Anda di halaman 1dari 16

206

Journal of Aquaculture Management and Technology


Volume 1, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 206-221
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Potensi Chlorella sp. sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit Bercak Putih
(White Spot Syndrome Virus) pada Udang Windu (Penaeus Monodon)

The Potency of Chlorella sp. as Immunostimulant to Prevent White Spot Syndrome Virus
on Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon)

Aulia Ayu Ermantianingrum1, Rohita Sari2, S. Budi Prayitno3

Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto Tembalang-Semarang

ABSTRAK
Chlorella sp. merupakan salah satu mikroalga yang berpotensi sebagai imunostimulan untuk
meningkatkan sistem pertahanan tubuh udang windu terhadap infeksi penyakit. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian Chlorella sp. terhadap sistem pertahanan tubuh udang windu.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu
penambahan Chlorella sp. pada pakan dengan perlakuan A (tanpa penambahan Chlorella sp.), perlakuan
B (5 gr/kg pakan), perlakuan C (10 gr/kg pakan), dan perlakuan D (15 gr/kg pakan). Hewan uji yang
digunakan adalah udang windu (P. monodon) stadia juvenil dengan bobot rata-rata 5,37±0,3 gram.
Parameter yang diamati yaitu total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), dan
kelulushidupan udang windu yang diinfeksi WSSV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Chlorella sp. tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), dan kelulushidupan udang
windu yang diinfeksi WSSV. Pencegahan penyakit pada udang windu dapat dilakukan dengan pemberian
imunostimulan untuk meningkatkan sistem imun, meskipun tidak ada udang windu yang hidup dalam 6
hari setelah diinfeksi WSSV. Kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran layak untuk kehidupan
udang windu.

Kata kunci : Chlorella sp., imunostimulan, udang windu, THC, DHC

ABSTRACT
Chlorella sp. is a microalga that has potency as an immunostimulant to increase immune system of
black tiger shrimp. The purpose of this research was to find out the effect of Chlorella sp. to increase
immune system of black tiger shrimp.
The experiment method used in this research was Completely Randomized Design (RAL) with 4
treatments and each of them consists of 3 replication. The treatments were A without addition of
Chlorella sp., treatment B, C, and D with addition of Chlorella sp. 5, 10, 15 gram/kg diet respectively.
The experiment animals was black tiger shrimps (P. monodon) juvenile with average weight 5,37±0,3
gram. Parameters observed were total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), and
survival rate of black tiger shrimp infected by WSSV.
The results of research indicated that the addition of Chlorella sp. Within the diets showed no
significant effect (P>0,05) on total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), and
survival rate of black tiger shrimp. Disease prevention of black tiger shrimp could be done by an
administration of immunostimulant to stimulate or increase immune system. However, there was no
shrimp was survived within 6 days after challenged with WSSV. The water quality during the research
within ideal range for the life of black tiger shrimps.

Keywords: Chlorella sp., immunostimulant, black tiger shrimp, THC, DHC

*) Penulis Penanggung Jawab


207
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 206-221
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

katkan sistem pertahanan tubuhnya


PENDAHULUAN
dalam menghadapi infeksi WSSV yaitu
Udang windu merupakan salah dengan pemberian imunostimulan.
satu komoditas perikanan bernilai Pemberian imunostimulan dimaksud-
ekonomis penting. Hal ini terlihat dari kan untuk meningkatkan resistensi ter-
perkembangan produksi udang windu hadap infeksi penyakit dengan mening-
yang cukup baik tiap tahunnya. Selain katkan mekanisme pertahanan non-
itu ukuran udang windu yang besar dan spesifik (Sakai, 1999).
harga jualnya yang tinggi membuat Imunostimulan yang umum
udang windu memiliki prospek yang digunakan merupakan organisme mau-
baik untuk dikembangkan. pun hasil sampingan organisme yang
Salah satu kendala dalam tidak virulen (Galindo-Villegas and
kegiatan budidaya udang windu yaitu Hoshokawa, 2004). Berdasarkan bebe-
aadanya serangan penyakit, khususnya rapa penelitian yang telah dilakukan,
infeksi virus (Muliani, 2007) yang dise- bahan yang dapat digunakan sebagai
babkan oleh White Spot Syndrome Virus imunostimulan antara lain berasal dari
(WSSV) (Supriyadi, 2005). WSSV bahan kimia sintetik, derivat bakteri,
merupakan virus yang sangat virulen Lo polisakarida, ekstrak hewan dan tum-
et al. (2004) dan dapat mengakibatkan buhan, serta vitamin (Sakai, 1999).
mortalitas hingga 100% dalam 2-7 hari Chlorella sp. merupakan salah
(Chang et al., 1999) sehingga dapat satu mikroalga yang mempunyai potensi
menyebabkan kegagalan dan menim- sebagai imunostimulan. Chlorella sp.
bulkan kerugian bagi pembudidaya mengandung prpvitamin A (β-caroten),
udang windu. vitamin C, dan vitamin E (Bengwayan
Seperti halnya krustasea lainnya, et al., 2010) yang mempunyai kemam-
udang windu memiliki sistem perta- puan sebagai imunostimulan (Sakai,
hanan yang lebih banyak diperantarai 1999). β-caroten merupakan salah satu
oleh sistem pertahanan non-spesifik komponen yang dapat meningkatkan
(Anderson, 1992) dan tidak memiliki imunitas dengan meningkatkan inte-
sistem memori (Raa, 2000) sehingga gritas jaringan dan meningkatkan akti-
salah satu suatu upaya untuk mening- vitas pada sel pertahanan (Steenblock,

*) Penulis Penanggung Jawab


208
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

2000). Penggunaan vitamin C sebagai juvenil dengan bobot rata-rata sebesar


imunostimulan pada udang windu telah 5,37±0,3 gram. Penelitian ini menggu-
diteliti oleh Laohamongkolruk et al. nakan rancangan acak lengkap (RAL)
(2006) dapat meningkatkan sistem dengan 4 perlakuan dan masing-masing
kekebalan tubuh udang windu. terdiri dari 3 ulangan. Perlakuan yang
Salah satu parameter suatu zat diujikan yaitu penambahan Chlorella sp.
atau senyawa mampu menstimulasi dengan dosis berbeda pada pakan.
sistem pertahanan non-spesifik udang Penentuan dosis penambahan Chlorella
adalah meningkatnya jumlah hemosit sp. pada pakan mengacu pada penelitian
(Smith et al., 2003). Hemosit meru- sebelumnya oleh Hemtanon et al.
pakan salah satu bentuk sistem perta- (2005) dengan beberapa modifikasi,
hanan tubuh yang bersifat seluler dan yaitu perlakuan A (tanpa penambahan
memainkan peranan penting dalam Chlorella sp.), perlakuan B (5 gr/kg
respon kekebalan tubuh (Setyati, 2007). pakan), perlakuan C (10 gr/kg pakan),
Tipe sel hemosit berperan penting dan perlakuan D (15 gr/kg pakan).
dalam mekanisme sistem pertahanan Penambahan Chlorella sp. pada pakan
tubuh udang. Tiap tipe sel mempunyai mengacu pada Manoppo (2011) dengan
fungsi yang berbeda dalam mening- menggunakan metode coating.
katkan sistem pertahanan tubuh udang Udang dipelihara selama 20 hari
(Andrade, 2011). dan dilakukan pemberian pakan 3 kali
Berdasarkan uraian diatas perlu sehari sebanyak 3% dari bobot total
dilakukan penelitian mengenai potensi udang. Parameter yang diamati meliputi
Chlorella sp. sebagai imunostimulan pengukuran Total Haeomcyte Count
sehingga dapat meningkatkan sistem (THC), Differential Haemocyte Count
ketahanan tubuh udang windu (Penaeus (DHC), dan Survival Rate (SR) udang
monodon) dalam menghadapi infeksi windu. Pengamatan THC, DHC diamati
WSSV. pada hari ke-0, hari ke-21 dan hari ke-
23 (pasca infeksi WSSV), sedangkan
METODOLOGI PENELITIAN perhitungan survival rate udang windu
Hewan uji yang digunakan adalah dilakukan pada akhir penelitian.
udang windu (Penaeus monodon) stadia

*) Penulis Penanggung Jawab


209
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Udang windu dipelihara dengan dilakukan selama 6 hari pasca infeksi


kualitas air: DO 3,41 – 4,28 mg/l, suhu dan di akhir pengamatan dilakukan uji
26 – 28,2OC, salinitas 30 - 33 ppt, pH PCR. Perhitungan nilai survival rate
7,4 – 7,8, dan amonia 0,02 – 0,33 mg/l. (SR) udang windu dilakukan dengan
Pengukuran THC dilakukan ber- rumus Effendi (1997):
dasarkan metode yang dimodifikasi dari
Blaxhall and Daishley (1973) dan dihi-
Analisa data menggunakan uji
tung dengan menggunakan rumus:
ANOVA dengan selang kepercayaan
95%. Data hasil uji PCR, data kelulu-
Keterangan : FP = Faktor pengenceran shidupan udang windu, dan data kua-
Analisa DHC dilakukan berda- litas air pemeliharaan udang dianalisa
sarkan Martin and Graves (1985). secara deskriptif.
Persentase tiap jenis sel dihitung dengan
menggunakan rumus : HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji tantang dilakukan dengan Pengamatan hemosit yang
penginfeksian WSSV melalui injeksi. dilakukan meliputi total haemocyte
Sebanyak 0,1 ml inokulum WSSV count (THC) dan differential haemocyte
disuntikkan secara intramuscular pada 3 count (DHC). Hasil pengamatan Total
segmen abdominal terakhir udang Haemocyte Count (THC) udang windu
windu. Pengamatan gejala klinis, tersaji pada tabel 1.
tingkah laku, dan nafsu makan udang
Tabel 1. Hasil pengamatan Total Haemocyte Count (THC) udang windu
Perlakuan (x 106 sel/ml)
Hari
A B C D
0 46,85±4,86a 48,11±10,60a 45,97±4,25a 43,49±13,58a
21 47,60±11,30a 51,80±10,60a 50,80±9,70a 41,30±6,30a
23 23,01±2,66a 22,59±6,68a 21,68±3,09a 16,80±3,71a
Keterangan: Nilai dengan superscript yang sama pada kolom menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05)

Berdasarkan pengamatan pada hari ke- C, sedangkan pada perlakuan D menga-


21, THC mengalami peningkatan diban- lami penurunan. Peningkatan THC
ding hari ke-0 pada perlakuan A, B, dan tertinggi pada perlakuan C (10,5%),
*) Penulis Penanggung Jawab
210
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

selanjutnya diikuti perlakuan B (5,59%), yang diujikan mengalami penurunan


dan perlakuan A (1,6%), sedangkan THC (Gambar 1).
penurunan THC pada perlakuan D Hasil analisa ragam menunjukkan
sebesar 5,04%. Selanjutnya pada penga- bahwa penambahan Chlorella sp. pada
matan THC hari ke-23 (pasca infeksi pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
WSSV) menunjukkan semua perlakuan terhadap THC udang windu hari ke-21
dan hari ke-23.
60
Total Haemocyte Count (x 106

50 Perlakuan A
(tanpa
penambahan)
40
Perlakuan B (5
sel/ml)

gr/kg pakan)
30

20 Perlakuan C (10
gr/kg pakan)
10
Perlakuan D (15
gr/kg pakan)
0
0 21 23
Waktu (hari)

Gambar 1. Grafik THC udang windu


Pengamatan differential haemo- hialin. Hasil pengamatan pesentase sel
cyte count (DHC) meliputi pengamatan granular udang windu hari ke-0, hari ke-
sel granular, semi granular, dan sel 21, dan hari ke-23 tersaji pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan persentase sel granular udang windu (P. monodon)
Perlakuan (%)
Hari
A B C D
0 6,33±0,58a 6,33±1,53a 6,67±1,15a 7,67±5,69a
21 6±1,00a 5±1,00a 8±4,36a 4,67±1,15a
23 11,33±2,08a 11,67±1,53a 13±1,00a 11±2,00a
Keterangan : Nilai dengan superscript yang sama pada kolom menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05)

Hasil pengamatan persentase sel mengalami penurunan dimana perla-


granular hari ke-21 menunjukkan bahwa kuan D menunjukkan penurunan per-
pada terjadi peningkatan sel granular sentase sel granular yang lebih tinggi
pada perlakuan C, sedangkan perlakuan daripada perlakuan A dan perlakuan B.
A, perlakuan B, dan perlakuan D Pengamatan hari ke-23 (pasca infeksi

*) Penulis Penanggung Jawab


211
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

WSSV) menunjukkan bahwa persentase pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)


sel granular mengalami peningkatan terhadap persentase sel granular udang
pada semua perlakuan dengan windu hari ke-21 dan hari ke-23.
peningkatan tertinggi pada perlakuan C Hasil pengamatan pesentase sel
(Gambar 2). semi granular udang windu hari ke-0,
Hasil analisa ragam menunjukkan hari ke-21, dan hari ke-23 tersaji pada
bahwa penambahan Chlorella sp. pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan persentase sel semi granular udang windu (P. monodon)
Perlakuan (%)
Hari
A B C D
a a a
0 57,67±4,51 56,67±7,02 60±3,46 57±8,5a
a a a
21 61±4,58 65,33±8,62 65±3,46 66±5,19a
23 53,67±2,51a 57,33±5,86a 52,33±4,51a 54,33±3,51a
Keterangan : Nilai dengan superscript yang sama pada kolom menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05)

Berdasarkan hasil pengamatan Hasil analisa ragam menunjukkan


pada hari ke-21, semua perlakuan bahwa penambahan Chlorella sp. pada
mengalami peningkatan persentase sel pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
semi granular dari hari ke-0. Namun hal terhadap persentase sel semi granular
yang berbeda terjadi pada hari ke-23 udang windu hari ke-21 dan hari ke-23.
(pascainfeksi WSSV) dimana persen- Hasil pengamatan pesentase sel
tase sel semi granular mengalami penu- hialin udang windu hari ke-0, hari ke-21,
runan pada perlakuan A, perlakuan B, dan hari ke-23 tersaji pada tabel 4.
perlakuan C, dan perlakuan D (Gambar
3).
Tabel 4. Hasil pengamatan persentase sel hialin udang windu (P. monodon)
Perlakuan (%)
Hari
A B C D
a a a
0 36±4,00 43,33±11,93 30±5,29 35,33±8,39a
21 33±4,00a 31±8,00a 27±3,60a 29,33±5,86a
a a a
23 35±1,00 31±6,08 33,67±2,52 34,67±4,93a
Keterangan : Nilai dengan superscript yang sama pada kolom menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05)

*) Penulis Penanggung Jawab


212
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Berdasarkan hasil pengamatan sedangkan perlakuan B tidak menga-


persentase sel hialin pada perlakuan A, lami peningkatan maupun penurunan
perlakuan B, perlakuan C, dan perla- persentase sel hialin (Gambar 4).
kuan D mengalami penurunan pada hari Hasil analisa ragam menunjukkan
ke-21. Pengamatan hari ke-23 (pasca bahwa penambahan Chlorella sp. pada
infeksi WSSV) menunjukkan bahwa pakan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
perlakuan A, perlakuan perlakuan C, terhadap persentase sel granular udang
dan perlakuan D mengalami pening- windu hari ke-21 dan hari ke-23.
katan persentase jumlah sel hialin,

14 80
12 70
A A
10 60
Persentase (%)

Persentase (%)

B 50 B
8
40
6 C C
30
4
D 20 D
2
10
0 0
0 21 23 0 21 23
Waktu (hari) Waktu (hari)

Gambar 2. Grafik persentase sel Gambar 3. Grafik persentase sel semi


granular udang windu granular udang windu

50
45
40 A
35
30 B
Persentase (%)

25 C
20
15 D
10
5
0
0 21 23
Waktu (hari)

Gambar 4. Grafik persentase sel hialin udang windu

*) Penulis Penanggung Jawab


213
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Pengamatan gejala klinis dan uji berimplikasi terhadap turunnya nafsu


PCR dilakukan setelah infeksi WSSV makan udang. Gejala klinis lain yang
sebagai indikasi bahwa udang tersebut terlihat yaitu beberapa udang mulai
positif terinfeksi WSSV. Udang windu mengalami perubahan warna atau
(P. monodon) yang positif terinfeksi discoloration menjadi coklat kemerah-
WSSV menunjukkan gejala klinis merahan. Sehari setelah infeksi WSSV,
tertentu yang ditunjukkan oleh udang beberapa udang ada yang sudah mulai
windu baik pada perlakuan A, perlakuan menunjukkan adanya bercak putih pada
B, perlakuan C, maupun perlakuan D. bagian karapaks.
Setelah dilakukannnya infeksi WSSV, Pengamatan survival rate udang
mula-mula udang berdiam diri di dasar windu dilakukan saat infeksi hingga 6
dan respon terhadap gangguan menurun. hari pengamatan pascainfeksi Hasil
Selanjutnya udang juga berenang lemah perhitungan survival rate udang windu
dan menunjukkan penurunan respon tersaji pada tabel 5.
terhadap pemberian pakan yang
Tabel 5. Survival rate udang windu (P. monodon) pascainfeksi WSSV
Hari ke- (%)
Perlakuan
0 1 2 3 4 5 6
A 100 68,89 0 0 0 0 0
B 100 73,33 6,67 4,44 2,22 2,22 0
C 100 73,33 2,22 2,22 2,22 2,22 0
D 100 66,67 0 0 0 0 0

Hasil pengamatan survival rate A dan perlakuan D sudah mencapai


selama 6 hari pascainfeksi WSSV persentase survival rate sebesar 0%.
menunjukkan bahwa survival rate Pengamatan hari selanjutnya, persentase
udang windu yang diinfeksi WSSV kelulushidupan udang windu pada
mengalami penurunan pada hari perlakuan B dan D semakin menurun
pertama pascainfeksi untuk semua dan mencapai persentase survival rate
perlakuan. Selanjutnya pada hari ke-2, sebesar 0% pada hari ke-6 (Gambar 5).
perlakuan B dan perlakuan C menga-
lami penurunan persentase survival rate
secara signifikan, sedangkan perlakuan Pembahasan

*) Penulis Penanggung Jawab


214
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Hasil yang didapatkan pada hari melaporkan bahwa vitamin C dapat


ke-21, THC udang windu pada perla- meningkatkan sistem kekebalan tubuh
kuan B dan perlakuan C mengalami udang windu dengan meningkatkan
peningkatan dibanding dengan THC THC.
sebelum pemberian Chlorella sp (hari Peningkatan THC udang windu
ke-0). Meskipun demikian penambahan menunjukkan bahwa Chlorella sp. yang
Chlorella sp. pada pakan tidak mampu diaplikasikan melalui pakan mempunyai
meningkatkan THC secara optimal. Hal kemampuan untuk meningkatkan sistem
ini dibuktikan dengan tidak adanya pertahanan tubuh udang windu yang
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap ditandai dengan meningkatnya THC.
semua perlakuan pada hari ke-21. Smith et al. (2003) menyatakan bahwa
Kemampuan Chlorella sp. sebagai parameter suatu senyawa dalam
imunostimulan dalam meningkatkan meningkatkan sistem pertahanan tubuh
THC udang windu diduga berkaitan udang yaitu meningkatnya jumlah
dengan kandungan polisakarida dan hemosit.
vitamin C yang terdapat pada Chlorella Turunnya THC pada perlakuan D
sp. Kralovec (2003) dalam Yang et al. setelah pemberian Chlorella sp. selama
(2006) menyatakan bahwa polisakarida 20 hari diduga disebabkan dosis yang
dalam Chlorella sp. mempunyai digunakan tinggi, sehingga menghambat
kemampuan dalam menstimulasi sistem respon sistem pertahanan tubuh udang
kekebalan tubuh. Peran polisakarida windu. Hal ini sesuai dengan pendapat
dalam meningkatkan sistem pertahanan Sakai (1999) bahwa pemberian imuno-
tubuh dilaporkan oleh Manilal (2009) stimulan dengan dosis tinggi mungkin
dan Jasminandar (2009) dimana polisa- tidak dapat menaikkan respon sistem
karida dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh, namun mengham-
pertahanan tubuh udang yang ditandai batnya. Ketepatan dosis imunostimulan
dengan peningkatan THC. Selain itu, merupakan salah salah satu faktor yang
diduga vitamin C yang terdapat pada mempengaruhi peningkatan THC
Chlorella sp. berperan dalam setelah pemberian Chlorella sp. Efek
meningkatkan THC udang windu. dari pemberian imunostimulan dipeng-
Laohamongkolruk et al. (2006) aruhi oleh dosis yang diberikan (Bairwa

*) Penulis Penanggung Jawab


215
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

et al., 2012) yang juga berkorelasi hilangnya keberadaan hemosit dalam


dengan waktu pemberian imuno- haemolymph. Hal tersebut sesuai
stimulan (Raa, 2001). dengan pernyataan Van de Braak et al.
Jumlah hemosit mengalami (2002) bahwa penurunan THC setelah
penurunan yang signifikan pascainfeksi infeksi WSSV merupakan salah satu
WSSV. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak dari respon hemosit atau dari
pemberian imunostimulan berupa infeksi yang terjadi, karena hemosit
Chlorella sp. tidak mampu mening- merupakan target WSSV. Faktor lain
katkan THC setelah infeksi WSSV yang diduga mempengaruhi turunnya
dilakukan. Hal ini dibuktikan dengan THC setelah infeksi adalah tingkat
tidak ada pengaruh nyata (P>0,05) patoge-nitas dan virulensi WSSV yang
terhadap semua perlakuan pada hari ke- tinggi terhadap udang windu (Lo et al.,
23. THC pada perlakuan A, B, C, dan D 2004). Diduga, hal tersebut menye-
rata-rata mengalami penurunan hingga babkan THC udang windu menjadi
lebih dari 50%. Hal yang sama juga kurang mampu melawan infeksi WSSV
dikemukakan oleh Van de Braak et al. sehingga menyebabkan THC menurun.
(2002) dimana THC udang yang Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa
terinfeksi menurun hingga lebih 40% kandungan bahan aktif dari Chlorella sp.
jika dibandingkan dengan udang yang tidak mampu menstimulasi respon per-
tidak terinfeksi virus. Lebih lanjut tahanan tubuh udang windu terhadap
Zhang et al. (2004) menyatakan bahwa infeksi WSSV.
penurunan THC sering dikaitkan Hasil pengamatan DHC menun-
dengan respon yang terjadi setelah jukkan bahwa sel semi granular meru-
adanya infeksi. Pernyataan tersebut pakan sel yang terkena dampak pening-
diperkuat dengan pendapat Lo et al. katan setelah pemberian Chlorella sp.
(2004) bahwa infeksi WSSV selalu selama 20 hari sedangkan sel granular
menyebabkan perubahan parameter dan sel hialin mengalami penurunan.
haemolymph, termasuk penurunan THC. Meskipun demikian pemberian
Penurunan THC diduga dipenga- Chlorella sp. menunjukkan tidak ada
ruhi oleh WSSV yang menginfeksi pengaruh nyata (P>0,05) terhadap DHC
hemosit udang sehingga menyebabkan udang windu, yaitu sel granular, sel

*) Penulis Penanggung Jawab


216
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

semi granular, dan sel hialin pada hasil respon imun krustasea yang sering
analisa ragam hari ke-21. disertai dengan adanya proses
Tipe sel hemosit yang berbeda melanisasi. Begitu pula dengan Das and
mempunyai fungsi yang berbeda pula Sethi (2009) yang mengungkapkan
dalam sistem pertahanan tubuh. Sel bahwa PO yang diaktifkan oleh proPO
hialin dan sel semi granular mempunyai bertindak sebagai sistem pengenalan
peran penting dalam sistem pertahanan utama dan jalur pertahanan pada
tubuh udang terutama dalam proses krustasea.
fagositosis (Soderhall and Cerenius, Naiknya persentase sel semi
1992; Chang et al., 2007). Walaupun granular dapat digunakan sebagai
mempunyai fungsi yang sama, namun parameter naiknya sistem pertahanan
sel semi granular lebih jarang berperan tubuh udang. Hal ini dapat disebabkan
dalam proses fagositosis, sehingga sel fungsi sel semi granular dalam aktifitas
hialin menjadi sel utama dalam proses fagositosis, enkapsulasi (Soderhall and
fagositosis dan sel semi granular lebih Cerenius, 1992; Chang et al., 2007), dan
berperan dalam proses enkapsulasi yang pengaktifan sistem proPO (Andrade,
mengindikasikan adanya penggabungan 2011) meningkat, sehingga sistem
beberapa sel hemosit untuk pertahahan tubuh udang juga ikut
menghalangi partikel asing dalam meningkat. Das and Sethi (2009)
peredaran darah (Soderhall and menjelaskan bahwa pengaktifan sistem
Cerenius, 1992). Fungsi lain dari sel proPO merupakan respon awal dalam
hemosit dalam sistem pertahanan tubuh pengenalan partikel asing dan
yaitu berperan dalam pengaktifan sistem pengaktifan fagosit. Pengaktifan sistem
proPO yang dilakukan oleh sel semi proPO menghasilkan adanya produksi
granular dan sel granular (Andrade, protein, termasuk PO yang berperan
2011). Pengaktifan sistem proPO ini dalam melanisasi, koagulasi, opsonisasi
merupakan salah satu asepek penting dari partikel asing dan membunuh
dalam sistem pertahanan tubuh udang. mikroba secara langsung.
Sritunyalucksana and Soderhall (2000); Pengamatan persentase sel hemo-
Andrade (2011) menyatakan bahwa sit udang windu pascainfeksi WSSV
proPO mempunyai peran penting dalam pada semua perlakuan menunjukkan

*) Penulis Penanggung Jawab


217
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

persentase sel granular dan sel hialin peredaran darah dengan mengambilnya
mengalami peningkatan sedangkan ke jaringan terinfeksi (Lo et al., 2004).
persentase sel semi granular menga- Hasil pengamatan survival rate
lami penurunan. Namun berdasarkan pascainfeksi hingga hari ke-6 penga-
hasil analisa ragam hari ke-23 menun- matan, mortalitas 100% terjadi pada
jukkan bahwa pemberian Chlorella sp. seluruh udang dari 4 perlakuan. Morta-
tidak memberikan pengaruh nyata litas yang terjadi sebagai akibat dari
(P>0,05) terhadap DHC udang windu. infeksi WSSV setelah uji tantang (hari
Hal ini diduga karena sel semi granular ke-22) dilakukan. Pemberian Chlorella
lebih mudah terinfeksi WSSV sehingga sp. dengan berbagai dosis tidak ber-
berdampak pada menurunnya persen- pengaruh nyata (P>0,05) terhadap
tase sel semi granular dan meningkat- tingkat kelangsungan hidup (survival
nya persentase sel granular dan sel rate) udang windu yang diinfeksi
hialin. Penurunan persentase sel semi WSSV. Hal ini diduga karena
granular yang terjadi pascainfeksi peningkatan jumlah total hemosit
WSSV merupakan salah satu implikasi setelah pemberian Chlorella sp. selama
dari peningkatan sel granular di daerah 20 hari kurang optimal sehingga tidak
infeksi WSSV (Van de Braak et al., dapat meningkatkan sistem kekebalan
2002). Sel semi granular lebih dimung- tubuh udang windu dalam menekan
kinkan mudah terinfeksi virus WSSV kematian akibat infeksi WSSV. Sari
(Andrade, 2011) dan virus tersebut (2008) mengemukakan bahwa Chlorella
melakukan replikasi lebih cepat di sel sp. dapat digunakan sebagai senyawa
semi granular daripada sel granular antimikroba untuk mengahambat
sehingga jumlah sel semi granular bakteri Vibrio harveyi. Namun, dari
secara bertahap menurun dalam hasil yang diperoleh dapat diketahui
sirkulasi darah (Jiravanichpaisal et al., bahwa Chlorella sp. dapat digunakan
2005). Hal ini mungkin disebabkan untuk mengahambat bakteri Vibrio
sistem imun crustacean mempunyai harveyi tetapi tidak dapat digunakan
mekanisme yang dapat menghilangkan dalam melawan virus WSSV. Chlorella
hemosit yang terinfeksi virus dari sp. diduga tidak dapat mengendalikan
infeksi WSSV melalui efek

*) Penulis Penanggung Jawab


218
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

imunostimulannya sehingga mortalitas karena pada akhir penelitian mortalitas


udang windu mencapai 100% pada udang windu mencapai 100%.
akhir penelitian.
Mortalitas hingga 100% terjadi KESIMPULAN DAN SARAN
sejak hari ke-2 pascainfeksi WSSV Kesimpulan
pada perlakuan A dan perlakuan D, 1. Penambahan Chlorella sp. pada
sedangkan pada perlakuan B dan pakan tidak berpengaruh nyata
perlakuan C mortalitas 100% terjadi 6 terhadap total haemocyte count
hari pascainfeksi. Terjadinya kematian (THC) dan differential haemocyte
yang cepat, terutama pada perlakuan A count (DHC) udang windu (P.
dan perlakuan D 24-48 jam setelah monodon).
infeksi diduga karena menurunnya 2. Udang windu yang diberi penam-
jumlah total hemosit setelah dilaku- bahan Chlorella sp. seluruhnya
kannya infeksi WSSV. Penurunan mati setelah diinfeksi WSSV
jumlah total hemosit ini mengakibatkan (survival rate 0%).
sistem pertahanan tubuh udang windu Saran
menjadi lemah. Lo et al. (2004) menya- Perlu penelitian lebih lanjut yang
takan bahwa penurunan jumlah total berkaitan dengan penambahan dosis,
hemosit akan terjadi pada awal periode frekuensi pengamatan, dan waktu
infeksi, dan jumlah THC yang sedikit pemberian Chlorella sp. sehingga dapat
akan mengakibatkan pertahanan tubuh meningkatkan sistem pertahanan tubuh
udang menjadi lemah dan berdampak udang windu terhadap infeksi WSSV.
pada kesehatan udang karena hemosit
berperan penting dalam sistem pertah- Ucapan Terima Kasih
anan seluler udang. Hasil tersebut juga Ucapan terima kasih disampaikan
menunjukkan bahwa penambahan kepada pada staf Laboratorium Hama-
Chlorella sp. pada pakan dalam pene- Penyakit Ikan dan Udang BBPBAP
litian ini tidak efektif sebagai imuno- Jepara yang telah membantu dalam
stimulan dalam menekan mortalitas penelitian. Penelitian ini sebagian
udang windu akibat infeksi WSSV dibiayai oleh dana hibah FPIK no.

*) Penulis Penanggung Jawab


219
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

40?SK/UN7.3.10/2012 tanggal 28 Mei monodon. Disease Aquatic of


Organisms, 36(3):163–168.
2012.
_______, C.C, Z.R Wu, C. M Kuo, and
W. Cheng. 2007. Dopamine
DAFTAR PUSTAKA Depresses in the Tiger Shrimp
Penaeus Monodon. Fish and
Anderson, D.P. 1992. Shellfish Immunology, 23: 24-33.
Immunostimulant, Adjuvants, and
Das, B.K and S.N Sethi. 2009. Immune
Vaccine Carrier in Fish:
Functions in Crustaceans.
Application to Aquaculture.
Application of Molecular and
Annual Review Fish Disease, 2:
Serological Tools in Fish Disease
281-307.
Diagnosis (CIFA). Orisaa, India.
Andrade, A.J. 2011. Shrimp
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan.
Immunological Reactions Against
Yayasan Pustaka Nusatama,
WSSV: Role of Haemocytes on
Yogyakarta.
WSSV Fate. [Thesis]. Faculty of
Bioscience Engineering, Ghent Galindo-Villegas, J dan H. Hoshokawa.
University. 2004. Imunostimulants: Towards
Temporary Prevention of Disease
Bairwa, M.K, J.K Jakhar, Y
in Marine Fish. In: Cruz Suárez, L.
Satyanarayana, and A.D Reddy.
E., Ricque Marie, D., Nieto López,
2012. Animal and Plant
M. G., Villarreal, D., Scholz, U.
Originated Immunostimulants
Y., González, M (eds.) Avances
Used in Aquaculture. J. Natural
en, Nutrición Acuicola VII.
Product and Plant Resource,
Memorias del VII Simposium
2(3):397-400.
Internacional de Nutricion
Bengwayan, P.T., J.C. Laygo, A.E. Acuicola. Sonora, Mexico.
Pacio, J.L.Z. Poyaoan, J. F.
Hemtanon, P., S. Direkbusarakom, V.
Rebugio, and A.L. L. Yuson.
Bunyawiwat and O. Tantitakoon.
2010. A Comparative Study on
2005. Antiviral and Antibacterial
the Antioxidant Property of
Substances from Spirulina
Chlorella (Chlorella sp.) Tablet
platensis to combat White Spot
and Glutathione Tablet. E-
Syndrome Virus and Vibrio
International Scientific Research
harveyi. In: P. Walker, R. Lester
Journal, 2(1):25-32.
and M.G. Bondad-Reantaso (eds).
Blaxhall, P. C. and Daisley. 1973. Diseases in Asian Aquaculture,
Routine Haematological Methods 5:525-534.
for Use with Fish Blood. J. Fish
Jasminandar, Yudiana. 2009.
Biology, 5(6):771-781.
Penggunaan Ekstrak Gracilaria
Chang, C.F, M.S Su, H.Y Chen, C.F Lo, verrucosa untuk Meningkatkan
G.H Kou, and I.C Liao. 1999. Sistem Ketahanan Udang Vaname
Effect of Dietary β-1,3-glucan on Litopenaeus vannamei. [Thesis].
Resistance to White Spot Sekolah Pascasarjana Institut
Syndrome Virus (WSSV) in Pertanian Bogor, Bogor.
Postlarval and Juvenile Penaeus
*) Penulis Penanggung Jawab
220
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

Jiravanichpaisal, P., S. Sricharoen, I. of Shrimp Hemocytes. J.


Soderhall, and K. Soderhall. 2005. Morphology, 185(3):339–348.
White Spot Syndrome Virus
Muliani, B.R. Tampangallo dan M.
(WSSV) Interaction with Crayfish
Atmomarsono. 2007. Pemantauan
Haemocytes. Fish and Shellfish
Penyakit White Spot Syndrome
Immunology, 20(5):718–727.
Virus (WSSV) pada Udang
Laohamongkolruk, P., N. Areechon, S. Windu Penaeus monodon.
Limsakoon, and S. Thunyanukit. Aquacultura Indonesiana,
2006. Application of Vitamin C as 8(2):81–88.
Immunostimulant in Black Tiger
Raa, J. 2000. The Use of Immune-
Shrimp (Penaeus monodon
Stimulants in Fish and Shellfish
Fabricius). In: Proceedings of the
Feeds. In: Cruz -Suárez, L.E.,
44th Kasetsart University Annual
Ricque-Marie, D., Tapia-Salazar,
Conference 30 January - 2
M., Olvera-Novoa, M.A. y
February. Kasetsart University,
Civera-Cerecedo, R., (Eds.).
Bangkok, pp. 291-302.
Avances en Nutrición Acuícola V.
Lo, C.F, J.L Wu, Y.S Chang, H.C Wang, Memorias del V Simposium
J.M Tsai and G.H Kou. 2004. Internacional de Nutrición
Molecular Characterization and Acuícola. Yucatán, Mexico.
Pathogenicity of White Spot
_______. 2001. The Mode of Action
Syndrome Virus. In: Leung, K.Y
and Use of Immunostimulants in
(ed.). Current Trends in the Study
Fish and Shellfish Farming. In:
of Bacterial and Viral Fish and
Coimbra, J (ed.). Proceddings of
Shrimp Disease. World Scientific
the NATO Advanced Research
Publishing, Singapura
Workshop on Modern
Manilal, A., S. Sujith, J. Selvin, G.S Aquaculture in the Coastal Zone :
Kiran, and C. Shakir. 2009. In Lesson and Opportunities. IOS
vivo Antiviral Activity of Press, Amsterdam.
Polysaccharide from the Indian
Sakai, M. 1999. Current Research
Green Alga, Acrosiphonia
Status of Fish Imunostimulants. J.
orientalis (J. Agardh): Potential
Aquaculture, 172(1-2):63-92.
Implication in Shrimp Disease
Management. World Journal of Setyati, W.A, Subagiyo, dan S.
Fish and Marine Sciences, Subyakto. 2007. Pengaruh
1(4):278-282. Suplementasi Ekstrak Herbal
(Jahe, Temulawak dan Kencur)
Manoppo, Henky. 2011. Peran
Terhadap Jumlah Total Hemosit
Nukleotida sebagai
dan Aktivitas Fagositosis Udang
Imunostimulan terhadap Respon
Putih (Litopenaeus vannamei). J.
Imun Non-spesifik dan Resistensi
Aquacultura Indosiana, 8(3):155-
Udang Vanname (L. Vannamei).
161.
[Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana
IPB, Bogor. Smith, V.J, J.H. Brown and C. Hauton.
2003. Immunostimulation in
Martin, G.G. and B.L Graves. 1985.
Crustaceans: Does it Really
Fine Structure and Classification
Protect Against Infection. Fish
*) Penulis Penanggung Jawab
221
Journal of Aquaculture Management and Technology
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 206-
Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jfpik

and Shellfish Immunology, 15(1):


71-90.
Soderhall, K and L. Cerenius. 1992.
Crustacean Immunity. Annual
Review of Fish Disease, 2:2-23.
Steenblock D. 2000. Chlorella:
Makanan Sehat Alami. Gramedia
Pustaka, Jakarta.

Supriyadi, H. Taukhid, A. Sunarto, dan


I. Koesharyani. 2005. Prevalensi
Infeksi White Spot Syndrome
Virus (WSSV) pada Induk Udang
Windu (Penaeus monodon) hasil
Tangkapan dari Alam. J.
Penelitian Perikanan Indonesia,
11(5):69-73.
Van de Braak, C.B.T., M.H.A.
Botterblom, E.A. Huisman,
J.H.W.M. Rombout, W.P. W. Van
der Knaap. 2002. Preliminary
Study on Haemocyte Response to
White Spot Syndrome Virus
Infection in Black Tiger Shrimp
Penaeus monodon. Disease of
Aquatic Organism, 51(2):149–155.
Yang, F., Y. Shi, J. Sheng and Q. Hu.
2006. In Vivo Immunomodulatory
Activity Of Polysaccharides
Derived from Chlorella
pyrenoidosa. European Food and
Research Technology,
224(2):225–228.
Zhang, X., C. Huang, and C. L. Hew.
2004. Use of Genomics and
Proteomics to Study White Spot
Syndrome Virus. In: Leung, K.Y
(ed.). Current Trends in the Study
of Bacterial and Viral Fish and
Shrimp Disease. World Scientific
Publishing, Singapura, pp. 204-
234.

*) Penulis Penanggung Jawab

Anda mungkin juga menyukai