Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY P

DENGAN DIAGNOSA MEDIS “CEDERA KEPALA RINGAN”

DI RUANG ARJUNA RSU KERTHA USADA

SINGARAJA PADA TANGGAL

26 NOVEMBER 2018

OLEH

KADEK SUTRISNA SARI WIDHI ASTUTI

16089014107

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2018
A. Konsep Dasar Penyakit
I. Defenisi
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan intersisial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(mutaqin,2008).
Cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau
kejatuhan benda tumpul yang dapat menyebabkan hilangnya fungsi
neurology sementara atau menurunnya kesadaran sementara,mengeluh
pusing nyeri kepala tanpa adanya kerusakan lain (smeltzer,2002).
Cidera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15
(sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran,mengeluh pusing dan
nyeri kepala,hematoma,abrasi,dan laserasi(mansjoer,2009).

II. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007).
Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta jiwa nyawa melayang
setiap tahunnya sebagai akibat kecelakaan bermotor, diperkirakan
sekitar 0,3-0,5% mengalami cedera kepala. Di Indonesia diperkirakan
lebih dari 80% pengendara kendaraan mengalami resiko kecelakaan.
18% diantaranya mengalami cedera kepala dan kecederaan
permanen, tingginya angka kecelakaan lalu lintas tidak terlepas dari
makin mudahnya orang untuk memiliki kendaraan bermotor dan
kecelakaan manusia (Shell, 2008)

III. Etiologi
Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1) Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau
sepeda, dan mobil.
2) Kecelakaan pada saat olahraga, anak dengan ketergantungan.
3) Cedera akibat kekerasan.
4) Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak.
5) Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih
berat sifatnya.
6) Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah
dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau
benda tajam.

IV. Klasifikasi
Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat
berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;
I. Ringan
a) GCS = 13 – 15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit.
c) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral, hematoma.
II. Sedang
a) GCS = 9 – 1
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari
menit tetapi kurang dari 24 jam.
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak.
III. Berat
a) GCS = 3 – 8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih
dari 24 jam.
c) Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau
hematoma intrakranial.

V. Tanda dan gejala


1) Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2008)
a) Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus
menetap setelah cedera.
b) Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur,
perasaan cemas.
c) Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara,
masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari,
beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera otak
akibat trauma ringan.
2) Cedera kepala sedang,
a) Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
kebinggungan atau hahkan koma.
b) Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-
tiba deficit neurologik, perubahan TTV, gangguan
penglihatan dan pendengaran,
c) disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo
dan gangguan pergerakan.
3) Cedera kepala berat,
a) Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan.
b) Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual,
adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan
penurunan neurologik.
c) Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan
fraktur.
d) Fraktur pada kubah kranial menyebabkan
pembengkakan pada area tersebut.

VI. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera
percepatan aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak
membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda
tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak
bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan
robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam
cedera otak, yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera
otak primer adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan
kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya
menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa
mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena
terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses
yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan
lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal
diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya
leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan
robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat
mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).
VII. WOC
VIII. Pemeriksaan Fisik
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Kepala dan leher : bentuk kepala dan leher, adanya
pembengkakan, adanya lesi
6. System integumen :kaji turgor kulit, adanya lesi, ulkus, tekstur
rambut dan kuku
7. Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene
stokes, biot, hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
8. Kardiovaskuler: Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
9. Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan,
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf
fasialis.
10. Psikososial: Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.
11. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalam berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus
otot.
12. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),
perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
13. Eliminasi
O : BAB/BAK inkontinensia/disfungsi
14. Neurosensori
S: Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguan pengecapan/pembauan.
O: Perubahan kesadara, koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil
(respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan
dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
IX. Pemeriksaan Penunjang
1. Scan CT (tanpa/denga kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
3. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
4. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan,
edema), adanya fragmen tulang.
6. BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. Fungsi lumbal, CSS
Dapat menduka kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid.
8. Pemeriksaan toksikologi
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran.
9. Kadar antikonvulsan darah
Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
fektif untuk mengatasi kejang. ( Satyanegara, 2010)

X. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema
serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol
20%, glukosa 40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian
diberikan makanan lunak.
7. Pembedahan.

XI. Komplikasi
1. Epilepsi pasca trauma
Suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru
terjadi setelah beberapa tahun kemudia setelah cedera terjadi.
2. Afasia
Hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak.
3. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian kegiatan.
4. Agrosis
Suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan
sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran
atau fungsi normal benda tersebut.
5. Amnesia
Hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat
peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
terjadi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a.Data umum
 Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tempat tanggal lahir, suku, diagnose medis, golongan darah
 Identitas penanggung jawab yang meliputi nama, hubungan dengan
pasien, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan telp/no.HP
b. Riwayat kesehatan saat ini :
 Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien)
 Alasan berobat (hal/kejadian apa yang menyebabkan pasien berobat
ke rumah sakit)
 Riwayat penyakit (Tanya pada pasien atau keluarga pasien apakah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya)
b. Riwayat kesehatan dahulu
 Penyakit yang pernah dialami
 Riwayat perawatan (apakah pernah melakukan perawatan atau
mendapat perawatan di rumah sakit atau tidak pernah)
 Riwayat operasi (apakah pernah mengalami operasi)
 Riwayat pengobatan (apakah pernah melakukan pengobatan)
 Kecelakaan yang pernah dialami (apakah pernah mengalami
kecelakaan)
 Riwayat alergi (tanyakan pada pasien apakah memiliki alergi
terhadap makanan atau obat)
c. Riwayat psikologi dan spiritual
d. Pemeriksaan fisik (keadaan umum pasien, kesadaran, ekspresi wajah,
kebersihan secara umum, TTV, head to toe)
e. Pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan medis
B. Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neuromuskuler d.d
obstruksi trakeobronkial.
2. Perubahan perfusi jaringan selebral b.d hipoksia d.d
penghentian tekanan darah.
C. Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa NOC NIC Rasional
Setelah dilakukan a. Pantau a. Perubahan dapat
Pola napas tidak
asuhan keperawatan frekuensi, menandakan
efektif b.d
selama …x 24 jam irama dan komplikasi pulmo
kerusakan
diharapkan klien kedalaman atau menandakan
neuromuskuler
mempunyai pola pernapasan. luasnya keterlibatan
d.d obstruksi
pernapasan yang Catat otak, pernapasan
trakeobronkial.
efektif dengan kriteria ketidakteratur lambat, periode
hasil : an pernapasan aprea dapat
a. Pola napas b. Tinggikan menandakan
normal (irama kepala tempat perlunya vemtilasi
teratur, RR : tidur sesuai mekanis
16-20x/mnt) dengan b. Untuk memudahkan
b. Tidak ada indikasi ekspansi paru dan
pernapasan c. Anjurkan menurunkan adanya
cuping hidung klien untuk kemungkinan lidah
c. Pergerakan bernapas jatuh menutupi
dada simetris dalam dan jalan napas
batuk efektif c. Mencegah atau
d. Kolaborasi : menurunkan
beri terapi O2 etelektasis
tambahan d. Memaksimalkan O2
pada darah arteri
dan membantu
dalam mencegah
hipoksia
Setelah dilakukan a. Monitor TTV, a. Dapat mendeteksi
Perubahan
asuhan keperawatan TD, suhu, secara dini tanda-
perfusi jaringan
selama …x 24 jam nadi dan RR tanda peningkatan
selebral b.d
diharapkan klien minimal TIK.
hipoksia d.d
mempunyai perfusi setiap jam b. Posisi kepala
penghentian
jarimgan adekuat sampai klien dengan sudut 15-45
tekanan darah.
dengan kriteria hasil : stabil derajat dari kaki
a. Tingkat b. Tinggikan akan meningkatkan
kesadaran posisi kepala dan memperlancar
normal sudut 15-45 aliran balik vena
(composmetis) derajat tanpa kepala sehingga
b. TTV normal bantal dan mengurangi
TD : 120/80 posisi netral kongesti cerebrum
mmHg c. Monitor dan mencegah
Suhu : 36,5- asupan dan penekanan pada
37,5 keluaran saraf medulla
Nadi : 60- setiap delapan spinalis yang
100x/menit jam sekali menambah TIK
RR : 16- d. Kolaborasi : c. Mencegah
20x/menit berikan O2 kelebihan cairan
tambahan yang dapat
sesuai indikasi mebambah edema
selebri sehingga
terjadi peningkatan
TIK
d. Mengurangi
hipoksemia yang
dapat meningkatkan
volume darah dan
TIK
DAFTAR PUSTAKA

Nurrarif, Amin Huda dan hardhi Kusuma.2015. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Jogjakarta : medication.
Price, Sylvia A dan Lorraine M.wilson.2006. Patofisiologi, konsep klinik proses,
proses penyakit vol.1. Jakarta : EGC.
Saferi Andra dan Mariza Yessie.2013. Keperawatan Medikal Bedah.jakarta :
Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai