LATAR BELAKANG
j. pemindahtanganan;
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
l. pembiayaan; dan
m. tuntutan ganti rugi.
Siklus pengelolaan aset di atas menjadi langkah yang diambil pemerintah dalam
rangka pengaturan pengelolaan aset daerah yang baik dan benar sehingga memiliki
manfaat bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat secara
memadai. Selain itu, siklus pengelolaan aset menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam
mengelola kekayaan aset yang dimilikinya sehingga berimbas pada peningkatan manfaat
dari kekayaan tersebut, baik dari segi jumlah maupun nilai kekayaan yang dimiliki.
Sejak diterapkannya peraturan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Tentang Pengelolaan Barang Negara/Daerah di atas, baik negara maupun daerah harus
melaksanakan setiap siklus pengelolaan aset sesuai dengan ketentuan atau prosedur umum
yang ada dalam peraturan tersebut. Setiap tahapan dari siklus ini harus mengikuti prosedur
pengelolaan aset yang telah ditentukan agar tercipta keteraturan dalam pengelolaan aset
daerah secara keseluruhan.
Terkait dengan pengelolaan aset daerah tersebut, pemerintah daerah telah
didukung oleh perangkat perundang-undangan yang secara langsung menjadi acuan dan
kekuatan hukum pemerintah daerah dalam mengelola kekayaan daerah berupa aset
tersebut. Mulai dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
sampai pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah serta berbagai
bentuk peraturan berlaku lainnya diharapkan mampu menjadi acuan dan kekuatan
pemerintah dalam mengelola aset daerahnya.
Ditetapkannya peraturan-peraturan di atas sebagai ternyata masih memunculkan
banyak permasalahan sehingga tidak cukup membuat kegiatan pengelolaan aset daerah
berjalan dengan baik. Salah satu permasalahan yang sering timbul dari siklus pengelolaan
aset daerah adalah kegiatan penatausahaan aset daerah. Peranan penatausahaan aset dalam
pengelolaan aset daerah menempati posisi yang sangat strategis karena semua kebijakan
4
lebih efektif jika didasarkan pada data akurat yang diperoleh dari kegiatan penatausahaan
aset daerah. Artinya, bahwa tahapan ini merupakan tahapan penting yang akan sangat
mempengaruhi siklus pengelolaan aset daerah secara keseluruhan karena fungsinya dalam
menyediakan data aset daerah melalui 3 (tiga) jenis kegiatan yang dilaksanakan, yakni
kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan aset daerah.
Penatausahaan aset negara/daerah meliputi pembukuan, inventarisasi, dan
pelaporan. Seperti pada penatausahaan aset negara, aset daerah yang berada di bawah
penguasaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang pun harus dibukukan melalui
proses pencatatan dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna oleh Kuasa Pengguna Barang,
Daftar Barang Pengguna oleh Pengguna Barang dan Daftar BMD oleh Pengelola Barang.
Proses pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan merupakan rangkaian dari kegiatan
penatausahaan BMD yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. Proses pembukuan yang
terdiri dari pendaftaran dan pencatatan serta proses inventarisasi, baik berupa pendataan,
pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan BMD merupakan bagian dari penatausahaan
yang dilakukan untuk menghasilkan data barang sesuai dengan kondisi yang riil. Hasil dari
proses pembukuan dan inventarisasi ini kemudian diperlukan dalam rangka melaksanakan
proses pelaporan aset daerah yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Barang, Pengguna
Barang, dan Pengelola Barang sebagai bentuk penyajian informasi terkait situasi aset
daerah pada waktu tertentu.
Seluruh aset yang merupakan objek penatausahaan, meliputi semua aset daerah
yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah, yang berada dalam penguasaan Kuasa
Pengguna Barang/Pengguna Barang dan berada dalam pengelolaan Pengelola Barang.
Penatausahaan aset dilakukan dalam rangka mewujudkan tertib administrasi termasuk
menyusun Laporan BMD yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan neraca
pemerintah daerah. Sedangkan penatausahaan BMD dalam rangka mendukung
terwujudnya tertib pengelolaan BMD adalah menyediakan data agar pelaksanaan
pengelolaan BMD dapat dilaksanakan sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum,
transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai.
Kegiatan penatausahaan aset daerah sampai saat ini masih menemukan masalah
akurasi data dan belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari mayoritas
pemerintah di daerah. Oleh karena itu, tidak mustahil bahwa sampai saat ini pemerintah
5
daerah selalu menghadapi kesulitan dalam mengetahui berapa sebenarnya jumlah dan nilai
aset yang dimiliki. Kesulitan ini akan sangat terasa pada saat penyusunan neraca
pemerintah daerah pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan pada saat
melakukan pengelolaan aset daerah lainnya seperti penghapusan, pemindahtanganan,
pemanfaatan, dan penilaian. Dapat dikatakan pula bahwa pengelolaan aset daerah menjadi
bagian dari keuangan daerah yang memiliki pengaruh besar terhadap pemberian opini
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara berkala melakukan pemeriksaan terhadap
keuangan daerah dan memberikan penilaian terhadap kinerja keuangan daerah.
Kabupaten Manggarai yang merupakan salah satu daerah otonom di wilayah
Provinsi Nusa Tenggara Timur pun memiliki permasalahan dalam melaksanakan
penatausahaan aset daerah. Kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan masih
menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah Kabupaten
Manggarai. Kelemahan yang paling menonjol dari ketiga proses penatausahaan ini adalah
kegiatan inventarisasi aset tetap.
Tercatat dalam Siaran Pers BPK RI mengenai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun
terakhir (2010-2012), Pemerintah Kabupaten Manggarai selalu mendapat opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK. LHP atas LKPD 2012 yang diterbitkan oleh BPK
per 30 Juni 2013 (www.bpk.go.id) ini menyebutkan bahwa yang menjadi salah satu aspek
penyebab diperolehnya opini WDP ini adalah ketidakwajaran aset tetap yang belum
menggambarkan kondisi sebenarnya. Belum menggambarkan kondisi yang wajar pada aset
tetap tentu saja berkaitan langsung dengan ketidakwajaran pelaksanaan inventarisasi aset
tetap karena pada dasarnya inventarisasi dilakukan untuk mengetahui kondisi aset tetap
secara wajar.
Hal ini menimbulkan adanya anggapan bahwa kegiatan inventarisasi aset tetap
masih menemukan permasalahan yang mana dalam pelaksanaannya sering tidak sesuai
dengan prosedur pelaksanaan yang benar. Permasalahan lainnya adalah terbatasnya
kualitas sumber daya manusia serta sarana dan prasarana penunjang yang kurang
termanfaatkan dengan baik dalam mendukung pelaksanaan inventarisasi aset tetap pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Hal ini tentu saja turut mempengaruhi penilaian
BPK secara khusus terhadap kinerja pengelolaan aset daerah serta kinerja keuangan
Kabupaten Manggarai secara umum.
6
IDENTIFIKASI MASALAH
Upaya dalam melakukan kegiatan inventarisasi aset tetap masih menimbulkan
berbagai permasalahan. Permasalahan ini menjadi indikasi pemicu timbulnya
ketidakwajaran kondisi aset hasil pelaksanaan inventarisasi aset daerah di Kabupaten
Manggarai, yakni : a) Lemahnya kegiatan inventarisasi aset tetap yang dalam
pelaksanaannya sering tidak sesuai dengan prosedur yang memadai; b) Terbatasnya
kualitas aparat Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai dalam melaksanakan kegiatan
inventarisasi aset tetap; c) Kurangnya pemanfaatan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan inventarisasi aset tetap yang tersedia pada Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai.
Permasalahan-permasalahan di atas menjadi indikasi pemicu terjadinya masalah
dalam kegiaan inventarisasi aset tetap daerah di Kabupaten Manggarai secara umum.
RUMUSAN MASALAH
Sehubungan dengan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya dan pengidentifikasian
masalah yang telah dibuat, penulis membuat perumusan masalah yang menjadi kajian
utama penelitian ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana upaya untuk meningkatkan pelaksanaan inventarisasi aset tetap
agar sesuai dengan prosedur yang memadai?
7
TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah :
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat Praktis untuk Lokasi Penelitian
Manfaat praktis bagi lokasi penelitian dengan diadakannya penelitian ini adalah :
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kabupaten
Manggarai dalam melakukan penatausahaan aset daerah bidang inventarisasi aset tetap; b)
Memberikan manfaat bagi para pejabat pengelola aset daerah pada Dinas PPKAD
Kabupaten Manggarai, terutama kaitannya dengan peningkatan kualitas pelaksanaan
inventarisasi, sarana dan prasarana serta kualitas aparat pengelola kegiatan inventarisasi
aset tetap daerah di Kabupaten Manggarai.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan kegiatan penelitian ini membutuhkan metode yang jelas, agar
pelaksanaannya terarah dan tepat sasaran. Penelitian menurut Soehartono (2011:2)
merupakan, “Upaya untuk menambah dan memperluas pengetahuan, yang selain untuk
menghasilkan pengetahuan yang baru sama sekali yaitu yang sebelumnya belum ada atau
belum dikenal, juga termasuk pengumpulan keterangan baru yang bersifat memperkuat
teori-teori yang sudah ada, atau bahkan juga yang menyangkal teori-teori yang sudah ada.”
Menurut Sugiyono (2013:3), “Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Tujuan diadakannya
penelitian menurut Hussey dan Hussey dalam Silalahi (2012:3) adalah sebagai berikut :
1. Meninjau ulang dan mensintesiskan pengetahuan yang ada;
2. Menyelidiki beberapa masalah atau situasi yang ada;
3. Menyediakan solusi bagi suatu masalah;
4. Menyelidiki atau menggali dan menganalisis beberapa isu umum;
5. Membangun atau menciptakan suatu prosedur atau sisitem baru;
6. Menjelaskan satu fenomena baru;
7. Menghasilkan pengetahuan baru;
8. Suatu kombinasi dari hal-hal di atas.
Berdasarkan Peraturan Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri Nomor 05
Tahun 2013 Tentang Pedoman Penulisan dan Mekanisme Ujian Laporan Akhir Serta
Skripsi Institut Pemerintahan Dalam Negeri Tahun Akademik 2013/2014, “Metode
pengumpulan data kegiatan magang menggunakan pendekatan metode eksploratif dengan
pendekatan induktif.”
Penelitian Eksploratif bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang
terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini bertujuan pula
untuk mengumpulkan data sebanyak- banyaknya (Mardalis 2010:25). Selanjutnya,
Martono (2010:15) mengemuka-kan, “Penelitian eksploratif ini juga dapat dikatakan
sebagai penelitian pendahuluan dikarenakan penelitian ini mencoba menggali informasi
atau permasalahan yang relatif baru.”
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut di atas, maka peneliti dapat
menyimpulkan bahwa penelitian eksploratif adalah suatu metode penelitian yang berusaha
menjelajah keadaan di lapangan guna memberikan sedikit penjelasan dan gambaran
9
mengenai konsep peneliti dalam melaksanakan penelitian. Karena bersifat terbuka semua
sumber dianggap penting dalam penelitian ini. Sehubungan dengan itu, di dalam penelitian
ini penulis berusaha mempelajari dan menggambarkan tentang Inventarisasi Aset Tetap di
Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan induktif.
Moleong (2013:10) menjelaskan penelitian dengan menggunakan pendekatan induktif
dilakukan karena beberapa alasan :
1. Proses induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan jamak sebagai
yang terdapat dalam data;
2. Analisis induktif lebih dapat membuat peneliti-responden menjadi eksplisit,
dapat dikenal, dan akuntabel;
3. Analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat
membuat keputusan-keputusan tentang dapat-tidaknya pengalihan pada suatu
latar lainnya;
4. Analisis induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang
mempertajam hubungan-hubungan;
5. Analisis demikian dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai
bagian dari struktur analitik.
Kaitannya dengan metode yang telah dijelaskan diatas dikenal adanya teknik
pengumpulan data yang merupakan langkah penting dalam proses penelitian karena
dengan data inilah suatu persoalan penelitian bisa dijawab. Menurut Jujun S.Suriasumantri
dalam Mardalis (2010:21) mengatakan bahwa, “Cara berpikir induktif berpijak pada fakta-
fakta yang bersifat khusus, kemudian diteliti dan akhirnya ditemui pemecahan persoalan
yang bersifat umum.”
Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
pengumpulan data adalah suatu langkah untuk mendapatkan data-data yang ada di
lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian yang akan berguna untuk menjawab
masalah dari penelitian tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan cara peneliti terjun
atau turun langsung ke tempat dimana lokasi penelitian diadakan, maksudnya adalah
memperoleh data dan fakta yang terbaru dan akurat yang berkaitan dengan materi yang
akan diteliti. Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai penulis dalam penelitian ini
adalah :
10
1. Wawancara
Wawancara menurut Narbuko (2010:83) adalah ”proses tanya-jawab dalam
penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan”. Metode
wawancara digunakan oleh penulis dengan mendatangi dan mengadakan komunikasi
langsung atau tatap muka dengan beberapa responden yang dianggap perlu untuk
mendapatkan data, informasi, keterangan, pandangan maupun pendapat responden agar
diperoleh kebenaran yang valid dan relevan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian yang sedang dilakukan. Sebelum melakukan kegiatan wawancara harus dibekali
dengan pedoman wawancara agar proses wawancara tersebut berjalan terarah. Dalam
penelitian ini data dikumpulkan dari hasil wawancara dengan informasi yang berasal dari :
a. Kepala Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai 1 (satu) orang;
b. Sekretaris Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai 1 (satu) orang;
c. Kepala Bidang Pengelolaan Aset Daerah Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai
1 (satu) orang.
2. Dokumentasi
Arikunto (2010:274) menyatakan bahwa dokumentasi adalah “metode yang
dilaksanakan oleh penelitian untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya.”
Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui pencatatan
data yang dirasa diperlukan dari sumber-sumber tertulis, baik berupa laporan maupun
monografi atau dokumen-dokumen dalam membantu menyempurnakan data-data yang
diperoleh. Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan mengambil data-
data dari dokumentasi yang ada di Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
KAJIAN TEORI
Adapun kajian teori ini berisi tentang definisi-definisi mendasar sebagai landasan
dalam memahami maksud penulis melakukan implementasi program Alokasi Dana Desa
dalam penyelenggaraan pemerintahan pada locus penelitian terkait. Kajian teori ini sendiri
digunakan sebagai kerangka berfikir untuk menjelaskan fenomena-fenomena sosial yang
akan diteliti. Sugiyono (2012:52) mengungkapkan bahwa : “Kajian Teori adalah teori-teori
yang relevan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang variabel yang diteliti, serta
12
sebagai dasar untuk memberikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang
diajukan (hipotesis).” Menurut Cooper dan Schindler dalam Sugiyono (2012:52)
menjelaskan , “Teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proporsi yang tersusun
secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena.”
Sdangkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik DaerahPasal 4 ayat (2) menjelaskan 13
siklusPengelolaan Barang Milik Daerah, sebagai berikut:
a. perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
b. pengadaan
c. penerimaan, penyimpanan dan penyaluran;
d. penggunaan
e. penatausahaan;
f. pemanfaatan;
g. pengamanan dan pemeliharaan;
h. penilaian;
i. penghapusan;
13
j. pemindahtanganan;
k. pembinaan, pengawasan dan pengendalian
l. pembiayaan; dan
m. tuntutan ganti rugi.
Satu dari sekian tahapan yang menajadi lingkup pembahasan penulis dalam
laporan akhir ini adalah siklus penatausahaan.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah Pasal 1 angka 30
menjelaskan, bahwa : “Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
pembukuan, inventarisasi danpelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.”
INVENTARISASI
Harsono, dkk (2004:163) menjelaskan definisi inventarisasi, sebagai berikut :
Proses inventaris atau inventarisasi yang teratur adalah proses inventaris atau
inventarisasi yang dilakukan dengan ketentuan dapat mewujudkan penyempurnaan dalam
pengurusan, pengawasan keuangan dan kekayaan negara secara efektif, juga dalam rangka
meningkatkan efektifitas perencanaan penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan
pemeliharaan, penyaluran serta penghapusan barang. Oleh karena itu, pelaksanaan
inventarisasi harus dilaksanakan secara baik dan benar sesuai kondisi barang agar dapat
dicapai tujuan inventarisasi dimaksud.
Nawawi dan Martini (1994:189) mengemukakan bahwa:
Data di dalam daftar inventaris tidak saja berguna untuk mengikuti perkembangan
kondisi perlengkapan/peralatan yang dimiliki, tetapi juga untuk menyusun
perencanaan, agar tidak terjadi pemborosan. Oleh karena itu, harus diusahakan
agar antara data yang tercatat benar-benar sesuai dengan kenyataan kondisi
peralatan/perlengkapan yang dicatat.
ASET
Seiring dengan diserahkannya berbagai urusan pemerintahan dari pusat kepada daerah
sebagai akibat dari adanya otonomi daerah, pada saat yang bersamaan juga terjadi
penyerahan aset pemerintah pusat kepada daerah. Hal ini mengharuskan pemerintah
daerah melakukan pengelolaan asetnya dengan baik dan benar sehinga dapat mendukung
pelaksanaan otonomi daerah.
Yang dimaksud dengan aset / barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah
baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya atau pun yang merupakan
satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk
hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.
16
ASET TETAP
Aset tetap menurut definisi yang dikeluarkan oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintah yang ditulis dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 01
dalam Yusuf (2010:57) dijelaskan bahwa :
Aset tetap adalah asset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12
(duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan atau
dimanfaatkan oleh masyarakat umum yang terdiri atas tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, asset tetap lainnya, dan
konstruksi dalam perjalanan.
17
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dikategorikan jenis-jenis asset tetap adalah
sebagai berikut :
1. Tanah;
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bagunan;
4. Jalan, Irigasi, Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya;
6. Konstruksi dalam Pengerjaan.
Berdasarkan kajian penulis tentang inventarisasi aset tetap di tingkat Pembantu Pengelola
BMD atau Pembantu Pengelola di Kabupaten Manggarai, yang menjadi Pembantu
Pengelola di Kabupaten Manggarai adalah Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah
(SKPKD), yaitu Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai.
c. Ketersediaan Data
Terjadinya perbedaan perlakuan SKPD terhadap barang atau aset tadi
menimbulkan administrasi pengelolaan aset menjadi terbengkalai dan menjadi tidak
lengkap. Kepala SKPD sangat paham bagaimana mengusahakan pengadaan barang dan
menggunakannya sementara untuk dilakukan pencatatan atas pengadaan dan
penggunaannya sangatlah sulit. Hal ini menjadi salah satu kelemahan juga, mengingat
21
kegiatan pencatatan dan selanjutnya pengelolaan seluruh aset yang digunakan harus
dilaporkan secara tepat berdasarkan jenis dan jumlah aset SKPD.
Adapun data-data pencatatan dan pelaporan dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Administrasi Pencatatan
1. Kartu Inventaris Barang (KIB)
KIB merupakan kartu yang digunakan untuk mencatat barang inventaris
secara tersendiri atau kumpulan/kolektif yang diperlukan untuk inventarisasi atau
tujuan lainnya selama barang tersebut belum dihapuskan. Adapun KIB terdiri dari 6
(enam) macam, yaitu :
a) KIB A : Tanah
b) KIB B : Peralatan dan Mesin
c) KIB C : Gedung dan Bangunan
d) KIB D : Jalan, Irigasi, dan Jaringan
e) KIB E : Aset Tetap Lainnya
f) KIB F : Konstruksi dalam Pengerjaan
Dalam pencatatannya, pencatatan KIB inilah yang masih sering menjadi
kesalahan yang dilakukan oleh para SKPD. Masih banyak barang yang seharusnya
ada tetapi tidak tercatat dalam KIB oleh SKPD karena berbagai persoalan, seperti
ketidakjelasan kepemilikan/sertifikat tanah (KIB A), ketidakakuratan jumlah dan
sumber barang peralatan dan mesin (KIB B), serta aset-aset lain yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kondisi dan administrasi barangnya oleh SKPD.
2. Kartu Inventaris Ruangan (KIR)
Sistem pencatatan pada kartu ini pun masih belum jelas dikarenakan penggunaan
ruangan yang tidak opimal. Masih banyak ruangan yang peruntukannya menyimpan
barang-barang yang sebenarnya sudah tidak layak pakai (rusak) dan belum dihapus,
sehingga terjadi pemborosan ruangan. Dengan kata lain, pencatatan jumlah ruangan
pada SKPD tertentu hanya untuk menginventarisir ruangan yang tidak efektif
penggunaannya.
3. Buku Inventaris (BI)
Buku ini merupakan buku yang berisi himpunan catatan data teknis dan administrasi
yang diperoleh dari KIB hasil inventarisasi. Penulis mengamati bahwa pencatatan
22
pada BI ini sangat tergantung pada validitas data yang ada pada KIB, sehingga
ketersediaan data KIB secara langsung akan mempengaruhi isi dari BI tersebut.
4. Buku Induk Inventaris (BII)
Buku Induk Inventaris (BII) merupakan kompilasi atau gabungan dari BI yang
berasal dari pencatatan BI seluruh SKPD. Keakuratannya berhubungan dengan
pencatatan-pencatatan sebelumnya (BI dan KIB).
b) Administrasi Pelaporan
1. Daftar Rekapitulasi Inventaris
Daftar ini merupakan daftar barang yang disusun oleh Bupati Manggarai selaku
Kuasa Barang dengan menggunakan bahan hasil pencatatan yang telah dihimpun
oleh Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai dan diserahkan kepada Pengelola Barang
Daerah (Sekretaris Daerah).
2. Daftar Mutasi Barang
Daftar ini memuat data barang yang berkurang dan/atau bertambah dalam jangka
waktu tertentu.
Sejauh ini, pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh SKPD Pemerintah
Kabupaten Mangarai masih memiliki kekurangan terutama dalam hal pencatatan KIB dan
KIR. Sistem pelaporan tidak akan tersajikan dengan akurat dan relevan ketika pencatatan
pada KIB dan KIR belum akurat dan relevan. Hal ini dikarenakan KIB dan KIRmerupakan
dokumen pertama yang menjadi sumber pencatatan dan pelaporan barang/aset daerah
selanjutnya. Maka, ketika KIB dan KIR tidak dapat menyediakan data yang akurat dan
relevan, sistem pencatatan selanjutnya sampai pada pelaporannya pun menjadi tidak akurat
dan relevan juga. Fenomena inilah yang terjadi di Kabupaten Manggarai seperti yang telah
dijelaskan di atas sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah.
Sehubungan dengan penyediaan data inventarisasi aset, masih banyak SKPD yang
belum memperhatikan pentingnya pengelolaan aset. Untuk melengkapi data aset SKPD,
Bidang Pengelolaan Aset pada Dinas PPKAD sendiri harus menjemputnya dari SKPD dan
memperbaiki kesalahan-kesalahan pada pengisian data-data tersebut. Hal ini tentu saja
berkaitan erat dengan bagaimana membangun hubungan kerja sama yang baik dari SKPD
agar proses pencatatan dan pelaporan atas KIB yang diisi mampu tersajikan secara baik
dan benar. Dengan demikian, Dinas PPKAD selaku Pembantu Pengelola Barang Daerah
akan mudah melakukan rekapitulasi data inventarisasi aset setiap SKPD.
selaku Pengguna Barang. Namun, pengelolaan administrasi aset tetap SKPD tidak berjalan
dengan baik karena adanya perbedaan perlakuan antara keuangan SKPD dan aset SKPD
seperti yang telah diterangkan sebelumnya. Bendahara Barang SKPD seperti kesulitan
melakukan pencatatan dan pelaporan aset tetap yang benar dari SKPD karena tidak
tertibnya pencatatan dan pelaporan atas pengadaan, penggunaan atau pun mekanisme lain.
Hal ini menyebabkan Bendahara Barang tidak dapat melakukan administrasi aset tetap
SKPD secara akurat dan relevan sehingga pengadministrasian setiap aset tetap pada SKPD
menjadi tidak tertib.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Inventarisasi Aset Tetap di Kabupaten Manggarai dapat dikatakan cukup
baik. Hal ini dapat dinilai dari mekanisme pelaksanaan inventarisasi aset tetap di tingkat
Pembantu Pengelola Barang, yakni Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai yang telah
menjalankan tugasnya dengan baik sesuai pedoman pelaksanaan inventarisasi aset tetap
yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Miliki Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten
Manggarai Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Teknis
pelaksanaan inventarisasi aset tetap pada tingkat Pembantu Pengelola Barang telah
sesuai dengan yang diharapkan.
2. Aparat pelaksana kegiatan inventarisasi aset tetap Kabupaten Manggarai yang
dilaksanakan oleh Bidang Pengelolaan Aset Dinas PPKAD Manggarai dinilai telah
memiliki kualitas yang cukup baik. Namun, terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan
lagi terkait peningkatan kualitas aparatur Bidang Pengelolaan Aset ke depannya.
3. Sarana dan prasarana yang dimiliki Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai untuk
menunjang pelaksanaan tugasnya dapat dikatakan sudah memadai, walaupun khusus
untuk aplikasi SIMBADA masih harus disempurnakan lagi agar dapat menunjang
semua siklus pengelolaan aset daerah. Khusus peran SIMBADA bagi pelaksanaan
inventarisasi aset tetap sudah memadai karena dapat dioperasikan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang berkitan dengan inventarisasi aset tetap, seperti melakukan
input data aset tetap, menyimpan, mengirim dan menerima data aset tetap, serta fungsi
lain terkait dengan inventarisasi aset tetap Kabupaten Manggarai.
REKOMENDASI
Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis terhadap pelaksanaan
inventarisasi aset tetap di Kabupaten Manggarai adalah:
1. Dinas PPKAD disarankan untuk lebih tegas dalam melakukan penghimpunan
data dari setiap SKPD agar pelaksanaan pencatatan dan pelaporan
(inventarisasi) aset tetap di tingkat SKPD tidak sekedar dicatat dan dilaporkan
26
saja, namun harus menunjukkan kodisi aset tetap yang riil dengan
memaksimalkan pelaksanaan inventarisasi aset tetap di tingkat SKPD.
2. Meningkatkan kegiatan koordinasi dan pembinaan terhadap SKPD se-
Kabupaten Manggarai untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya
pelaksanaan pengelolaan aset tetap daerah secara khusus dan pengelolaan aset
daerah pada umumnya guna penigkatan kualitas pengurus barang SKPD. Dinas
PPKAD Kabupaten Manggarai hendaknya berinisiatif melakukan berbagai
bentuk pembinaan sesuai kapasitasnya sebagai Pembantu Pengelola Barang
Daerah kepada seluruh SKPD agar SKPD paham dan sadar betapa pengelolaan
aset sangat penting untuk mengihidari potensi terjadinya kerugian daerah dan
memperbaiki kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai yang
selama 3 (tiga) tahun terakhir mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian
(WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai hendaknya membentuk peraturan
teknis khusus pelaksanaan inventarisasi aset SKPD agar petunjuk pelaskanaan
menjadi jelas dan seragam dalam penyediaan data inventaris. Begitu juga
dengan Dinas PPKAD Kabupaten Manggarai disarankan agar membuat
Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk
Teknis Inventarisasi Aset agar dalam menjalankan tugasnya, Bidang
Pengelolaan Aset Dinas PPKAD dapat bekerja sesuai acuan yang jelas dan
memiliki kekuatan hukum guna pertanggungjawaban dengan memanfaatkan
sarana dan prasarana secara maksimal.
Pelaksanaan kegiatan inventarisasi aset tetap merupakan kegiatan yang sangat penting bagi
daerah dalam rangka menciptakan keteraturan dan pemahaman daerah terkait kondisi aset
tetap yang dimiliki. Oleh karena itu, inventarisasi aset tetap merupakan bahan kajian yang
cukup penting untuk dikembangkan. Maka, penulis menyarankan agar kajian tentang
inventarisasi aset tetap ini mendapat pengembangan lebih lanjut atau lebih dalam lagi
melalui berbagai bentuk penelitian.
27
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU-BUKU
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta
:Jakarta.
Mantra, Ida Bagoes. 2008. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka
Pelajar :Yogyakarta.
Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. Rajawali Pers :Jakarta.
B. PERATURAN-PERATURAN
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Peraturan Bupati Manggarai Nomor 18 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bupati Manggarai Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Manggarai Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Tugas Pokok, Fungsi
dan Tata Kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Manggarai
Peraturan Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri Nomor 05 Tahun 2013 Tentang
Pedoman Penulisan dan Mekanisme Ujian Laporan Akhir dan Skripsi Institut
Pemerintahan Dalam Negeri Tahun Akademik 2013/2014
C. SUMBER LAIN
BPK RI. Siaran Pers BPK RI 2013 LHP-LKPD NTT 2012. www.bpk.go.id. Selasa, 17
Desember 2013, 10.30-11.45 WITA
29