Anda di halaman 1dari 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya


yang sangat melimpah, termasuk beberapa tanaman perkebunan seperti kopi dan
kakao. Tetapi pada kenyataannya produktivitas kakao dan kopi saat ini di Indonesia
mengalami penurunan, hal ini disebabkan karena tanaman kakao dan kopi yang ada
sudah tidak produktif lagi, selain itu lahan yang ada untuk perkembangbiakkan juga
semakin sempit. Banyak cara yang dapat dilakukan unuk mengatasi permasalahn ini
termasuk diantaranya perbanyakan secara konvesional secara vegetative dan generatif
Perbanyakan klonal secara konvensional mempunyai kendala dalam
ketersediaan jumlah tunas dan cabang yang siap disetek, disambung dan diukulasi.
Perbanyakan secara vegetatif lebih sulit dibandingkan perbanyakan secara generatif,
namun tanaman yang dihasilkan lebih seragam.Salah satu upaya yang dapat ditempuh
untuk mengatasi permasalahan ini adalah melalui perbanyakan secara in vitro melalui
kultur jaringan. Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan dapat dilakukan melalui
jalur embriogenesis dan embrio somatik. Teknik embrio somatik banyak
dikembangkan untuk menghasilkan bibit dalam jumlah besar, tidak terbatas dan dapat
diperoleh dalm waktu yang lebih singkat.

Tanaman kopi (Coffea sp.) merupakan spesies tanaman berbentuk pohon


yang tergolong ke dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi memiliki
nilai ekonomis yang cukup tinggi di Indonesia dan di dunia, serta berperan penting
sebagai sumber devisa negara. Menurut Dirjen Perkebunan (2016), Indonesia
merupakan produsen dan eksportir ketiga dunia untuk komoditi kopi. Tingkat
konsumsi kopi perkapita masyarakat Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan
masyarakat Eropa yang rata-rata mengkonsumsi di atas 5 kg/kapita/thn, bahkan
Finlandia mengkonsumsi 12 kg/kapita/thn. Meningkatnya kebutuhan konsumsi dan
permintaan kopi dunia setiap tahunnya, mendorong Indonesia untuk meningkatkan
hasil produksi tanaman kopi. Permintaan terhadap kopi harus dipenuhi melalui
peningkatan produksi. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan cara penggunaan
bibit unggul yang memiliki produktifitas yang tinggi (intensifikasi) dan perluasan
lahan budidaya (ekstensifikasi).

Perbanyakan kopi dapat dilakukan dengan cara generatif melalui biji


namun memiliki kelemahan seperti sifat morfologi anakan yang berbeda dengan
induknya serta keterbatasan jumlah bahan tanam yang dihasilkan. Perbanyakan kopi
juga dapat dilakukan dengan cara vegetatif melalui stek, okulasi, dan sambung pucuk.
Namun cara tersebut masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain perbanyakan
hasil stek butuh waktu lama untuk diproduksi dan butuh ketersediaan lahan yang
memadai untuk menyimpan bibit stek, sehingga sangat membatasi produksi bibit kopi
untuk skala besar. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
tersebut adalah melalui kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman yang dapat digunakan untuk memproduksi bahan
tanam dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang relatif singkat. Teknik kultur
jaringan diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi
bahan tanam kopi, mempercepat pelepasan varietas dengan sifat-sifat baru, perbaikan
kualitas dan teknik pembibitan kopi yang dimungkinkan lebih cepat dan efisien.
Perbanyakan kopi melalui kultur jaringan dapat dilakukan menggunakan metode
embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik merupakan proses penggunaan sel
somatik untuk membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan embrio.
Kemampuan regenerasi spesies kopi dengan teknik embriogenesis somatik sangat
bervariasi dan tergantung pada media, spesies yang dikulturkan dan lingkungannya
serta hormon pertumbuhan tanaman yang digunakan (Zulkarnain, 2009).
\
Tujuan dari induksi embrio somatik antara lain untuk memperbanyak tanaman
melalui pembentukan organ dan embrio, regenerasi keragaman genetik, sebagai bahan
awal untuk kriopreservasi, produksi metabolit sekunder, dan biotranformasi. Kalus
yang didapatkan dapat dijadikan untuk keperluan pemuliaan tanaman seperti mutasi,
rekayasa genetika, dan hibridisasi somatik
Kopi Arabika (Coffea arabica L.) merupakan tanaman perkebunan yang dapat
diperbanyak secara generatif dengan menggunakan biji dan vegetatif menggunakan
stek, okulasi dan sambung pucuk. Perbanyakan menggunakan biji tidak menjamin
benih yang dihasilkan akan sama dengan induknya, karena tanaman yang menyerbuk
sendiri masih ada peluang untuk terjadinya penyerbukan silang. Perbanyakan
vegetatif menghasilkan bibit yang sama dengan induknya, tetapi tidak semua cabang
kopi dapat digunakan sebagai sumber bahan tanaman sehingga bibit yang dihasilkan
terbatas.
Teknik kultur jaringan memberikan alternatif dalam perbanyakan bibit kopi.
Teknik ini memungkinkan untuk memproduksi bibit yang relatif seragam dalam skala
besar, dengan waktu yang lebih singkat, dan bebas hama penyakit. Berbagai
pendekatan yang telah dipertimbangkan untuk perbanyakan kultur jaringan kopi di
antaranya, organogenesis (menggunakan tunas adventif dan tunas aksilar),
mikrocutting, dan embriogenesis somatik (Santana-Buzzy et al., 2007; Andrés et al.,
2008).
Perbanyakan melalui embriogenesis somatik dari berbagai jenis eksplan
telah dilakukan dengan menggunakan kultur anther, meristem, biji, hipokotil, epikotil,
akar, dan daun. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan eksplan daun
kopi paling responsif dalam menghasilkan embrio somatik dibandingkan bagian
tanaman yang lain (Carneiro, 1999; Oktavia et al., 2003). Penggunaan eksplan daun
pada kopi Arabika dalam proses embriogenesis somatik telah banyak dilakukan, di
antaranya pada penelitian Etienne et al. (2002), Figueroa-Quiroz et al. (2002), Priyono
(2004), dan Albarra´n et al. (2005). Penelitian embriogenesis somatik kopi Arabika
menggunakan kombinasi zat pengatur tumbuh yang berbeda telah dilaporkan oleh
banyak peneliti.

Faktor lain yang menunjang pertumbuhan secara in vitro adalah penggunaan


media. Diketahui bahwa penggunaan media cair lebih efektif untuk penyerapan hara.
Perendaman eksplan dalam medium cair secara periodik dengan penggojokan
memungkinkan tingkat penyerapan hara oleh eksplan lebih optimal sehingga
menstimulasi perkembangannya. Pada saat medium menggenangi propagula, seluruh
permukaannya terpapar langsung dengan medium sehingga penyerapan hara terjadi di
seluruh bagian eksplan, tidak hanya di bagian bawah 5 saja seperti pada medium
padat. Hal inilah yang menunjang pertumbuhan eksplan (Sumaryono dkk., 2007).

B. Tujuan
1. Mengetahui interaksi antara BAP dan kinetin dalam menginduksi kalus
embriogenik kopi arabika.
2. Mengetahui konsentrasi BAP terbaik dalam menginduksi kalus embriogenik kopi
arabika. 3. Mengetahui konsentrasi kinetin terbaik dalam menginduksi kalus
embriogenik kopi arabika.

C. Rancangan Masalah

1. Bagaimana interaksi antara BAP dan kinetin terhadap induksi kalus embriogenik kopi arabika

2. Bagaimana pengaruh BAP terhadap induksi kalus embriogenik kopi arabika.

3. Bagaimana pengaruh kinetin terhadap induksi kalus embriogenik kopi arabika.

D. Manfaat

1. Mendapatkan informasi mengenai protokol induksi kalus embriogenik kopi


arabika.

2. Memperoleh konsentrasi zat pengatur tumbuh terbaik untuk induksi kalus embriogenik
kopi arabika.

Anda mungkin juga menyukai