PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang
lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak
hukum perdata.1
perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat
bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara obyek hukum. Hukum perdata disebut pula
hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum
1
A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hlm.9
2
A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, hlm. 10
1
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di
Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda,
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari
hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.3
B. Rumusan Masalah
a) Apa saja asas-asas hukum perdata?
b) Bagaimana sistematika hukum perdata?
C. Tujuan
a) Untuk mengetahui asas-asas hukum perdata
b) Untuk mengetahui sistematika hukum perdata
3
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka,
1989), hlm. 197
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada
golongan kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak
yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah.
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua
belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan
yang dibuat oleh kedua belah pihak
4
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak
yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun
demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal
1317 KUHPdt yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk
kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri,
atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam
itu.”
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPdt mengatur
tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPdt
untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang
memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317
KUHPdt mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPdt
memiliki ruang lingkup yang luas.
5. Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
4
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996).
hal. 35
5
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi
melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk
melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPdt. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum
gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan
antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini
mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak
merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti
sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan
sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum
sudah cukup dengan kata sepakat saja.
7. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat
prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu
seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan
perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang
bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada
kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya
6
8. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan
kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak
5
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996).
hal. 37
7
Buku I, yang berjudul Perihal Orang (Van Personen), yang memuat
Hukum Perorangan dan Hukum Kekeluargaan; yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum.
Buku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat Hukum
Benda dan Hukum Waris; , mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum
yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang
8
berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan
penjaminan.
9
tentang hukum perikatan atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun
istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum
yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di
bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri
dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian.
10
tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.didalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai
prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti.
Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :
a. Surat-surat
b. Kesaksian
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
11
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum,
antara suami/istri
orangtua-ouderlijke macht),
c. Perwalian (voogdij),
d. Pengampunan (curalele).
6
Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama,
2011). hal. 50
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
hukum perdata diutamakan perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya
13
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai
Pustaka, 1989)
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996)
Syahrizal Darda, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka
Grhatama, 2011)
14