Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rapor 100 hari pemerintahan jokowi

Menghadirkan Negara yang Bekerja, adalah salah satu tujuan Nawacita.


Ada tiga elemen penting yang ditargetkan oleh Pemerintah Baru dalam
menghadirkan negara langsung yaitu memberikan rasa aman dan melindungi,
pemberantasan korupsi dan penegakan hukum dan Pelayanan Publik. 100 Hari
bekerja, negara betulbetul hadir dalam bentuk charity pada masyarakat melalui
Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan berbagai jenis
bantuan sosial lainnya. Pembenahan Birokrasi juga secara terus menerus dilakukan,
bukan hanya tampak pada perubahan fisik kantor pemerintahan, tetapi juga
perubahan nomenklatur kementerian dan birokrasi di dalamnya yang kesemuanya
ditujukan untuk membuat tata kelolah yang efektif dan ramping (Kalyanamitra,
2015).

Namun dalam hal memberikan rasa aman bagi warga negara terutama
perempuan kehadiran negara belum dirasakan secara utuh. Sebut saja penembakan-
penembakan liar di Papua, Poso dan Aceh, berdampak serius pada warga karena
tidak bisa menjalankan aktifitas normal sehari-hari. Negara begitu tegas dalam
merespon kasus narkoba, tetapi tidak pada kasus kekerasan terhadap perempuan.
Eksekusi hukuman mati bagi para pengedar narkoba dianggap sebagai dianggap
urgen karena tingginya angka pemakai narkoba yang setiap harinya ada 50 orang
meninggal. Padahal dalam catatan KOMNAS Perempuan, setiap 1 jam ada 28
perempuan mengalami kekerasan. Tidak diprioritaskannya kekerasan terhadap
perempuan dalam jajaran kementerian terlihat sekali pada sikap pemerintah dalam
Forum regional Asia Pasific Beijing +20 yang baru-baru ini diselenggarakan di
Bangkok pada 17-20 November 2014, dimana pemerintah tidak mendukung
perlindungan pada perempuan dalam bidang hak seksualitas dan menolak diversitas
dalam keluarga (Kalyanamitra, 2015).

Ini sangat nyata bahwa pemerintah belum menaruh perhatian khusus pada
isu perempuan. Komitmen pada kebebasan beragama sangat tinggi. Meskipun
terlihat lamban dalam hal merespon kasus-kasus pelanggaran HAM pada minoritas.
selama 100 hari kerja, tidak ada kemajuan dalam upaya mengembalikan pengungsi
ke tanah asalnya (Kalyanamitra, 2015).

Bahkan, kasus yang sudah jelas seperti pembukaan segel GKI Yasmin juga
belum terlihat progresnya. Dalam hal memperkuat kesejahteraan masyarakat,
negara sangat terlihat melakukan reformasi pada bidang kemaritiman dengan
pemberantasan Illegal Fishing, dan perlahan juga memperkuat bantuan pada petani
dan nelayan. Ketegasan pemerintah dalam menangkap para pencuri ikan sangat
berdampak pada peningkatan hasil tangkapan nelayan. Keberanian ini diharapkan
juga sama gigihnya untuk menjamin kesejahteraan bagi kelompok minoritas seperti
Ahmadyah dan Shia yang tinggal di pengungsian (Kalyanamitra, 2015).

Program pengentasan kemiskinan masih banyak didominasi bidang charity


dan belum terlihat penguatan pada program affirmatifnya. Akhirnya, Revolusi
Mental adalah bagian pekerjaan pemerintah yang masih lemah. Dihentikannya
kurikulum 2013, dibukanya direktorat ayah bunda, belum signifikan sebagai basis
revolusi mental. Justru revolusi mental terkait dengan memperkuat perspektif
gender masih belum terlihat gerakknya. Ini adalah pilar paling penting yang akan
bisa membongkar cara pandang bangsa Indonesia. Tetapi justru usaha di bidang
revolusi mental tidak menunjukkan kemajuan berarti. Presiden sangat
memfokuskan pada bidang ekonomi dan pembangunan infrastruktur, sehingga
elemen software kurang mendapatkan perhatian. Kami, atas nama Indonesia
Beragam, koalisi 143 lembaga perempuan, merasa peduli untuk mengingatkan
pemerintah bahwa masih banyak persoalan urgen yang justru tidak menjadi
prioritas pembangunan Pemerintah Baru. Rapor 100 Hari Jokowi ini kami bangun
dari pengamatan media dan juga hasil dari keterlibatan langsung pada kegiatan
kementerian. Rapor 100 Hari Jokowi adalah review kinerja Pemeirntah Baru dalam
menjalankan program prioritas atau yang disebut Quick Win (Kalyanamitra, 2015).

Metodologi yang dipakai dalam melihat capaian dari kinerja Kabinet Kerja
adalah menggunakan ukuran dari prioritas setiap kementerian terkait dengan 10
Agenda politik Perempuan, yaitu: 1. Kesehatan reproduksi dan seksualitas 2. Hak
atas pendidikan 3. Kekerasan terhadap PErempuan 4. Pemiskinan PErempuan 5.
Perempuan dalam konflik dan bencana, serta pengelolaan linkgungan dan SDA 6.
Hak atas pekerjan yang layak 7. Hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan 8.
Hak Politik Perempuan 9. Penghapusan hukum diskriminatif 10. Penghentian
Korupsi Indikator ditetapkan secara fleksibel tetapi mengandung beberapa
indikator kunci seperti: 1. Komitmen pada pengarusutamaan gender (PUG) 2.
Komitmen pada penghentian kekerasan terhadap perempuan Rapor 100 Hari
Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK dalam Bidang PerempuanIndonesia [4] 3. Produk
hukum dan kebijakan yang terkait dengan isu 4. Quick Win Skor evaluasi disepakati
menggunakan ukuran sebagai berikut: A : 8-10 artinya sesuai atau mengarah pada
Nawacita (diberi warna hijau) B: 6-7 artinya hanya sebagian kecil yang mengarah
pada Nawacita (warna kuning) C: 4-5 artinya cenderung tidak mengarah pada
Nawacita (warna merah) Kami berharap dengan rapor ini, pemerintah bisa
memperbaiki kinerjanya dan menempatkan agenda perempuan menjadi prioritas
yang bangsa yang sama pentingnya dengan membangun kedaulatan bangsa
(Kalyanamitra, 2015).

2.1.1 Rapor bidang perlindungan perempuan dalam penanganan konflik


sosial

Puan Maharani (lahir 6 September 1973; umur 41 tahun) adalah politikus


PDI Perjuangan. Puan menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI
untuk periode masa bakti 2009 - 2014. Di DPR, Puan Maharani berada di Komisi
VI yang mengawasi BUMN, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah,
serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP (Badan Kerjasama Antar
Parlemen), dan juga sebagai Ketua I Fraksi PDI Perjuangan di DPR. ohana
Yambise, Menteri Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak, adalah
menteri pertama dari Papua. Perempuan pertama menyandang gelar profesor di
Papua dipercaya bisa memdorong akses keadilan pada perempuan Papua dan
indonesia. Program penanganan konflik dibawah kordinasi Kementerian
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) (Kalyanamitra, 2015).

Pada isu perempuan dan konflik, Kementerian Pemberdayaan Perempuan


dan Perlindungan Anak menjadi pelaksana harian Rencana Aksi Nasional
Perlindungan dan Pemberdayan Perempuan dan Anak di Konflik Sosial (RAN
P3AKS). Kontribusi penting Menteri PMK adalah mempertahankan nomenklatur
sehingga penanganan konflik tidak jadi ditransfer ke Menteri Keamanan.
Tantangannya adalah mengukuhkan komitmen 17 kementerian untuk mendukung
RAN P3AKS masuk ke dalam RPJMN. Yang lemah adalah intervensi KPPPA
dalam upaya Reformasi Sektor Keamanan, bukan hanya melakukan pelatihan
kepada polisi dan militer, tetapi juga memastikan pendekatan pengiriman pasukan
perdamaian juga menggunakan sensitifitas gender (Kalyanamitra, 2015).

Tabel 2.1 Penilaian kerja bidang perlindungan perempuan dalam penanganan


konflik sosial

Indikator Fakta Nilai


PUG dalam 1. Dukungan penuh pada Rencana Aksi Kuning
penanganan Nasional perlindungan dan pemberdayaan
konflik sosial perempuan dan anak dalam Konflik Sosial
(P3AKS) dan memastikan keterlibatan
perempuan dalam pelaksanaan UU No. 7
tahun 2012 tentang penanganan konflik
sosial.
2. Kedua aturan ini tidak mencakup security
sector reform (SSR).
3. Masih lemah pola kordinasi antar KL
sehingga tidak terkesan terkordinasi dan
auto pilot.
Komitmen KPPPA menjadi leading sektor pelaksanaan Kuning
politik dalam Prepres No. 18/2014 tentang RAN P3AKS kemerahan
penanganan mendorongkan persiapan pelaksaaan di
kekerasan daerah, tetapi peneguhan komitmen 17
terhadap kementerian lembaga terkait dengan konflik
perempuan di terkesan lambat. Indiaktornya budget untuk
konflik sosial RAN P3AKS hanya ada di KPPPA dan PMK,
sementara kementrian lain tidak ada. Terkait
dengan Penanganan KTP di konflik, tidak jadi
prioritas. Kasus urgen tidak direspon.
Komitmen pada PUG tidak terlihat dalam kurikulum 2013, Merah
PUG, pendidikan agama masih tradisional, menutup
pluralisme dan pengetahuan tentang agamaagama dan
toleransi di kepercayaan di Indonesia.
pendidikan
Komitmen pada 1. RUU Perlindungan umat beragama digagas Kuning
toleransi dan oleh Kemenag adalah trobosan baru, karena
kebhinekaan sebelumnya DPR memperkenalkan RUU
Kerukunan Umat Beragama.
2. Statemen politik Kemenag untuk kasus
intoleransi cukup keras.
3. Belum terlihat bagaimana penanganan
kasus intoleransi.
4. Wacana kebhinekan ada tetapi aksi konkrit
misalnya buka segel gereja dan kembalikan
pengungsi karena perbedaan keyakinan.
Komitmen 1. Tim Respon Cepat (TRC) dibentuk oleh Kuning
rehabilitasi Kemsos untuk merespon kondisi krisis di kemerahan
sosial pasca lapangan.
konflik dan 2. Pendekatan rehabilitasi sosial disamakan
kekerasan dengan penanganan kemiskinan, sementara
elemen rekonsiliatif tidak terlalu terlihat.
3. Saat ini, pengungsi Shia di Sidoarjo dan
Ahmadiyah di Lombok masih belum terlihat
akan dikembalikan ke kampung semula.
4. Menko PMK belum membicarakan nasib
pengungsi korban kekerasan.
5. Kesimpulannya: penentuan prioritas tidak
didasarkan kebutuhan masyarakat.
Produk hukum Kebijakan mempertahakan Penanganan Kuning
dan kebijakan konflik sosial dlam nomenklatur di Kemenko
terkait dengan PMK sebagai komitmen politik. Tetapi
perempuan dan kerangka bersama penanganan konflik tidak
penanganan jelas. Sayangnya kordinasi antar sektor masih
konflik lemah. Sat ini, Kemenko PMK menginisiasi
RUU Kebudayaan, multikuluralisme/
pluralisme dijadikan azas, tapi keadilan
gender tidak. RUU memperbolehkan
penyelesaian masalah perdata dengan hukum
adat, berpotensi menimbulkan kekacauan
(Kalyanamitra, 2015)

2.1.2 Rapor bidang hukum diskriminatif

Komite regulasi (tim regulasi) terdiri dari Menteri Dalam Negeri, Tjahyo
Kumolo (dari kiri), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Yohana Yambise), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (BAppenas)
(Andrinof), Menteri Hukum dan HAM (Yasonna Laoly), bertanggungjawab
terhadap persetujuan Rancangan Undang-Undang (RUU). "Indonesia bukan negara
yang didirikan berdasarkan satu agama, Negara ini didirikan berlandaskan UUD 45,
yang melindungi semua umat beragama", kata Tjahjo dalam sebuah pertemuan
dengan kelompok-kelompok agama minoritas di Jakarta hari Rabu , 5 November
2014 lalu (Kalyanamitra, 2015).

Ini dianggap sinyal positif untuk perlindungan minoritas. Wacana


progresif untuk mengosongkan kolom agama bagi minoritas, wacana pembubaran
FPI, dan penghapusan UU penodaan agama, adalah langkah maju Kemendagri.
Sayangnya 365 Peraturan Diskriminatif terhadap perempuan masih belum direspon.
Polemik Beberapa RUU yang berkaitan langsung dengan perempuan misalnya
RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG), RUU Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga masih belum menjadi prioritas pemerintah Jokowi-JK. Bahkan dalam
waktu 100 Hari Pemerintah Jokowi, pengarusutamaan gender belum terlihat
menjadi komitmen penting Pemerintah. Bukan saja tidak disebutkan di dalam
Nawacita, tetapi di dalam Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
perlindungan hukum juga belum terlihat menjadi perhatian penting (Kalyanamitra,
2015).

Tabel 2.2 Penilaian kerja bidang hukum diskriminatif

Indikator Fakta Nilai


Komitmen Dalam visi misi RPJMN buku I memuat Merah
penghapusan komitmen terkait penegakan HAM dan
produk hukum demokrasi di dalam negeri, dan dikaitkan
yang dengan buku II dalam bidang politik akan
diskriminatif mewujudkan sistem dan penegakan hukum
terhadap yang berkeadilan, kemudian secara spesifik
perempuan terkait PUG berkomitmen untuk
dalam menyediakan produk hukum yang responsif
UU/peraturan gender. Namun Tidak ada kejelasan langkah
yang sudah ada strategis dalam RPJMN terkait penghapusan
produk hukum yang diskriminatif yang sudah
ada sebelumnya. a. Produk Hukum Nasional :
Undangundang Pasal - pasal diskriminatif
masih tertuang dalam UU No. 1 tahun 1974
tentang Perkawinan, antaralain tentang
pembakuan peran gender yang merupakan
salah satu faktor yang mendorong terjadinya
kekerasan berbasis gender, juga tentang
dissabilitas istri sebagai alasan perceraian dan
poligami. Pemerintah saat ini tidak memiliki
agenda perubahan pasal-pasal pada UU yang
diskriminatif tersebut dalam RPJMN. b.
Produk Hukum Daerah : Peraturan Daerah,
Surat Edaran, dan Kebijakan lainnya Dalam
buku I, Bab I RPJMN disampaikan analisis
bahwa masih terdapat peraturan perundang-
undangan, kebijakan, program yang
diskriminatif/bias gender. Berdasarkan
catatan Komnas Perempuan, peraturan daerah
yang diskriminatif/bias gender terus
meningkat dari sebanyak 282 pada tahun 2012
menjadi 365 pada tahun 2014. Permasalahan
lainnya adalah jumlah aparat penegak hukum
yang responsif gender masih terbatas. Terkait
rencana didorong makin banyaknya aparatur
negara yang memahami dan mampu
mengimplementasikan PUG dituangkan.
Namun dalam RPJMN tidak tercermin bahwa
perempuan dianggap strategis dalam
mewujudkan tata kelola bangsa dan negara.
Selain itu juga tidak dijelaskan langkah
strategis bagaimana melakukan penghapusan
produk hukum di daerah yang diskriminatif
dan bias gender tersebut, terutama langkah
cepat penghapusan produk hukum daerah
yang diskriminatif.
Komitmen 1. Telah disampaikan oleh pemerintah Kuning
melahirkan melalui KPPA dan BPHN mengenai
produk hukum komitmen tentang akan didorongnya RUU
yang menjadi KKG dan perubahan atas UU PKDRT.
payung Namun pemerintah belum melibatkan secara
keadilan dan intensif masyarakat sipil yang juga
kesetaraan mendorong RUU KKG, kurang menunjukkan
gender untuk bargaining posisi, serta kesiapan dalam
menghapus mendorong RUU KKG di tahun pertama
diskriminasi program legislasi nasional.
2. Hasil background study RPJMN III
menunjukkan pentingnya didorong
bertambahnya keterwakilan perempuan
dalam legislatif namun dalam RPJMN sama
sekali tidak merujuk tentang pentingnya
perubahan dalam produk hukum terutama UU
Pemilu
Tindakan Belum terlihat langkah nyata dari pemerintah Merah
dalam 100 hari untuk menuju upaya percepatan
ketertinggalan pencegahan dan penanganan
segala bentuk disksriminasi dan kekerasan
terhadap perempuan secara spesifik.
Pemerintah tidak meletakkan kebijakan pro
perempuan sebagai kebijakan strategis. -
Mendagri tidak melakukan upaya yang nyata
dalam 100 hari kerja pemerintahan yang akan
menjadi tonggak penghapusan hukum yang
diskriminatif di masa mendatang. Langkah
taktis berupa klarifikasi dan mendorong
tindakan tegas Presiden terkait perda
diskriminatif terutama terhadap perempuan
tidak dilakukan dalam 100 hari kerja tersebut.
Mendagri belum melakukan executive review
termasuk belum melakukan klarifikasi
dengan daerah terhadap peraturan daerah
yang sudah ada, sedangkan perda-perda
tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan
juga asas-asas dalam UU No. 12 tahun 2011
tentang Penyusunan Peraturan
Perundangundangan. Tidak tedapat pula
rencana langkah strategis terkait hal tersebut
dalam 5 tahun ke depan. - Pemerintah masih
minim melibatkan masyarakat sipil yang juga
sedang mendorong RUU KKG untuk
menyusun arah dari RUU KKG. Seharusnya
dalam menyusun RPJM pemerintah terlebih
dahulu melakukan konsultasi kepada
masyarakat sipil, terutama lembaga yang
terkait seperti organisasi perempuan. Selain
itu juga RUU KKG belum dijadikan prioritas
tahun pertama untuk didorong ke Prolegnas
oleh tim regulasi pemerintah (Kemendagri,
BPHN, Bappenas, Kemenkeu, dan Sekretariat
Negara) dan KPPA, sedangkan dari
pengalaman advokasi RUU ini memerlukan
proses panjang dan seharusnya menjadi
prioritas di tahun pertamaTim regulasi
pemerintah bersama Kementrian
pemberdayaan perempuan
Politik Hukum Pemerintah memiliki politik hukum yang Merah
(dalam 100 hampir sama dengan DPR RI periode 2015-
hari) 2019 tentang tidak akan banyak lahirnya
produk hukum, namun meskipun begitu saat
ini KPPA masih belum memiliki bargaining
yang kuat terhadap perkembangan produk
legislasi DPR RI, salah satunya tidak
menyampaikan secara tegas RUU yang
dibutuhkan dalam sidang RDPU di Komisi 8
yang mana saat ini belum ada satupun RUU
yang akan didorong komisi 8 yang
menyangkut perempuan dan anak. Selain itu
juga belum terlihat tindakan strategis
bagaimana agar produk hukum di legislatif di
semua lini nantinya didorong memiliki
perspektif gender dan memiliki keberpihakan
kepada perempuan seperti komitmen yang
disampaikan pemerintah dalam RPJMN buku
II.
(Kalyanamitra, 2015).

2.1.3 Rapor bidang penghapusan kemiskinan

Khofifah Indar Parawansa kembali mengabdi di dalam pemerintahan


setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilihnya untuk bertugas sebagai
Menteri Sosial pada Kabinet Kerja Jokowi JK 2014-2019 Khofifah Indar
Parawansa pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindugan Anak pada Kabinet Gus Dur. Dalam buku 2 RPJM Bab 1 terkait
kemiskinan, pemerintah mengakui semakin besarnya gini rasio masyarakat kelas
menengah atas dan bawah yaitu 0.37% pada tahun 2007 menjadi 0.41% pada tahun
2012 (Kalyanamitra, 2015).

Sejalan dengan hal ini. pemerintah menggaris bawahi pula kesenjangan


kemiskinan perempuan dan laki-laki. Analisa gender data kemiskinan Tim Nasional
Penanggulangan dan Penghapusan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan rumah
tangga miskin yang dikepalai oleh perempuan (RTMP) yang keluar dari kemiskinan
lebih rendah dibandingkan rumah tangga yang dikepalai laki-laki (RTM-L). Selama
tahun 2006-2012 RTM-L mengalami penurunan sebesar 1.09 % sedangkan RTM-
P justru mengalami peningkatan dengan persentasi yang sama. Hal ini semakin
parah untuk RTM-P penyandang disabilitas. Dan tingkat kedalaman dan keparahan
kemiskinan RTM-P lebih buruk daripada RTM-L. Penurunan tingkat kedalaman
kemiskinan RTM-P diperkotaan 7% yaitu lebih rendah daripada RTM-L 21%,
sedangkan tingkat penurunan keparahan kemiskinan RTM-P 19% juga lebih rendah
dari RTM-L 25%. Akses RTM-P terhadap berbagai program pengentasan
kemiskinan masih terbatas. Kemiskinan perempuan sangat terlihat jelas pada
indikator lainnya seperti kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan yang masih
sangat timpang. Harusnya data ini menjadi landasan kuat pemerintah untuk
mengembangkan kebijakan dan instrumen penghapusan kemiskinan dan
pemiskinan perempuan yang lebih efektif. 100 hari pertama masa pemerintahan
Presiden Jokowi, tampaknya belum sepenuhnya memperlihatkan kefahaman
terhadap persoalan kemiskinan dan pemiskinan perempuan. Nawacita dan RPJM
serta quick win masih netral gender, belum memiliki korelasi yang tegas bagi
pengentasana kemiskinan dan pemiskinan perempuan (Kalyanamitra, 2015).

Tabel 2.3 Penilaian kerja bidang penghapusan kemiskinan

Indikator Fakta Nilai


Kebijakan 1. Ada upaya pengentasan kemiskinan dan Kuning
umum pemiskinan perempuan melalui pendekatan
penghapusan yang komprehensif melalui kebijakan
kemiskinan “Meningkatkan kualitas hidup dan peran
perempuan di berbagai bidang
pembangunan”, yang mencakup lintas
sektoral seperti pendidikan, kesehatan,
ketenagakerjaan, ekonomi dan politik.
2. Ada arah kebijakan dan strategi
pembangunan untuk penghapusan
kemiskinan yang mencakup pertumbuhan
ekonomi, peningkatan produktivitas,
perlindungan sosial yang komprehensif,
peningkatan pelayanan dasar, pengembangan
penghidupan yang berkelanjutan; namun
analisa gender dalam seluruh aspek tersebut
belum tajam.
3. Belum ada kebijakan khusus untuk
menjangkau RTM-P yang merupakan
kelompok termiskin seperti yang digaris
bawahi dalam latar belakang dokumen RPJM.
4. Ada kerangka pendanaan namun belum ada
kebijakan afirmasi yang jelas untuk
kemiskinan dan pemiskinan perempuan.
5. Belum ada kebijakan yang menyoal aspek
sosial budaya dan patriarki yang menjadi
salah satu akar persoalan kemiskinan dan
pemiskinan perempuan.
Pendanaan 1. Pendanaan masih sangat umum yaitu Kuning
penghapusan menggunakan UU no 13 tahun 2011 tentang kemerahan
kemiskinan Fakir Miskin, UU no 23 tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah, UU no 6 tahun 2014
tentang Desa.
2. Belum ada kebijakan afirmasi untuk
pendanaan penghapusan kemiskinan dan
pemiskinan perempuan
Kerangka 1. Ada kebijakan untuk meninjau ulang Kuning
Regulasi regulasi terkait indikator kemiskinan,
jangkauan terhadap kelompok termiskin dan
rentan seperti lansia, disabilitas.
2. Ada kebijakan peningkatan regulasi
perluasan pelayanan dasar menjadi lima hal
termasuk identitas hukum, kesehatan,
pendidikan, infrastuktur dan perlindungan.
3. Ada kebijakan pengembangan kehidupan
masyarakat kurang mampu secara
berkelanjutan, yang fokus pada akses sumber
penghidupan ekonomi di tingkat terendah
dalam masyarakat.
4. Belum terlihat jelas analisa gender dalam
kerangka regulasi, dan didalam PUG terkait
penghapusan kemiskinan tidak menegaskan
bagaimana kesenjangan gender dalam
penghapusan kemiskinan didekati dengan
regulasi.
Kerangka Belum ada kebijakan yang jelas dan kuat Merah
kelembagaan terkait kelembagaan untuk penghapusan
kemiskinan dan pemiskinan perempuan, dan
bagaimana KPPA sebagai kementrian yang
diharapkan memegang kontrol akan hal ini
dapat memastikan sektor lain menjalankan
kerangka PUG yang telah dikembangkan.
Program- Selain meluncurkan kartu-kartu terkait akses Merah
program masyarakat pada sumberdaya khusus, belum
ada program yang kuat yang diluncurkan
untuk menjawab secara khusus kemiskinan
dan pemiskinan perempuan.
Komitmen 1. Ada komitmen kuat terhadap penghapusan Kuning
terhadap kemiskinan namun masih netral gender.
penghapusan 2. Belum ada pemahaman berbedanya
kemiskinan dan kemiskinan dan pemiskinan terhadap lakilaki
pemiskinan dan perempuan sehingga membutuhkan
perempuan pendekatan yang berbeda pula.
3. Belum terlihatnya komitmen lintas sektoral
khususnya sektor-sektor terkait pembangunan
ekonomi, untuk secara khusus
memperhitungkan peran penting perempuan
dalam pembangunan ekonomi.
Quick Win 1. Ada sasaran terbangunnya sistem data Kuning
terpadu sebagai basis dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial dan pengembangan
sistem layanan dan rujukan terpadu bagi
penduduk miskin dan rentan.
2. Belum eksplisit dan tegas bahwa sistem
data terpadu harus terpilah gender.
3. Ada program konvensional bantuan
simpanan tunai bagi keluarga miskin dan
rentan.
Belum ada program afirmasi bagi RTM-P
untuk pemberdayaan yang lebih
berkesinambungan.
4. Ada upaya asistensi sosial dan stimulan
usaha ekonomi produktif bagi penerima
program keluarga produktif dan sejahtera di
wilayah.
5. Ada rencana mengembangkan sistem
layanan sosial terpadu melalui Pusat
Kesejahteraan Sosial (Puskesos).
(Kalyanamitra, 2015).

2.2 Rapor 2 tahun pemerintahan jokowi

Nawacita adalah konsep besar untuk memajukan Indonesia yang berdaulat,


mandiri, dan berkepribadian. Untuk mengubah dan mewujudkannya, diperlukan
kerja nyata tahap demi tahap, dimulai dengan pembangunan fondasi dan dilanjutkan
dengan upaya percepatan di berbagai bidangTercatat, Presiden Jokowi melakukan
pergantian pembantu presiden tersebut pertama kali dilakukan pada Agustus 2015.
Ada enam menteri yang diganti. Tiga menteri koordinator dan tiga menteri yang
memiliki fungsi teknis (Kemendag, 2016).

Sementara reshuffle kabinet yang kedua dilakukan pada Juli 2016. Ada
delapan menteri yang lengser saat itu. Rentang waktu perubahan kabinet pimpinan
Jokowi-JK ini tergolong sangat cepat jika dibandingkan dengan era Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY).Argumentasi yang muncul saat perombakan kabinet
adalah kinerja kementrian dan kegaduhan antar mentri. Itulah sebabnya jalanya
pemerintahan tidak efektif. Secara politik fakta tersebut berdampak pada kerja-
kerja kementrian yang lambat. Politik perburuhan Jokowi-JK juga merah dengan
mengeluarkan PP 78 /2015 yang memicu demonstrasi buruh yang terus menerus
dan berpengaruh terhadap politik dan ekonomi. (Karundeng, 2016)
Inisiatif politik untuk membuat undang-undang politik terkait upaya
efektifitas sistem politik juga lemah, misalnya tidak ada inisiatif Jokowi-JK untuk
mendorong menaikan angka parliamentary threshold menjadi 5 sampai 6%. Oleh
karenanya rapor politik Jokowi-JK merah. Kesalahan-kesalahan administratif
Presiden terkait surat menyurat dan lain-lain termasuk pengangkatan mentri yang
berkebangsaan Amerika Serikat saat perombakan tahap dua adalah juga fakta untuk
menyimpulkan bahwa rapor politik Jokowi-JK mendapat nilai merah. Meskipun
merahnya mendekati angka 6, yaitu 5,7 . (Karundeng, 2016).

Angka mendekati 6 tersebut disumbang oleh salah satu indikator Demokrasi yaitu
soal kebebasan (freedom). Dari segi kebebasan Jokowi-JK mendapat nilai baik.
Bagaimana dengan ekonomi? Jika rapor ekonomi diukur dengan Rasio Gini maka
rapor ekonomi dua tahun Jokowi-JK juga merah. Institute for Development of
Economic and Finance (INDEF) menyatakan, tahun 2016 ketimpangan sudah
mencapai angka 0.41- 0.45, dan jika sudah mencapai 0.5 sudah memasuki
kesenjangan sosial yang berbahaya. Pengangguran usia muda juga meningkat
misalnya ditemukan tingkat pengangguran tertinggi ternyata lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dengan persentase 9,84 persen, meningkat dari 9,05
persen pada tahun sebelumnya.(BPS,2016).

Dari segi utang negara juga merah. Hingga akhir September 2016, total utang
pemerintah pusat tercatat Rp 3.444,82 triliun. Naik Rp 6,53 triliun dibandingkan
akhir Agustus 2016, yaitu Rp 3.438,29 triliun. Total pembayaran cicilan utang
pemerintah pada Januari hingga September 2016 adalah Rp 398,107 triliun, atau
82,88% dari pagu, atau yang dialokasikan di APBN. ( Ditjen Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan,2016).

Utang meski memberi suntikan permodalan APBN tetapi pembayaran cicilan yang
mencapai 398,107 Triliun membebani APBN. Ini seperti gali lobang tutup lobang
saja. Lebih dari itu, menunjukkan inkonsistensi pemerintah terhadap janjinya
sendiri yang tertuang dalam Trisakti dan Nawa Cita yang ingin mewujudkan
kemandirian ekonomi . (Karundeng, 2016).

Anda mungkin juga menyukai