Anda di halaman 1dari 8

EXECUTIVE SUMMARY

PELAKSANAAN KERJASAMA INTERNASIONAL ANTARA

PEMERINTAH INDONESIA DENGAN UNHCR TERKAIT

DENGAN PENANGANAN PENGUNGSI

2018
Peneliti:

Novianti

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
Kerjasama antara Indonesia dengan UNHCR dilakukan pada tahun 1979 dalam bentuk MoU
yang ditandatangani anatara UNHCR dengan Kementrian Luar Negeri yang memberikan
wewenang bagi UNHCR untuk menangani pengungsi di Indonesia. UNHCR mendukung
dikembangkannya kerangka perlindungan nasional untuk membantu pemerintah Indonesia
mengatur kedatangan orang yang mencari suaka.Dalam hal ini, UNHCR terus menerus secara
aktif mempromosikan aksesi terhadap dua instrumen hukum internasional: Konvensi 1951
tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967. Pada tahun 2008, UNHCR telah menyiapkan dan
menyampaikan kepada pemerintah, sebuah draft ‘10 Pokok Rencana Aksi dalam Memberikan
Perlindungan Pengungsi dan Mengatasi Migrasi Tercampur di Indonesia’ (10 Point Plan of
Action in Addressing Refugee Protection and Mixed Migration in Indonesia), yang mencakup
proses langkah demi langkah, pemberian dukungan bagi pemerintah dalam mengembangkan
mekanisme untuk secara efektif mengatasi permasalahan dalam penanganan dan perlindungan
terhadap pengungsi dan isu – isu migrasi tercampur dalam rangka menuju aksesi terhadap
Konvensi 1951.
Indonesia menjadi tempat antara dan tujuan bagi sejumlah pengungsi.
Walaupun Pemerintah Indonesia telah melakukan kerjasama internasional dengan UNHCR
terkait dengan penanganan pengungsi dan telah membentuk Peraturan Presiden No. 125 Tahun
2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Namun, sampai saat ini persoalan
pengungsi masih belum tuntas. Beberapa persoalan terkait dengan penanganan pengungsi
yakni diantaranya Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas mengenai penanganan
pengungsi internasional, kurangnya fasilitas penampungan pengungsi, dan Indonesia juga
belum melakukan ratifikasi terhadap Konvensi 1951 tentang pengungsi. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan kerjasama Internasional
antara Pemerintah Indonesia dengan UNHCR terkait dengan penanganan pengungsi?.
Berdasarkan permasalahan tersebut, beberapa pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
1. Bagaimana pengaturan kerjasama internasional terkait dengan penanganan pengungsi?
2. Bagaimana pelaksanaan kerjasama internasional antara Pemerintah Indonesia dengan
UNHCR terkait dengan penanganan pengungsi dan kendala-kendala dalam pelaksanaan
kerjasama tersebut?
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan terkait dengan pengaturan
kerjasama internasional terkait dengan penanganan pengungsi dan Pelaksanaan kerjasama
internasional antara Pemerintah Indonesia dengan UNHCR terkait dengan penanganan
pengungsi dan kendala-kendala dalam pelaksanaan kerjasama tersebut. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkuat khasanah ilmu pengetahuan
hukum internasional, khususnya yang berkaitan dengan kerjasama internasional terkait

1
penanganan pengungsi. Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi
DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan legislasi, khususnya yang berhubungan
dengan pelaksanaan kerjasama internasional dalam penanganan masalah pengungsi.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian
yuridis normatif yang dimaksudkan adalah penelitian terhadap sistematika hukum. Penelitian
terhadap sistematika hukum dapat dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan
tertentu atau hukum tertulis. Adapun hukum tertulis yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan kerjasama
internasional antara Pemerintah Indonesia dengan UNHCR. Sedangkan penelitian yuridis
empiris yang dimaksudkan adalah penelitian terhadap efektivitas hukum, yaitu penelitian yang
membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat. Dalam kaitan dengan penelitian
ini, akan dikaji pelaksanaan kerjasama internasional antara Pemerintah Indonesia dan UNHCR.
Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode penelitian preskriptif. suatu
penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran terhadap pemecahan masalah
tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan dengan studi
kepustakaan dan wawancara terhadap narasumber atau informan dengan menggunakan
pedoman wawancara (interview guide) yang telah disiapkan sebelumnya.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder yang
dimaksudkan terdiri atas bahan hukum primer (primary sources), dan bahan hukum sekunder
(secondary sources). Primary sources yang dimaksudkan adalah peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan pelaksanaan kerjasama internasional. Sedangkan secondary sources yang
dimaksudkan adalah ulasan atau komentar para pakar yang terdapat dalam buku dan jurnal,
termasuk yang dapat diakses melalui internet. Penelitian ini dilengkapi dengan data primer,
terutama berkaitan dengan data/informasi mengenai kerjasama atau perjanjian internasional
antara Pemerintah Indonesia dengan UNHCR. Dalam rangka itu, maka wawancara dilakukan
dengan pihak-pihak yang berkompeten, yaitu Kementrian Luar Negeri, Pemerintah Daerah yang
membidangi Kerjasama Internasional, Kementrian Sosial, UNHCR, Dinas Sosial, Imigrasi, LSM,
dan Akademisi. Selain itu, dilokasi penelitian dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD).
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari sampai dengan November 2018. Penelitian
ke daerah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara (19 - 25 Maret 2018) dan Provinsi Jawa
Timur (18– 25 April 2018). Pemilihan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Jawa Timur
didasarkan pada pertimbangan, bahwa di kedua daerah tersebut terdapat ratusan pengungsi
dari berbagai Negara. Di provinsi Jawa Timur misalnya bertambahnya jumlah imigran asal
Timur Tengah, seperti Afganistan, Pakistan, Irak dan Iran yang masuk ke Indonesia kini mulai
dikeluhkan pihak imigrasi. Di Jawa Timur (Jatim), tempat pengungsian imigran Timur Tengah di
Rumah Susun Puspa Agro, di Desa Jemundo Taman, Sidoarjo sudah memasuki batas limit.

2
Sedangkan pemilihan Provinsi Sumatera Utara, terdapat 21 tempat penampungan. Adapun
jumlah para pencari suaka dan pengungsi berjumlah 2.250 orang. Sementara itu berdasarkan
data, jumlah WNA pencari suaka dan pengungsi terbanyak yang berada di Sumut, yaitu warga
negara Somalia berjumlah 604 orang, Myanmar sebanyak 426 orang, Sri Lanka 424 orang,
Afghanista 360 jiwa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut.
A. Pengaturan kerjasama internasional terkait dengan penanganan pengungsi.
Pengaturan kerjasama internasional dalam penanganan pengungsi diatur berdasarkan
Konvensi Mengenai Status Pengungsi tahun 1951 (Text of the 1951 Convention Relating to the
Status of Refugees) dibuat di Jenewa pada tanggal 28 Juli 1951 dan kemudian telah diubah ke
dalam Protokol 1967 tentang Status Para Pengungsi (Protocol Relating to the Status of Refugees
1967). Tujuan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 oleh PBB karena agar setiap negara dapat
bertanggung jawab dan menjamin agar hak warganya dihormati. Karnanya perlindungan
internasional hanya diperlukan jika perlindungan nasional tidak diberikan atau tidak ada. Pada
saat itu, tanggung jawab utama untuk memberikan perlindungan internasional terletak pada
negara dimana individu mencari suaka.
Konvensi 1951 mengenai status pengungsi merupakan perjanjian internasional pertama
yang mencakup berbagai aspek terpenting dari kehidupan pengungsi. Hal ini terlihat bahwa
dalam konvensi 1951 memuat sejumlah hak dan juga kewajiban – kewajiban pengungsi
terhadap negara penerimanya, dasar utama dari konvensi 1951 adalah prinsip non-refoulment
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 33. Menurut prinsip ini, seorang pengungsi sebaiknya
tidak dikembalikan ke negara dimana pengungsi akan menghadapi ancaman serius atas hidup
dan kebebasannya
Konvensi tentang Status Pengungsi Tahun 1951 merupakan standar perlakuan yang
berperikemanusiaan untuk diterapkan dalam penanganan pengungsi. Oleh karena itu, sebagai
bagian dari masyarakat internasional, maka seluruh negara wajib menjunjung tinggi standar
perlindungan pengungsi yang kini menjadi bagian dari hukum internasional tersebut. Indonesia
sebagai negara transit belum meratifikasi Konvensi 1957 dan Protokol 1967. Protokol
tambahan tentang status pengungsi Tahun 1967 tersebut berisikan tentang adanya perluasan
pengertian pengungsi, serta aplikasi dari adanya Konvensi 1951. Sebagai Negara yang belum
meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967, penentuan status pengungsi atau pencari suaka
terhadap para pengungsi atau pencari suaka dilakukan oleh UNHCR. Dalam hukum nasional
pengaturan tentang pengungsi diatur dalam Perpres No.125 Tahun 2016 tentang Pengungsi
Luar Negeri yang merupakan amanat dari Pasal 27 UU Hubungan Luar Negeri. Substansi
peraturan presiden tersebut memperkuat koordinasi operasional antara UNHCR dan
pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Imigrasi dalam menangani hal-hal yang

3
berkaitan dengan pengungsi sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan internasional. Sesuai
dengan Perpres 125 Tahun 2016 penanganan pengungsi dilakukan sejak ditemukan,
penampungan, pengamanan dan pengawasan keimigrasian melalui koordinasi dan kerjasama
dengan instansi terkait didalam negeri maupun organisasi internasional yang terkait dengan
pengungsi dan pencari suaka serta keimigrasian

B. pelaksanaan kerjasama internasional antara Pemerintah Indonesia dengan UNHCR


terkait dengan penanganan pengungsi
Pelaksanaan kerjasama yang di lakukan Pemerintah Indonesia dengan lembaga-
Lembaga Internasional seperti UNHCR dan IOM dinilai mampu mengatasi persoalan pengungsi
yang terus berdatangan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam penanganan pengungsi yakni
diantaranya, bantuan lansung yakni berupa, menyediakan tempat penampungan dan Sarana air
bersih pada penampungan sementara. UNHCR juga melaksanakan kegiatannya dengan
memberikan solusi berkelanjutan (durable solution). Terdapat tiga pilihan solusi berkelanjutan
yang ditawarkan UNHCR yaitu, (1) Repatriasi Sukarela (Voluntary repatriation), Integrasi Lokal
(local Integration), dan mencarikan negara ketiga yang bersedia menampung pengungsi.
Selain UNHCR, IOM sudah banyak berkontribusi dalam penanganan pengungsi diantaranya
dalam pemenuhan hak sandang, pangan, dan papan serta pemberian hak kesehatan dan
pendidikan. Pemerintah telah menerbitkan Instrumen hukum terkait pencari suaka dan
pengungsi yakni Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016. Salah satu hambatan dalam
pelaksanaan perpres tersebut yakni belum terlaksananya tempat penampungan bagi pengungsi
sebagaimana diatur dalam Perpres tersebut. Keempat, mendorong kerjasama internasional
dalam penanganan pengungsi.
Kendala-kendala dalam pelaksanaan kerjaasama internasional dalam penanganan
pengungsi yakni sebagai berikut: Pertama, tidak adanya standar baku dalam peraturan
perundang-undangan mengenai penanganan imigran gelap yang padahal adalah pengungsi
membuat kurangnya koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang mempunyai tugas pokok
dalam penanganan terhadap imigran gelap/pengungsi. Kedua, kurangnya Sumber Daya
Manusia dalam proses penanganan terhadap pengungsi. Sumber daya manusia atau personil
yang ada di kantor Imigrasi belumlah optimal baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Kedua,
dalam pelaksanaan tugas penanganan terhadap pengungsi kurang didukung dengan sarana dan
prasana yang memadai. Ketiga, anggaran yang dialokasikan tidak sebanding dengan
permasalahan yang harus diatasi. Penanganan terhadap pengungsi membutuhkan kerjasama
dari berbagai pihak terutama masyarakat. Para pihak yang kurang terbuka dalam memberikan
informasi mengenai keberadaan orang asing menghambat dalam penanganan terhadap
pengungsi. Hubungan lingkungan sekitar, masyarakat dan instansi yang terkait merupakan

4
hubungan yang terjadi tidak hanya semata-mata menyangkut aspek ekonomis tetapi juga aspek
lainnya seperti aspek sosial, dan aspek keamanan.

5
DAFTAR PUSTAKA

Buku / Jurnal

Ali, H. Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009.

Afriandi, Fadli & Yusnarida Eka Nizmi, Kepentingan Indonesia Belum Meratifikasi Konvensi 1951
dan Protokol 1967 Mengenai Pengungsi Internasional dan Pencari Suaka, Jurnal
Transnasional Vol. 5 No. 2 Februari 2014.

Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2009.

Ningsih, Vera Puspita, Upaya International Organization For Migration (IOM) dalam Menangani
Masalah Imigran Gelap di Indonesia, dalam http://ejournal.hi.fisip
unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/05/JURNAL%20(05-16-13-0804-27).pdf,
diakses pada tanggal 10 Februari 2018.

Kevin, Wenas Kenny, Perlindungan Hukum Bagi Pengungsi Di Indonesia Menurut Konvensi PBB
1951 dan Protokol 1967, Jurnal Lex Crimen Vol. VI,No. 8, Okt 2017.

Loveless, J., “Crisis in Lebanon: Camps for Syrian Refugees”. Forced Migration Review, (43). 2013.

Romsan, Achmad, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Sanic Offset, Bandung, 2003.

Soekanto,Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

Parthiana , Wayan, Hukum Perjanjian Internasional Bagian I, Bandung, Penerbit CV Mandar


Maju, 2002.

Paramitha, Ni Made Maha Putri, Peranan UNHCR (United Nation High Commission for Refugees)
Dalam Memberikan Perlindungan Kepada Pengungsi Korban Konflik Suriah yang berada di
Negara Transit Hongaria, http://e-journal.uajy.ac.id/9158/1/Jurnalhukum10952.pdf,
diakses Tanggal 10 Februari 2018.

Renyaan, Paulus Salvio Renno, Peranan UNHCR (United Nation High Commission for Refugees)
dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi korban konflik Suriah yang berada di
Negara transit Hongaria, http://e-journal.uajy.ac.id/9161/1/JURNALHK10912.pdf.

Sultoni, Yahya, Setyo Widagdo, dan Herman Suryokumoro, Alasan Indonesia Belum Meratifikasi
Konvensi 1951 tentang Pengungsi dan Perlindungan Hukum bagi Pengungsi di Indonesia,
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/359/353, diakses
Tanggal 26 Februari 2018.

United Nation High Commissioner for Refugees ( UNHCR ), The Convention 1951 Relating to the
status of refugees ( Geneva ; UNHCR ).

United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), Konvensi dan protocol mengenai
status pengungsi, UNHCR Media Relation and Information, Service, Jakarta, 2010.

Internet dan Surat Kabar

6
“Peranan UNHCR Dalam Melindungi Pengungsi Di Indonesia”,
http://www.academia.edu/3774645/, diakses tanggal 3 Februari 2018.

“Sejarah UNHCR”, http://www.unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/, diakses tanggal 3 Februari 2018.

“Relasi dengan Pemerintah Peningkatan Kapasitas”, http://www.unhcr.org/id/, diakses Tanggal


5 Februari 2018. RI – PBB Kerjasama Tangani Aliran Pengungsi,
https://dunia.tempo.co/read/756088/, diakses Tanggal 5 Februari 2018.

“Indonesia Berkomitment Mengurus Pengungsi Asing”,


https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-komitmen-urus-pengungsi-asing-
/3956863.html, diakses tanggal 10 Februari 2018.

“Perlindungan Pengungsi Menurut Hukum Internasional”, http://referensi.elsam.or.id/wp-


content/uploads/2014/10/Perlindungan-Pengungsi-Refugee-Menurut-Hukum-
Internasional.pdf, diakses Tanggal 13 Februari 2018.

“Pengaturan Pengungsi Internasional dalam Hukum Internasional”,


dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48176/3/Chapter%20II.pdf, di
akses 15 Januari 2018.

"Kepala Rudenim: Banyak Pengungsi Selingkuhi Istri Warga


Makassar", http://regional.kompas.com/read/2018/02/26/12145861/kepala-rudenim-
banyak-pengungsi-selingkuhi-istri-warga-makassar, diakses Tanggal 15 Februari 2018.

“WNA Pencari Suaka dan Pengungsi di Sumut Diberangkatkan Kenegara Ketiga”,


http://medan.tribunnews.com/2018/01/01/189, diakses Tanggal 15 Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai