net/publication/276091803
CITATION READS
1 2,514
3 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Dina Nur Anggraini Ningrum on 29 May 2017.
Abstract
Female sex workers are the high risk group to be infected STIs and the most influential group
that responsible for the spreading of STIs. Peleman prostitution site is located in Tegal district
which has more than 50% STIs case. The purpose of this research is to find out the image of
female sex workers behaviour in the effort of STIs prevention in Peleman prostitution site.
This research was qualitative research and used snowball sampling technique. Informant for
this research amounts 6 FSW, 6 FSW’s friends, 6 pimps, and 1 health workers of Puskesmas
Jatibogor. The data collection in this research used in-depth interview and observation.
The data analyzed descriptively and presented in narrative form. This result was held in
2014 year. The result showed that FSW were quite actively looking for STIs information
through friends, health workers, elucidation, print and electronic media, but not through a
pimp. Almost all of FSW asked costumers to used condoms and could use condoms properly.
Vaginal hygiene of FSW has not been good, they really cleaned the inside of vagina using
an antiseptic and toothpaste.
Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Kantor Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229
E-mail: mardiana.ikm@gmail.com
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168
161
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal
162
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168
seks. Menurut Green tingkat pendidikan menonton tayangan televisi (33%), seperti yang
merupakan salah satu faktor predisposing tertuang dalam pernyataan di bawah ini :
dalam membentuk perilaku kesehatan.
Notoatmodjo juga menjelaskan bahwa tingkat “waktu habis kumpulan kan dapet itunya
pendidikan seseorang akan mempengaruhi tak baca..”
Informan 2
wawasan dan cara pandang dalam menghadapi
“…dari internet doank, buka internet
masalah. Seseorang dengan tingkat pendidikan
pake HP…”
tinggi cenderung mengedepankan rasio saat Informan 6
menghadapi gagasan baru dibandingkan “pernah liat di tivi, kalo HIV badannya
seseorang dengan pendidikan yang rendah semakin kurus…”
(Nur Azmi, 2008). Informan 5
Kemampuan informan dalam
menjangkau pelayanan kesehatan jika dilihat Semua WPS aktif mencari informasi
secara materi (uang) dapat diketahui bahwa melalui petugas kesehatan baik ketika
tidak semua informan mampu menjangkau penyuluhan (50%) maupun pemeriksaan /IMS
pelayanan kesehatan yang ada. Meski terdapat mobile (100%), tetapi tidak kepada mucikari
kesulitan untuk menjangkau pelayanan (83%) dan teman sesama WPS (50%). Alasan
kesehatan, tetapi informan dapat memanfaatkan WPS tidak aktif bertanya kepada mucikari
IMS mobile untuk memeriksakan diri mereka karena mucikari justru sering bertanya
baik seputar pemeriksaan alat kelamin maupun kepada WPS tentang IMS dan mucikari
untuk pemeriksaan medis yang lain secara tidak memperhatikan kesehatan anak buah.
gratis dan tidak memerlukan biaya menuju Informan utama juga mengaku risih apabila
tempat pemeriksaan (masih dalam lingkungan bertanya kepada teman sesama WPS karena
Lokalisasi Peleman). Selain itu, jika memang takut pertanyaan justru menyinggung teman.
perlu obat maka informan dapat mendapatkan Berikut kutipannya :
secara gratis.
“kadang tanya kadang nggak, temen-
Kemampuan informan dalam
temen kesehatan banyak yang kenal.
menjangkau pelayanan kesehatan berbeda Tanya soal keluhan..”
dengan kemampuan informan untuk Informan 1
menjangkau alat kontrasepsi khususnya “ga pernah, mamih malah sering tanya ke
kondom. Informan mendapatkan kondom kita”
secara gratis dari pihak Puskesmas maupun Informan 2
LSM, baik saat IMS mobile ataupun penyuluhan. “ya kadang-kadang tanya sama yang udah
Jika kebetulan WPS kehabisan kondom, maka lama di sini (teman yang lebih dahulu
WPS akan membeli kondom di warung dekat menjadi WPS)”
Informan 3
wisma (jaraknya tidak lebih dari 50 meter).
Harga kondom yang relatif murah (Rp 5000,00- Media cetak merupakan alat bantu untuk
Rp 10.000,00 per dus berisi 6-12 piece kondom) menyampaikan pesan-pesan atau informasi
membuat WPS mampu membeli dari luar, secara tertulis baik berupa tulisan maupun
tidak hanya mengandalkan kondom gratis yang gambar. Kelebihan media cetak (Notoatmodjo,
dibagikan oleh Puskesmas atau LSM. Akses 2005) yang dapat dibawa kemana-mana, tahan
yang mudah dalam mendapatkan kondom lama, mencakup orang banyak, biayanya
dapat membuat WPS lebih bersemangat dalam yang tidak tinggi, mudah dipahami, serta
merayu tamu untuk memakai kondom. tidak memerlukan teknologi yang canggih
Sebagian besar WPS telah memanfaatkan untuk mengakses, memudahkan WPS aktif
media cetak maupun media elektronik untuk mencari informasi melalui media cetak. Media
mencari informasi tentang IMS. Media cetak hanya membutuhkan kemampuan
cetak yang sering digunakan berupa leaflet membaca untuk dapat mengaksesnya. Oleh
dan selebaran fotocopian materi IMS (50%) karena itu WPS di Lokalisasi Peleman cukup
sedangkan media elektronik yang dipakai aktif mengakses media cetak sebagai media
berupa browsing melalui Handphone (33%) dan promosi kesehatan mengenai IMS dan HIV/
163
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal
AIDS. Hal ini bertentangan dengan penelitian agar pengetahuan mucikari meningkat dan
Hafrida dkk (2008) yang menyebutkan bahwa lebih memperhatikan kesehatan anak buah
media promosi berupa poster, stiker, booklet, (WPS). Adanya pelatihan serta pendampingan
folder kurang diminati karena tulisan dan isi terhadap mucikari di lokalisasi akan
pesan dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan membangkitkan kesadaran dan semangat untuk
di lokalisasi. Aktifnya WPS dalam membaca merubah perilaku WPS dalam meningkatkan
media cetak sebagai media promosi kesehatan derajat kesehatan di lingkungan mereka.
dapat membawa perubahan perilaku positif Selain itu, dengan pengetahuan yang dimiliki,
terhadap pencegahan IMS. Akses informasi mucikari dapat memberikan pengertian dan
menjadi faktor pemungkin dalam perubahan pengetahuan kepada anak asuhnya mengenai
perilaku seksual positif. Penelitian yang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS.
dilakukan oleh Elly N, dkk (2009) menyatakan Semua informan utama menyatakan
bahwa informasi yang diterima berpengaruh bahwa sebelum bertransaksi seksual (hubungan
dengan perilaku berisiko tertular. seksual dengan pelanggan), informan selalu
Keaktifan WPS dalam mencari informasi mengajak pelanggan untuk memakai kondom
melalui petugas kesehatan, lebih percaya ketika di ruang karaoke/ ruang tamu wisma.
dengan petugas kesehatan juga menunjukkan Cara WPS merayu pelanggan bermacam-
bahwa WPS cukup memperhatikan kesehatan. macam mulai dari menawarkan style vagina
Sejalan dengan penelitian Hafrida dkk (2008) yang berbeda, oral seks, memasangkan kondom
yang menyatakan bahwa pendekatan individual dengan mulut hingga mengingatkan bahwa
kepada WPS oleh petugas kesehatan dapat keluarga pelanggan dapat tertular IMS apabila
mengubah sikap dan perilaku WPS dalam pelanggan tidak mau memakai kondom.
menawarkan dan menggunakan kondom serta Berikut penjelasannya:
memeriksakan kesehatan reproduksinya. Selain
itu WPS cukup aktif bertanya kepada sesama “kadang-kadang tamu nggak mau, trus
teman lokalisasi/ satu wisma, baik tentang aku bilang ntar kalo istri mas kenapa-
kenapa gimana?”
IMS maupun bukan IMS. Informasi dari
Informan 1
teman sebenarnya membawa pengaruh yang “pake kondom ya, ntar aku kasih servise
lebih besar karena belajar dari pengalaman yang memuaskan…”
lebih efektif daripada membaca. Mereka Informan 4
menanggapi secara positif akan kehadiran
dari informasi tersebut. Informasi dari teman WPS selalu mengajak pelanggan
WPS dapat mengubah pengetahuan WPS yang menggunakan kondom namun tidak pada
lain dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak pacar atau orang yang mereka sukai. Menurut
mau berobat menjadi mau berobat. Namun mereka, mereka sudah mengenal pasangan
informasi yang mereka dapatkan dari teman mereka dengan baik dan yakin pasangan
belum tentu benar, ada juga yang kurang tepat mereka sehat. Sebelum bertransaksi, WPS
atau bercampur dengan mitos sebelumnya yang sudah menyediakan beberapa kondom dan
sudah lama dipegang. pelumas untuk keperluan mereka ketika
WPS enggan berkomunikasi mengenai melayani pelanggan. Kondom yang biasa
kesehatan mereka kepada mucikari dengan ditawarkan WPS kepada pelanggan merupakan
alasan mucikari justru lebih sering tanya kondom yang biasa didapatkan dari petugas
pada WPS, mucikari kurang memperhatikan kesehatan. Kondom berwarna putih bening
kesehatan WPS, dan WPS merasa lebih baik dan tidak beraroma. Terkadang pelanggan
tanya ke petugas kesehatan karena petugas menginginkan kondom dengan merek yang
kesehatan lebih tahu tentang IMS. Hal ini lain dan beraroma, sehingga WPS harus
menunjukkan bahwa antara WPS dan mucikari membeli kondom terlebih dahulu di warung
belum tercipta suatu hubungan yang baik terdekat. Merek “Sutra” dan “Fiesta” menjadi
dimana mucikari kurang memperhatikan merek kondom favorit yang digunakan oleh
kesehatan WPS. Oleh karena itu, perlu pelanggan sedangkan untuk pelumas yang
dilakukan pendampingan terhadap mucikari sering digunakan WPS yaitu pelumas merek
164
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168
Sutra. Sebagian WPS (50%) tidak menggunakan oleh sulitnya mereka membujuk tamu untuk
pelumas ketika berhubungan seksual terlebih memakai kondom. Para tamu merasa mereka
lagi ketika menggunakan kondom karena sudah membayar jasa WPS untuk memuaskan
kondom sudah terlapisi oleh pelumas. WPS mereka sesuai dengan keinginan mereka.
justru menggunakan pelumas ketika pelanggan Berikut penjelasannya:
tidak memakai kondom karena WPS takut
apabila tidak menggunakan pelumas vaginanya “Kadang-kadang pake kadang-kadang
akan lecet dan sakit. nggak. Ada aturan harus pakai dari
kesehatan buat make kondom tapi kan ada
WPS tidak selalu menerima pelanggan
tamu yang gak bisa kita atasin. Ya kadang
apabila pelanggan tidak mau memakai kondom. juga bisa diatasi.”
Penolakan juga pernah dilakukan WPS meski Informan 1
hal ini jarang dilakukan mengingat kebutuhan “Kadang pake kondom kadang nggak.
WPS harus tetap terpenuhi. Penolakan tidak Ya misalkan saya merayu tamu, tapi kalo
semata pelanggan tidak mau memakai kondom tamu gak mau berarti kita gak dapet rejeki.
tetapi WPS tidak menyukai pelanggan secara Padahal kesini ya buat cari uang. Tapi ya
fisik atau nada bicaranya yang kasar. Berikut yang penting sebelum masukin, kitanya
kutipannya: sama-sama bersihin dulu.”
Informan 4
“pernah nolak tapi secara halus, bilang aja
barangkali mau liat-liat dulu…”
Adapun frekuensi tamu WPS yang
Informan 2 memakai kondom hanya 1 orang dalam 1
“ya aku suruh cari yang lain…” minggu atau hanya 25% tamu WPS yang mau
Informan 4 menggunakan kondom dalam 1 minggu (dari
4 tamu hanya 1 yang memakai kondom).
Semua informan mempunyai perilaku Selain tamu atau pelanggan yang menolak
yang positif dalam merayu pelanggan namun untuk memakai kondom, terdapat informan
tidak semua pelanggan mau memakai yang justru menyuruh pasangan seksualnya
kondom dengan alasan akan mengurangi untuk tidak memakai kondom. Informan
kenikmatan seksual. WPS menjadi kalah menganggap pasangannya tersebut seperti
posisi dan melakukan hubungan seks tanpa suami sendiri sehingga tidak perlu memakai
menggunakan kondom. Nur Azmi (2008) kondom. Informan yang lain juga mengaku jika
yang menyebutkan bahwa ketidakberhasilan dengan pacar atau dengan orang yang mereka
penggunaan kondom yang tidak konsisten suka, mereka tidak akan memakai kondom,
disebabkan oleh posisi tawar menawar WPS karena mereka menganggap sudah mengenal
yang lemah. Posisi tawar menawar yang lemah pacar dan tahu keseharian pacar mereka.
serta pemenuhan kebutuhan WPS terhadap Berikut penjelasannya :
kehidupan pribadi dan keluarga menjadi latar
belakang WPS tidak konsisten menolak tamu “tapi ada ya, walaupun bukan suami, ntar
yang tidak memakai kondom (Nur Azmi, aku malah nyuruh ga usah pake kondom..”
2009). Berdasarkan penelitian Mahalul Azam, Informan 1
dkk (2013), menyatakan bahwa 80% pelanggan “kalo sama pacar ya nggak, kan udah tau
sehari-harinya gimana..”
tidak mau menggunakan kondom. Selain itu,
Informan 3
konsistensi penggunaan kondom ditentukan
oleh pengetahuan responden tentang IMS, Sebanyak 6 informan (100%) mengaku
Sikap WPS dalam penggunaan kondom, bahwa mereka mengetahui cara memakai
akses informasi tentang IMS dan HIV AIDS, kondom untuk dipasangkan ke tamu atau
persepsi pelanggan tentang kemmpuan untuk pelanggan mereka. Berikut penjelasannya:
melakukan perilaku seks secara aman, dan
dukungan germo (Irwan Budiono, 2012). “Ya sengertine enyong ya, sing penting
Seluruh informan yang terdiri dari 6 dilebokna bae neng gane wong lanang mbak..
informan (100%) menyatakan bahwa mereka kan ada lipetane mbak, ya tinggal dimasukin
jarang memakai kondom. Hal ini disebabkan aja. Aja kuwalik lah pokoke….”
165
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal
166
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168
167
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal
168