringan stasiun
pengisian bahan bakar gas hidrogen;
4. Bahan bakar gas, dapat berupa LPG (Liquefied Petroleum Gas) ataupun CNG
(Compressed Natural Gas) yang saat ini sudah digunakan untuk angkutan bus
TransJakarta di Jakarta,sumber gasnya terdapat dibeberapa daerah di Indonesia
yang ditransportasi melalui pipa dan tangki bertekanan.
Green Transportation adalah sarana dan prasarana untuk menunjang Intelligent
Transport System. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk menghemat bahan bakar
adalah menggunakan infrastruktur cerdas yang dikenal sebagai Intelligent Transport
System dimana semua pengaturan lalu lintas dilakukan dengan cerdas dengan
menggunakan paket program transportasi dan lalu lintas yang bisa mengoptimalkan
penggunaan infrastruktur. Perbaikan Intelligent Transportation System ini diperkitakan
dapat mengurangi emisi GRK hingga 30% (TNA Sektor Transportasi, 2009). Sistem ini
selain dapat menghemat penggunaan bahan bakar juga akan menurunkan angka
kecelakaan termasuk menurunkan stres pengemudi. Unsur Green Transportation yang
terakhir adalah penggunaan angkutan umum massal yang berbanding lurus dengan
efisiensi penurunan penggunaan kendaraan pribadi dan bersinergi dengan penurunan
tingkat buangan emisi gas rumah kaca