Anda di halaman 1dari 61

TUGAS IX

SISTEM TRANSPORTASI TERINTEGRASI

Tugas Mata Kuliah Perencanaan Transportasi

ANJELINA RULAN SARI

NPM 153410538

KELAS V C

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

2017
DAFTAR ISI

Halaman

Materi ..................................................................................................................... 1
1.1. Sistem Transportasi Antar Moda Terpadu ................................................ 1
1.2. Sistem Angkutan Massal (SAUM) ............................................................... 7
1.3. Intellegent Transport System (ITS)........................................................... 25
1.4. Transit Oriented Development (TOD) ..................................................... 35
1.5. Green Transportation ................................................................................. 53

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................


MATERI
1.1. Sistem Integrasi Transportasi Antar Moda Terpadu
Zhang and Hansen (2006) mendefinisikan transportasi antarmoda sebagai suatu sistem
yang menghubungkan moda transportasi yang berbeda seperti transportasi darat,
transportasi udara, transportasi laut, dan kereta api sehingga dapat memfasilitasi
penumpang untuk menyelesaikan keseluruhan perjalanannya dengan menggunakan lebih
dari satu moda. Integrasi transportasi dapat didefinisikan sebagai proses pengorganisasian
melalui perencanaan dan pendistribusian elemen dari sistem transportasi dengan
menggunakan moda, sektor, operator, dan organisasi berbeda dengan tujuan
meningkatkan keuntungan sosial (NEA, OGM & TSU, 2003). Oleh karena itu, integrasi
transportasi antarmoda tidak hanya memfasilitasi penumpang untuk terhubung kepada
jaringan transportasi secara luas tetapi juga dengan perpindahan yang aman, nyaman dan
efisien antar berbagai moda transportasi (Vespermann & Wald, 2011).
Selain itu, Saliara (2014) menjelaskan tiga aspek dari integrasi transportasi antarmoda
yaitu dari segi organisasi, operasional, dan fisik. Integrasi organisasi menggambarkan
pengaturan dan kontrak antar pemangku kepentingan dalam memenuhi keinginan dan
komitmen kepada kinerja sistem transportasi. Integrasi operasional mengacu kepada
koordinasi dan perencanaan sistem transportasi umum dengan meminimumkan gangguan
pada jarak dan waktu untuk perjalanan yang mulus dan nyaman. Integrasi fisik yaitu
adanya perubahan secara fisik misalnya desain dan pembangunan fasilitas serta lokasi
pemberhentian untuk transit penumpang antar titik lokasi perpindahan yang nyaman
(Miller, 2004).
Survei Asal−Tujuan Nasional yang dilakukan pada tahun 1995 memberikan indikasi
tentang pola transportasi di Indonesia yang meliputi transportasi darat, sungai, laut, dan
udara. Karena Indonesia negara kepulauan, tidak bisa dihindari perlunya pertukaran moda
transportasi dalam suatu perjalanan, baik untuk penumpang maupun barang dari tempat
asal menuju ke tempat tujuan. Biaya transportasi dari tempat asal ke tempat tujuan ini
merupakan kombinasi dari biaya transportasi setiap moda ditambah dengan biaya transit
dari suatu moda ke moda lainnya.
Khusus untuk pergerakan barang (industri), sistem transportasi antarmoda terpadu
merupakan sistem yang bertujuan melayani perdagangan dengan memberikan atau
menawarkan kemudahan dalam menangani proses pengiriman barang. Kemudahan
tersebut diarahkan kepada pengirim dan penerima barang (eksportir dan importir), untuk
tidak lagi dibebani oleh kompleksitas yang dihadapi dalam menangani sendiri seluruh
atau sebagian dari proses pengiriman barang tersebut.
Hal ini akan lebih dirasakan bilamana pengiriman barang itu melibatkan lebih dari satu
moda transportasi, sehingga dalam proses pelaksanaannya, barang akan melalui beberapa
tahapan ‘penerimaan’ dan ‘penyerahan’, sejak penerimaan awal sampai pada penerimaan
akhir (pembeli). Selain itu, karena keterbatasan peran setiap prasarana transportasi dalam
menjangkau suatu wilayah secara menyeluruh, maka sistem integrasi antarmoda
diharapkan dapat menanggulangi keterbatasan tersebut. Hal yang penting dalam integrasi
antarmoda meliputi kondisi dan bentuk jaringan prasarana transportasi, titik simpul
(temu) antara berbagai moda berupa terminal atau dermaga, yaitu tempat pergantian
antarmoda yang satu dengan moda lainnya sehingga kontinuitas pergerakan orang atau
barang dapat berlangsung dengan lancar.
Di samping itu, faktor operasional juga sangat menentukan, khususnya bagi angkutan
umum seperti ketersediaan moda dengan jadwal yang teratur dan terintegrasi antara satu
moda dengan moda lainnya sehingga memudahkan pengguna jasa angkutan disamping
tentunya pengaturan tarif yang terjangkau masyarakat luas.
1.1.1. Waktu tempuh dan biaya transit sebagai kendala utama
Waktu tempuh adalah salah satu faktor yang paling utama yang harus sangat
diperhatikan dalam transportasi. Hal ini diilustrasikan pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Grafik biaya transportasi sebagai fungsi jarak

Sumber: Tamin (1998a)


Waktu tempuh juga merupakan daya tarik utama dalam pemilihan moda yang akan
digunakan oleh suatu perjalanan (manusia ataupun barang). Jelas, bertambahnya waktu
tempuh pada suatu moda akan menurunkan jumlah penggunaan moda tersebut dan
dengan sendirinya pula akan menurunkan tingkat pendapatannya. Akibat yang lebih
jauh lagi adalah akan berkurangnya kepercayaan masyarakat akan kemampuan moda
tersebut sehingga jika terdapat alternatif moda lainnya yang lebih baik, masyarakat
konsumen akan lebih senang beralih dan memilih moda lain tersebut.
Deregulasi pemerintah di sektor perhubungan laut melalui Inpres 4 tahun 1985
sangat mendukung sistem transportasi antarmoda terpadu. Deregulasi itu bertujuan
menurunkan biaya transportasi yang saat itu dinilai kurang efisien dan sangat tinggi.
Deregulasi mencakup penghapusan peranan Bea dan Cukai, penurunan tarif pelabuhan,
dan penghapusan surat Fiskal untuk pelayaran dalam negeri. Untuk perjalanan yang
memerlukan beberapa moda transportasi, faktor lainnya yang lebih menentukan (selain
waktu tempuh) adalah biaya transit (biaya perpindahan barang atau penumpang).
Dapat dilihat dari gambar 1.1 bahwa untuk menekan biaya transportasi, baik untuk
pergerakan penumpang maupun barang dalam sistem transportasi antarmoda yang
terpadu, hal yang perlu diperhatikan adalah usaha penghematan biaya transit dari suatu
moda ke moda lainnya. Untuk itu perlu dibangun fasilitas sarana dan prasarana di
tempat perpindahan barang dan/atau penumpang agar dapat berlangsung dengan cepat,
aman, murah, dan nyaman sehingga biaya transit dapat ditekan sekecil mungkin.
1.1.2. Tempat pertukaran moda
Seperti telah diterangkan, untuk menunjang pengembangan suatu wilayah, peranan
sektor industri perlu ditingkatkan dan dikembangkan, di samping sektor pertanian dan
pertambangan dan lain-lainnya yang telah berperan sekarang. Hal yang penting dalam
pengembangan industri yang sangat berkaitan dengan sistem jaringan transportasi
adalah lokasi industri. Seperti diketahui, lokasi industri ditentukan dan sangattergantung
dari lokasi daerah pemasaran, lokasi daerah bahan mentah dan sistem jaringan
transportasi yang ada.
Lokasi industri yang optimal berada pada lokasi pertukaran moda untuk
menghindari biaya transit. Tetapi, jika biaya transit tersebut dapat ditekan sekecil
mungkin (misalnya dengan menggunakan peti kemas), lokasi industri dapat dipindahkan
ke lokasi bahan mentah untuk menghindari biaya terminal sehingga total biaya
transportasi dapat ditekan. Rencana ini tentu harus ditunjang oleh sumber daya manusia
yang cukup kuantitas dan kualitasnya (keterampilan tertentu). Sumber daya manusia
kadang-kadang masih merupakan kendala utama bagi pengembangan wilayah sehingga
diperlukan usaha pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan penduduk dengan melalui
program pendidikan dan pelatihan secara intensif. Selain itu, tradisi atau kebiasaan
setempat kadang-kadang kurang mendukung program pembangunan dan ini merupakan
salah satu tambahan hambatan.
1.1.3. Peranan peti kemas dalam usaha menunjang perekonomian
Peti kemas mempunyai kemampuan gerak yang mampu mencapai dua titik lokasi
(tanpa bongkar muat) dalam suatu perjalanan yang tidak mungkin dilakukan dengan satu
moda transportasi saja. Dengan kata lain, pengiriman barang dengan peti kemas dari
suatu tempat di Indonesia ke New York akan dapat dilakukan dengan hanya
menggunakan satu peti kemas yang sama, meskipun peti kemas tersebut dalam proses
perjalanannya tidak dapat lepas dari ketergantungannya pada moda-moda transportasi
yang ada, baik darat, laut maupun udara. Peranan transportasi laut dalam pengiriman
peti kemas merupakan mata rantai transportasi yang utama dan tidak diragukan lagi
kepentingannya.
Hal ini memungkinkan pengguna jasa untuk memanfaatkannya guna melaksanakan
pengiriman barang langsung dari pabrik ke tujuan akhir, tanpa dibebani oleh berbagai
masalah dalam proses angkutannya. Secara singkat, kompleksitas yang dihadapi akan
dapat diatasi dengan menyerahkan pengurusan serta penyelesaian pengiriman barang
kepada satu badan yang harus mampu melaksanakannya sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan jual beli, dan mengambil alih tanggung jawab atas barang sejak diterima dan
diserahkan kepada penerima.
Karena itu, sistem peti kemas dapat digunakan untuk mengurangi biaya transportasi,
terutama jika sistem transportasi antarmoda terpadu digunakan. Secara umum,
pengurangan total biaya transportasi bisa didapat dari yang berikut ini:
a. Pengurangan biaya pengepakan Biaya dan waktu pengepakan tidak diperlukan
lagi karena peti kemas telah langsung siap untuk dimuat dan dikirim. Yang perlu
diperhitungkan adalah biaya menyewa peti kemas tersebut.
b. Pengurangan biaya atas kerusakan barang Peti kemas terbuat dari bahan logam
sehingga kerusakan barang dalam proses bongkar muat dapat ditekan sekecil
mungkin.
c. Pengurangan kemungkinan barang hilang Peti kemas dilengkapi dengan sistem
kunci yang kuat sehingga kemungkinan kehilangan barang dapat dikatakan tidak
ada.
d. Pengurangan biaya asuransi Kerusakan barang dan kehilangan barang dapat
ditekan sehingga biaya asuransi pun secara otomatis dapat ditekan.
e. Pengurangan biaya pemeriksaan Biaya pemeriksaan dapat ditekan karena peti
kemas bersifat seperti gudang yang dapat dipindah-pindah.
f. Pengurangan biaya transit dan transfer Peti kemas terbuat dari bahan logam dan
bersifat sebagai gudang yang dapat dipindah-pindah serta dapat langsung dimuat ke
moda pengangkut (tidak memerlukan bongkar muat dan gudang), sehingga biaya
transit dan transfer dapat ditekan. Tetapi, diperlukan investasi yang cukup besar
untuk membeli peralatan bongkar-muat.
g. Pengurangan biaya servis pintu-ke-pintu Pengiriman barang dapat dilakukan
dengan hanya menggunakan satu peti kemas yang sama dari tempat asal sampai ke
tempat tujuan dan dapat dilakukan dengan hanya satu dokumen saja sejak diterima
sampai dengan diserahkannya barang tersebut kepada penerima.
Tetapi, di samping keuntungan di atas, peti kemas juga mempunyai kekurangan
yang perlu diperhatikan, yaitu beratnya sendiri yang besar. Hal ini jelas akan
menimbulkan permasalahan jika peti kemas tersebut diangkut melalui transportasi jalan
raya. Pengangkutan peti kemas yang begitu berat melalui jaringan jalan raya jelas akan
cepat mengurangi waktu pelayanan konstruksi jalan raya tersebut. Pengurangan waktu
pelayanan ini beragam, yang sangat tergantung pada total beban gandar kendaraan yang
digunakan.
Pengurangan waktu pelayanan mengharuskan konstruksi jalan raya secepatnya
ditingkatkan kembali (pelapisan ulang) untuk memperpanjang usia pelayanannya.
Program pemeliharaan jalan ini tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena itu,
penggunaan transportasi jalan baja (kereta api) untuk mengangkut peti kemas
merupakan jawaban yang sangat tepat. Selain beban gandar, beberapa perbandingan
antara sistem jaringan jalan raya dengan jalan baja dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perbandingan antara angkutan jalan raya dengan angkutan jalan baja
Karena itu, dalam sistem transportasi antarmoda terpadu, peranan peti kemas sangat
diperlukan karena dapat mengurangi biaya transportasi dan sekaligus mengurangi harga
jual barang sehingga bisa lebih dapat bersaing (kompetitif) dengan produsen lainnya.
1.2. Sistem Angkutan Massal (SAUM)
1.2.1. Angkutan Umum Berbasis Jalan Raya
Berikut ini akan diuraikan beberapa permasalahan kemacetan di daerah perkotaan
yang ditimbulkan oleh keberadaan angkutan umum:
a. Seluruh wilayah kota harus dapat terjangkau oleh pelayanan angkutan umum. Jika
terdapat suatu daerah yang tidak terjangkau maka dapat dipastikan penduduk yang
berada di daerah tersebut akan terpaksa menggantungkan dirinya pada angkutan
pribadi (hal ini jelas tidak akan menguntungkan bagi kapasitas jalan yang terbatas).
Oleh sebab itu, trayek angkutan harus direncanakan dengan memperhatikan pola tata
guna tanah, pola penyebaran penduduk, dan pola kebutuhan pergerakan.
b. Jumlah armada yang beroperasi pada masing-masing rute/trayek harus diatur
sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan pergerakan yang terjadi (pada jam sibuk
dan jam tidak sibuk). Tidak adanya perencanaan dan pengaturan izin trayek yang
baik menyebabkan terdapatnya rute 'gemuk' dan rute 'kurus' dan jumlah armada yang
tidak optimal. Hal ini jelas akan menyebabkan permasalahan kemacetan yang kronis
pada rute tersebut karena angkutan umum yang jumlahnya terlalu banyak akan
berusaha berebut penumpang. Pola operasi harus diubah dari operasi yang bersifat
'profit-oriented' menjadi bersifat 'service-oriented'. Penggunaan sistem setoran juga
menambah permasalahan karena pengemudi berusaha berebut penumpang agar target
setrorannya tercapai.
c. Tidak teraturnya daerah operasi kendaraan angkutan umum selalu dipersalahkan
sebagai salah satu penyebab kesemrawutan lalu-lintas. Setiap jenis kendaraan umum
seharusnya memliki fungsi tersendiri dan beroperasi di daerah yang sesuai dengan
ukuran dan kapasitas jaringan jalan yang akan dilaluinya. Bis, misalnya dengan
kapasitas besar harus beroperasi di jalan-jalan arteri, sementara jenis angkutan umum
lainnya dengan ukuran kendaraan lebih kecil, dapat beroperasi pada jalan-jalan
kolektor maupun lokal, daerah pinggiran kota atau di daerah pemukiman dalam jarak
dekat atau menengah.
d. Rute angkutan umum yang baik harus dapat memenuhi kepentingan kedua belah
pihak yaitu pihak penumpang (user) dan pihak operator (swasta dan pemerintah).
Untuk dapat memenuhi kedua belah pihak tersebut, maka penyusunan rute angkutan
umum berdasarkan pada pola asal-tujuan pergerakan, ongkos perjalanan minimum,
efisiensi sistem lalu-lintas kota, dan kebijaksanaan pemerintah daerah. Selain itu,
agar menghasilkan kesesuaian pelayanan angkutan umum dengan aktifitas kota
secara keseluruhan, maka perlu juga dipertimbangkan secara menyeluruh tentang
pola tata guna tanah, jaringan jalan, penyebaran penduduk, kebutuhan pergerakan,
dan lain-lain.
e. Akan tetapi, hal yang terpenting adalah masalah kedisiplinan dari para pengendara
dan aparat penegak hukum. Banyak ahli yang menyatakan bahwa masalah kemacetan
di kota-kota besar sebagian besar disebabkan karena rendahnya tingkat disiplin para
pemakai jalan dan aparat penegak hukum lalu-lintas.
Tabel 1.2 memperlihatkan beberapa perbandingan antara sistem jaringan jalan raya
dengan jalan rel.
Tabel 1.2 Perbandingan antara angkutan jalan raya dan angkutan jalan rel
Hal Yang
No Jalan Raya Jalan Rel
Diperbandingkan
door-to-door tidak membutuhkan membutuhkan angkutan awal dan
1. Pelayanan angkutan awal dan angkutan lanjut dan angkutan lanjutan dan bermobilitas
bermobilitas tinggi rendah
Macam Lalu segala macam lalu lintas dari pejalan
2. hanya diperbolehkan untuk kereta api
Lintas kaki sampai dengan truk
menguntungkan untuk jarak dekat menguntungkan untuk jarak jauh karena
3. Biaya Angkut karena menghemat waktu dan biaya biaya operasi relatif menjadi lebih
dan tidak perlu murah
ada angkutan pra- dan purna stasiun
kecepatan dapat lebih tinggi karena
4. Kecepatan kecepatan sangat tergantung dengan
tidak ada
volume
Biaya Hambatan membutuhkan pemeliharaan
5. Pemeliharaan lalu lintas relatif lebih murah yang teliti sehingga biaya relatif lebih
Jenis Barang tinggi
tidak cocok untuk angkutan massal cocok untuk segala macam angkutan
6. Yang Diangkut
(besar) massal dan berjarak jauh
Pengusahaan pengusaha hanya menyediakan pengusaha harus menyediakan sarana,
7.
Angkutan sarananya saja (bis,truk) prasarana dan pengaturan lalu lintas
Perpindahan Dari
harus melalui konstruksi khusus
8. Satu Jalur ke Jalur sangat mudah dan leluasa
(wesel) dan persilangan
Lain
1.2.2. Pendahuluan
Menurut Vuchic (1981) SAUM dibedakan menjadi semi-rapid dan rapid transit,
seperti diperlihatkan pada tabel 1.3
Tabel 1.3 Klasifikasi SAUM berdasarkan moda
No. Kelas Angkutan Massal Jenis Moda
1 Semirapid Transit Light Rail Transit, Street car/tram
2 Rapid Transit Monorail, Rubber-tired atau Rail Rapid Transit
Sumber: Santoso (1995)

Di bagian lain, klasifikasi SAUM bisa juga didasarkan pada (lihat tabel 1.4-1.5):
1) Right of way (RoW) atau sifat pergerakan kendaraan terhadap lalu-lintas lain,
yaitu:
a. Bercampur (mixed traffic), dimana kendaraan bergerak menggunakan lajur
lalu-lintas bersama dengan kendaraan lain.
b. Terpisah sebagian (partly segregated/semi exclusive), dimana kendaraan
bergerak pada lajur khusus yang dibatasi oleh misalnya marka jalan, namun
pada sebagian tempat, misalnya persimpangan, kendaraan tersebut bercampur
dengan kendaraan lain juga.
c. Terpisah sama sekali (fully segregated/exclusive), dimana kendaraan bergerak
pada lajur khusus yang dibatasi secara permanen atau berbeda levelnya,
termasuk di persimpangan yang biasanya dibuat tidak sebidang
2) Teknologi, dalam hal ini ada 4 elemen yang mendasari klasifikasi yaitu:
a. Sistem pendukung (support system), yaitu ban karet atau baja yang berjalan
diatas landasan aspal, beton, rel baja.
b. Sistem pengarah (guidance system), yaitu manual dengan stir atau pengarah
memanjang dan lain-lain.
c. Sistem penggerak (motive power), yaitu jenis mesin atau sumber tenaga gerak
(diesel, elektrik) dan lain-lain.
d. Sistem kendali (control system), yaitu manual (berdasarkan penglihatan), sinyal
atau otomatisasi dan lain-lain.
3) Sistem pelayanan, berdasarkan 3 elemen yaitu:
a. Jenis route dan perjalanan yang dilayani, yaitu jarak pendek, menengah dan
jauh.
b. Jenis operasi atau tipe pemberhentian, yaitu berhenti di setiap halte atau
express/patas.
c. Waktu operasi, yaitu biasa (sepanjang hari), hanya di jam sibuk, atau peristiwa
khusus.
Tabel 1.4 Moda SAUM berdasarkan kategori RoW dan jenis teknologi

Teknologi Rubber-tired
Highway Driver -
Kategori Guided, Rail
Steered
ROW Partially Guided
Bus (Reguler,
C Trolley Bus Tram, Streetcar
PATAS)
Bus pada Lajur
B Trolley Bus/Guided bus Light Rail Transit
khusus
Rubber-tired Rapid
Light Rail Rapid Transit
Transit Monorail,
A Bus pada Busway Rail Rapid Transit
Automated-guided
Regional Rail
Transit
Tabel 1.5 Kapasitas pelayanan beberapa moda SAUM

Penumpang/kendaraan Kapasitas

Unit/ Kend.
Moda Maksimum Maksimum
Jam Unit Seat Seat
Penumpang Penumpang

ROW C
Streetcars 60 2 60 101 5520 12100
ROW B
Streetcars 75 2 46 101 6900 15150
ROW A
LRT 30 6 46 101 8280 18200
Rapid
30 9 40 160 10800 43200
Transit

1.2.3. Keuntungan dan kerugian penggunaan SAUM


Pada saat ini terdapat kecenderungan meningkatnya penggunaan SAUM ini di
berbagai kota besar di dunia, namun demikian masih terdapat pro dan kontra dalam
penerapan sistem ini sendiri. Dari pihak yang pro, dikemukakan beberapa alasan yang
merupakan keuntungan pemakaian sistem ini di suatu perkotaan, diantaranya adalah:
a) Untuk meningkatkan pelayanan angkutan umum secara keseluruhan
b) Meningkatkan kualitas lingkungan dan penghematan energi
c) Untuk mengefisiensikan pemakaian lahan yang diperlukan untuk jalur transportasi
d) Membuka peluang industri dan penyerapan tenaga kerja yang terlibat dibidang ini
e) Meningkatkan citra suatu kota
Di lain pihak, dari pihak yang kontra alasan utama penolakannya biasanya berdasarkan
atas beberapa alasan yang diantaranya adalah:
a) Besarnya modal/investasi yang diperlukan
b) Tidak terbuktinya manfaat yang diharapkan
c) Adanya bukti kegagalan sistem ini di beberapa kota
d) Kompleksitas proses penyelenggaraan yangbiasanya memakan waktu sangat lama
1.2.4. Evolusi penerapan dan hirarki pelayanan SAUM
Pada prinsipnya kebutuhan SAUM berevolusi sejalan dengan perkembangan kota dan
kebutuhan pergerakan penduduknya seperti terlihat pada gambar 1.2
Gambar
1.2 Evolusi strategis SAUM (Sumber: Allport and Thomson, 1990)

Dari ilustrasi ini terlihat bahwa dalam usaha pemecahan masalah transportasi di suatu
perkotaan biasanya dilakukan serangkaian tahap-tahap tertentu, seperti menerapakan
manajemen lalu lintas, menerapkan sistem prioritas bus dan akhirnya penerapan SAUM
ini merupakan usaha terakhir yang biasanya dilakukan seiring dengan meningkatnya
kemampuan teknis dan administrasi pengelolaan transportasi
1.2.5. Konsep hirarki pelayanan
Pada SAUM yang sudah lengkap dikenal adanya hirarki pelayanan yang dimaksudkan
untuk lebih mengoptimalkan kegunaan dari masing-masing sub-sistem dikaitkan dengan
area pelayanan dan karakteristiknya masing-masing yang sesuai. Konsep hirarki
pelayanan ini bisa terlihat lebih jelas pada gambar 1.3.

Gambar 1.3 Konsep hirarki pelayanan (Sumber: Dressbach and Wessel, 1992)
Dalam hal ini sistem angkutan yang kecil menjadi feeder bagi sistem angkutan yang
lebih besar. Level berkapasitas rendah (misalnya bajaj) digunakan untuk melayani
angkutan jarak dekat, melakukan penetrasi di jalan kecil dan melayani koridor yang
demandnya tidak terlalu besar. Selanjutnya, tingkat yang lebih tinggi (misalnya bus)
digunakan untuk melayani angkutan yang berjarak cukup jauh tapi kebutuhannya tidak
begitu besar. Dan akhirnya, tingkat yang berkapasitas paling tinggi, yaitu SAUM,
digunakan untuk melayani angkutan di koridor yang sangat tinggi kebutuhannya.
1.2.6. Identifikasi pola hirarki SAUM
Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan dalam
Trayek Tetap dan Teratur, menggambarkan suatu idealisasi dalam menentukan jenis
angkutan sesuai dengan ukuran dan trayeknya secara umum diperlihatkan pada tabel 7.
Tabel tersebut mengidealkan bahwa penyediaan sistem angkutan umum di kota besar
Indonesia (dengan penduduk lebih dari 2 juta jiwa) terdiri dari beragam jenis angkutan
umum sesuai dengan trayek pada hirarki pelayanannya. Hal ini mengimplikasikan bahwa
perlu adanya perubahan sistem angkutan umum yang ada saat ini, setidaknya perlu ada
rerouting untuk menyusun kembali trayek angkutan umum yang ada.
Tabel 1.6 Klasifikasi trayek, ukuran kota, dan ukuran kendaraan

Ukuran Kota (Jumlah Penduduk)

Kota Besar Kota Sedang


Klasifikasi Kota Raya Kota Kecil
Area Layan Trayek (500 ribu (250 s/d 500
Trayek (>1 juta) (<250 ribu)
s/d 1 juta) ribu)
antar kawasan utama dan
antara
Kereta Api Bus Besar/
Utama kawasan utama dengan Bus Besar Bus Sedang
Bus Besar Sedang
kawasan
pendukung
antar kawasan pendukung
dan
Bus Sedang/
Cabang antara kawasan pendukung Bus Sedang Bus Sedang Bus Kecil
Kecil
dengan
kawasan pemukiman
Mobil Mobil
Bus Sedang/
Ranting dalam kawasan pemukiman Bus Kecil Penumpang Penumpang
Kecil
Umum Umum
antar kawasan secara tetap
Langsung dan Bus Besar Bus Besar Bus Sedang Bus Sedang
langsung
Sumber: Dimodifikasi dari Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. 274/HK.105/DRJD/96
Dengan pertimbangan pola permintaan perjalanan dan kondisi sistem jaringan
transportasi yang ada, secara tentatif dapat diperkirakan sejumlah koridor utama yang
harusnya dilayani oleh trayek utama.
1.2.7. Aspek Penyelenggaraan SAUM
Pada dasarnya ada 4 aspek yang terkait dengan penyelenggaraan SAUM yang harus
dilakukan agar penyelenggaraan tersebut dapat berjalan dengan baik dan benar. Ke empat
aspek kegiatan dimaksud adalah:
1. Aspek perencanaan
2. Aspek pengelolaan operasi
3. Aspek administrasi dan pendanaan
4. Aspek pengawasan/pemantauan.
Aspek perencanaan terdiri dari dua hal utama, yaitu perencanaan yang bersifat
hardware dan meliputi perencanaan sarana dan prasarana, serta perencanaan yang
bersifat software dan dalam hal ini terbagi lagi menjadi perencanaan strategis dan
perencanaan operasional. Perencanaan strategis berkaitan dengan rencana
pengembangan sistem jaringan rute (termasuk pola dan hirarki rute), interkoneksitas
antara rute, sistem intermodality dan jenis/tipe kendaraan yang akan digunakan.
Sedangkan perencanaan operasional berkaitan dengan rencana operasional rinci untuk
masing-masing rute, yaitu meliputi jenis dan kapasitas kendaraan, jumlah armada yang
harus beroperasi, frekuensi pelayanan, headway, sistem dan tingkat tarif, dan
penjadwalan.
Aspek pengelolaan operasi terdiri dari aspek teknis, administrasi, maupun finansial,
yang berkaitan dengan apa dan bagaimana memberikan pelayanan angkutan massal yang
sebaik-baiknya sesuai dengan visi pengelola dan pada dasarnya merupakan aspek
manajemen perusahaan pengelola angkutan massal dalam mengelola sumber dayanya.
Aspek administrasi terdiri dari semua hal yang berkaitan dengan mekanisme perijinan
penyelenggaraan angkutan massal, mulai dari ijin usaha angkutan massal, trayek sampai
ijin operasi dan terkait pada mekanisme pendanaan yang berasal dari pemerintah. Aspek
pengawasan/pemantauan terdiri dari hal-hal yang berkaitan dengan apa, siapa dan
bagaimana mekanisme pengawasan yang harus dilakukan untuk memantau
penyelenggaraan angkutan massal.
1.2.8. Jaringan Rute Sistem Angkutan Massal
1) Sistem jaringan rute
Sistem jaringan rute dalam suatu perkotaan biasanya dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:
1. Jaringan rute yang terbentuk secara evolusi dan dilakukan secara sendiri-
sendiri,
2. Jaringan rute yang terbentuk secara menyeluruh dan simultan bersama-sama.

Pada kelompok pertama, pembentukkan jaringan rute tidak terkoordinasi, karena


sistem tumbuh secara parsial dan lintasan rute terbentuk karena keinginan penumpang
atau pengelola. Akibatnya keterkaitan antar rute menjadi lemah. Lintasan rute hanya
terkonsentrasi pada koridor yang mempunyai demand tinggi dan tingkat aksesibilitas
masyarakat terhadap angkutan massal sangatlah tidak merata. Ada daerah yang mudah
mengakses angkutan massal, dan ada daerah yang sukar. Secara keseluruhan sistem
menjadi tidak efektif dan efisien.
Pada kelompok kedua, jaringan rute yang terbentuk biasanya merupakan jaringan rute
yang komprehensif dan integral yang pembentukannya biasanya didahului dengan
perencanaan yang matang dan komprehensif. Dalam jaringan seperti ini keterkaitan antar
individual rute sangatlah jelas, sehingga penumpang mudah menggunakan sistem tersebut
untuk kepentingan mobilitas mereka. Selain itu, pembentukan jaringan seperti ini
biasanya didasarkan pada kondisi tata guna lahan secara keseluruhan pula. Semua potensi
pergerakan diantisipasi sehingga tingkat aksesibilitas setiap daerah cukup merata dan
keseluruhan sistem menjadi efektif dan efisien.
a. Jarak Antar rute
Jarak antar rute merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan karena hal
ini berpengaruh langsung terhadap penumpang dan operator. Ada 4 faktor yang perlu
diperhatikan dalam masalah ini yaitu: lebar koridor daerah pelayanan, frekuensi
pelayanan, jarak tempuh penumpang ke lintasan rute dan waktu tunggu di perhentian.
b. Konfigurasi Jaringan Rute
Konfigurasi jaringan rute adalah sebaran spasial dari masing-masing lintasan
rute dalam sistem secara keseluruhan. Bentuk konfigurasi ini akan berpengaruh pada
luas daerah pelayanan, Jumlah pergantian lintasan (transfer) yang diperlukan dari
tempat asal ke tujuan, Pengaturan frekuensi dan jadwal operasi serta Lokasi terminal.
Pola rute yang umum digunakan untuk sistem transportasi adalah grid, linier, radial,
circumferensial loop, teritorial, dan modifikasi radial seperti diperlihatkan gambar
1.4 dan kecocokan aplikasinya disajikan pada tabel 1.7

Sistem rute bentuk grid Sistem rute bentuk radial

Sistem rute bentuk modifikasi radial Sistem rute bentuk teritorial

Gambar 1.4 Konfigurasi jaringan rute (Sumber: Khisty and Lall, 1998)
Tabel 1.7 Konfigurasi rute dan kecocokan aplikasi
Tipe Karakteristik Kecocokan aplikasi Keuntungan Kerugian

Lintasan rute secara Jaringan jalan telah  Pergerakan dari tiap asal
- Mudah diingat &
paralel mengikuti berbentuk grid pada tujuan tidak dapat dengan
dimengerti
ruasjalan dari tepi pusat kota besar yang satu trayek
Grid pengguna
kota ke tepi yang padat & dari sub Perlu banyak tempat
- Cakupan area
lain melewati pusat urban menuju pusat transfer (terminal &
layan merata
kota kota halte)

- Perjalanan ke
- perlu terminal yang besar
pusat kota dapat
di pusat kota
Lintasan rute secara Kota yang dilakukan
- Perjalanan antar sub
Radial radial berorientasi mengembang ke sub dengan satu
urban perlu transfer
ke pusat kota urban secara evolutif lintasan
- Beban lalu lintas di pusat
- Transfer di pusat
kota besar
kota mudah
Area layan dibagi
beberapa wilayah
Kota kecil atau daerah
yangdilayani satu Proses transfer - Perlu lokasi transfer
sub urban, kota
lintasan rute yang yang mudah (focal point) yang besar
Teritorial mandiri, atau daerah
bertemu atau Penetrasi area - Lokasi transfer menjadi
yang berkerapatan
bersinggungan di layan merata macet
rendah
satu titik atau ruas
jalan
Bentuk radial yang
ditambah lintasan Kota yang - Pengguna perlu transfer
Pengguna dapat
Modifikasi melingkar berkembang dengan berkali-kali
bergerak dari &
Radial penghubung antar pola kegiatan yang - Perlu banyak fasilitas
ke mana saja
sub pusat kegiatan merata transfer
& pusat kota
Sumber: Khisty and Lall (1998)
1.2.9. Permasalahan
Untuk mengimbangi dan menekan laju peningkatan penggunaan angkutan pribadi,
harus dilakukan perbaikan sistem angkutan umum berdasarkan kemampuan angkut yang
besar, kecepatan yang tinggi, keamanan dan kenyamanan perjalanan yang memadai dan,
karena digunakan secara massal, haruslah dengan biaya perjalanan yang terjangkau. Jadi,
harus ada sistem transportasi baru yang tidak terikat oleh jalan raya yang memenuhi
semua persyaratan itu.
Permasalahan keterbatasan prasarana transportasi juga dapat diatasi dengan
mengembangkan Sistem Angkutan Umum Massa (SAUM). Pilihan utama adalah
penggunaan jenis moda transportasi kereta api yang berkapasitas besar dibandingkan
dengan moda transportasi jalan raya. Kereta api juga dapat bergerak cepat dengan cara
memisahkan pergerakannya dengan sistem jaringan yang lain (di bawah atau di atas
tanah).
Hal ini hanya dapat diberikan oleh sistem angkutan terpandu atau jalan rel yang
kecepatannya bisa diatur sesuai dengan kebutuhan. Frekuensinyapun bisa diatur sehingga
daya angkut per satuan waktu dapat dijamin besarnya. Karena fungsinya yang demikian
itulah sistem angkutan umum ini dikenal sebagai Sistem Angkutan Umum Massa
(SAUM).
Karena penggunaan kendaraan pribadi cenderung meningkat dengan berbagai alasan,
harus dilakukan usaha untuk memperbaiki keseimbangan sistem transportasi secara
menyeluruh. Tetapi, karena dana kurang mendukung, tentu harus ada prioritas yang
diberikan dengan segala konsekuensi yang mengikutinya. Perlu diingat kecenderungan
kinerja kendaraan angkutan penumpang berikut ini.
1. Bila jumlah kendaraan di jalan raya terus bertambah, termasuk armada bus kota,
kecepatan rata-rata akan terus menurun. Ini berarti jumlah orang terangkut per arah
per jam akan semakin berkurang.
2. Bila mengangkut orang dilakukan dengan kendaraan di jalan rel, apalagi dengan
menambah jumlah kereta, kecepatan rata-rata masih dapat dipertahankan dan
jumlah orang terangkut bahkan bisa meningkat.
Untuk mengurangi biaya investasi sistem angkutan umum, yang perlu diingat adalah:
1. panjang prasarana jalan; hendaknya diambil rute selurus mungkin (rute terpendek).
2. jarak antarstasiun yang jauh; hendaknya masih dalam jangkauan 2 kali jarak tempuh
pejalan kaki.
3. bangunan di atas tanah yang paling rendah biayanya, disusul yang melayang, dan
yang paling mahal adalah yang di bawah tanah.
Untuk kota seperti Jakarta, Bandung, dan Medan, prioritas harus sudah diberikan pada
sistem angkutan umum yang massa, cepat, sesuai dengan daya beli masyarakat, dan
menarik untuk digunakan. Karena biaya investasi mahal, SAUM harus diterapkan hanya
untuk koridor utama dengan perkiraan jumlah penumpang lebih dari 30.000−40.000
orang/arah/jam. Jumlah orang terangkut di bawah angka tersebut dapat dilayani oleh
sistem transportasi jalan raya (angkutan umum).
Beberapa gambaran penggunaan jenis moda angkutan umum massa dapat dilihat pada
tabel 1.8 dan gambar 1.5.
Tabel 1.8 Jenis angkutan umum massa

Sumber: JMTSS (1992)

Gambar 1.5 Karakteristik bus dan kereta api


Sumber: JMTSS (1992)
Kotamadya Bandung sudah saatnya mempertimbangkan SAUM karena kebutuhan
akan pergerakan yang sangat tinggi, terutama pada pagi dan sore hari, yang tidak bisa lagi
ditampung oleh sistem jaringan jalan raya. Hambatan utamanya adalahdibutuhkan dana
yang sangat besar untuk membangun SAUM ini. Keterlibatan investor/swasta sangat
diharapkan dalam pemecahan masalah ini.
Jalur pengumpan dapat dilayani oleh kendaraan yang lebih kecil sesuai dengan
karakteristik jalur atau prasarana jalan yang tersedia sehingga ada pembagian fungsi
pelayanan dalam sistem transportasi perkotaan. Bila jalur pengumpan tidak mencakup
sampai ke permukiman, barulah diperlukan angkutan lingkungan yang masih sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Jadi, yang terpenting bukanlah jumlah kendaraan
yang banyak, tapi kelancaran perjalanan dan frekuensi kedatangan kendaraan yang sesuai
dan teratur serta tepat waktu.
Karena biaya operasi dan pemeliharaan sistem SAUM ini sangat tinggi, diperlukan
jumlah penumpang yang tinggi yang benar-benar menggunakannya. Untuk itu diperlukan
berbagai upaya yang terpola untuk mendapatkan jumlah penumpang tersebut, seperti:
1. adanya sistem pengumpan pada jalur SAUM,
2. frekuensi perjalanan kereta yang harus sesuai dengan kebutuhan atau karakteristik
kedatangan pengguna jasa pada sistem tersebut,
3. pengembangan stasiun sistem SAUM sebagai pusat kegiatan yang dapat menarik
orang sehingga lokasi ini bisa berfungsi sebagai tujuan perjalanan atau bahkan
merupakan asal perjalanan,
4. penerapan sistem penunjang yang dapat menjamin digunakannya sistem kereta api
seoptimal mungkin,
5. pemberian kemudahan bagi pengguna sistem ini.
Yang tidak kalah pentingnya adalah sistem transportasi pengumpan. Di Jakarta, pada
beberapa daerah di pusat kota terlihat bahwa pengoperasian bus kecil dan bus sedang
pada ruas jalan terpadat mencapai frekuensi yang sangat tinggi (waktu antara kendaraan
sekitar 6 detik). Kondisi pengoperasian yang demikian dapat menghambat arus lalulintas
dan selanjutnya mempengaruhi pelayanan sistem angkutan umum. Terlihat juga bahwa
pengoperasian bus sedang dan bus kecil mendominasi sistem angkutan umum di
perkotaan bila dibandingkan dengan jumlah armada bus besar. Akan tetapi, bila ditinjau
dari sisi kapasitas yang tersedia dengan pengoperasian armada angkutan umum seperti
itu, maka bus sedang dan bus kecil menyediakan kapasitas yang kira-kira sama dengan
kapasitas bus besar.
Dari kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan jenis armada angkutan
umum dengan kapasitas yang lebih besar untuk dapat lebih mengefisienkan
pengoperasian sistem angkutan umum. Penambahan pengoperasian jenis armada dapat
meningkatkan kapasitas sistem angkutan umum secara keseluruhan.
Dalam prakteknya, peremajaan armada angkutan umum mempertimbangkan substitusi
jenis kendaraan yang akan diremajakan dengan jenis kendaraan yang lebih besar
kapasitasnya. Selain itu, dengan melihat kondisi yang saling tumpang tindih antara
pengoperasian bus kecil, bus sedang, dan bus besar, maka kebijakan pengoperasian
angkutan umum perlu mempertimbangkan hierarki fungsi jalan. Gambar 1.6
memperlihatkan diagram pelayanan angkutan umum sesuai dengan hierarki dan fungsi
jaringan jalan.

Gambar 1.6 Diagram penataan pelayanan angkutan umum


(Sumber: Tamin, 1995k)
Jelaslah bahwa kebijakan yang diperlukan untuk menata dan memperbaiki pelayanan
sistem angkutan umum harus diarahkan pada hal-hal berikut ini (lihat gambar 1.6).
a. Penataan trayek, dengan mengganti bus dengan bus berkapasitas lebih tinggi yang
dilakukan secara bertahap pada tingkat peremajaan. Penambahan jumlah armada dan
penataan trayek dilakukan dengan pertimbangan:
 bus besar beroperasi pada jaringan jalan arteri
 bus sedang beroperasi pada jaringan jalan kolektor
 bus kecil beroperasi pada jalan lokal.
b. Pengurangan pengoperasian bus kecil secara bertahap pada tingkat peremajaan
dengan cara:
 beberapa bus kecil diremajakan menjadi 1 bus sedang
 berapa bus sedang diremajakan menjadi 1 bus besar
1.2.10. Kendala yang dihadapi
Pembangunan kereta api perkotaan sangat dibutuhkan bagi kota-kota besar seperti
DKI-Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Semarang. Akan tetapi, beberapa kendala
dalam pembangunan dan operasinya antara lain:
 Keterbatasan dana pemerintah dalam pembangunan sistem angkutan kereta api
perkotaan sebagai angkutan massa yang bisa dihandalkan.
 Rencana induk perencanaan pembangunan kereta api perkotaan yang belum
didukung oleh Undang-Undang atau peraturan. Oleh karena itu pemerintah harus
berusaha agar rencana induk tersebut harus didukung oleh aspek legalitas.
 Tingkat pelayanan kereta api perkotaan yang masih rendah. Hal ini disebabkan
karena sarana dan prasarana yang terbatas, tingkat pengetahuan, keterampilan, dan
disiplin sumber daya manusia yang masih kurang.
 Biaya perawatan sarana dan prasarana kereta api perkotaan yang tinggi.
Pemerintah berusaha menekan biaya perawatan dengan cara melakukan efisiensi
dan optimasi dalam bidang perawatan khususnya pada sarana dan prasarana
berteknologi tinggi.
 Tingkat keselamatan yang masih perlu ditingkatkan. Hal ini dilakukan dengan
melakukan sosialisasi UU no 13 tahun 1992 tentang perkeretaapian serta
mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga operasional kereta api.
1.2.11. Sistem angkutan umum transportasi perkotaan terpadu (SAUTPT)
A. Kasus DKI-Jakarta
Di DKI-Jakarta dan wilayah penyangga sekitarnya (Botabek), sistem angkutan
umum transportasi perkotaan terpadu antara bus, mikrobus, KRL Jabotabek, SAUM
dan taksi merupakan kebijakan yang dapat memecahkan masalah kemacetan. Hal ini
sedang diusulkan untuk diwujudkan pada awal tahun 2000. Untuk merencanakan
Sistem Angkutan Umum Transportasi Perkotaan Terpadu (SAUTPT) diperlukan
kajian yang menyeluruh dan sistem koordinasi interaktif yang baik antardepartemen
dan instansi terkait sehingga pelaksanaan pembangunannya berdampak positif
terhadap penataan tata ruang perkotaan.
Waktu tempuh merupakan salah satu faktor yang paling utama yang harus
sangat diperhatikan. Waktu tempuh merupakan daya tarik utama dalam pemilihan
moda transportasi (manusia ataupun barang). Jelas, bertambahnya waktu tempuh akan
menurunkan jumlah penggunaan moda transportasi tertentu dan dengan
sendirinyaakan menurunkan pula tingkat pendapatannya.
Akibat yang lebih jauh lagi adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat akan
kemampuan moda transportasi tersebut sehingga jika terdapat alternatif moda lain
yang lebih baik, masyarakat akan beralih memilih moda lain itu. Untuk perjalanan
yang memerlukan beberapa moda transportasi, faktor lain yang lebih menentukan
(selain waktu tempuh) adalah biaya transit (biaya perpindahan barang atau
penumpang).
Untuk menekan biaya transportasi, baik untuk pergerakan penumpang dan/atau
barang dalam sistem transportasi antarmoda terpadu, yang perlu diperhatikan adalah
usaha penghematan biaya transit dari suatu moda ke moda lain. Untuk itu diperlukan
fasilitas sarana dan prasarana pada tempat perpindahan barang dan/atau penumpang
agar perpindahan dapat berlangsung dengan cepat, aman, murah, dan nyaman sehingga
biaya transit dapat ditekan serendah mungkin.
Yang sangat perlu diperhatikan adalah perencanaan tata letak terminal
antarmoda yang efektif dan efisien sehingga berdampak positif terhadap penggunaan
lahan,tata ruang, sirkulasi penumpang dan pejalan kaki, persampahan, pertamanan,
saluran utilitas, keamanan, dan kenyamanan. Hal ini, sekali lagi, pasti membutuhkan
pembebasan tanah yang menyita waktu dan biaya yang sangat besar. Selain itu, perlu
juga direncanakan sistem jaringan angkutan umum terpadu yang baik yang meliputi
jaringan jalan kereta api, bus antar dan dalam kota, dan lain-lain.
B. Kasus Kotamadya Bandung
Di Kotamadya Bandung dan wilayah penyangga sekitarnya, kebijakan
pengembangan sistem jaringan transportasi terpadu antara jalan raya dan jalan rel
merupakan kebijakan yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah
transportasi. Kebijakan ini memungkinkan bus, angkot, SAUM dan taksi dapat
terintegrasi secara terpadu. Dalam merealisasikan Sistem Angkutan Umum
Transportasi Perkotaan Terpadu (SAUTPT) dibutuhkan suatu kajian yang menyeluruh
dan sistem koordinasi interaktif yang baik antardepartemen dan instansi terkait
sehingga pelaksanaan pembangunannya berdampak positif terhadap penataan tata
ruang perkotaan.
Berdasarkan peramalan kebutuhan akan pergerakan penumpang, sistem
jaringan transportasi harus terintegrasi bukan saja dalam perencanaan tetapi juga
dalam implementasi dan operasi yang menggabungkan elemen-elemen berikut ini.
a) Sistem jaringan jalan raya: jaringan jalan baru yang terdiri atas jalan tol,
jalan arteri, dan jalan kolektor sebagai jalur pengumpan dengan ketentuan
pelaksanaan peraturan yang ketat dan pelaksanaan beberapa teknik pengelolaan
lalulintas yang baik.
b) Sistem angkutan umum primer: sistem angkutan umum yang berkapasitas
tinggi dan berkecepatan tinggi, biasanya berupa jaringan angkutan umum
berbasis jalan rel.
c) Sistem angkutan umum sekunder: sistem angkutan umum yang dapat
berbasis jalan rel maupun jalan raya yang merupakan jalur pengumpan bagi
sistem angkutan primer khususnya dan sistem transportasi angkutan umum
lainnya secara umum.
d) Sistem akses lokal: lanjutan dari sistem transportasi yang dapat berupa angkot,
sepeda motor, becak, dan pejalan kaki.
Dari hasil studi BMARTS (1996), analisis kebutuhan penumpang angkutan
umum memperlihatkan bahwa koridor utama yang berpotensi besar untuk dijadikan
sistem jaringan angkutan umum primer adalah koridor Barat−Timur antara Padalarang
dan Cicalengka dan beberapa koridor radial yang menuju ke pusat kota Bandung dari
Lembang, Soreang, Banjaran, dan Majalaya. Hal berikutnya yang perlu dilakukan
adalah menetapkan koridor sistem jaringan angkutan umum sekunder yang dapat
berbasis jalan rel atau jalan raya.
1.3. Intellegent Transport Sistem (ITS)
Intelligent Transport System (ITS) adalah integrasi antarsistem informasi dan
teknologi komunikasi dengan infrastruktur transportasi, kendaraan dan pengguna jalan.
Mengintegrasikan pengguna jalan, sistem transportasi, dan kendaraan melalui sistem
informasi dan teknologi komunikasi serta membantu sistem transportasi secara
keseluruhan untuk bekerja secara efektif dan efisien.
Sebagai aplikasi inti untuk pengelolaan lalu lintas kota, ITS akan mengelola dan
menggunakan sumberdaya data yang dibagikan antara berbagai sistem pengelolaan
informasi. Sistem tersebut memadukan informasi dan fungsi manajemen lalu lintas untuk
memudahkan kerjasama antara beberapa sistem. Untuk mendapatkan informasi yang
berasal dari berbagai sumber diperlukan mekanisme pengumpulan dan pengelolaan
informasi yang standard.Untuk pengumpulan dan pengelolaan informasi yang standar ITS
menggunakan 3 devices yaitu:
1. CCTV
2. Auto Traffic Control System (ATCS)
3. Camera Counting
IT telah mentransformasi banyak industri, mulai bidang pendidikan hingga
pemerintahan. IT juga telah mengubah sistem transportasi. Perbaikan sistem transportasi
tidak hanya memperbaiki infrastruktur jalan yang telah rusak, atau membangun jalan
baru, tetapi juga dapat menggunakan dukungan IT yaitu dengan menggunakan
Intelligence Transportation System. Dengan penggunaan ITS maka akan membawa
perbaikan terhadap performa, termasuk meningkatkan keamanan serta kenyamanan
pengguna transportasi. ITS dapat dikelompokkan dalam lima kategori utama yaitu :
1. Advanced Traveler Information System, di mana pada sistem ini para pengguna
transportasi dapat mengetahui informasi secara real time, seperti jadwal, rute transit,
arahan navigasi, traffic operation center
2. Advanced Transportation Management System, termasuk traffic control devices,
ramp meters, traffic signals, traffic operations center
3. Intelligence Transportation System Enabled Transportation Pricing System, termasuk
electronic toll collection, congestion pricing, fee-based express (HOT) lanes and
vehicle miles traveled (VMT) usage based fee system.
4. Advanced Public Transportation System, di mana bus atau kereta dapat memberikan
laporan kepada penumpang terkait status realtime posisi bus atau kereta tersebut
(informasi kedatangan dan keberangkatan).
5. Fully integrated intelligence transportation system, seperti vehicle-to-infrastructure
and vehicle-to-vehicle integration, memungkinkan komunikasi antar asset di antara
sistem transportasi.
Tabel 1.9 Klasifikasi Contactless Mobile Payment Application

1.3.1. Konsep Dasar Intelligent Transport System (ITS)


Intelligent Transport System (ITS) mempunyai tujuan dasar yakni membuat sistem
transportasi yang dapat membantu pemakai transportasi dan pengguna transportasi
untuk :
a) Mendapatkan informasi.
b) Mempermudah transaksi.
c) Meningkatkan kapasitas prasarana dan sarana transportasi.
d) Mengurangi kemacetan atau antrian.
e) Meningkatkan keamanan dan kenyamanan.
f) Mengurangi polusi lingkungan.
g) Mengefisiensikan pengelolaan transportasi.
Intelligent Transportation System pada prinsipnya adalah penerapan teknologi maju
di bidang elektronika, komputer dan telekomunikasi yang dipadu dengan prinsip
manajemen strategi untuk meningkatkan fungsi transportasi secara keseluruhan. Sistem
ini mampu memberikan informasi kepada pemilik barang atau penumpang serta operator
angkutan sedemikian sehingga proses transportasi dapat berjalan secara efektif dan
efisien. Selain itu, ITS juga mampu memberikan informasi yang real-time.
Beberapa contoh aplikasi ITS yang telah terbukti mampu meningkatkan efektivitas
dan efisiensi transportasi adalah transit system, vehicle/ fleet management system,
emergency and security sytem, electronic payment, traffic management sytem dan lain-
lain.
Guna memahami lebih jauh bagaimana ITS, maka perlu dipahami terlebih dahulu
potensi fungsi dari ITS terhadap 4 (empat) komponen kunci yang akan membentuk
sistem ini. Empat komponen tersebut adalah alat angkut (vehicle), pengguna (user),
infrastuktur dan sistem komunikasi.
1.3.2. Ruang Lingkup ITS
a. Advanced Traveller Information System : Sistem ini secara prinsip adalah sistem
informasi yang menjadi panduan kendaraan untuk mendapatkan rute jalan yang
optimal. Tujuannya adalah untuk panduan kendaraan untuk mendapatkan rute jalan
yang optimal. Umumnya berbentuk peta digital berbasis Geographic Information
System (GIS). Beberapa contoh aplikasi adalah sebagai berikut:
Gambar 1.7 GPS dan BIS
b. Advanced Traffic Management System : Advanced Traffic Managent System
digunakan oleh pengelola jalan untuk memantau lalu lintas dan memberikan
informasi real time kepada pengguna jalan. Aplikasi ini memberikan informasi real
time tentang lalu lintas kepada pengguna jalan. Disamping itu juga memberi
informasi jika terjadi hambatan/kecelakaan pada rute yang ditempuh. Input data
diperoleh dari: CCTV, traffic analyzer, traffic counter, dsb. Sedangkan outputnya
melalui: Variable Message Sign (VMS), radio, call centre, dsb. Beberapa contoh
aplikasi adalah sebagai berikut.

Gambar 1.8 Traffi Management System

c. Incident Management System : Incident Management System adalah sistem


informasi yang digunakan untuk berbagai kejadian darurat, misalkan kecelakaan,
longsor atau bencana lainnya. Aplikasi ini digunakan untuk mendeteksi kejadian
darurat seperti kecelakaan, longsor/bencana lainnya. Sensor pada traffic
management system akan memberikan informasi berupa tingkat kecelakaan,
jumlah ambulan yang diperlukan, tenaga medis yang harus dikirim, dsb. Informasi
duteruskan otomatis ke rumah sakit, pemadam kebakaran, dsb. Contoh aplikasi
adalah sebagai berikut:
d.

Gambar 1.9 Incident Management System


e. Electronic Toll Collection System : Persoalan klasik pada jalan tol adalah lama
waktu yang diperlukan untuk transaksi pelanggan di gerbang tol. Aplikasi ini
bertujuan untuk mempersingkat waktu transaksi pembayaran pengguna sarana
transportasi. Pembayaran secara elektronis tanpa menggunakan uang tunai.
Contoh aplikasi adalah sebagai berikut :

Gambar 1.10 Penggunaan System E-toll Card


f. Assistance For Safe Driving : Assistance for Safe Drivingadalah bentuk dari ITS
yang sangat maju. Kendaraan dilengkapi dengan sejumlah sensor yang dapat
mengarahkan pengemudi unuk berkendara dengan aman. Pada aplikasi ini
kendaraan dilengkapi sejumlah sensor yang mengarahkan pengemudi berkendara
dengan aman. Manfaat dari sensor dan komputer pada kendaraan adalah
memberitahukan kepada pengemudi apabila tanpa sengaja pengemudi melakukan
hal-hal: jarak dengan kendaraan lain terlalu dekat, berada di lajur jalan yang salah,
kecepatan terlalu tinggi.

Gambar 1.11 Tampilan Advance For Save Driving


g. Support for Public Transportation : ITS jenis ini diterapkan pada moda transpotasi
umum, misalnya: bus/truk, kapal laut, ferri dan pesawat terbang. Aplikasi ini dapat
memberikan informasi waktu kedatangan bus. Disamping itu juga dapat
mengendalikan sistem angkutan umum secara terpusat (fleet management).

Gambar 1.12 Advance BIS


1.3.3. Permasalahan Penerapan ITS
Permasalahan yang berhubungan dengan aplikasi ITS pada sistem transportasi dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) sesuai dengan tingkat kebutuhannya yaitu, strategi
bisnis ITS (business strategy), teknologi informasi (information technology) dan operasi
intermodal (intermodal operations), seperti terlihat pada gambar berikut ini ;
Permasalahan Penerapan ITS

1.3.4. Peluang Penerapan ITS


Hambatan utama yang umumnya dijumpai (seperti telah dibahas sebelumnya)
menimbulkan peluang pengembangan ITS, dengan rincian sebagai berikut:

Peluang Penerapan ITS

1.3.5. Keuntungan ITS


Keuntungan menggunakan Intelligence Transportation System antara lain :
1. Meningkatkan keamanan,
2. Meningkatkan performa operasional,
3. Meningkatkan mobilitas dan kenyamanan,
4. Memberikan environmental benefit,
5. Meningkatkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, dan employment.
1.3.6. Contoh Penggunaan ITS

Gambar 1.13
Contoh Teknologi yang Dibutuhkan Terkait Real-Time Traffic Information Systems

Gambar 1.14 Sistem Komunikasi dan Informasi Kendaraan di Jepan


Negara Singapura merupakan negara pertama yang memperkenalkan electronic
congestion pricing system pada tahun 1998. Negara ini telah menerapkan adaptive
computerized traffic signals, memasang real-time bus status screen pada hampir semua
lokasi terminal bus, serta telah launching national parking guidance system pada bulan
April 2008. i-Transport System merupakan sebuah sistem predictive traffic flow
modeling berdasarkan penggunaan data histori dan data real time traffic.
Untuk sistem MRT di negara Singapura, SMRT bekerja sama dengan Motorolla
sebagai penyuplai integrated digital communication system untuk operasi MRT. SMRT
(Singapore MRT Ltd.) merupakan operator kereta yang menghubungkan penumpang
dengan central business districtdan tempat wisata, di mana penumpang dapat
melakukan pembayaran secara elektronik (dengan menggunakan kartu) serta
mengetahui informasi kedatangan kereta melalui layar. Sistem SMRT telah menerapkan
Intelligence Transportation System yang memudahkan penumpang dalam memperoleh
informasi (Visual Passengers Information System). Benefit yang didapatkan dengan
penerapan ITS pada SMRT adalah efisiensi operasional proses bisnis, reliability dan
performance yang lebih baik.
Hal yang membuatnya semakin menarik dari Intelligent Transport System
(ITS) adalah kita dapat mengetahui titik - titik kemacetan, Tempat terjadi kecelakaan
lalu lintas, Situasi di Halte yang berada di Koridor IV, V, ataupun VI. Berikut ini
beberapa ScreenShot dari website Intelligent Transport System (ITS). Ini Situasi di
Dalam Halte Busway
Ini Jadwal Busway sampai disalah satu Halte

Ini Situasi Jalan


1.4. Transit Oriented Development (TOD)
TOD atau pembangunan berorientasi transit berarti mengintegrasikan desain ruang
kota untuk menyatukan orang, kegiatan, bangunan, dan ruang publik melalui konektifitas
yang mudah dengan berjalan kaki dan bersepeda serta dekat dengan pelayanan angkutan
umum yang sangat baik ke seluruh kota. Hal tersebut berarti memberi akses untuk
peluang dan sumber daya lokal dan kota menggunakan moda mobilitas yang paling
efisien dan sehat dengan biaya dan dampak lingkungan paling minimal dan berketahanan
tinggi terhadap kejadian yang mengganggu. TOD yang inklusif merupakan dasar yang
dibutuhkan untuk keberlanjutan jangka panjang, keadilan, kesejahteraan yang merata, dan
keamanan di kota.
Dengan beberapa pengecualian, TOD yang inklusif bagaimanapun juga bukan
merupakan cara kota-kota di dunia untuk dibangun secara cepat. Terlebih lagi, jalan dan
pinggiran kota dibangun besar-besaran tanpa henti. Tanah berharga telah diaspal,
lingkungan alami terganggu, dan segragasi sosial dan isolasi diperburuk dengan adanya
jarak yang bisa dilalui. Kota-kota tersedak dalam kemacetan lalu lintas yang mematikan
dan emisi knalpot mengubah udara menjadi asap beracun yang menyebabkan perubahan
iklim menjadi bencana. Seiring berjalannya waktu, sebuah kebangkrutan, model
pertumbuhan kota yang menyebar menyebabkan kekacauan kota hingga
ketidakberlanjutan dan ketidakadilan tersebar dalam bentuk ketergantungan terhadap
mobil atau kehilangan akses, pada saat yang sama kota diprediksi akan tumbuh melebihi
dua juta penduduk dalam tiga dekade ke depan.
Perubahan global dari ruang kota yang tidak beraturan menjadi TOD yang inklusif
penting untuk diwujudkan. Namun, hal tersebut lebih mudah dikonsepkan daripada
diterapkan. Berbagai elemen yang komplek dan saling berkaitan harus diselaraskan dan
disatukan. Hal itu termasuk infrastruktur, jalan, dan perencanaan dan desain gedung
sampai undangundang, reformasi aturan, dan pembiayaan. Beragam partisipan yang
memiliki pandangan dan kepentingan berbeda terlibat: pembuat keputusan dan kebijakan
dari berbagai institusi, tenaga profesional dari berbagai bidang, investor dan developer,
pemilik atau penyewa di masa depan, warga yang terjebak dalam pola penggunaan mobil
sebagai bentuk budaya pinggiran kota, orang-orang dalam kelompok yang menjadi target
penggusuran dan pemadatan, serta organisasi kemasyarakatan dan orang-orang bawah.
Dalam konteks ini, pergeseran skala besar untuk TOD harus didahului dengan membuat
kesepakatan bersama mengenai konsep kerangka kerja untuk kolaborasi tersebut.
Sasaran TOD Standard adalah memfasilitasi dan mempercepat proses tersebut. TOD
Standard menyajikan sumber terpercaya dengan definisi yang jelas, standar yang mudah,
dan alat pengukuran yang cepat untuk dibagi dengan semua pihak sebagai dasar
penerapan TOD yang inklusif.
Transit oriented development atau disingkat menjadi TOD merupakan salah satu
pendekatan pengembangan kota yang mengadopsi tata ruang campuran dan maksimalisasi
penggunaan angkutan massal seperti Busway/BRT, Kereta api kota (MRT), Kereta api
ringan (LRT), serta dilengkapi jaringan pejalan kaki/sepeda. Dengan demikian
perjalanan/trip akan didominasi dengan menggunakan angkutan umum yang
terhubungkan langsung dengan tujuan perjalanan. Tempat perhentian angkutan umum
mempunyai kepadatan yang relatif tinggi dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas parkir,
khususnya parkir sepeda.
Definisi TOD Menurut TOD Standard ITDP pada tahun 2013 meluncurkan TOD
Standard dalam rangka memformulasikan secara lebih komprehensif mengenai definisi
TOD. Konsep TOD didefinisikan sebagai pola pembangunan yang memaksimalkan
manfaat dari sistem angkutan umum, juga secara tegas mengembalikan fokus
pembangunan kepada penggunanya ⎯ manusia. TOD menyiratkan proses perencanaan
dan perancangan berkualitas tinggi dari pola tata ruang dan wilayah untuk mendukung,
memfasilitasi, dan memprioritaskan tidak hanya penggunaan angkutan umum, tapi juga
moda transportasi yang paling mendasar yaitu berjalan kaki dan bersepeda.
Pengembangan TOD sangat maju dan telah menjadi tren dikota-kota besar khususnya
di kawasan kota baru yang besar seperti Tokyo di Jepang, Seoul di Korea, Hongkong,
Singapura, yang memanfaatkan kereta api kota serta beberapa kota di Amerika Serikat
dan Eropah.
1.4.1. Tujuan TOD
Dengan latar belakang yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka
penyelenggaraan TOD memiliki tujuan antara lain:
a. Meningkatkan penggunaan layanan transportasi massal yang diselenggarakan oleh
pemerintah kota.
b. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di dalam kawasan TOD.
c. Menggantikan mobilitas warga kota menjadi transportasi yang berkelanjutan seperti
berjalan kaki, bersepeda, dan angkutan umum
d. Mengoptimalkan fungsi budidaya ruang kota untuk mendukung pertumbuhan
kehidupan perkotaan yang terus meningkat.
1.4.2. Area Penerapan dan Ruang Lingkup TOD
1. Area Penerapan TOD
 Luasan area penerapan TOD: Konsep TOD memiliki potensi pengaruh yang
paling besar pada kawasan di sekitar halte atau stasiun, sebagai titik akses ke
dalam sistem angkutan umum yang tersedia. Dengan konsep penyediaan
mobilitas yang sustainable, maka aksesibilitas yang dimaksud diprioritaskan
terhadap moda berjalan kaki dan bersepeda. Dengan demikian luasan area
penerapan TOD juga akan bergantung pada kondisi fasilitas dan lingkungan
berjalan kaki.
 Area TOD sebagai pembatasan penggunaan kendaraan bermotor: Prioritas
yang diberikan kepada moda berjalan kaki, bersepeda, dan angkutan umum di
area penerapan TOD ini juga merupakan suatu alat kebijakan untuk mulai
melakukan pembatasan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
 Titik stasiun/halte angkutan umum massal untuk konsep TOD: Sejalan dengan
tujuan dari penerapan konsep TOD, maka sistem angkutan umum yang
dimaksud dalam studi TOD di Jakarta ini mencakup sistem Transjakarta BRT
dan sistem MRT. Dengan demikian konsep TOD perlu untuk diterapkan di
setiap kawasan sekitar halte busway Transjakarta dan stasiun MRT. Konsep
TOD juga Dapat diterapkan pada kawasan di sekitar stasiun KRL, namun
dikarenakan pengelolaan sistem KRL yang terdapat di bawah naungan PT.
KCJ yang notabene menjadi domain pemerintah pusat, maka pada studi ini
penekanan lebih ditujukan pada dua sistem angkutan umum massal yang
disebutkan sebelumnya.
 Area prioritas penerapan TOD: Area TOD yang hendak diwujudkan adalah
kawasan dengan fungsi guna lahan yang padat dan bercampur. Pada kondisi
yang telah ada, masih banyak ditemui kawasan-kawasan sekitar stasiun/halte
angkutan umum massal yang masih didominasi oleh fungsi guna lahan yang
homogen dengan mayoritas luasan persil yang kecil atau terpecah-
pecah. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan tingkat
kesulitan dalam penerapan konsep TOD pada suatu kawasan. Oleh karenanya
penerapan TOD perlu dilakukan secara bertahap. Prioritas penerapan TOD
diberikan pada kawasan-kawasan sekitar stasiun/halte angkutan umum massal
dengan tata guna lahan yang cukup heterogen dan/atau dengan mayoritas
luasan persil yang cukup besar. Penerapan TOD pada kawasan non-prioritas
dapat dilakukan setelah kawasan prioritas. Pada kawasan TOD non-prioritas
juga perlu diberikan kebijakan insentif untuk mendorong land consolidation.
2. Ruang Lingkup TOD
Terdapat 3 ruang lingkup kebijakan terkait TOD yang akan dibahas dalam studi
ini. Ketiga ruang lingkup ini saling melengkapi satu dengan lainnya, sehingga
tidak ada satu pun yang dapat dikesampingkan untuk dapat mencapai suatu
kawasan TOD. Tiga ruang lingkup kebijakan terkait TOD tersebut antara lain:
 Aksesibilitas menuju stasiun. Selain memberikan kemudahan untuk orang-
orang menggunakan layanan angkutan massal yang tersedia, aksesibilitas
stasiun/halte tidak hanya dipengaruhi oleh jalur masuk dan keluar
stasiun/halte namun juga kondisi lingkungan berjalan kaki dan bersepeda
yang di sekitar stasiun/halte tersebut. Akses stasiun/halte angkutan umum
massal sendiri dapat dibagi menjadi dua yaitu yang terdapat pada ruang publik
dan terdapat pada ruang privat.
 Intensitas pemanfaatan ruang. Salah satu tujuan penerapan TOD adalah
memaksimalkan penggunaan ruang kota. Dengan adanya penyediaan sarana
mobilitas yang lebih sustainable, maka daya dukung kota pun akan semakin
bertambah. Di sisi lain, tingkat kepadatan kegiatan yang tinggi juga akan
menyumbang terhadap perbaikan mobilitas perkotaan. Dengan keterkaitan
yang tinggi antara tingkat kepadatan kegiatan dan mobilitas, maka kebijakan
terkait TOD juga akan secara langsung berhubungan dengan peraturan-
peraturan terkait intensitas pemanfaatan ruang seperti Koefisien Dasar
Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), ketinggian bangunan
dan lainnya.
 Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Aksesibilitas sistem angkutan
umum massal yang baik serta intensitas pemanfaatan ruang yang baik tidak
serta merta membuat peralihan moda dari kendaraan pribadi ke angkutan
umum. Secara ekonomi, suatu moda hanya akan dipilih ketika memberikan
manfaat keekonomian yang lebih besar daripada pilihan moda yang lainnya.
Hal ini pula yang terjadi di kota-kota dengan sistem angkutan umum yang
maju di mana alasan utama orang-orang menggunakan angkutan umum
adalah karena sulit dan mahalnya menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
Dengan demikian penerapan TOD yang benar akan mencakup juga push
strategy yang mendorong pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan
memaksa pengendara kendaraan untuk beralih ke angkutan umum, berjalan
kaki, dan/atau bersepeda
1.4.3. Ciri-ciri Tata Ruang TOD
Ada beberapa ciri tata ruang campuran yang bisa dicapai dengan mudah cukup
berjalan kaki atau bersepeda. Beberapa ciri penting yang akan terjadi dalam
pengembangan TOD yaitu:
1. Penggunaan ruang campuran yang terdiri dari pemukiman, perkantoran, serta
fasilitas pendukung,
2. Kepadatan penduduk yang tinggi yang ditandai dengan bangunan apartemen,
condominium
3. Tersedia fasilitas perbelanjaan
4. Fasilitas kesehatan,
5. Fasilitas pendidikan
6. Fasilitas hiburan
7. Fasilitas olahraga
8. Fasilitas Perbankan
1.4.4. Prinsip-Prinsip Transportasi Perkotaan & Kunci Penerapan Sasaran Tod
Standard Oleh ITDP
1. Berjalan Kaki/Walk (Membangun lingkungan yang mendukung kegiatan
berjalan kaki)
Berjalan kaki merupakan moda perjalanan yang paling alami, sehat, bersih,
efisien, Terjangkau, dan inklusif menuju tujuan dengan jarak pendek dan komponen
penting Dari setiap perjalanan transit. Dengan demikian, berjalan kaki merupakan
pondasi untuk akses dan mobilitas yang berkelanjutan dan seimbang di dalam
perkotaan. Mengembalikan atau mempertahankan hal itu sebagai moda perjalanan
yang utama merupakan hal yang sangat penting untuk kesuksesan TOD yang
inklusif.
Berjalan kaki juga merupakan cara yang paling nyaman, aman, dan produktif
untuk berkeliling, jika jalan kecil dan jalan pada umumnya menarik, ramai, aman,
tidak terganggu dan terlindungi dengan baik dari kendaraan bermotor, dan jika
layanan yang berguna dan tujuannya berlokasi di sepanjang jalan.
Berjalan kaki memerlukan usaha fisik yang cukup yang dapat bermanfaat bagi
kebanyakan orang dengan jarak tempuh yang masuk akal namun bisa juga menjadi
tantangan atau tidak dapat dilakukan bagi beberapa orang ketika kemampuan tubuh
dipertemukan dengan rintangan, tangga, atau jalan yang curam untuk membentuk
suatu penghalang. Di dalam TOD Standard, istilah “berjalan kaki” atau “kemampuan
berjalan” harus selalu dipahami bahwa termasuk juga untuk pejalan kaki dengan
barang bawaan, seperti kursi roda, tongkat, kereta bayi, dan kereta belanja. Tempat
berjalan dan penyebrangan yang lengkap harus sepenuhnya mendukung semua
pengguna jalan sesuai dengan standar lokal atau internasional yang berlaku.
Membuat berjalan kaki menjadi mudah diakses dan menarik mendorong
penetapan tiga kunci sasaaran penerapan di bawah prinsip ini. (Faktor lain yang
berhubungan dengan kedekatan dan kelangsungan ada pada prinsip Connect /
Menghubungkan).
a) SASARAN A. Insfrastruktur pejalan kaki aman, lengkap, dan dapat
diakses oleh semua.
Ciri paling mendasar dari walkability dan inklusivitas perkotaan adalah
keberadaan dari jaringan tempat berjalan kaki yang lengkap, tidak terputus, dan
aman, termasuk penyeberangan yang aman pada jalur yang menghubungkan
asal dan tujuan bersama dan menuju stasiun angkutan umum setempat.
Jaringan tersebut harus dapat diakses oleh semua orang, termasuk orang tua
dan orang dengan disabilitas, dan juga terlindung dari kendaraan bermotor.
Variasi dari bentuk dan desain dari jalan dan trotoar, sesuai untuk keamanan
dan kelengkapan sasaran. Tempat berjalan kaki yang terlindungi dan terpisah
dari jalan raya dibutuhkan ketika kecepatan kendaraan melebihi 15 km/jam
(atau 10mph). Kelengkapan dan keamanan dari jalur pejalan kaki dan sistem
penyeberangan jalan diukur dengan metrik 1.A.1 (Jalur Pejalan Kaki) dan
1.A.2 (Penyeberangan Jalan).
b) SASARAN B. Infrastruktur pejalan kaki aktif dan hidup.
Keaktifan akan semakin meningkatkan keaktifan. Berjalan kaki bisa
jadi menarik dan aman, dan bahkan sangat produktif jika trotoar ramai, terhias,
dan terisi dengan berbagai kegiatan dan media interaksi seperti etalase toko dan
restoran. Sebaliknya, lalu lintas berjalan kaki yang tinggi meningkatkan
eksposur dari perdagangan dan jasa lokal dan meingkatkan vitalitas
perekonomian lokal. Interaksi visual interior-eksterior mendukung keamanan
dalam wilayah pejalan kaki melalui observasi dan pengamatan pasif dan
informal. Semua tipe penggunaan lahan relevan terhadap aktivasi jalan dan
observasi informal -tidak hanya toko dan restoran tetapi juga penjual barang
informal, tempat bekerja dan permukiman. Penyediaan koneksi teknologi
informasi nirkabel semakin menjadi elemen penting dari aktivasi dan
keamanan ruang publik. Metrik 1.B.1 (Muka bangunan yang Aktif) mengukur
koneksi visual antara jalur pejalan kaki dan interior dari bangunan yang
berdekatan. Metrik 1.B.2 (Muka bangunan yang Permeabel) mengukur
hubungan fisik aktif melalui bagian depan blok melalui pintu masuk dan keluar
menuju dan dari etalase toko, lobi gedung, lorong, dan gang.
c) SASARAN C. Infrastruktur pejalan kaki nyaman dan terjaga
temperaturnya.
Kemauan untuk berjalan kaki, dan disertai dengan orang-orang dengan
kemampuan tubuh sempurna, dapat secara signifikan ditingkatkan dengan
penyediaan naungan dan bentuk perlindungan lainnya dari kondisi iklim yang
parah -seperti pohon pelindung jalan, kanopi atau dengan orientasi jalan yang
memitigasi sinar matahari, angin, debu, hujan, dan salju. Penyediaan pohon
merupakan cara paling mudah, efektif, dan awet sebagai peneduh di hampir
semua iklim dan memiliki lingkungan yang terdokumentasi dengan baik serta
memberikan keuntungan psikologikal. Sasaran ini diukur melalui Metrik 1.C.1
(Peneduh dan Pelindung). Sangat direkomendasikan, namun tidak diukur
dalam standar ini demi kesederhanaan, adalah fasilitas seperti bangku, toilet
umum, keran air minum, penerangan yang berorientasi pada pejalan kaki,
pertandaan penunjuk jalan, pemandangan, serta perangkat jalan dan elemen
peningkat kualitas jalan lainnya.
2. Bersepeda / Cycle (memberikan prioritas kepada jaringan transportasi tidak
bermotor)
Bersepeda merupakan moda mobilitas perkotaan kedua tersehat, terjangkau,
Dan inklusif. Moda ini menggabungkan kenyamanan dan rute berjalan door-to-door
dan fleksibiltas jadwal dengan rentang dan kecepatan serupa dengan layanan
angkutan lokal. Sepeda dan transportasi dengan tenaga manusia lainnya, seperti
becak, juga mengaktifkan jalan dan sangat meningkatkan area cakupan pengguna
stasiun transit. Moda tersebut sangat efisien dan menggunakan sedikit ruang dan
sumber daya. Keramahan bersepeda, oleh karena itu, menjadi prinsip dasar TOD.
Pengendara sepeda, bagaimana pun juga, di antara pengguna jalan lainnya,
merupakan pengguna jalan paling rentan terhadap kecelakaan dengan kendaraan
lainnya. Sepeda mereka juga rentan terhadap pencurian dan perusakan serta
membutuhkan tempat parkir dan penyimpanan yang aman. Faktor kunci dalam
mengupayakan kegiatan bersepeda adalah penyediaan kondisi jalan yang aman
untuk bersepeda dan ketersediaan parkir dan penyimpanan sepeda yang aman di
semua tempat asal dan tujuan perjalanan dan di stasiun transit. Sepeda tenaga listrik
dipertimbangkan di dalam standar bersama dengan sepeda tenaga pedal selama
kecepatan maksimum sama.
a) SASARAN A. Jaringan infrastruktur bersepeda tersedia lengkap dan
aman.
Jaringan bersepeda yang aman yang menghubungkan gedung dan
tujuan dengan rute terpendek melalui pembangunan dan daerah layanan stasiun
merupakan ciri dasar TOD. Sasaran ini diukur melalui metrik 2.A.1 (Jaringan
Infrastruktur Bersepeda). Berbagai tipe dari susunan aman bersepeda bisa
menjadi bagian dari jaringan, tergantung kepada kecepatan kendaraan. Jalur
sepeda yang terpisah dibutuhkan ketika kecepatan kendaraan melebihi 30
km/jam (20 mph). Penandaan pada jalan bersama direkomendasikan ketika
kecepatan kendaraan di antara 15 dan 30 km/jam. (10 dan 20 mph). Jalan
bersama (shared street) dan plaza yang memperbolehkan kendaraan dengan
kecepatan di bawah 15 km/jam (10 mph) boleh tidak ditandai.
b) SASARAN B. Parkir sepeda dan lokasi penyimpanan tersedia dalam
jumlah cukup dan aman.
Bersepeda dapat menjadi sebuah pilihan perjalanan sehari-hari yang
atraktif apabila sepeda tersebut dapat diparkir dengan aman di semua tempat,
toko maupun di dalam hunian pribadi pada malam hari dan untuk jangka waktu
yang panjang. Elemen-elemen ini ditangani dengan fitur keamanan rak parkir
sepeda melalui metrik 2.B.1 (Parkir Sepeda di Stasiun Angkutan Umum), 2.B.2
(Parkir Sepeda pada Bangunan), dan 2.B.3 (Akses Sepeda ke Dalam Gedung).
3. Menghubungkan/Connect (menciptakan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki
yang padat)
Berjalan kaki dan bersepeda yang singkat dan langsung memerlukan jaringan
Jalan dan trotoar yang padat dan terhubung dengan baik di sekeliling blok-blok
Perkotaan. Berjalan kaki dapat dengan mudah terhalang oleh jalan yang memutar
dan sangat sensitif terhadap kepadatan jaringan. Jaringan yang padat dari jalan dan
trotoar yang menawarkan berbagai rute menuju destinasi, banyak sudut-sudut jalan,
jalan yang lebih sempit, dan kecepatan kendaraan yang lambat membuat berjalan
kaki dan bersepeda menjadi bervariasi dan menyenangkan serta memperkuat
aktivitas jalan dan perdagangan lokal. Pola tata ruang kota yang lebih permeabel
terhadap pejalan kaki dan pengguna sepeda daripada mobil juga mendorong
penggunaan transportasi tidak bermotor dan angkutan umum dengan segala
keuntungannya. Semakin pendek blok-blok perkotaan, semakin baik perspektif
walkability-nya. Namun, keseimbangan harus terjadi antara efisiensi hak atas jalan
publik ( jaringan yang lebih padat berarti lebih banyak lahan yang digunakan untuk
hak atas jalan) dan kapasitas untuk mengakomodasi pengembangan yang lebih besar
untuk penggunaan lahan yang membutuhkan hal tersebut. Keduanya memiliki
percabangan untuk keberlangsungan dan ketahanan ekonomi dari pembangunan dan,
akhirnya, untuk aktivitas pejalan kaki. Penelitian menunjukan bahwa blok dengan
luas sekitar 1 ha dan wajah blok sekitar 100 meter memberikan penjualan optimum.
Blok-blok tersebut sangat mudah diakses dengan berjalan kaki, dan berpotensi untuk
penggunaan lahan secara efisien (tergantung pada rata-rata lebar jalan), dan
menawarkan pilihan ukuran tapak yang cukup untuk semua penggunaan.
a) SASARAN A. Rute berjalan kaki dan bersepeda pendek, langsung, dan
bervariasi
Ukuran paling sederhana untuk konektivitas jalur pejalan kaki adalah
ukuran dari blok perkotaan, didefinisikan sebagai sebuah set properti yang
berdampingan yang menghalangi jalur pejalan kaki umum. Definisi blok ini
mungkin berbeda dari yang didefinisikan oleh jalan yang dipetakan, karena
jalur pejalan kaki yang terbuka dapat ditemukan melalui superblok dan gedung,
tanpa memperhatikan status kepemilikan. Kesingkatan dan kelangsungan
Metrik 3.A.1 (Blok-blok Kecil) menghargai proyek pembangunan dimana
wajah blok terpanjang sekitar 110 dan 150 meter, dimana perlu diingat bahwa
sebagian besar blok perkataan tidak kotak.
b) SASARAN B. Rute berjalan kaki dan bersepeda lebih pendek daripada
rute kendaraan bermotor
Konektivitas jalur pejalan kaki dan sepeda yang tinggi merupakan ciri
penting dari TOD, bukan konektivitas jalan yang mendukung kendaran
bermotor. Metrik 3.B.1 (Memprioritaskan Konektivitas) membandingkan dua
kategori dan memberikan rasio konektivitas jalur perjalanan tidak bermotor
lebih tinggi ke konektivitas jalur mobil.
4. Angkutan Umum / Transit (menempatkan pembangunan di dekat jaringan
angkutan umum)
Akses berjalan kaki menuju angkutan cepat dan berkala, didefinisikan sebagai
Transportasi berbasis rel atau bus rapid transit (brt), merupakan bagian yang Tidak
terpisahkan dari konsep tod dan prasyarat untuk pengakuan tod standard. Layanan
angkutan umum menghubungkan dan mengintegrasikan pejalan kaki dengan kota
melebihi jarak berjalan kaki dan bersepeda dan merupakan hal yang penting bagi
orang untuk mengakses berbagai kesempatan dan sumber daya. Mobilitas perkotaan
yang sangat efisien dan seimbang serta pola pembangunan yang padat dan kompak
saling mendukung dan menguatkan satu sama lain.
Angkutan umum berupa beberapa moda, mulai dari kendaraan berkapasitas
rendah hingga tinggi, dari sepeda, taksi, dan becak, hingga bi-articulated bus dan
kereta. Rapid public transit memainkan peran penting tidak hanya dalam
menyediakan perjalanan yang cepat dan efisien sepanjang jalurnya saja tetapi juga
sebagai tulang punggung bagi pilihan angkutan lain yang melayani seluruh spektrum
kebutuhan transportasi perkotaan.
Satu-satunya sasaran penerapan prinsip ini adalah menempatkan
pengembangan kota dalam jarak berjalan pendek di sekitar kawasan transit dengan
kualitas tinggi: idealnya, 500 meter (m) atau kurang dan tidak lebih dari 1000 m dari
jarak tempuh berjalan sebenarnya (sekitar 20 menit berjalan), termasuk semua jalan
memutar, dari layanan BRT, kereta, atau ferry yang cepat, berkala, dan terhubung
dengan baik.
a) SASARAN A. Angkutan umum berkualitas tinggi dapat diakses dengan
berjalan kaki
Untuk status TOD Standard, jarak berjalan kaki maksimal yang dapat
diterima menuju stasiun angkutan umum terdekat adalah 1000 m dan 500 m
untuk layanan bus lokal yang terhubung ke jaringan angkutan umum cepat
dalam jarak kurang dari 5 kilometer. Stasiun transfer harus singkat, nyaman,
dan dapat diakses dengan mudah dengan layanan angkutan umum cepat.
Pemenuhan metrik 4.A.1 (Jarak Berjalan Kaki menuju Angkutan Umum)
adalah sebuah syarat, dan tidak ada poin penilaian yang diberikan.
5. Pembauran / Mix (merencanakan pembangunan dengan tata guna lahan,
pendapatan, dan demografi)
Ketika ada pencampuran yang seimbang antara peruntukan dan kegiatan dalam
Satu area (misalnya, antara tempat tinggal, tempat kerja, dan perdagangan ritel),
Akan banyak perjalanan sehari-hari dengan jarak dekat dan dapat ditempuh Hanya
dengan berjalan kaki. Pembauran tata guna lahan dalam satu wilayah akan membuat
jalan-jalan lokal terus hidup dan memberikan rasa aman. Pencampuran tersebut
mendorong kegiatan berjalan dan sepeda, mendukung waktu pelayanan angkutan
umum yang lebih lama, dan menciptakan lingkungan yang hidup dan lengkap
dimana orang ingin tinggal. Orang dari semua usia, jenis kelamin, tingkat
pendapatan, dan karakteristik demografi dapat dengan aman berinteraksi di ruang
publik. Percampuran pilihan jenis perumahan membuat hal tersebut lebih cocok bagi
para pekerja dari segala tingkat pendapatan untuk tinggal dekat dengan pekerjaan
mereka dan membantu penduduk dengan pendapatan rendah yang bergantung pada
angkutan publik dengan biaya rendah, untuk tinggal di daerah-daerah tertinggal yang
tidak terlayani dengan baik. Perjalanan komuter pergi dan pulang juga
dimungkinkan untuk lebih seimbang pada jam-jam padat dan sepanjang hari,
sehingga operasional angkutan umum menjadi lebih efisien. Dua sasaran kinerja
untuk Prinsip PEMBAURAN, oleh karena itu berfokus pada penyediaan
keseimbangan aktivitas dan penggunaan lahan dan pada percampuran penduduk
dengan berbagai tingkat pendapatan dan demografi.
a) SASARAN A. Kesempatan dan jasa berada pada jarak berjalan kaki yang
pendek dari tempat dimana orang tinggal dan bekerja, dan ruang publik
yang aktif untuk waktu yang lama
Untuk membuat perjalanan sehari-hari menjadi lebih singkat dan dapat
ditempuh dengan berjalan kaki, perjalanan pulang dan pergi angkutan umum
menjadi seimbang, dan lingkungan menjadi aktif dan aman di siang dan
malam, Metrik 5.A.1 (Penggunaan Komplementer) menghargai pembangunan
yang mendukung keseimbangan dari kebanyakan aktivitas rumah tangga pada
malam hari dengan kebanyakan aktivitas harian. Kontribusi proyek untuk area
yang cukup seimbang sangat menguntungkan jika area tersebut seimbang
secara internal, dalam bentuk pengembangan penggunaan lahan campuran. Jika
suatu area hanya memiliki satu jenis penggunaan lahan, atau penggunaan lahan
yang sangat dominan seperti gedung perkantoran di pusat bisnis, kontribusi
paling baik adalah dengan memberikan penggunaan lahan dan aktivitas baru
yang dapat membantu untuk mengimbangi dominasi tersebut. Metrik 5.A.2
(Akses menuju Pelayanan Lokal) menghargai pembangunan yang berlokasi di,
atau membantu untuk, melengkapi lingkungan. Metrik ini berfokus pada
ketersediaan untuk semua dalam mendapatkan akses untuk sumber makanan
segar setempat, sekolah dasar, dan fasilitas kesehatan atau apotek. Makanan
segar tidak hanya sebuah kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga -
sama pentingnya- cukup mudah dinilai dan dapat diuji dengan andal untuk
ketersediaan bahan dasar yang lebih luas karena hal tersebut memiliki
persyaratan rantai pasokan yang lebih ketat daripada kebutuhan yang tidak
mudah rusak. Proses pemerintah sangat berbeda yang mengatur penyediaan
sekolah dasar dan layanan kesehatan setempat, yang merupakan layanan lokal
penting yang sangat penting bagi rumah tangga miskin. Untuk dapat berjalan
menuju sekolah, tentu saja, memberikan keuntungan kesehatan dan biaya bagi
semua.
Taman dan tempat bermain umum memiliki beberapa keuntungan,
mulai dari peningkatan kualitas udara, untuk mengurangi efek heat island,
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta kenyamanan penduduk.
Akses menuju taman dan tempat bermain sangat penting bagi penduduk
miskin, yang memiliki sedikit akses untuk fasilitas pribadi dan sedikit
kesempatan untuk melarikan diri sejenak dari kehidupan perkotaan. Metrik
5.A.3 (Akses Menuju Taman dan Tempat Bermain) menghargai proyek untuk
menyediakan area rekreasi yang dapat diakses publik dengan luas setidaknya
300 m2 atau berlokasi dekat dengan area seperti itu.
b) SASARAN B. Demografi dan tingkat pendapatan yang beragam ada pada
kalangan penduduk setempat
Keseimbangan sosial tidak kalah penting dari keberlanjutan jangka
panjang daripada mengurangi jejak kaki lingkungan. Campuran tingkat
pendapatan sama pentingnya dengan campuran aktivitas dan penggunaan untuk
mencapai masyarakat dan kota yang lebih seimbang dan berkelanjutan. TOD
Standard mendorong keseimbangan sosial tidak hanya melalui akses dan
mobilitas yang inklusif tetapi juga melalui perumahan yang inklusi dan
penyebarannya yang seimbang di seluruh area perkotaan. Standard ini juga
mendorong peningkatan permukiman informal yang di bawah standar secara in
situ, dimana aman, dan mendorong perlindungan penduduk dan masyarakat
dari pemindahan paksa yang disebabkan oleh pembangunan kembali.
METRIK 5.B.1 (Perumahan Terjangkau) menghargai pembangunan yang
melingkupi penyediaan spesifik untuk meningkatkan pembauran setempat
dalam pendapatan rumah tangga. Dalam kasus pada umumnya, metode
penilaian ini menghargai proyek perumahan yang mencakup perumahan yang
terjangkau dengan harga lebih rendah dari harga pasar rata-rata. Setiap tingkat
perumahan inklusi menghasilkan 1 poin. Poin tersebut meningkat seiring
peningkatan persentase, memuncak pada 50% pencampuran unit yang dapat
dijangkau (8 poin). Terdapat dua varian pada kasus tersebut yang meliputi
konteks dominasi pendapatan tinggi dan pendapatan rendah yang kuat. Area
dengan tingkat pendapatan tinggi didesain untuk mendorong menetralkan
ketidakseimbangan sosial dengan memberikan proyek infill dengan unit
perumahan yang terjangkau hingga 100%. Sebaliknya, untuk menghindari
penguatan konsentrasi di zona kemiskinan, area dengan pendapatan rendah
tidak memberikan tambahan unit perumahan yang terjangkau, tetapi
memberikan poin untuk peningkatan atau penggantian unit perumahan di
bawah standar yang ada. Dalam semua skenario, peningkatan unit perumahan
di bawah standar dihitung sebagai penyediaan perumahan terjangkau baru.
Proyek pembangunan harus memenuhi setidaknya dua poin pada metrik ini
untuk dapat mencapai Gold TOD Standard.
METRIK 5.B.2 (Preservasi Perumahan) menghambat pemindahan keluarga
yang ada di lokasi sebelum pembangunan kembali, gangguan hubungan
masyarakat, penghancuran modal sosial dan jaringan, dan hilangnya akses
terhadap sumber daya yang diketahui dan kesempatan kerja lokal. Metrik ini
memberikan penghargaan pada pemeliharaan on site atau rehousing dalam
jarak berjalan kaki dari rumah tangga ini. Proyek pembangunan harus
memenuhi poin penuh pada metrik ini untuk dapat mencapai Gold TOD
Standard.
METRIK 5.B.3 (Preservasi Bisnis dan Jasa) memberikan penghargaan pada
proyek pembangunan yang melindungi bisnis dan jasa yang sudah ada
sebelumnya pada tempat pembangunan sebagai bagian dari struktur sosial dari
masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
6. Memadatkan / Densify (mengoptimalkan kepadatan dan menyesuaikan
kapasitas angkutan)
Sebuah model pembangunan yang padat penting untuk melayani kota di masa
Depan dengan angkutan umum yang cepat, berkala, terhubung dengan baik, Dan
dapat diandalkan di setiap waktu untuk menjamin kepuasan hidup bebas Dari
ketergantungan terhadap mobil dan motor. Kepadatan kota diperlukan untuk
mengakomodasi pertumbuhan di area yang terbatas yang dapat dilayani dengan
kualitas angkutan umum dan untuk menyediakan penggunanya yang dapat
mendorong dan membenarkan pembangunan infrastruktur angkutan umum dengan
kualitas tinggi. Dari perspektif ini, area perkotaan harus didesain dan dilengkapi
tidak hanya untuk mengakomodasi lebih banyak orang dan aktivitas per hektar
dibandingkan pada kasus biasanya di masa kini yang berorientasi pada kendaraan
tetapi juga untuk mendorong gaya hidup yang sangat diinginkan.
Kepadatan yang berorientasi pada angkutan umum menghasilkan tempat yang
dihuni dengan baik, hidup, aktif, bersemangat, dan aman, dimana orang ingin tinggal
di sana. Hal tersebut menjadikan area tersebut menjadi area berbasis pelanggan dan
lalu lintas pejalan kaki yang memungkinkan perdagangan lokal untuk berkembang
dan mendukung berbagai pilihan layanan dan fasilitas. Pemadatan pada umumnya
harus didorong semaksimal mungkin sehingga sesuai dengan penerangan dan
sirkulasi udara segar, akses menuju taman dan tempat rekreasi, preservasi alam, dan
perlindungan terhadap lingkungan bersejarah dan budaya. Seperti yang dibuktikan
pada kebanyakan lingkungan yang disukai di kota-kota besar di seluruh dunia,
kehidupan dengan kepadatan tinggi bisa menjadi menarik. Tantangannya adalah
untuk menyamaratakan aspekaspek kepadatan perkotaan pada biaya yang
terjangkau, mobilisasi sumber daya untuk membuat hal tersebut menjadi nyata
dengan infrastruktur dan jasa yang tepat, dan mengubah bias aturan penggunaan
lahan dan kerangka kebijakan pembangunan lainnya terhadap kepadatan rendah.
Kinerja sasaran dari prinsip ini menekankan pada kombinasi dari kepadatan
permukiman dan non-permukiman dalam mendukung angkutan umum berkualitas
tinggi, pelayanan lokal, dan ruang publik yang aktif.
a) SASARAN A. Kepadatan permukiman dan pekerjaan mendukung
angkutan berkualitas tinggi, pelayanan lokal, dan aktivitas ruang publik
Metrik 6.A.1 (Kepadatan Non-Permukiman) memberikan penghargaan
pada proyek yang mencapai kepadatan seimbang atau lebih tinggi
dibandingkan dengan proyek yang sukses dan hampir sama yang berada di
dalam kota yang sama secara kontekstual. Bergantung pada ketersediaan data,
pilihan indikator yang tersedia: (1) pekerjaan dan pengunjung harian per
hektar, yang mana lebih mencerminkan kinerja aktual, atau (2) Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), yang lebih mudah untuk didapatkan atau untuk
diperkirakan dari penilaian secara visual. Meningkatkan kepadatan dalam jarak
500 m dari stasiun transit merupakan pendekatan yang lebih disukai, dan saat
ini hanya proyek yang berada pada zona itu saja yang layak untuk
mendapatkan poin penuh di metrik ini.
Metrik 6.A.2 (Kepadatan Permukiman) memberikan penghargaan
kepadatan unit hunian sebagai tolak ukur untuk kepadatan permukiman.
7. Merapatkan / Compact (Membangun wilayah-wilayah dengan jarak
kebutuhan perjalanan yang pendek)
Prinsip dasar dari tod adalah kepadatan: memiliki semua komponen dan fitur
Penting berada dekat satu sama lain, secara nyaman, dan efisien tempat. Dengan
jarak yang lebih pendek, kota kompak memerlukan waktu dan energi yang lebih
sedikit untuk berpergian dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, tidak memerlukan
infrastruktur yang luas dan mahal (meskipun standar perencanaan dan desain tinggi
diperlukan), dan menjaga lahan perdesaan dari pembangunan dengan
memprioritaskan kepadatan dan pembangunan kembali dari lahan yang sebelumnya
telah terbangun. Prinsip “COMPACT” dapat diaplikasikan pada skala lingkungan,
menghasilkan integrasi spasial dengan konektivitas berjalan kaki dan bersepeda
yang baik dan orientasi terhadap stasiun angkutan umum. Dalam skala kota, kota
kompak berarti kota tercakup dan terintegrasi secara spasial oleh sistem transportasi
publik. Dua sasaran kinerja prinsip ini berfokus pada kedekatan dari pembangunan
untuk aktivitas perkotaan yang sudah ada dan waktu perjalanan yang singkat menuju
tujuan perjalanan utama di tempat-tempat tujuan di pusat kota dan sekitarnya.
a) SASARAN A. Pembangunan terjadi di dalam atau di sebelah area
perkotaan yang sudah ada
Untuk mendorong densifikasi dan penggunaan efisien dari lahan
kosong yang telah dikembangkan sebelumnya, seperti lahan bekas industri,
Metrik 7.A.1 (Area Perkotaan) mendorong pembangunan pada area di sekitar
atau yang berdekatan langsung dengan area perkotaan.
b) SASARAN B. Perjalanan di dalam kota nyaman
Metrik 7.B.1 (Pilihan Angkutan Umum) mendorong lokasi proyek di
area dengan banyak pilihan moda transportasi, termasuk layanan angkutan
lokal dan cepat yang berbeda-beda dan pilihan paratransit yang melayani
kebutuhan dan tujuan penduduk yang beragam dan mendorong lebih banyak
orang untuk menggunakan angkutan umum.
8. Beralih / Shift (Meningkatkan mobilitas melalui penataan parkir dan
kebijakan)
Kota yang telah dibentuk dengan tujuh prinsip di atas, penggunaan kendaraan
Pribadi di kehidupan sehari-hari menjadi tidak penting lagi bagi kebanyakan Orang,
dan efek-efek merugikan dari kendaraan tersebut dapat berkurang secara Drastis.
Berjalan kaki, bersepeda, dan penggunaan angkutan umum dengan kualitas baik
menjadi pilihan moda transportasi yang mudah, aman, dan nyaman, dan gaya hidup
bebas mobil dapat didukung dengan berbagai macam moda angkutan umum
perantara dan kendaraan yang disewakan sesuai dengan kebutuhan. Sumber daya
ruang kota yang langka dan berharga dapat dialihkan kembali dari ruas jalan dan
parkir yang tidak dibutuhkan lagi, dan dialokasikan menjadi penggunaan yang lebih
produktif secara sosial dan ekonomi. Sebaliknya, pengurangan jalan raya dan
ketersediaan tempat parkir secara bertahap namun proaktif di ruang perkotaan
dibutuhkan untuk mengarahkan ke peralihan dalam penggunaan moda transportasi
dari kendaraan bermotor pribadi ke moda yang lebih berkelanjutan dan seimbang,
jika disesuaikan dengan pilihan berjalan kaki, bersepeda, angkutan umum, dan
kendaraan lainnya yang mencukupi. Penerapan sasaran di bawah berfokus pada
minimalisir ruang yang diberikan untuk kendaraan bermotor, yang mana praktik dan
kebijakan pembangunan kota memiliki pengaruh yang spesifik. Namun, berbagai
kebijakan lain, termasuk fiskal dan peraturan, perlu untuk dikerahkan untuk
mengurangi ketergantungan terhadap mobil dan motor.
a) SASARAN A. Pengurangan lahan yang digunakan untuk kendaraan
bermotor
Metrik 8.A.1 (Parkir Off-Street) mendorong persediaan ruang parkir
yang rendah di dalam area pengembangan. Metrik 8.A.2 (Tingkat Kepadatan
Akses Kendaraan Bermotor (driveway)) mengukur frekuensi akses masuk
bangunan bagi mobil yang melintasi trotoar, dan meminimalisir keberadaan
driveway. Metrik 8.A.3 (Luasan Daerah Milik Jalan untuk Kendaraan
Bermotor) mengukur total area dari ruang jalan yang digunakan untuk
kendaraan bermotor baik dalam bentuk lajur jalan atau parkir on-street. Jalur
yang digunakan untuk angkutan umum tidak termasuk dalam pengukuran ini.
1.5. Green Transportation
1.5.1. Transportasi Berkelanjutan
Transportasi berkelanjutan adalah pelayanan transportasi yang
mencerminkankeseluruhan biaya sosial dan lingkungan dalam penyediaannya;
mempertimbangkandaya dukung; menyeimbangkan kebutuhan mobilitas dan
keselamatan dengankebutuhan akses, kualitas lingkungan, dan livability kawasan
(Jordan & Horan 1997). Organization for Economic Co- Operation &
Development (1994) juga mengeluarkandefinisi yang sedikit berbeda yaitu:
Transportasi berkelanjutan merupakan suatutransportasi yang tidak menimbulkan
dampak yang membahayakan kesehatanmasyarakat atau ekosistem dan dapat memenuhi
kebutuhan mobilitas yang ada secarakonsisten dengan beberapa hal sebagai berikut: (a)
penggunaan sumberdaya energiyang terbarukan pada tingkat yang lebih rendah dari
tingkat regenerasinya; dan (b) penggunaan sumber daya tidak terbarukan pada tingkat
yang lebih rendah dari tingkatpengembangan sumberdaya alternatif yang terbarukan
(Widiantono, 2009). Transportasimerupakan kebutuhan publik yang berpengaruh pada
perkembangan wilayah, makasatu hal yang perlu diperbaiki serta dikembangkan ialah
faktor pelayanan daritransportasi tersebut.Indikator dari sustainable
transportation adalah :
1. Keamanan perjalanan bagi pengemudi dan penumpang
2. Penggunaan energy oleh moda transportasi
3. Emisi CO2 oleh moda transportasi
4. Pengaruh transportasi trehadap lingkungan sekitar
5. Emisi dari bahan beracun dan bahan kimia berbahaya, polusi udara dikarenakan
modatransportasi
6. Guna lahan bagi moda transportasi seperti lahan parkir
7. Gangguan terhadap wilayah alami oleh moda transportasi
8. Polusi suara oleh moda transportasi.
Dalam penerapan transportasi terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukanuntuk
menuju negara yang ramah lingkungan yaitu :
1. Mengurangi kemacetan ; Strategi untuk mengurangi kemacetan dapat
dilakukan denganinformasi transportasi dan manajemen ; manajemen mobilitas,
pembatasan akses,promosi angkutan umum, distribusi barang dan logistic,
manajemen parkir, road pricing
2. Menurunkan penggunaan energi dan emisi gas buang ; dalam
menurunkan penggunaanenergi dan emisi gas buang dapat dilakukan dengan
manajemen mobilitas, promosipenggunaan sepeda dan kendaraan tidak bermotor,
car pooling, Bahan bakar yangbersih dan berwawasan lingkungan seperti
penggunaan bahan bakar nabati, bahanbakar gas, kendaraan listrik serta kendaraan
yg bersih lainnya seperti hibrida ; Promosiangkutan umum yang lebih gencar agar
pemakai kendaraan pribadi mau beralih keangkutan umum; dan Penerapan retribusi
pengendalian lalu lintas serta berbagaikebijakan tarif dan fiskal.
3. Penurunan emisi lokal dan peningkatan kualitas hidup dipusat kota dapat
dilakukandengan; pembatasan akses, distribusi barang dan logistic, manajemen
parkir
4. Peningkatan efisiensi transportasi dapat dilakukan dengan : integrasi
angkutan multimodal, manajemen mobilitas, promosi penggunaan sepeda, car
pooling, pembatasanakses, promosi penggunaan angkutan umum,road pricing
5. Meningkatkan daya saing angkutan umum terhadap kendaraan pribadi dengan cara
:sistem informasi transportasi, integrasi angkutan multi moda, manajemen mobilitas,
car pooling, pembatasan akses, promosi penggunaan angkutan umum, road pricing
6. Mengurangi tekanan parkir dapat dilakukan dengan : mendorong penggunaan
sepeda, car pooling , manajemen mobilitas, manajemen parkir.
1.5.2. Transportasi Ramah Lingkungan
Secara umum pengertian Transportasi Ramah Lingkungan (TRL) oleh Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Onogawa(2007:1) adalah
pemenuhan kebutuhan transportasi dimasa sekarang tanpa merugikangenerasi dimasa
yang akan datang dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.Walaupun
sebenarnya tidak ada sebuah definisi yang khusus dalam TRL, namun yangterpenting
dari TRL adalah system transportasi dan aktifitas transportasi dimanalingkungan dan
manusia (anak anak, ibu dan wanita, orang cacat, orang tua jompo,masyarakat miskin
dan masyarakat umum) dapat berjalan selaras dan bermanfaat untukmemenuhi
kebutuhan sosial, ekonomi dan kegiatan lainnya.
Konsep dan Unsur Transportasi Ramah Lingkungan

Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti kumpulan dari bentuk transportasi
dengan model yang lebih berkelanjutan menuju perkembangan lingkungan yang dapat
diterima oleh masyarakat perkotaan dengan ciri khas akan meningkatkan produktifitas
dan keuntungan dari penerapan model yang dimaksud. Selanjutnya menurut Onogawa
(2007:4) Transportasi Ramah Lingkungan dapat juga berarti pencegahan (mitigasi)
dimana usaha pencegahan dianggap sebagai usaha yang lebih ringan dan murah
daripada usaha untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang sudah rusak. Sebagai
contoh kepeloporan Transportasi Ramah Lingkungan yang diterapkan dalam berbagai
bentuk dan kondisi di Bogota, Curtiba dan Seoul.
1.5.3. Green Transportation
Konsep Green Transportation adalah konsep yang dimaksudkan agar moda
transportasi bisa lebih ramah lingkungan, hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan
perangkat transportasi yang berwawasan lingkungan (Putra, 2011). Transportasi hijau
merupakan pendekatan yang digunakanuntuk menciptakan transportasi yang sedikit
(reduce transportation) atau tidak menghasilkan gasrumah kaca (zero transportation).
Gas rumah kaca merupakan salah satu penyebab global warming selama ini, dan gas
rumah kaca yang berasal dari transportasi berada pada kisaran 15 - 25 %. Menurut
Williams (2012), beberapa indikator Green Transportation adalah tingkat kepemilikan
mobil pribadi, tingkat penggunaan bahan bakar minyak, waktu dan jarak perjalanan,
tingkat penggunaan angkutan umum, transportasi massal, fasilitas untuk bersepeda dan
berjalan, dan smart transportation management systems. Dalam rangka untuk mencapai
sistem transportasi rendah karbon, lebih banyak penelitian dan praktek yang dibutuhkan
untuk menggabungkan indikator-indikator ini.
Unsur-unsur dalam Green Transportation yaitu bahan bakar yang dibentuk dari bahan
bakar ramah lingkungan agar emisi yang dikeluarkan dari kendaraan lebih rendah.
Bahan bakar ramah lingkungan yang bisa digunakan dalam transportasi meliputi
beberapa bagian, yaitu :
1. Listrik merupakan bahan bakar penghasil emisi gas rumah kaca yang sangat
minim, apalagi bila menggunakan sumber daritenaga air, angin, sel surya
ataupun nuklir. Listrik ideal digunakan untuk transportasi yang melalui jalur
tetap seperti Bus Listrik, Kereta rel listrik (KRL). Selain itu, saat ini sudah
diperkenalkan mobil / motor yang digerakkan dengan listrik yang disimpan
dalam baterai.
2. Bahan Bakar Nabati merupakan merupakan bahan bakar yang diolah dari bahan-
bahan nabati, dapat diperoleh dari minyak nabati, ataupun alkohol, ataupun
dalam bentuk padat. Minyak nabati seperti minyak jarak, minyak kelapa sawit
dapat digunakan untuk campuran minyak diesel yang diberi nama Biodiesel,
sedangkan alcohol yang berasal dari hidrat arang dari tetes tebu ataupun lainnya
dicampurkan ke bahan bakar premium/pertamax yang diberi nama Biopertamax
di Indonesia
3. Sel bahan bakar, merupakan konsep baru yang dikembangkan dimana prosesnya
adalah penggunaan gas H2 yang direaksikan dengan O2 yang menghasilkan air
dan listrik, listrik yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkankendaraan.
Selain gas H2 juga bisa digunakan gas methan. Permasalahan yang ditemukan
pada kendaraan yang berbahan bakar H2 adalah belum adanya jaringan stasiun
pengisian bahan bakar gas hidrogen;
4. Bahan bakar gas, dapat berupa LPG (Liquefied Petroleum Gas) ataupun CNG
(Compressed Natural Gas) yang saat ini sudah digunakan untuk angkutan bus
TransJakarta di Jakarta,sumber gasnya terdapat dibeberapa daerah di Indonesia
yang ditransportasi melalui pipa dan tangki bertekanan.
Green Transportation adalah sarana dan prasarana untuk menunjang Intelligent
Transport System. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk menghemat bahan bakar
adalah menggunakan infrastruktur cerdas yang dikenal sebagai Intelligent Transport
System dimana semua pengaturan lalu lintas dilakukan dengan cerdas dengan
menggunakan paket program transportasi dan lalu lintas yang bisa mengoptimalkan
penggunaan infrastruktur. Perbaikan Intelligent Transportation System ini diperkitakan
dapat mengurangi emisi GRK hingga 30% (TNA Sektor Transportasi, 2009). Sistem ini
selain dapat menghemat penggunaan bahan bakar juga akan menurunkan angka
kecelakaan termasuk menurunkan stres pengemudi. Unsur Green Transportation yang
terakhir adalah penggunaan angkutan umum massal yang berbanding lurus dengan
efisiensi penurunan penggunaan kendaraan pribadi dan bersinergi dengan penurunan
tingkat buangan emisi gas rumah kaca

Anda mungkin juga menyukai