Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BRI Syariah
Direktur BEI, Alpino Kianjaya, Wakil Direktur Utama BRI Sunarso, Direktur BEI, Hamdi Hassyarbaini,
Direktur Utama BRISyariah, Moch. Hadi Santoso dan Komisaris BRI Syariah, Hermanto Siregar tengah
berbincang usai melakukan pencatatan perdana Sukuk Mudharabah Subordinasi I BRISyariah Tahun
2016 di Jakarta, Kamis 17 November 2016. Pencatatan perdana Sukuk Mudharabah dilakukan
bersamaan dengan milad ke-8 BRI Syariah. Sukuk Mudharabah diluncurkan dengan tujuan
mendukung pertumbuhan bisnis pada masa mendatang serta guna memperkuat struktur
permodalan dalam rangka menunjang ekspansi bisnis.(Erman Subekti)
http://infobanknews.com/pencatatan-perdana-sukuk-mudharabah-bri-syariah/
Direktur Utama BRI Syariah, Moch. Hadi Santoso mengatakan, penerbitan Sukuk
Mudharabah tersebut berjangka waktu 7 (tujuh) tahun dan Sukuk Mudharabah Subordinasi
tersebut telah mendapatkan penilaian rating dari Fitch dengan rating id A+ (Single A Plus).
“Penerbitan ini untuk memperkuat struktur permodalan dalam rangka menunjang kegiatan
pengembangan usaha berupa penyaluran pembiayaan, dengan diperhitungkan sebagai modal
pelengkap (Tier 2) serta peningkatan komposisi struktur perhimpunan dana jangka panjang,”
ujarnya di Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2016.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa, Sukuk Mudharabah Subordinasi tersebut ditawarkan
dengan pendapatan bagi hasil yang diterima oleh pemegang Sukuk Mudharabah Subordinasi
yaitu dengan kisaran sebesar 9,5-10,25% per tahun.
Dalam proses penawaran umum tersebut, kata dia, BRI Syariah dibantu oleh beberapa profesi
penunjang diantaranya PT Danareksa Sekuritas, PT Bahana Securities dan PT Indopremier
Securities selaku Penjamin Pelaksana Emisi Efek.
Sementara periode bookbuilding atas Sukuk Mudharabah tersebut akan dilakukan selama
periode 12-26 Oktober 2016 dengan estimasi tanggal efektif 8 November 2016. Rencana
Penawaran umum dilakukan tanggal 10-11 November 2016.
“Sedangkan pendistribusian akan dilakukan secara elektronik pada 16 November 2016. Dan
pencatatan di Bursa Efek Indonesia insya Allah akan dilakukan bertepatan dengan Ulang
Tahun BRI Syariah ke-8 pada tanggal 17 November 2016,” ucapnya. (*)
http://infobanknews.com/bri-syariah-terbitkan-sukuk-mudharabah/
Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah yang telah banyak diterbitkan baik oleh
korporasi maupun negara adalah sukuk. Di beberapa negara, sukuk telah menjadi instrumen
pembiayaan anggaran negara yang penting. Pada saat ini, beberapa negara telah menjadi
regular issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam, Uni Emirat Arab,
Qatar, Pakistan, dan State sof Saxony Anhalt – Jerman. Penerbitan sovereign sukuk biasanya
ditujukan untuk keperluanpembiayaan negara secara umum (general funding) atau untuk
pembiayaan proyek-proyek tertentu, misalnya pembangunan bendungan, unit pembngkit
listrik, pelabuhan, bandar udara, rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga dapat
digunakan untuk keperluan pembiayaan cash-mismacth, yaitu dengan menggunakan sukuk
dengan jangka waktu pendek (Islamic Tresury Bills) dan juga dapat digunakan sebagai
instrumen pasar uang.
Total emisi sukuk internasional berkembang pesat dari semula pada tahun 2002 hanya sekitar
USD 1 miliar, menjadi USD 17 miliar pada bulan April 2007. jumlah dan jenis instrumen
sukuk juga terus berkembang, dari semula hanya dikenal sukuk al ijarah berkembang menjadi
14 jenis sukuk sebagaimana ditetapkan oleh The Accounting and Auditing Organization of
Islamic Financial Institutions (AAOIFI). adapun investor sukuk, tidak lagi hanya terbatas
pada investor islami, karena pada saat ini sebagain besar investor sukuk justru merupakan
investor konvensional.
Dalam negeri sendiri, pasar keuangan syriah, termasuk pasar sukuk juga tumbuh secara cepat,
meskipun proporsinya dibandingkan konvensional masih relatif kecil. untuk keperluan
pengembangan basis sumber pembiayaan anggaran negara dan dalam rangka pengembangan
pasar keuangan syariah dalam negeri, pemerintah telah menyusun RUU tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN). UU SBSN tersebut akan menjadi legal basis bagi
penerbitan dan pengelolaan sukuk negara atau SBSN.
Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip
dengan sertifikat atau note. dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan.
Definisi sukuk / sertifikat ialah sertifikat bernilai sama dengan bagian atau seluruhnya dari
kepemilikan harta berwujud untuk mendapatkan hasil dan jasa didalam kepemilikan aset
dan proyek tertentu atau aktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah menerima
niali sukuk, saat jatuh tempo dengan menerima dana sepenuhnya sesuai dengan tujuan
sukuk tersebut.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI),
sukuk adalah “certificate of equal value representing undivided shares ownership of
tangible asset, usufruct and services (in the ownership of) the assets of particular projects
or special investment activity”. Jadi sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang
dipresentasikan setelah menutup pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan
menggunakannya sesuai rencana. sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset
yang jelas, barang, atau jasa atau modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu
aktivitas investasi tertentu. Sukuk pada prinsipnya mirip dengan obligasi konvensional,
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction)
berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau
perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip bagi syariah. selain
itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan
terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 31/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah. sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No.
KEP-130/BL/2006 tahun 2006 Peraturan No. IX .A. 13, sukuk ádalah efek syariah berupa
sertufikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang
tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu nilai manfaat
dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, dan kepemilikan atas
aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Undang-Undang Sukuk
Pada Mei 2008 lalu, Pemerintah telah mengundangkan Undang-undang No. 19/2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign sukuk).
Karakteristik Sukuk
· Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (benefical title).
· Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang
digunakan.
· Terbebas dari riba, gharar, dan maysir.
· Penerbitannya melalui special purpose vechicle (SPV)
· Memerlukan underlying asset.
· Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Jenis-Jenis Sukuk
Sukuk, berdasarkan strukturnya terdapat berbagai jenis, yang dikenal secara international dan
telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) adalah :
Sukuk Ijarah : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah, dimana satu
pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat atas suatu aset
kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti perpindahan
kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk Mudharabah: Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudharabah,
dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan pihak lain
menydiakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama tersebut akan
dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya. Kerugian
yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia modal, sepanjang kerugian
tersebut tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
Sukuk Musyarakah : Sukuk yang diterbitkan berdasarka perjanjian atau akad musyarakah,
dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek
baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan
maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal
masing-masing pihak.
Sukuk Istishna : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna, dimana
para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek atau barang.
Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang ditentukan terlebih dahulu
berdasarkan kesepakatan.
Selain negara-negara yang telah disebutkan, ada pula kota-kota yang telah melirik dan
mengembangkan instrumen keuangan yang berbasis ekonomi syariah ini, di antaranya adalah
Hongkong. Pemerintah Hongkong melalui Hongkong Monetary Authority (Bank Sentral
Hongkong) telah membentuk kelompok kerja yang bertugas menerbitkan peraturan yang
diperlukan terkait dengan sistem ekonomi syariah, sistem pajak, dan regulasi lainnya agar
sistem syariah bisa berjalan seperti sistem ekonomi konvensional. Usaha ini pun terus
bergulir dengan diluncurkannya Hangseng Islamic China Index Fund oleh Badan Pengawas
Pasar Modal Hongkong.
· Memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang kompetitif
dibandingkan dengan instrumen keuangan lain.
· Pembayaran imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh
pemerintah.
· Dapat diperjual-belikan di pasar sekunder.
· Memungkinkan diperolehnya tambahan penghasilan berupa margin (capital gain)
· Aman dan terbebas dari riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling).
· Berinvestasi sambil mengikuti dan melaksanakan syariah.
· Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal
sukuk yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo. dalam hal sovereign sukuk, obligornya
adalah pemerintah.
· Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk
penerbitan sukuk dengan fungsi:
· Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai
nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
Penerbitan sukuk memerlukan sejumlah tertentu aset yang akan menjadi objek perjanjian
(underlying asset). aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai ekonomis, dapat
berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang akan atau sedang dibangun.
fungsi underlying asset tersebut adalah:
· Menghindari riba
· Sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder.
· Untuk menentukan jenis struktur sukuk.
Dalam sukuk Ijarah Muntahiya Bittamlik atau Ijarah Sale And Lease Back, penjualan aset
tidak disertai penyertaan fisik aset tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (benefit title)
sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor. pada akhir periode sukuk, SPV
wajib menjual kembali aset tersebut kepada obligor.
Surat Berharga Syariah Negara Ritel (Sukuk Ritel) merupakan surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset
surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu (ritel) atau perseorangan Warga
Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum yang ditentukan
Penerbitan sukuk ritel ini memiliki tujuan yang smaa dengan obligasi yang diterbitkan
Pemerintah lainnya (SUN, ORI, SBSN) yaitu untuk membiayai anggaran negara, divesifikasi
sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola pembiayaan negara dan
menjamin tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.
Persamaan Perbedaan
· sukuk ritel dan ORI merupakan surat berharga negara yang diperuntukkan bagi investor
ritel.
· sukuk ritel dan ORI merupakan bukti investasi masyarakat kepada pemerintah. Baik sukuk
ritel maupun ORI pembayaran bunga/imbalan dan pelunasan/pembelian kembali dijamin oleh
pemerintah. · ORI adalah pinjaman modal dari masyarakat kepada pemerintah, sedangkan
sukuk ritel adalah bentuk penyertaan modal masyarakat atas bagian dari aset sukuk ritel yang
dijadikan obyek transaksi.
· ORI memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa bunga. sedangkan sukuk ritel
memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa imbalan sewa, sesuai dengan akad
yang digunakan.
Pasar keuangan di Indonesia baru saja mencatat sejarah baru. Meski terlambat, Pada Mei
2008 lalu, Pemerintah telah mengundangkan Undang-undang No. 19/2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign sukuk). kita patut
memberikan apresiasi tinggi atas upaya pemerintah dan DPR yang berhasil menghasilkan UU
Sukuk Negara ini. Dikatakan terlambat, karena perkembangan sukuk di Indonesia,
sesungguhnya sudah dimulai oleh swasta, meskipun pangsanya masih kecil.
Pada tahun ini, pemerintah berencana menerbitkan sukuk hingga Rp18 triliun. Bila
dibandingkan dengan obligasi negara konvensional, rencana penerbitan sukuk ini memang
masih kecil. Namun, dimulainya penerbitan sukuk ini oleh pemerintah ini akan dapat menjadi
trigger bagi penerbitan sukuk lainnya. Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara dan
adanya rencana penerbitan sukuk oleh pemerintah, itu berarti sukuk kini menjadi instrumen
pembiayaan yang diakui sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap sukuk
kita, baik sukuk negara maupun sukuk korporasi.
Fakta menunjukkan perkembangan sukuk memang dimulai dengan adanya soverign sukuk.
Berdasarkan data dari Standard & Poor’s (S&P), bila pada tahun 2003, sovereign sukuk
masih mendominasi pasar sukuk global yaitu sebesar 42% dan sukuk yang diterbitkan oleh
lembaga keuangan sebesar 58%, maka sejak saat itu komposisinya mengalami pergeseran.
Pada tahun 2007, kini justru sukuk korporasi yang mendominasi pasar sukuk global, yaitu
sekitar 71%, lembaga keuangan 26%, dan pemerintah tinggal 3%.
Perkembangan Sukuk
Sukuk kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem keuangan global. Pada
tahun 2007, nilai sukuk yang diperdagangkan di pasar global telah meningkat lebih dari dua
kali dibandingkan tahun 2006, dan mencapai US$62 miliar dibandingkan tahun 2006 sebesar
US$27 miliar. Dari tahun 2001 hingga tahun 2006, Sukuk mengalami pertumbuhan rata-rata
sebesar 123%. Berdasarkan proyeksi S&P, dalam lima tahun ke depan, pasar sukuk dapat
menembus level US$100 miliar, tergantung pada kondisi stabilitas pasar kredit. Sementara
itu, Moody’s memperkirakan bahwa pasar sukuk akan meningkat sebesar 35% per tahun.
Pada tahun 2010, pasar sukuk global diperkirakan dapat menembus hingga US$200 miliar,
terutama ditopang oleh negara-negara di kawasan Teluk, Inggris, Jepang, dan Thailand.
Pengembangan sukuk sangat didukung regulator dan pemerintah di kawasan Teluk dan Asia.
Kini, semakin banyak negara yang telah menerbitkan sukuk sebagai instrumen pembiayaan.
Pada tahun 2007, telah ada 10 negara yang menerbitkan sukuk, padahal pada tahun 2001 baru
ada 2 negara. Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia masih mempertahankan sebagai negara
penerbit sukuk terbesar di dunia. Pada tahun 2007, lebih dari US$25 miliar sukuk (atau
sekitar 75% dari seluruh sukuk yang diterbitkan di seluruh dunia pada tahun itu) adalah sukuk
yang diterbitkan oleh UEA dan Malaysia. Sementara itu, Malaysia sendiri menguasai sekitar
66% dari seluruh penerbitan sukuk di dunia.
S&P memperkirakan Malaysia dan UEA akan tetap memegang posisinya sebagai penguasa
pasar, karena ditopang oleh regulator dan status UEA sebagai pintu masuk (gateway) para
investor global. Selain dukungan yang kuat dari pemerintah setempat, perkembangan pesat
tersebut juga tidak terlepas dari kinerja sukuk itu sendiri. Berdasarkan data dari Dowjones
terlihat bahwa di seluruh dunia indeks surat berharga yang berbasis syariah (saham dan
sukuk), kinerjanya lebih baik dibandingkan indeks konvensional. Hal yang sama juga terjadi
di Malaysia, sebagai negara terbesar dalam hal pangsa pasar penerbitan sukuk di dunia.
Namun demikian, pasar sukuk di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama,
pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid. Penyebabnya, pangsa pasarnya yang
relatif kecil, yaitu kurang dari 5% dari seluruh sistem keuangan di Indonesia. Kecilnya
pangsa pasar keuangan syariah ini diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan pasar sukuk
domestik akan tetap terbatas. Oleh karenanya, bila langkah perdana pemerintah menerbitkan
sukuk domestik berhasil, selanjutnya perlu dibuka pasar sukuk global sebagai benchmark
bagi penerbitan sukuk global lainnya, baik sovereign sukuk maupun corporate sukuk.
Selain itu, regulasi yang masih dirasakan menghambat perkembangan pasar sukuk domestik
juga perlu dibenahi, sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
5/12 tahun 2004. Dalam PBI tersebut, bank yang memiliki sukuk agar memegangnya hingga
jatuh tempo. Meski aturan ini penting untuk menjaga aspek kesyariahan bank syariah, namun
PBI ini perlu direvisi agar tidak menghambat likuiditas pasar sukuk.
Kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan transaksi yang melibatkan
investor sukuk. Permasalahan perpajakan ini tidak hanya terkait dengan sukuk, namun
menyangkut transaksi keuangan syariah secara keseluruhan. Isu yang paling mengemuka
adalah adanya double taxation dalam transaksi keuangan syariah.
Ketiga, kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau “debt-likely”.
Padahal, idealnya keuangan syariah adalah “profit-loss sharing”. Ini terlihat dari komposisi
tingkat kupon sukuk yang dibayarkan masih mendasarkan pada tingkat suku bunga tertentu.
Sehingga, tidak mengherankan jika AAOIFI memberikan penilaian bahwa sekitar 85% sukuk
belum sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, bagi Indonesia perlu pengembangan inovasi
dan struktur sukuk yang lebih beragam.