Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketika kita mendengar kata seks apa yang terpikir di benak kita? Pornografi, vulgar,
menjijikkan dll. Memang sebagian besar masyarakat menganggap membicarakan seks itu adalah
sesuatu hal yang tabu dan tak layak dibicarakan. Ketika anak kita bertanya soal seksualitasnya
pasti kita dengan cepat akan mengalihkannya dan akan mengatakan “ehhhhh tidak baik ngomong
gitu, masih kecil nanti kalo sudah besar kan tau sendiri”. Sikap seperti itulah yang salah, karena
anak memiliki rasa ingin tahu tentang banyak hal, bila kita sebagai orang tua tidak bisa
mengarahkan dengan baik, tidak bisa memberikan informasi yang jelas cenderung mereka akan
mencari informasi dari orang lain dan teman-temannya, informasi tersebut belum tentulah
informasi yang baik.

Sedikit sekali masyarakat terutama orang tua yang peduli akan pendidikan seks dan
menempatkan bahwa seks adalah sesuatu yang penting. Bahkan banyak orang tua yang tidak
memberikan pendidikan seks pada anak, dengan alasan anak akan tabu dengan sendirinya.
Selama ini seks identik dengan orang dewasa saja.

Membahas masalah seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan pendidikan
seks pada anak harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya. Pendidikan
seks wajib diberikan orangtua pada anaknya sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak usia 3-4
tahun, karena pada usia ini anak sudah bisa melakukan komunikasi dua arah dan dapat mengerti
mengenai organ tubuh mereka dan dapat pula dilanjutkan pengenalan organ tubuh internal.
Pendidikan seks untuk anak usia dini berbeda dengan pendidikan seks untuk remaja. Pendidikan
seks untuk remaja lebih pada seputar gambaran biologi mengenai seks dan organ reproduksi,
masalah hubungan, seksualitas, kesehatan reproduksi serta penyakit menular seksual, sedangkan
pada anak usia dini lebih pada pengenalan peran jenis kelamin dan pengenalan anatomi tubuh
secara sederhana.
BAB II

PEMBAHASAN

B. Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses,
perbuatan dan cara mendidik.[1] Sedangkan istilah seks dalam pengertian sempit berarti kelamin.
Adapun menurut para ahli adalah sebagai berikut :

Mugi Kasim mengartikan seks sebagai sumber rangsangan baik dari dalam maupun luar yang
mempengaruhi tingah laku syahwat yang bersifat kodrati.[2] Syamsudin mendefinisikan
pendidikan seks sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar-benar
tentang arti kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama
hidupnya.[3] Dr. A.Nasih Ulwan menyebutkan bahwa pendidikan seks adalah upaya pengajaran
penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seks yang diberikan kepada anak agar ia
mengerti masalah-masalah yang berkenaan dengan seks, naluri dan pekawinan, sehingga jika
anak telah dewasa dan dapat memahami unsur-unsur kehidupan ia telah mengetahui masalah-
masalah yang dihalalkan dan diharamkan bahkan mampu menerapkan tingkah laku islami sebagi
akhlak, kebiasaan, dan tidak mengikuti syahwat maupun cara-cara hedonistic.[4]

C. Mengapa Pendidikan Seks Penting Pada Anak?

Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam
para anak-anak dan remaja yang rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks.
Meningkatnya kasus kekerasan merupakan bukti nyata kurangnya pengetahuan anak mengenai
pendidikan seks yang seharusnya sudah mereka peroleh dari tahun pertama oleh orang tuanya.
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai tindak
kekerasan seksual terhadap anak dan remaja.

Hasil penelitian yang dikutip dari sebuah Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan mengenai
Pendidikan Seks pada Usia Dini oleh Moh. Roqib menunjukkan bahwa 97,05% mahasiswa di
Yogyakarta telah kehilangan keperawanannya.[5] Nyaris 100% atau secara matematis bisa
disepadankan dengan 10 gadis dari 11 gadis sudah tidak perawan yang diakibatkan oleh
hubungan seksual. Fakta yang sangat memprihatinkan melihat kondisi remaja saat ini yang
tengah terancam dalam mempertahankan kesucian dirinya baik karena paksaan atau karena sama-
sama suka saat melakukannya (free sex). Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pendidikan seks
untuk diberikan sejak usia dini guna memberikan informasi dan mengenalkan kepada anak
bagaimana ia harus menjaga dan melindungi organ tubuhnya dari orang yang berniat jahat
terhadap dirinya.

D. Tujuan Pendidikan Seks Pada Anak


Tujuan pendidikan seks sesuai usia perkembangan pun berbeda-beda. Seperti pada usia balita,
tujuannya adalah untuk memperkenalkan organ seks yang dimiliki, seperti menjelaskan anggota
tubuh lainnya, termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya. Jika tidak dilakukan lebih
awal maka ada kemungkinan anak akan mendapatkan banyak masalah seperti memiliki kebiasaan
suka memegang alat kemaluan sebelum tidur, suka memegang payudara orang lain atau masalah
lainnya. Untuk usia sekolah mulai 6-10 tahun bertujuan memahami perbedaan jenis kelamin
(laki-laki dan perernpuan), menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital
dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit. Sedangkan usia menjelang remaja,
pendidikan seks bertujuan untuk menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta
menerima perubahan dari bentuk tubuh. Jadi secara garis besarnya pendidikan seks diberikan
sejak usia dini (dan pada usia remaja) dengan tujuan sebagai berikut:[6]

1. Membantu anak mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber, dan
kehamilan

2. Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.

3. Mengurangi rasa bersalah, rasa malu, dan kecemasan akibat tindakan seksual.

4. Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.

5. Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seksual Mengurangi kasus
infeksi melalui seks.

6. Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di
masyarakat.

E. Pendidikan Seks Berdasarkan Usia

1. Umur 3-5 tahun

Pada rentang umur ini, mengajarkan mengenai organ tubuh dan fungsi masing-masing
organ tubuh, jangan ragu juga untuk memperkenalkan alat kelamin si kecil. Saat yang paling
tepat untuk mengajarkannya adalah di saat sedang memandikannya. Diharapkan untuk
hindari penyebutan yang dianggap tidak sopan di masyarakat untuk menyebut alat kelamin
yang dimilikinya. Misalkan seperti vagina atau penis, jangan diistilahkan dengan kata lain
seperti “apem” atau “burung”. Anda tidak perlu membahas terlalu detail mengenai jenis
kelamin anak Anda atau mengajarkannya dalam kondisi belajar yang serius.

Ajarkan juga kepada anak bahwa seluruh tubuhnya, termasuk alat kelaminnya, adalah
milik pribadinya yang harus dijaga baik-baik. Dengan demikian, anak harus diajarkan untuk
tidak menunjukkan kelaminnya secara sembarangan. Tekankan kepada mereka bahwa mereka
memiliki hak dan bisa saja menolak pelukan atau ciuman dan segala macam bentuk kasih
sayang yang dinyatakan melalui sentuhan fisik. Hal ini menjadi penting, karena disukai atau
tidak, banyak pelaku pelecehan seksual adalah orang-orang yang dekat dengan kehidupan si
anak. Orang tua juga diharapkan untuk tidak memaksa seorang anak untuk memeluk atau
mencium orang lain jika dia tidak menginginkannya agar si anak bisa belajar untuk
menyatakan penolakannya.
2. Umur 6 - 9 tahun

Di rentang umur ini, si kecil diajarkan mengenai apa saja yang harus dilakukan untuk
melindungi dirinya sendiri. Orang tua bisa mengajarkan anak menolak untuk membuka
pakaian bahkan jika ada imbalan sekalipun atau menolak diraba alat kelaminnya oleh
temannya. Selain itu, di rentang umur ini, Anda bisa menggunakan hewan tertentu yang
tumbuh dengan cepat dan terlihat jelas perbedaan jenis kelaminnya (seperti: anak ayam) di
saat bertumbuh dewasa untuk mengajarkan mengenai perkembangan alat reproduksi. Ajaklah
anak anda untuk turut mengamati perkembangannya. Jika mereka tidak terlalu
memperhatikan hingga detail terkecil, Anda bisa berikan informasi lebih lanjut nanti sembari
menekankan bahwa alat kelamin mereka juga akan berubah seiring mereka bertumbuh
dewasa nanti. Orang tua harus memperhatikan suasana hati anak agar saat menyampaikan
materi seksualitas, si anak tidak merasa terpojokkan, malu, bodoh, ataupun menjadi terlalu
liar dalam menyikapi seks.

3. Umur 9 - 12 tahun

Berikan informasi lebih mendetail apa saja yang akan berubah dari tubuh si anak saat
menjelang masa puber yang cenderung untuk berbeda-beda di setiap individu. Ajarkan
kepada anak bagaimana menyikapi menstruasi ataupun mimpi basah yang akan mereka alami
nanti sebagai bagian normal dari tahap perkembangan individu. Pada umur 10 tahun, sebelum
menjelang masa puber, Anda sudah bisa memulai topik mengenai kesehatan alat kelamin.
Pastikan juga pada anak Anda, jika dia mengikuti semua peraturan kesehatan ini, maka
mereka tak perlu banyak khawatir.

4. Umur 12 - 14 tahun

Dorongan seksual di masa puber memang sangat meningkat, oleh karena itu, orang tua
sebaiknya mengajarkan apa itu sistem reproduksi dan bagaimana caranya bekerja. Penekanan
terhadap perbedaan antara kematangan fisik dan emosional untuk hubungan seksual juga
sangat penting untuk diajarkan. Beritahukan kepada anak segala macam konsekuensi yang
ada dari segi biologis, psikologis, dan sosial jika mereka melakukan hubungan seksual. Orang
tua selain mengajarkan keterbukaan komunikasi dengan anak terutama dalam membicarakan
seksualitas, juga perlu menambahkan keuntungan menghindari aktivitas seksual terlalu dini
sebelum mencapai masa dewasa.

Hindari penggunaan kata-kata yang menghakimi remaja agar ia tidak merasa ragu, takut, enggan
ataupun marah saat membicarakan pengalaman seksual mereka. Jika orang tua merasa agak berat untuk
membicarakan topik-topik seksual dengan anak, orang tua bisa meminta bantuan psikolog atau konselor
untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak dan membantu orang tua merasa nyaman
membicarakan topik ini.[7]

F. Pendidikan Seks pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam

Pokok-pokok pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa hal :
[8]

1. Menanamkan jiwa maskulin dan feminism

Kesadaran tentang perbedaan hakiki dalam penciptaan manusia secara berpasangan laki-laki
dan perempuan karena hal tersebut akan sangat berguna bagi pergaulannya. Pembentukan
jiwa feminism pada wanita dan maskulin pada laki-laki dapat dilakukan dengan pemberian
peran kepada anak sesuai dengan jenis kelaminnya. Dengan memberikan tugas sesuai dengan
jenis kelaminnya, seseorang akan menjadi laki-laki atau wanita sejati.[9]

2. Mendidik menjaga pandangan mata

Di samping penerapan etika memandang, hendaknya kepada anak dijelaskan pula mengenai
batasan aurat dan muhrim bagi dirinya. Aurat merupakan anggota tubuh yang yang harus
ditutupi dan tidak boleh dilihat atau diperlihatkan kepada orang lain.[10]

3. Mengenalkan mahrom-mahromnya

Mencegah anak bergaul secara bebas dengan teman-teman yang berlawanan jenis denga
memberikan batasan-batasan tertentu bertujuan agar anak mampu memahami etika bergaul
dalam islam mampu membedakan antara muhrim dengan yang bukan muhrim sehingga
pemahaman tersebut akan selalu melekat di hati dan menjadi self control pada waktu anak
memasuki usia remaja.[11]

4. Mendidik cara berpakaian dan berhias

Hendaknya anak dibiasakan untuk senantiasa mengenakan pakaian islami, model-model


pakaian yang baik, serta meluruskan konsep-konsep mengenai model pakaian pada diri anak,
agar mereka tidak terjerumus pada konsep model pakaian barat yang lebih menonjolkan
erotikannya.

5. Mendidik cara menjaga kebersihan kelamin

Bimbingan praktis mengenai adab istinja’, adab mandi, dan adab wudhu dimaksudkan agar
anak secaran langsung belajar membersihkan diri, belajar membersihkan alat kelaminya, dan
belajar mengenali dirinya.

6. Memberikan pengertian tentang ikhtilam dan haidh


Pengertian tentang ikhtilam dan haid sebaiknya diberikan dan difahami oleh anak sebelum ia
benar-benar mengalaminya, agar dalam perkembangan seksualnya dapat berjalan secara
wajar dan tidak ada beban-beban kejiwaan. Lebih dari itu agar anak dapat menjalankan
ketentuan syar’i yang telah mulai berlaku bagi dirinya.

7. Pemisahan tempat tidur

Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan bertujuan agar mereka mampu
memahami dan menyadari tentang eksistensi perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
terbiasa menghindari pergaulan bebas antar jenis kelamin yang berbeda.

G. Metode Pendidikan Seks pada Anak dalam Pendidikan Agama Islam

Metode yang efektif dalam menyampaikan pendidikan seksual kepada anak antara lain sebagai
berikut:

1. Metode pembiasaan

Metode pembiasaan bisa diterapkan dalam pendidikan seks melalui cara


membiasakan anak agar menjaga pandangan mata dari hal-hal yang berbau porno,
membiasakan anak tidur terpisah dengan orang tuanya, membiasakan anak menjaga
kebersihan alat kelaminnya, membiasakan anak untuk tidak berkhalwat dengan lawan
jenisnya tanpa didampingi muhrimnya dimulai dengan hal kecil misalnya, pemisahan
tempat duduk di kelas, serta membiasakan anak berpakaian dan berhias sesuai
dengan ajaran islam.[12]

2. Metode keteladanan

Metode pemberian contoh yang baik (Uswatun khasanah) terhadap anak-anak yang
belum begitu kritis akan banyak mempengaruhi tingkah laku sehari-harinya. Dalam
pendidikan seks anak harus diberikan keteladanan dalam pergaulan, berpakaian, serta
dalam peribadatan. Apa yang disampaikan guru akan lebih mudah diserap oleh
peserta didik jika dibarengi dengan upaya pemberian keteladanan dan contoh yang
nyata terhadap siswa.

3. Metode pemberian hadiah dan hukuman

Dalam pendidikan seks, metode pemberian hadiah dan hukuman dapat diterapkan
dalam rangka menanamkan aturan-aturan islami menyangkut masalah ibadah dan
etika, khususnya etika seksual. Bagi anak yang telah mematuhi aturan yang
dicanangkan kepada mereka, mereka berhak mendapat hadiah meskipun hanya
sanjungan dan pujian. Namun apabila melanggar, mereka harus diberi hukuman
meskipun hanya berupa teguran.

4. Metode Tanya jawab dan dialog


Metode Tanya jawab dan dialog sangat bermanfaat dalam menanamkan dasar-dasar
pendidikan seks pada anak, sebab salah satu naluri anak yang paling umum adalah
selalu ingin tahu terutama dalam hal-hal yang menarik perhatiannya. Metode tanya
jawab tidak hanya dilakukan di kelas, tetapi juga dapat dilakukan di luar kelas. Guru
sebaiknya memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan sharing tentang
hal-hal yang diluar akademis, tentang permasalahan aktual seputar permasalahan
remaja dan pendidikan seks.

5. Metode pengawasan

Anak hendaknya diberikan pengawasan agar senantiasa menutup aurat dan


memberikan pengertian mengenai bahaya yang timbul akibat aurat terlihat orang lain.
Anak juga perlu diawasi dalam pergaulannya agar terhindar dari pergaulan bebas
dengan tujuan agar anak mampu memahami etika bergaul dalam islam.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan seks diartikan sebagai usaha untuk membimbing seseorang agar dapat mengerti benar
tentang arti kehidupan seksnya, sehingga dapat mempergunakannya dengan baik selama
hidupnya. Pokok-pokok pendidikan seks pada anak dalam Pendidikan Agama Islam meliputi
beberapa hal, yaitu menanamkan jiwa maskulin dan feminism, mendidik menjaga pandangan
mata, mengenalkan mahrom-mahromnya, memberikan pengertian tentang ikhtilam dan haidh,
serta mendidik cara menjaga kebersihan kelamin. Adapun metode yang dapat digunakan adalah
metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian hadiah dan hukuman, metode tanya
jawab dan dialog, serta metode pengawasan.

B. Saran

Pendidikan seks sangat penting untuk diberikan sedini mungkin kepada anak. Namun hal ini tidak
semata-mata menjadi beban dan tanggung jawab bagi orang tua saja, namun juga menjadi
tanggung jawab guru sebagai orang tua kedua bagi anak. Pandidikan seks ini dapat diberikan
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, mulai dari hal yang sifatnya sederhana hingga pada
hal yang sifatnya kompleks. Orang tua, guru, dan masyarakat memikul tanggung jawab bersama
dalam mendidik generasi muda agar mereka dapat memperoleh penjelasan dan informasi tentang
seks serta menegakan nilai-nilai manusiawi terhadap seks tersebut dan dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Madani, Yusuf. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Panduan bagi Orang Tua, Guru, Ulama,
dan Kalangan Lainnya. Penerjemah: Irwan Kurniawan. 2003. Jakarta: Pustaka Zahra

M. Kasim Mugi Amin. Kiat Selamatkan Cinta. 1997. Yogyakarta: Titian Ilahi Press

Syamsudin, Pendidikan Kelamin dalam Islam, 1985. Solo: Ramadhani.

Nasikh ulwan, Pendidikan Seks, 1996. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Suraji, Pendidikan Seks bagi Anak, 2008. Yogyakarta: Pustaka Fahima.

Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol.
13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto.

http://ruangpsikologi.com/memberikan-pendidikan-seks-yang-sesuai-dengan-umur-anak/

Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. http://ratuhati.com/index.php.

[1] Madani, Yusuf. Pendidikan Seks untuk Anak dalam Islam : Panduan bagi Orang Tua, Guru,
Ulama, dan Kalangan Lainnya. Penerjemah: Irwan Kurniawan. Jakarta: Pustaka Zahra. 2003,
hlm 23

[2] M. Kasim Mugi Amin, Kiat Selamatkan Cinta, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997, hlm. 38

[3] Syamsudin, Pendidikan Kelamin dalam Islam, Solo: Ramadhani, 1985, hlm. 14

[4] Nasikh ulwan, Pendidikan Seks, Bandung: remaja Rosda Karya, 1996, hlm. 72

[5]Moh. Roqib. Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan.
Vol. 13 No. 2. P3M STAIN Purwokerto, hlm. 2.

[6] Moh. Roqib, Op. Cit, hlm. 5.

[7] http://ruangpsikologi.com/memberikan-pendidikan-seks-yang-sesuai-dengan-umur-
anak/,diakses 30 Desember 2015, Jam 12.08 WIB.

[8] Pendidikan Seks Untuk Anak Dalam Islam. http://ratuhati.com/index.php.Diakses 30 Desember


2015. Jam 11: 45 WIB.s

[9] Suraji, Pendidikan Seks bagi Anak, (Yogyakarta: Pustaka fahima, 2008), hlm. 132

[10] Nasikh Ulwan, Op. Cit., hlm.17

[11] Suraji, Op. Cit., hlm. 143.

[12] Suraji, Op. Cit., hlm. 168

Anda mungkin juga menyukai