Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/276091803

PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA


PEKERJA SEKSUAL KABUPATEN TEGAL

Article · March 2015


DOI: 10.15294/kemas.v10i2.3377

CITATION READS

1 2,514

3 authors, including:

Dina Nur Anggraini Ningrum


Taipei Medical University
47 PUBLICATIONS   2,665 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Dina Nur Anggraini Ningrum on 29 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEMAS 10 (2) (2015) 160-168

Jurnal Kesehatan Masyarakat


http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas

PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA


WANITA PEKERJA SEKSUAL KABUPATEN TEGAL

Dessi Aryani, Mardiana, Dina Nur Anggraini Ningrum

Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Wanita Pekerja Seks merupakan kelompok risiko tinggi terkena IMS dan paling berpen-
Diterima 18 Oktober 2014 garuh dalam persebaran IMS. Lokalisasi Peleman berada di Kabupaten Tegal, dengan
Disetujui 20 November 2014 kasus IMS lebih dari 50%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran per-
Dipublikasikan Januari 2015
ilaku WPS dalam upaya pencegahan IMS di Lokalisasi Peleman. Jenis penelitian meng-
Keywords: gunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan informan snowball
sexually transmitted sampling. Informan berjumlah 6 WPS, 6 teman WPS, 6 mucikari dan 1 petugas keseha-
infections; tan Puskesmas Jatibogor. Teknik pengambilan data berupa wawancara mendalam dan
female sex workers. observasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi.
Penelitian ini dilakukan tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa WPS cukup
aktif mencari informasi IMS melalui teman, petugas kesehatan, penyuluhan, media ce-
tak dan elektronik, tetapi tidak melalui mucikari. Hampir semua WPS merayu pelang-
gan untuk memakai kondom dan dapat memakai kondom dengan baik. Vaginal higiene
WPS belum baik, mereka membersihkan vagina bagian dalam menggunakan antiseptik
dan pasta gigi.

SEXUALLY TRANSMITTED INFECTIONS PREVENTION BEHAVIOR OF


FEMALE SEXUAL WORKERS IN TEGAL DISTRICT

Abstract
Female sex workers are the high risk group to be infected STIs and the most influential group
that responsible for the spreading of STIs. Peleman prostitution site is located in Tegal district
which has more than 50% STIs case. The purpose of this research is to find out the image of
female sex workers behaviour in the effort of STIs prevention in Peleman prostitution site.
This research was qualitative research and used snowball sampling technique. Informant for
this research amounts 6 FSW, 6 FSW’s friends, 6 pimps, and 1 health workers of Puskesmas
Jatibogor. The data collection in this research used in-depth interview and observation.
The data analyzed descriptively and presented in narrative form. This result was held in
2014 year. The result showed that FSW were quite actively looking for STIs information
through friends, health workers, elucidation, print and electronic media, but not through a
pimp. Almost all of FSW asked costumers to used condoms and could use condoms properly.
Vaginal hygiene of FSW has not been good, they really cleaned the inside of vagina using
an antiseptic and toothpaste.

© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196
Kantor Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229
E-mail: mardiana.ikm@gmail.com
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168

Pendahuluan WPS hingga 4 tahun dan semua berasal dari


luar kota antara lain, 2 orang dari batang, 1
Infeksi Menular Seksual (IMS) orang dari pemalang, 1 orang dari cianjur
merupakan berbagai infeksi yang dapat dan 1 orang dari jepara. Dalam seminggu
menular dari satu orang ke orang yang lain terakhir WPS melakukan transaksi, WPS tidak
melalui kontak seksual. Infeksi Menular Seksual selalu memakai kondom karena ada beberapa
(IMS) lebih berisiko bila melakukan hubungan pelanggan yang menolak memakai kondom.
seksual dengan berganti-ganti pasangan baik Kabupaten Tegal merupakan salah satu
melalui vagina, oral maupun anal. IMS yang kabupaten/kota di Jawa Tengah yang perlu
populer di Indonesia antara lain gonore dan mendapatkan perhatian khusus mengenai
sifilis. Salah satu penyakit dari IMS yang belum kasus IMS. Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS
dapat disembuhkan adalah HIV/AIDS. Faktor Kabupaten Tegal sejak tahun 1993 hingga
terjadinya penyebaran HIV/AIDS disebabkan tahun 2012 menduduki peringkat ke-9 se-
karena perilaku seks bebas, merosotnya nilai Jawa Tengah dan menduduki peringkat ke-5
agama, gaya hidup, pekerjaan, dan gagalnya menurut jumlah kumulatif HIV/AIDS dari
membina rumah tangga (Naila Kamila, 2009; bulan Januari sampai dengan 31 Desember
Dewi Rohkmah, 2014). tahun 2012. Kasus HIV/AIDS yang tinggi,
Lokalisasi Peleman yang berada di desa menunjukkan bahwa kabupaten Tegal berisiko
Sidoharjo Kecamatan Suradadi merupakan satu tinggi terjadi penularan HIV/AIDS mengingat
dari tujuh lokalisasi yang berada di Kabupaten letaknya berada di titik temu jalur pantai
Tegal dengan jumlah WPS paling banyak utara menuju jalur pantai selatan. Mobilitas
yaitu sebanyak 150 WPS dan memiliki 59 penduduk secara tidak langsung dapat
wisma sebagai tempat tinggal maupun tempat mempengaruhi penyebaran penyakit IMS.
untuk transaksi seksual. Lokalisasi Peleman Nur Azmi (2008) menyatakan bahwa
setiap satu bulan sekali diadakan penyuluhan kasus IMS yang terus meningkat di Kabupaten
mengenai IMS dan dibagikan kondom secara Tegal berasal dari populasi berisiko tinggi yaitu
gratis pada WPS meski begitu kejadian IMS Pekerja Seks Komersial (PSK). KPA Kabupaten
pada WPS Lokalisasi Peleman selalu tinggi. Tegal juga mengungkapkan bahwa menjelang
Berdasarkan laporan bulanan Infeksi Menular akhir tahun 2013 kasus HIV/AIDS pada WPS
Seksual tahun 2013 Klinik IMS Puskesmas menduduki peringkat kedua setelah ibu rumah
Jatibogor didapatkan data bulan September- tangga. Penularan virus HIV pada ibu rumah
November 2013 lebih dari 90% WPS terkena tangga diduga kuat ditularkan oleh para suami
Servisitis dan bulan September-Desember mereka yang suka berganti-ganti pasangan
2013 lebih dari 70% WPS terkena infeksi lain- tidak resmi.
lain seperti BV, Bubo Kandilomata, LGV. Saat ini Jawa Tengah menduduki
Studi pendahuluan yang dilakukan pada urutan pertama dengan laporan jumlah AIDS
tanggal 28 Desember 2013 pada 5 orang WPS terbanyak dari bulan Januari hingga Maret
di Lokalisasi Peleman diketahui bahwa 4 orang 2013 yaitu sebanyak 175 kasus (Dinkes Propinsi
dengan pendidikan terakhir SMP, 1 orang SD. Jateng, 2013: 3). Selain itu jumlah kasus baru
Usia dari 5 WPS yaitu 31 tahun, 28 tahun, 24 IMS propinsi Jateng mencapai 8.671 kasus.
tahun, 21 tahun dan 33 tahun dengan status Jumlah kasus IMS menurun dibandingkan
perkawinan 2 orang kawin, 2 orang cerai hidup, tahun 2011 (10.752) meskipun demikian
1 orang tidak kawin. Penghasilan rata-rata kemungkinan kasus yang sebenarnya di
yang mereka dapat untuk satu kali transaksi populasi masih banyak yang belum terdeteksi.
short time mencapai 150-200 ribu rupiah, WPS merupakan kelompok resiko tinggi
sedangkan untuk long time atau pelanggan terkena IMS dan berpengaruh penting dalam
sampai menginap dikenai biaya 400-500 ribu persebaran IMS, oleh karena itu diperlukan
rupiah. Rata-rata pelanggan yang mereka layani upaya-upaya pencegahan yang dilakukan
dalam satu hari adalah 2 orang atau 14 orang WPS ketika bertransaksi seksual dengan
dalam seminggu. Masa kerja mereka sebagai pelanggannya. Berdasarkan latar belakang di
WPS beragam dari yang baru 6 hari menjadi atas, penulis tertarik untuk mengetahui lebih

161
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal

mendalam mengenai “Gambaran Perilaku Hasil dan Pembahasan


Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam Upaya
Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) di Karakteristik Informan Penelitian
Lokalisasi Peleman Desa Sidoharjo Kecamatan Penelitian yang dilakukan dari akhir
Suradadi Kabupaten Tegal” melalui pendekatan Januari sampai awal Maret 2014, diperoleh
kualitatif dengan fokus penelitian keaktifan 6 informan utama, 6 informan triangulasi
WPS dalam mencari informasi tentang IMS, teman WPS, 6 informan triangulasi mucikari
negosiasi WPS kepada pelanggan dalam dan 1 informan petugas Puskesmas Jatibogor.
memakai kondom, memakai kondom dengan Karakteristik informan utama pada penelitian
benar dan vaginal higiene dari WPS. ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Usia informan yang berada dalam
Metode kelompok umur 20-30 tahun sebanyak 4 orang,
kelompok umur 30-40 tahun hanya terdiri dari
Jenis penelitian ini adalah studi 2 orang. Pendidikan terakhir informan utama
observasional dengan pendekatan kualitatif. bervariasi mulai dari putus sekolah saat sekolah
Bogdan (1975:5), penelitian kualitatif adalah dasar hingga tamat SMA/SMK. Bahkan ada 1
penelitian yang menghasilkan data deskriptif informan utama yang pernah duduk di bangku
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari perkuliahan salah satu universitas negeri di Jawa
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Tengah, namun karena video asusila miliknya
Desain yang digunakan dalam penelitian ini tersebar di kampus, dia merasa malu hingga
adalah fenomenologi. Pengambilan sampel memutuskan untuk berhenti kuliah. Seluruh
dengan teknik snowball sampling yaitu teknik informan berasal dari luar kota yaitu berasal
pengambilan sampel sumber data, yang pada dari Kabupaten Brebes, Kota Semarang, Kota
awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi Cirebon, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten
besar hingga data yang didapat memuaskan. Purbalingga.
Jumlah sampel penelitian ini adalah 6 informan Seluruh informan tidak terikat oleh
utama, 6 informan triangulasi mucikari WPS, suatu perkawinan karena status perkawinan
6 informan triangulasi teman WPS, 1 informan mereka terdiri dari kawin cerai hidup/mati
triangulasi petugas kesehatan Puskesmas dan tidak kawin. Mereka berprofesi sebagai
Jatibogor. WPS karena tidak terikat pernikahan yang
Pengumpulan data dilakukan dengan mengharuskan mereka menghidupi diri sendiri
observasi non partisipatif, wawancara dan keluarga. Lama informan utama menjadi
mendalam dan dokumentasi. Instrumen WPS di lokalisasi Peleman beragam mulai dari
yang digunakan lembar observasi, pedoman satu bulan hingga 5 tahun.
wawancara mendalam dan alat perekam. Tingkat pendidikan yang rendah dan
Teknik analisis data yang digunakan adalah tidak memiliki keahlian membuat informan
analisis isi. justru terjun menjadi seorang wanita pekerja

Tabel 1. Karakteristik informan utama (WPS)


Infor Umur Status Lama Bekerja
Nama Alamat Wisma/ Kota Asal Pendidikan
man (th) Perkawinan (bln)
1 OS 34 W. Pondok Indah/ Semarang Tamat SMA Cerai Hidup 60
2 DY 20 W. Zein/ Cirebon Tamat SMP Cerai Hidup 36
3 CA 23 W.Dian Paramita/Semarang Tamat SMA Tidak Kawin 12
4 LI 21 W.Lucky Star/Brebes Tamat SMP Tidak Kawin 36
5 PT 33 W.Sukorejo/Pemalang Tidak Tamat SD Cerai Hidup 48
6 ID 22 W.Predator/Purbalingga Tamat SMK Cerai Hidup 1
Sumber : data primer

162
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168

seks. Menurut Green tingkat pendidikan menonton tayangan televisi (33%), seperti yang
merupakan salah satu faktor predisposing tertuang dalam pernyataan di bawah ini :
dalam membentuk perilaku kesehatan.
Notoatmodjo juga menjelaskan bahwa tingkat “waktu habis kumpulan kan dapet itunya
pendidikan seseorang akan mempengaruhi tak baca..”
Informan 2
wawasan dan cara pandang dalam menghadapi
“…dari internet doank, buka internet
masalah. Seseorang dengan tingkat pendidikan
pake HP…”
tinggi cenderung mengedepankan rasio saat Informan 6
menghadapi gagasan baru dibandingkan “pernah liat di tivi, kalo HIV badannya
seseorang dengan pendidikan yang rendah semakin kurus…”
(Nur Azmi, 2008). Informan 5
Kemampuan informan dalam
menjangkau pelayanan kesehatan jika dilihat Semua WPS aktif mencari informasi
secara materi (uang) dapat diketahui bahwa melalui petugas kesehatan baik ketika
tidak semua informan mampu menjangkau penyuluhan (50%) maupun pemeriksaan /IMS
pelayanan kesehatan yang ada. Meski terdapat mobile (100%), tetapi tidak kepada mucikari
kesulitan untuk menjangkau pelayanan (83%) dan teman sesama WPS (50%). Alasan
kesehatan, tetapi informan dapat memanfaatkan WPS tidak aktif bertanya kepada mucikari
IMS mobile untuk memeriksakan diri mereka karena mucikari justru sering bertanya
baik seputar pemeriksaan alat kelamin maupun kepada WPS tentang IMS dan mucikari
untuk pemeriksaan medis yang lain secara tidak memperhatikan kesehatan anak buah.
gratis dan tidak memerlukan biaya menuju Informan utama juga mengaku risih apabila
tempat pemeriksaan (masih dalam lingkungan bertanya kepada teman sesama WPS karena
Lokalisasi Peleman). Selain itu, jika memang takut pertanyaan justru menyinggung teman.
perlu obat maka informan dapat mendapatkan Berikut kutipannya :
secara gratis.
“kadang tanya kadang nggak, temen-
Kemampuan informan dalam
temen kesehatan banyak yang kenal.
menjangkau pelayanan kesehatan berbeda Tanya soal keluhan..”
dengan kemampuan informan untuk Informan 1
menjangkau alat kontrasepsi khususnya “ga pernah, mamih malah sering tanya ke
kondom. Informan mendapatkan kondom kita”
secara gratis dari pihak Puskesmas maupun Informan 2
LSM, baik saat IMS mobile ataupun penyuluhan. “ya kadang-kadang tanya sama yang udah
Jika kebetulan WPS kehabisan kondom, maka lama di sini (teman yang lebih dahulu
WPS akan membeli kondom di warung dekat menjadi WPS)”
Informan 3
wisma (jaraknya tidak lebih dari 50 meter).
Harga kondom yang relatif murah (Rp 5000,00- Media cetak merupakan alat bantu untuk
Rp 10.000,00 per dus berisi 6-12 piece kondom) menyampaikan pesan-pesan atau informasi
membuat WPS mampu membeli dari luar, secara tertulis baik berupa tulisan maupun
tidak hanya mengandalkan kondom gratis yang gambar. Kelebihan media cetak (Notoatmodjo,
dibagikan oleh Puskesmas atau LSM. Akses 2005) yang dapat dibawa kemana-mana, tahan
yang mudah dalam mendapatkan kondom lama, mencakup orang banyak, biayanya
dapat membuat WPS lebih bersemangat dalam yang tidak tinggi, mudah dipahami, serta
merayu tamu untuk memakai kondom. tidak memerlukan teknologi yang canggih
Sebagian besar WPS telah memanfaatkan untuk mengakses, memudahkan WPS aktif
media cetak maupun media elektronik untuk mencari informasi melalui media cetak. Media
mencari informasi tentang IMS. Media cetak hanya membutuhkan kemampuan
cetak yang sering digunakan berupa leaflet membaca untuk dapat mengaksesnya. Oleh
dan selebaran fotocopian materi IMS (50%) karena itu WPS di Lokalisasi Peleman cukup
sedangkan media elektronik yang dipakai aktif mengakses media cetak sebagai media
berupa browsing melalui Handphone (33%) dan promosi kesehatan mengenai IMS dan HIV/

163
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal

AIDS. Hal ini bertentangan dengan penelitian agar pengetahuan mucikari meningkat dan
Hafrida dkk (2008) yang menyebutkan bahwa lebih memperhatikan kesehatan anak buah
media promosi berupa poster, stiker, booklet, (WPS). Adanya pelatihan serta pendampingan
folder kurang diminati karena tulisan dan isi terhadap mucikari di lokalisasi akan
pesan dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan membangkitkan kesadaran dan semangat untuk
di lokalisasi. Aktifnya WPS dalam membaca merubah perilaku WPS dalam meningkatkan
media cetak sebagai media promosi kesehatan derajat kesehatan di lingkungan mereka.
dapat membawa perubahan perilaku positif Selain itu, dengan pengetahuan yang dimiliki,
terhadap pencegahan IMS. Akses informasi mucikari dapat memberikan pengertian dan
menjadi faktor pemungkin dalam perubahan pengetahuan kepada anak asuhnya mengenai
perilaku seksual positif. Penelitian yang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIV/AIDS.
dilakukan oleh Elly N, dkk (2009) menyatakan Semua informan utama menyatakan
bahwa informasi yang diterima berpengaruh bahwa sebelum bertransaksi seksual (hubungan
dengan perilaku berisiko tertular. seksual dengan pelanggan), informan selalu
Keaktifan WPS dalam mencari informasi mengajak pelanggan untuk memakai kondom
melalui petugas kesehatan, lebih percaya ketika di ruang karaoke/ ruang tamu wisma.
dengan petugas kesehatan juga menunjukkan Cara WPS merayu pelanggan bermacam-
bahwa WPS cukup memperhatikan kesehatan. macam mulai dari menawarkan style vagina
Sejalan dengan penelitian Hafrida dkk (2008) yang berbeda, oral seks, memasangkan kondom
yang menyatakan bahwa pendekatan individual dengan mulut hingga mengingatkan bahwa
kepada WPS oleh petugas kesehatan dapat keluarga pelanggan dapat tertular IMS apabila
mengubah sikap dan perilaku WPS dalam pelanggan tidak mau memakai kondom.
menawarkan dan menggunakan kondom serta Berikut penjelasannya:
memeriksakan kesehatan reproduksinya. Selain
itu WPS cukup aktif bertanya kepada sesama “kadang-kadang tamu nggak mau, trus
teman lokalisasi/ satu wisma, baik tentang aku bilang ntar kalo istri mas kenapa-
kenapa gimana?”
IMS maupun bukan IMS. Informasi dari
Informan 1
teman sebenarnya membawa pengaruh yang “pake kondom ya, ntar aku kasih servise
lebih besar karena belajar dari pengalaman yang memuaskan…”
lebih efektif daripada membaca. Mereka Informan 4
menanggapi secara positif akan kehadiran
dari informasi tersebut. Informasi dari teman WPS selalu mengajak pelanggan
WPS dapat mengubah pengetahuan WPS yang menggunakan kondom namun tidak pada
lain dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak pacar atau orang yang mereka sukai. Menurut
mau berobat menjadi mau berobat. Namun mereka, mereka sudah mengenal pasangan
informasi yang mereka dapatkan dari teman mereka dengan baik dan yakin pasangan
belum tentu benar, ada juga yang kurang tepat mereka sehat. Sebelum bertransaksi, WPS
atau bercampur dengan mitos sebelumnya yang sudah menyediakan beberapa kondom dan
sudah lama dipegang. pelumas untuk keperluan mereka ketika
WPS enggan berkomunikasi mengenai melayani pelanggan. Kondom yang biasa
kesehatan mereka kepada mucikari dengan ditawarkan WPS kepada pelanggan merupakan
alasan mucikari justru lebih sering tanya kondom yang biasa didapatkan dari petugas
pada WPS, mucikari kurang memperhatikan kesehatan. Kondom berwarna putih bening
kesehatan WPS, dan WPS merasa lebih baik dan tidak beraroma. Terkadang pelanggan
tanya ke petugas kesehatan karena petugas menginginkan kondom dengan merek yang
kesehatan lebih tahu tentang IMS. Hal ini lain dan beraroma, sehingga WPS harus
menunjukkan bahwa antara WPS dan mucikari membeli kondom terlebih dahulu di warung
belum tercipta suatu hubungan yang baik terdekat. Merek “Sutra” dan “Fiesta” menjadi
dimana mucikari kurang memperhatikan merek kondom favorit yang digunakan oleh
kesehatan WPS. Oleh karena itu, perlu pelanggan sedangkan untuk pelumas yang
dilakukan pendampingan terhadap mucikari sering digunakan WPS yaitu pelumas merek

164
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168

Sutra. Sebagian WPS (50%) tidak menggunakan oleh sulitnya mereka membujuk tamu untuk
pelumas ketika berhubungan seksual terlebih memakai kondom. Para tamu merasa mereka
lagi ketika menggunakan kondom karena sudah membayar jasa WPS untuk memuaskan
kondom sudah terlapisi oleh pelumas. WPS mereka sesuai dengan keinginan mereka.
justru menggunakan pelumas ketika pelanggan Berikut penjelasannya:
tidak memakai kondom karena WPS takut
apabila tidak menggunakan pelumas vaginanya “Kadang-kadang pake kadang-kadang
akan lecet dan sakit. nggak. Ada aturan harus pakai dari
kesehatan buat make kondom tapi kan ada
WPS tidak selalu menerima pelanggan
tamu yang gak bisa kita atasin. Ya kadang
apabila pelanggan tidak mau memakai kondom. juga bisa diatasi.”
Penolakan juga pernah dilakukan WPS meski Informan 1
hal ini jarang dilakukan mengingat kebutuhan “Kadang pake kondom kadang nggak.
WPS harus tetap terpenuhi. Penolakan tidak Ya misalkan saya merayu tamu, tapi kalo
semata pelanggan tidak mau memakai kondom tamu gak mau berarti kita gak dapet rejeki.
tetapi WPS tidak menyukai pelanggan secara Padahal kesini ya buat cari uang. Tapi ya
fisik atau nada bicaranya yang kasar. Berikut yang penting sebelum masukin, kitanya
kutipannya: sama-sama bersihin dulu.”
Informan 4
“pernah nolak tapi secara halus, bilang aja
barangkali mau liat-liat dulu…”
Adapun frekuensi tamu WPS yang
Informan 2 memakai kondom hanya 1 orang dalam 1
“ya aku suruh cari yang lain…” minggu atau hanya 25% tamu WPS yang mau
Informan 4 menggunakan kondom dalam 1 minggu (dari
4 tamu hanya 1 yang memakai kondom).
Semua informan mempunyai perilaku Selain tamu atau pelanggan yang menolak
yang positif dalam merayu pelanggan namun untuk memakai kondom, terdapat informan
tidak semua pelanggan mau memakai yang justru menyuruh pasangan seksualnya
kondom dengan alasan akan mengurangi untuk tidak memakai kondom. Informan
kenikmatan seksual. WPS menjadi kalah menganggap pasangannya tersebut seperti
posisi dan melakukan hubungan seks tanpa suami sendiri sehingga tidak perlu memakai
menggunakan kondom. Nur Azmi (2008) kondom. Informan yang lain juga mengaku jika
yang menyebutkan bahwa ketidakberhasilan dengan pacar atau dengan orang yang mereka
penggunaan kondom yang tidak konsisten suka, mereka tidak akan memakai kondom,
disebabkan oleh posisi tawar menawar WPS karena mereka menganggap sudah mengenal
yang lemah. Posisi tawar menawar yang lemah pacar dan tahu keseharian pacar mereka.
serta pemenuhan kebutuhan WPS terhadap Berikut penjelasannya :
kehidupan pribadi dan keluarga menjadi latar
belakang WPS tidak konsisten menolak tamu “tapi ada ya, walaupun bukan suami, ntar
yang tidak memakai kondom (Nur Azmi, aku malah nyuruh ga usah pake kondom..”
2009). Berdasarkan penelitian Mahalul Azam, Informan 1
dkk (2013), menyatakan bahwa 80% pelanggan “kalo sama pacar ya nggak, kan udah tau
sehari-harinya gimana..”
tidak mau menggunakan kondom. Selain itu,
Informan 3
konsistensi penggunaan kondom ditentukan
oleh pengetahuan responden tentang IMS, Sebanyak 6 informan (100%) mengaku
Sikap WPS dalam penggunaan kondom, bahwa mereka mengetahui cara memakai
akses informasi tentang IMS dan HIV AIDS, kondom untuk dipasangkan ke tamu atau
persepsi pelanggan tentang kemmpuan untuk pelanggan mereka. Berikut penjelasannya:
melakukan perilaku seks secara aman, dan
dukungan germo (Irwan Budiono, 2012). “Ya sengertine enyong ya, sing penting
Seluruh informan yang terdiri dari 6 dilebokna bae neng gane wong lanang mbak..
informan (100%) menyatakan bahwa mereka kan ada lipetane mbak, ya tinggal dimasukin
jarang memakai kondom. Hal ini disebabkan aja. Aja kuwalik lah pokoke….”

165
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal

Informan 6 IMS. Sabun pembersih kewanitaan dan pasta


“Ya insyaAllah tau, kalo kita setelah buka gigi tidak seharunya digunakan untuk vagina
kemasannya, jangan dipegang bawahnya. bagian dalam karena dapat merusak vagina,
Pegangnya lingkarannya. Kalo bawahnya kan serta merusak keseimbangan pH sehingga
ntar pelumasnya bisa hilang. Terus masange
flora normal yang berada di kelamin wanita
sampe ful jangan setengah-setengah….”
Informan 5
bisa mati dan membuat patogen penyebab IMS
justru berkembangbiak.
Jarangnya pelanggan WPS memakai Informan tidak begitu memperhatikan
kondom bukan karena WPS tidak mengetahui jenis kain celana dalam yang digunakan, 50%
cara memasangkan kondom dengan benar. tidak memilih jenis kain tertentu. Pemilihan
WPS justru mahir memasang kondom mulai jenis kain celana dalam yang mudah menyerap
dari membuka kemasan kondom dengan hati- keringat dan tidak lembab bertujuan agar tidak
hati, mengulurkan lingkaran kondom hingga terjadinya perkembangan bakteri patogen
ujung penis, hingga mencopot atau melepaskan penyebab IMS.
kondom. WPS memasang kondom selalu Frekuensi mengganti celana dalam
dalam keadaan penis tegang dan cenderung dan pembalut merupakan salah satu bagian
melepaskan kondom dengan segera setelah dari vaginal higiene. Informan utama sudah
pelanggan ejakulasi. Pengetahuan mereka memenuhi frekuensi minimal dalam mengganti
tentang menggunakan kondom yang benar celana dalam dan pembalut, yaitu minimal 2 kali
didapatkan dari berbagai sumber, antara lain dalam sehari untuk celana dalam dan minimal 3
penyuluhan, teman sepergaulan mereka dan kali dalam sehari untuk penggantian pembalut.
selebaran cara penggunaan kondom pada Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari
kemasan kondom. Penggunaan kondom yang alat kelamin dalam keadaan lembab dan tidak
benar dapat mengurangi risiko tinggi terkena membuat bakteri patogen menyebab IMS
IMS. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nur berkembangbiak (Ditjen PPM&PL, 2013).
Fitriana dkk (2012) bahwa cara penggunaan Sebanyak 3 dari 6 informan (50%)
kondom yang tidak sesuai aturan pemakaian menyatakan bahwa mereka menyetrika
merupakan faktor risiko kejadian IMS. celana dalam setelah dicuci. Sebanyak 100%
Vaginal Higiene informan menyatakan bahwa mereka selalu
Sebanyak 5 dari 6 informan (83%) mengeringkan alat kelamin setelah buang
membersihkan alat kelamin dengan air bersih air kecil/buang air besar, serta 25% informan
dan sabun pembersih kewanitaan sedangkan menggunakan celana dalam yang tidak ketat.
1 informan (17%) membersihkan kelamin Berikut penjelasannya:
dengan pasta gigi. Cara membersihkan alat “Disetrika dulu, perasaan kalo gak
kelamin yaitu dengan “mengkorek-korek” disetrika kayanya gak enak. Gak nyaman.
vagina bagian dalam baik dengan sabun Soale udah biasa disetrika.”
maupun pasta gigi. Berikut kutipannya: Informan 3
“Kadang dikeringkan pake tisu. Tapi
“dibersihin pake air, ambil gayung kasih seringe pake handuk. Biar ga gatel juga
betadine, terus dibersihin..” bersih.”
Informan 2 Informan 6
“ya selalu pake odol..” “Kalo pake gombor gimana gitu…Yang
Informan 4 ngepas, yang pinggangnya mulur….”
Informan 2
Informan menganggap kuman akan mati
apabila alat kelamin dibersihkan dengan sabun Meskipun informan yang menyetrika
pembersih kewanitaan (Edy W., 2009) ataupun celana dalam, mengeringkan alat kelamin
dengan pasta gigi. Pendapat atau anggapan dan menggunakan celana dalam yang tidak
yang tidak benar namun berkembang di ketat belum mengetahui manfaat dari vaginal
lokalisasi dapat mengakibatkan terhambatnya higiene yang telah mereka lakukan, tetapi
perubahan perilaku positif dalam mencegah secara tidak langsung mereka telah berperilaku

166
KEMAS 10 (2) (2015) 160-168

positif dalam mencegah terjadinya IMS. Penutup


Celana dalam yang telah dicuci bersih belum
tentu bebas dari kuman. Meski telah dijemur Berdasarkan hasil penelitian maka
di bawah sinar matahari. Untuk itu setelah diperoleh informasi bahwa WPS cukup baik
celana dalam dicuci bersih, sudah seharusnya dalam mengakses informasi IMS melalui
celana dalam disetrika terlebih dahulu sebelum media cetak, petugas kesehatan maupun teman
dipakai kembali. Menyetrika celana dalam sesama WPS sehingga dapat meningkatkan
dapat membunuh bakteri patogen penyebab pengetahuan tentang IMS. WPS belum cukup
infeksi di daerah kelamin. Mengeringkan berhasil dalam bernegosiasi dengan pelanggan,
dengan tissu sekali pakai dan tidak beralkohol sehingga perilaku pencegahan IMS melalui
atau tidak berbau sangat dianjurkan, untuk penggunaan kondom belum dapat terlaksana
menghindari kuman kembali dan mencegah dengan baik. Penggunaan kondom yang benar
terjadi iritasi pada bagian alat kelamin. Selain sudah dilakukan WPS dengan baik, namun
itu, pemakaian celana dalam yang longgar tidak konsistennya penggunaan kondom dalam
dapat memungkinkan sirkulasi udara yang setiap hubungan seksual dapat meningkatkan
lebih baik untuk kulit kelamin. Sehingga tidak risiko IMS serta mengurangi keberhasilan
terjadi kelembapan tinggi dan rasa gatal pada upaya pencegahan IMS berupa penggunaan
daerah kelamin. kondom dengan benar. Perilaku WPS di
Seluruh informan penelitian yang Lokalisasi Peleman dalam upaya pencegahan
berjumlah 6 orang pernah mengalami IMS, IMS melalui vaginal higiene belum baik karena
hal ini didapatkan dengan menilik rekam masih terdapat kekeliruan informasi mengenai
medis hasil pemeriksaan bulanan (IMS mobile cara menjaga alat kelamin.WPS di Lokalisasi
dari Puskesmas Jatibogor). Sebagian besar Peleman beresiko tinggi terkena IMS, baik
informan mengalami vaginosis bakterial dan ditimbulkan dari tidak memakai kondom saat
servisitis, namun ada juga yang mengalami melayani pelanggan maupun perilaku WPS
vegetasi/tumbuhan genital dan duh tubuh. dalam menjaga kebersihan kelamin.
Semua informan mendapatkan penanganan
medis berupa pemberian obat-obatan yang Daftar Pustaka
diperlukan untuk menyembuhkan penyakit
yang dialami informan dari petugas kesehatan Dewi Rokhmah. 2014. Implikasi Mobilitas
Puskesmas Jatibogor ketika IMS mobile. Penduduk dan Gaya Hidup Seksual terhadap
Kejadian IMS yang dialami informan Penularan HIV AIDS, 9 (2).
Dinkes Propinsi Jateng. 2014. Data HIV dan AIDS
penelitian dapat dipengaruhi oleh beberapa
Prov. Jateng per Juni 2013
faktor antara lain penggunaan antiseptik Edy W. 2009. Praktik Wanita Pekerja Seks (WPS)
atau sabun pembersih kewanitaan yang tidak Dalam Mencegah Penyakit Infeksi Menular
semestinya (dilakukan terus-menerus dan Seksual (IMS) Dan HIV&AIDS Di Lokalisasi
dilakukan pada bagian dalam vagina) yang Koplak, Kabupaten Grobogan, Jurnal
menyebabkan terganggunya pH di daerah Promosi Kesehatan Indonesia, 4 (2).
kelamin sehingga patogen dapat hidup dan Elly Nurachmah dan Mustikasari. 2009. Faktor
berkembangbiak dalam lingkungan alat Pencegahan HIV/ AIDS Akibat Perilaku
kelamin, tidak konsistennya penggunaan Berisiko Tertular Pada Siswa SLTP, Jurnal
kondom yang mengakibatkan semen residual Makara Kesehatan, 13 (2): 63-68.
Gilly A. 2010. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi
setelah berhubungan seksual mengubah
Wanita, EGC, Jakarta
keseimbangan PH yang ada. Kejadian IMS Hafrida, dkk. 2008. Evaluasi Promosi Penggunaan
yang tidak ditangani (tidak diobati) dan salah Kondom untuk Mencegah HIV/AIDS
penanganan akan menimbulkan penyakit di Lokalisasi Pelacuran di Kabupaten
radang panggul, infertilitas, pelahiran kurang Banyuwangi, Berita Kedokteran Masyarakat,
bulan spontan dalam kehamilan dan persalinan, 24 (3): 120-129
keguguran pada trimester lanjut dan infeksi Irwan Budiono. 2012. Konsistensi Penggunaan
pascaoperatif setelah histerektomi (Gilly A., Kondom Oleh Wanita Pekerja Seks/
2010). Pelanggannya. Jurnal Kesehatan Masyarakat,

167
Dessi Aryani, Mardiana, & Dina NAN / Perilaku Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Wanita Pekerja Seksual Kabupaten Tegal

7 (2) Nur Azmi, dkk. 2008. Analisis Faktor-Faktor


Mahalul Azam, Arulita Ika F, Muhammad Azinar. Penyebab Niat Wanita Pekerja Seks (WPS)
2014. Model Integrasi Pendidik Komunitas yang Menderita IMS Berperilaku Seks Aman
dan Sistem Poin ‘RP’ (Reward-Punishment) (Safe Sex) dalam Melayani Pelanggan, Jurnal
untuk Pencapaian Condome Used 100% di Promosi Kesehatan Indonesia, 3 (2): 103.
Lokalisasi, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 Nur Fitriana, dkk, 2012, Penggunaan Kondom
(1). dan Vaginal Hygiene sebagai Faktor Risiko
Naila Kamila dan Arum S. 2010. Persepsi Orang Kejadian IMS pada WPS di Lokalisasi Batu
dengan HIV AIDS Terhadap Peran 24 Kabupaten Bintan, Jurnal Kesehatan
Kelompok Dukungan Sebaya, Jurnal Masyarakat, Vol.I, Nomor 2, th.2012,
Kesehatan Masyarakat, 6 (1). hlm.357-363.

168

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai