Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II


DI RUANG 27
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:
Fenty Luisita Sandrika
1601300038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah diperiksa dan


disetujui oleh pembimbing pada:
Hari :
Tanggal :
Judul : Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronis (GGK)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

________________________ ________________________
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengertian
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar,
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia ( urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah
serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam,
2006).
B. Etiologi
1. Diabetes melitus
2. Glomerulonefritis akut
3. Pielonefritis
4. Hipertensi tak terkontrol: hipertensi yang memperburuk GGK biasanya adalah

hipertensi berat, maligna atau penurunan tekanan darah berlebihan sehingga


aliran darah ginjal berkurang
5. Obstruksi saluran kemih: Obstruksi traktus urinarius dapat terjadi pada daerah
intrarenal sampai uretra. Obstruksi ini bila ditemukan harus sedapat mungkin
diperbaiki dengan segera.
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Infeksi traktus urinarius: infeksi traktus urinarius secara sendiri jarang
memperburuk GGK, kecuali infeksi yang sangat berat. Biasanya infeksi
memperburuk faal ginjal bila disertai dengan obstruksi, sehingga
perbaikannya pun harus terpadu
9. Medikasi
10. Agen toksik
C. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
1. Stadium 1
Penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan
penderita asimptomatik.
2. Stadium 2
Insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea
Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3
Gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
1. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
2. Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
3. Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
4. Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
5. Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal.
e. Manifestasi neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi reproduksi
Amenore dan atrofi testikuler
E. Patofisiologi
Pada saat terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi, walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
a. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
b. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untukdiagnosis histologis.
c. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
2. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
3. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
4. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises danureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkim)
serta sisa fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis.
7. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada jari) klasifikasi metatastik.
8. Pemeriksaan Radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
9. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible.
10. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia).
11. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perluuntuk mengetahui etiologinya.
12. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
a. Laju endap darah

b. Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak

ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh

pus/nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna


kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasiourine / ureum sering 1:1.
c. BUN / Kreatinin
Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10
mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah, yaitu 5 .
d. Biasanya terdapat asidosis dan anemia, sedangkan hiperkalemia dan
hiponatremia sering timbul.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin.
b. Observasi keseimbangan cairan.
c. Observasi adanya edema.
d. Batasi cairan yang masuk.
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus darurat. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD
(Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
3. Operasi
Operasi dilakukan untuk mengangkat batu pada ginjal atau melakukan
transplantasi ginjal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Pengkajian
1) Biodata: nama,umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, alamat, pendidikan.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual,
muntah, anorexia, akibat peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi
natrium dan cairan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab
terjadinya GGK, seperti DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis. Selain itu perlu
ditanyakan riwayat penggunakan analgesik yang lama atau menerus.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau keluarga lain ada yang menderita GGK
erat kaitannya dengan penyakit keturunannya seperti GGK akibat DM.
3) Pola nutrisi dan metabolik
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik
atau turun.
4) Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan tekanan
darah atau tidak sinkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien
dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

d. Kepala
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan pecah-
pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang,
dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin dan retensi
cairan dan natrium.
2. Perubahan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia mual
muntah.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke
jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialysis.
6. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder
terhadap adanya edema pulmoner.
C. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d Tujuan: 1. Monitor intake dan output
2. Batasi masukan cairan
penurunan haluaran urin dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan
retensi cairan dan natrium. selama 3x24 jam volume cairan seimbang. 4. Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN,
Kriteria Hasil: Hmt, osmolaritas urin)
5. Monitor vital sign (TD, nadi, frekuensi nafas, suhu)
NOC : Fluid Balance
6. Monitor status nutrisi
 Terbebas dari edema, efusi, anasarka 7. Monitor indikasi kelebihan cairan (cracles, CVP, edema,
 Bunyi nafas bersih, tidak adanya
distensi vena jugularis, asites)
dipsnea/ortopnea 8. Kolaborasi pemberian diuretik sesuai terapi.
 Memilihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung
dan vital sign normal.
2 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nutritional Management
kurang dari kebutuhan tubuh selama 3x24 jam nutrisi seimbang dan 1. Monitor adanya mual dan muntah
2. Monitor adanya kehilangan berat badan dan perubahan status
b.d anoreksia mual muntah. adekuat.
nutrisi.
Kriteria Hasil: 3. Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan hematocrit
NOC : Nutritional Status level yang menindikasikan status nutrisi dan untuk perencanaan
 Nafsu makan meningkat treatment selanjutnya.
 Tidak terjadi penurunan BB yang 4. Monitor intake nutrisi dan kalori klien.
berarti 5. Berikan makanan sedikit tapi sering
6. Berikan perawatan mulut sering
 Masukan nutrisi adekuat
7. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi
 Menghabiskan porsi makan
 Hasil lab normal (albumin, kalium)

3 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Respiratory Monitoring


berhubungan dengan selama 1x24 jam pola nafas adekuat. 1. 1. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
2. 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
hiperventilasi paru Kriteria Hasil:
tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal
NOC : Respiratory Status
3. 3. Monitor pola nafas : bradipneu, takipeneu, kussmaul,
-Peningkatan ventilasi dan oksigenasi
hiperventilasi, cheyne stokes
yang adekuat 4. 4. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya
-Bebas dari tanda tanda distress
ventilasi dan suara tambahan
pernafasan
Oxygen Therapy
-Suara nafas yang bersih, tidak ada
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi suara nafas
sianosis dan dyspneu
-Tanda tanda vital dalam rentang normal tambahan
2. Kolaborasi pemberian oksigen
3. Monitor aliran oksigen
4. Pertahankan posisi pasien
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Monitor adanya daerah tertenu yang hanya peka terhadap
perifer berhubungan dengan selama 3x24 jam perfusi jaringan adekuat. panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paratese
penurunan suplai O2 dan Kriteria Hasil:
3. Batasi gerakan kepala, punggung, dan leher
nutrisi ke jaringan sekunder. NOC: Circulation Status 4. Monitor kemampuan BAB
5. Kolaborasi pemberian analgetik
- Tekanan systole dan diastole
6. Monitor adanya trmboplebitis
dalam batas normal
- Tidak ada peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih dari 15
mmHg)

5 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Activity Therapy


- Bantu klien mengidetifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
berhubungan dengan selama 3x2 jam diharapkan adanya
- Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
keletihan anemia, retensi toleransi aktifitas.
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial.
produk sampah dan prosedur Kriteria Hasil: - Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
dialysis. Activity Tolerance diperlukan
- Monitor tanda-tanda vital, respon fisik, emosi, sosial, dan
- Berpastisipasi dalam aktifitas fisik
spriritual
tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi, dan RR.
- Mampu melkukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri
- Tanda-tand vital normal
6 Resiko gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway management
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan
gas berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan pertukaran gas
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
kerusakan alveolus sekunder adekuat. - Identifikasi pasien perunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction (bila perlu)
terhadap adanya edema Kriteria Hasil:
Respiratory monitoring
pulmoner. Respiratory status: gas exchange - Monitor rata-rata, kedalaman, irama, dan usaha respirasi.
- Monitor pola nafas: bradipneu, takipneu, kussmaul,
- Mendemonstrasikan peningkatan
hiperventilasi, cheyne stokes, biot)
ventilasi dan oksigenasi ang adekuat
- Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
- Bebas dari tanda-tanda distress
pernafasan tambahan, retraksi otot supraclavicular atau intercostal.
- Auskultasi suara paru setelah dilakukan tindakan untuk
- Mendemonstrasikan batuk efektif
mengetahui hasilnya.
dan suara nafas yang bersih
DAFTAR RUJUKAN

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Vol. 2.


Jakarta:EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nurarif, Amin., dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta:EGC.
Tim Pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
ASUHAN KEPERAWATAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
DI RUANG 27
RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:
Fenty Luisita Sandrika
1601300038

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
2019

Anda mungkin juga menyukai