Potensi Chlorella sp. sebagai Imunostimulan untuk Pencegahan Penyakit Bercak Putih
(White Spot Syndrome Virus) pada Udang Windu (Penaeus Monodon)
The Potency of Chlorella sp. as Immunostimulant to Prevent White Spot Syndrome Virus
on Black Tiger Shrimp (Penaeus monodon)
ABSTRAK
Chlorella sp. merupakan salah satu mikroalga yang berpotensi sebagai imunostimulan untuk
meningkatkan sistem pertahanan tubuh udang windu terhadap infeksi penyakit. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian Chlorella sp. terhadap sistem pertahanan tubuh udang windu.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan yaitu
penambahan Chlorella sp. pada pakan dengan perlakuan A (tanpa penambahan Chlorella sp.), perlakuan
B (5 gr/kg pakan), perlakuan C (10 gr/kg pakan), dan perlakuan D (15 gr/kg pakan). Hewan uji yang
digunakan adalah udang windu (P. monodon) stadia juvenil dengan bobot rata-rata 5,37±0,3 gram.
Parameter yang diamati yaitu total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), dan
kelulushidupan udang windu yang diinfeksi WSSV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Chlorella sp. tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), dan kelulushidupan udang
windu yang diinfeksi WSSV. Pencegahan penyakit pada udang windu dapat dilakukan dengan pemberian
imunostimulan untuk meningkatkan sistem imun, meskipun tidak ada udang windu yang hidup dalam 6
hari setelah diinfeksi WSSV. Kualitas air selama penelitian masih dalam kisaran layak untuk kehidupan
udang windu.
ABSTRACT
Chlorella sp. is a microalga that has potency as an immunostimulant to increase immune system of
black tiger shrimp. The purpose of this research was to find out the effect of Chlorella sp. to increase
immune system of black tiger shrimp.
The experiment method used in this research was Completely Randomized Design (RAL) with 4
treatments and each of them consists of 3 replication. The treatments were A without addition of
Chlorella sp., treatment B, C, and D with addition of Chlorella sp. 5, 10, 15 gram/kg diet respectively.
The experiment animals was black tiger shrimps (P. monodon) juvenile with average weight 5,37±0,3
gram. Parameters observed were total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), and
survival rate of black tiger shrimp infected by WSSV.
The results of research indicated that the addition of Chlorella sp. Within the diets showed no
significant effect (P>0,05) on total haemocyte count (THC), differential haemocyte count (DHC), and
survival rate of black tiger shrimp. Disease prevention of black tiger shrimp could be done by an
administration of immunostimulant to stimulate or increase immune system. However, there was no
shrimp was survived within 6 days after challenged with WSSV. The water quality during the research
within ideal range for the life of black tiger shrimps.
50 Perlakuan A
(tanpa
penambahan)
40
Perlakuan B (5
sel/ml)
gr/kg pakan)
30
20 Perlakuan C (10
gr/kg pakan)
10
Perlakuan D (15
gr/kg pakan)
0
0 21 23
Waktu (hari)
Tabel 3. Hasil pengamatan persentase sel semi granular udang windu (P. monodon)
Perlakuan (%)
Hari
A B C D
a a a
0 57,67±4,51 56,67±7,02 60±3,46 57±8,5a
a a a
21 61±4,58 65,33±8,62 65±3,46 66±5,19a
23 53,67±2,51a 57,33±5,86a 52,33±4,51a 54,33±3,51a
Keterangan : Nilai dengan superscript yang sama pada kolom menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang nyata (P>0,05)
14 80
12 70
A A
10 60
Persentase (%)
Persentase (%)
B 50 B
8
40
6 C C
30
4
D 20 D
2
10
0 0
0 21 23 0 21 23
Waktu (hari) Waktu (hari)
50
45
40 A
35
30 B
Persentase (%)
25 C
20
15 D
10
5
0
0 21 23
Waktu (hari)
semi granular, dan sel hialin pada hasil respon imun krustasea yang sering
analisa ragam hari ke-21. disertai dengan adanya proses
Tipe sel hemosit yang berbeda melanisasi. Begitu pula dengan Das and
mempunyai fungsi yang berbeda pula Sethi (2009) yang mengungkapkan
dalam sistem pertahanan tubuh. Sel bahwa PO yang diaktifkan oleh proPO
hialin dan sel semi granular mempunyai bertindak sebagai sistem pengenalan
peran penting dalam sistem pertahanan utama dan jalur pertahanan pada
tubuh udang terutama dalam proses krustasea.
fagositosis (Soderhall and Cerenius, Naiknya persentase sel semi
1992; Chang et al., 2007). Walaupun granular dapat digunakan sebagai
mempunyai fungsi yang sama, namun parameter naiknya sistem pertahanan
sel semi granular lebih jarang berperan tubuh udang. Hal ini dapat disebabkan
dalam proses fagositosis, sehingga sel fungsi sel semi granular dalam aktifitas
hialin menjadi sel utama dalam proses fagositosis, enkapsulasi (Soderhall and
fagositosis dan sel semi granular lebih Cerenius, 1992; Chang et al., 2007), dan
berperan dalam proses enkapsulasi yang pengaktifan sistem proPO (Andrade,
mengindikasikan adanya penggabungan 2011) meningkat, sehingga sistem
beberapa sel hemosit untuk pertahahan tubuh udang juga ikut
menghalangi partikel asing dalam meningkat. Das and Sethi (2009)
peredaran darah (Soderhall and menjelaskan bahwa pengaktifan sistem
Cerenius, 1992). Fungsi lain dari sel proPO merupakan respon awal dalam
hemosit dalam sistem pertahanan tubuh pengenalan partikel asing dan
yaitu berperan dalam pengaktifan sistem pengaktifan fagosit. Pengaktifan sistem
proPO yang dilakukan oleh sel semi proPO menghasilkan adanya produksi
granular dan sel granular (Andrade, protein, termasuk PO yang berperan
2011). Pengaktifan sistem proPO ini dalam melanisasi, koagulasi, opsonisasi
merupakan salah satu asepek penting dari partikel asing dan membunuh
dalam sistem pertahanan tubuh udang. mikroba secara langsung.
Sritunyalucksana and Soderhall (2000); Pengamatan persentase sel hemo-
Andrade (2011) menyatakan bahwa sit udang windu pascainfeksi WSSV
proPO mempunyai peran penting dalam pada semua perlakuan menunjukkan
persentase sel granular dan sel hialin peredaran darah dengan mengambilnya
mengalami peningkatan sedangkan ke jaringan terinfeksi (Lo et al., 2004).
persentase sel semi granular menga- Hasil pengamatan survival rate
lami penurunan. Namun berdasarkan pascainfeksi hingga hari ke-6 penga-
hasil analisa ragam hari ke-23 menun- matan, mortalitas 100% terjadi pada
jukkan bahwa pemberian Chlorella sp. seluruh udang dari 4 perlakuan. Morta-
tidak memberikan pengaruh nyata litas yang terjadi sebagai akibat dari
(P>0,05) terhadap DHC udang windu. infeksi WSSV setelah uji tantang (hari
Hal ini diduga karena sel semi granular ke-22) dilakukan. Pemberian Chlorella
lebih mudah terinfeksi WSSV sehingga sp. dengan berbagai dosis tidak ber-
berdampak pada menurunnya persen- pengaruh nyata (P>0,05) terhadap
tase sel semi granular dan meningkat- tingkat kelangsungan hidup (survival
nya persentase sel granular dan sel rate) udang windu yang diinfeksi
hialin. Penurunan persentase sel semi WSSV. Hal ini diduga karena
granular yang terjadi pascainfeksi peningkatan jumlah total hemosit
WSSV merupakan salah satu implikasi setelah pemberian Chlorella sp. selama
dari peningkatan sel granular di daerah 20 hari kurang optimal sehingga tidak
infeksi WSSV (Van de Braak et al., dapat meningkatkan sistem kekebalan
2002). Sel semi granular lebih dimung- tubuh udang windu dalam menekan
kinkan mudah terinfeksi virus WSSV kematian akibat infeksi WSSV. Sari
(Andrade, 2011) dan virus tersebut (2008) mengemukakan bahwa Chlorella
melakukan replikasi lebih cepat di sel sp. dapat digunakan sebagai senyawa
semi granular daripada sel granular antimikroba untuk mengahambat
sehingga jumlah sel semi granular bakteri Vibrio harveyi. Namun, dari
secara bertahap menurun dalam hasil yang diperoleh dapat diketahui
sirkulasi darah (Jiravanichpaisal et al., bahwa Chlorella sp. dapat digunakan
2005). Hal ini mungkin disebabkan untuk mengahambat bakteri Vibrio
sistem imun crustacean mempunyai harveyi tetapi tidak dapat digunakan
mekanisme yang dapat menghilangkan dalam melawan virus WSSV. Chlorella
hemosit yang terinfeksi virus dari sp. diduga tidak dapat mengendalikan
infeksi WSSV melalui efek