Anda di halaman 1dari 23

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN DAN TERAPI SENI UNTUK

MENGURANGI KECEMASAN HOSPITALISASI ANAK

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK G’18

Fitri Dewi
Khairina
Lega Septi Rahmi
Liasanil Ulfa Ilaika
Nurul Khaira
Siti Khadijah Al Madany
Siti Hamidah
Venty Agustin
Zesty Fitri Dyanda

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
Topik : PENGGUNAAN TERAPI BERMAIN DAN TERAPI SENI

UNTUK MENGURANGI KECEMASAN HOSPITALISASI ANAK

Sasaran : Orang Tua Pasien Anak usia 1-6 tahun (> 8 orang)

Tempat : Bangsal Anak RSUP DR M DJAMIL PADANG

Hari/Tanggal : Selasa, 8 Januari 2018

Waktu : 30 Menit

I. Latar Belakang

Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan


sehari-hari. Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum,
dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri
yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Kecemasan merupakan hal
wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan merupakan
suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi
suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak
menentu tersebut yang nantinya akan menimbulkan atau disertai
perubahan fisiologis dan psikologis (Kholil Lur Rochman, 2010).
Pada kecemasan, perubahan fisiologi yang terjadi respon sistem
saraf otonom terhadap rasa takut dan menimbulkan aktivitas involunter
pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme pertahanan diri. Serabut
saraf simpatis mengaktifkan tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya
untuk mempersiapkan pertahankan tubuh. Kelenjar adrenal melepas
adrenalin (epinefrin) yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak
oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta
frekuensi jantung sambil membuat kontriksi pembuluh darah perifer
dan memantau darah dari sistem gastrointestinal guna menyokong kerja
jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Secara psikologis, kecemasan
mempengaruhi perubahan terasa tidak nyaman, kesulitan berpikir logis,
agitasi, dan berperilaku adaptif terhadap mekanisme pertahanan.
Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan dengan
rawatan lama menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada
tahun 2013 menunjukan bahwa sebesar 6% untuk usia 2-17 tahun
mengalami gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan
dilaporkan bahwa 25% mengalami kecemasan selama dirawat di
rumah sakit. Berdasarkan hasil pengamatan di ruangan Rawat Inap
Anak RSUP Dr. M Djamil Padang, Desember 2018, sekitar lebih dari
50% anak dengan hari rawatan lama dengan koping dan beban
keluarga dapat dilihat tampak lelah dan murung, dan kelihatan cemas
dengan tindakan prosedur keperawatan dan memerlukan media dalam
mengekspresikannya.
Media yang diperlukan untuk dapat mengekspresikan perasaan
tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama
dalam pengobatan. Media yang paling efektif adalah melalui kegiatan
permainan. Permainan yang terapeutik yang didasari oleh pandangan
bahwa bermain bagi anak merupakan aktifitas yang sehat dan
diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan
memungkinkan untuk menggali, mengekspresikan perasaan dan
pikiran serta mengalihkan perasaan nyeri dan juga relaksasi. Dengan
demikian, kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari
pelayanan kesehatan anak di fasilitas pelayanan kesehatan (Supartini,
2004). Terapi bermain dibagi menjadi dua macam berupa fisik dan
psikologis yang mampu mempengaruhi kerja peningkatan hormon.
Hormon adrenalin membantu menstabilkan tekanan darah.
Melakukan aktivitas disertai dengan penerapan pola makan yang
benar, kelenjar adrenal akan menghasilkan hormon dalam jumlah yang
normal, sehingga tubuh bisa bekerja dengan baik. Peningkatan
kelenjar adrenalin terjadi dalam keadaan takut, cemas, atau tertekan.
Hal ini menyebabkan otak dan jantung mendapatkan tambahan darah,
dan akhirnya memompa darah lebih cepat. Sehingga timbul rasa
cemas yang mempengaruhi peningkatan pada tanda-tanda vital.
Hormon serotonin berfungsi untuk mengatur suasana, mencegah
depresi, dan dapat membuat merasakan bahagia. Hormon endorfin
dapat mengurangi rasa kecemasan dan membuat merasa lebih baik.
Kedua hormon ini dapat mengurangi rasa kecemasan yang dapat
dilakukan dengan cara peningkatan kegiatan aktivitas fisik. Salah satu
kegiatan yang mampu merangsang hormon serotonin dan hormon
endorfin adalah dengan peningkatan kegiatan fisik salah satu
kegiatannya adalah terapi bermain.
Terapi bermain diyakini mampu menghilangkan batasan,
hambatan dalam diri, kecemasan, frustasi serta mempunyai masalah
emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai
menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak sering diajak bermain
akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama ketika menjalani
pengobatan dengan berbagai manfaat (Mulyaman, 2008).
Manfaat terapi bermain adalah perkembangan aspek fisik,
anggota tubuh mendapat kesempatan untuk digerakkan, anak dapat
menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan, sehingga ia tidak
merasa gelisah, otot-otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat,
perkembangan aspek motorik kasar dan halus, perkembangan aspek
sosial, perkembangan aspek emosi atau kepribadian, perkembangan
aspek kognisi, mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak
kreatif, kritis dan bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian
disekelilingnya, sebagai media terapi, dan sebagai media intervensi.
Selain terapi bermain, terapi seni merupakan salah satu
alternatif intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk
meminimalkan kecemasan pada anak (Haryatiningsih Purwandari,
2009). Terapi ini tidak membutuhkan ruangan secara khusus, biaya
yang mahal, dan tindakan dapat dilakukan oleh perawat anak. Terapi
Seni merupakan salah satu terapi modalitas dalam bidang keperawatan
(Haryatiningsih Purwandari, 2009). Berbagai penelitian membuktikan
bahwa terapi seni melalui gambar dapat meningkatkan kesadaran diri,
menyelesaikan konflik emosional dan mampu menyelesaikan
permasalahan (The American Art Therapy Association, 2003) serta
efektif meningkatkan harga diri (Dow, 2008). Terapi Seni mampu
memberikan efek relaksasi pada tubuh. Pada kondisi tubuh rilek, tubuh
akan mengeluarkan hormon Endorphin yang bersifat menenangkan,
memberikan pengaruh terhadap rangsang emosi di sistim limbik,
sehingga menimbulkan perasaan senang dan akan membuat sejahtera.
Efek relaksasi juga diharapkan dapat memberikan dampak terhadap
penurunan respon fisiologis kecemasan, diantaranya adalah penurunan
denyut nadi (Haryatiningsih Purwandari, 2009).
Terapi Seni dengan kegiatan menggambar merupakan aktivitas
yang paling sering dilakukan. Aktivitas menggambar ini hampir
disukai oleh semua anak, dan pada saat awal perkembangan seorang
anak dimulai dengan kegiatan mencoret yang tidak bermakna sampai
akhirnya kemampuan berkembang sesuai dengan tahapan usia.
Program terapi seni disusun untuk membantu meningkatkan
pemahaman dan pengetahun mengenai perilaku sosial yang positif dan
pengertian anak mengenai hubungan antar individu. Merujuk pada
pendapat Hovland (Azwar, 2000), bahwa perhatian, pemahaman dan
penerimaan pesan yang disampaikan akan menentukan apa yang akan
dipelajari oleh individu mengenai isi pesan tersebut, maka terapi seni
yang diberikan pada anak akan memengaruhi sikap dan perilaku anak.
Hal tersebut dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang dapat
memperhatikan, memahami dan menerima terapi seni, sehingga
individu dapat menggunakannya sebagai seni ekspresi diri dan luapan
perasaan yang akan meningkatkan konsep dirinya. Proses terapi dapat
menumbuhkan keyakinan atas kemampuan diri dan memberi bekal
kekuatan pada diri sehingga memungkinkan anak menghadapi segala
permasalahan dan melaksanakan tugas dengan baik.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 2 Januari
2019-6 januari 2019 di ruang kronis anak ditemukan anak dengan
rentang usia 1-6 tahun yang memiliki kecemasan rasa takut terhadap
tindakan prosedur medis selama berada di rumah sakit. Ditemukan
sebanyak 6 dari 16 anak dengan usia 1-6 tahun mengalami kecemasan,
anak selalu takut kepada para tim kesehatan saat akan melakukan
intervensi kepada ana, dengan diagnosa yang berbeda-beda yakni
ALL, thalasemia, dan penyakit lainnya yang memungkinkan anak
untuk pengobatan rutin kembali ke rumah sakit.
Berdasarkan analisis fenomena, konsep, teori dan penelitian
terdahulu, kami tertarik untuk membahas jurnal yang berjudul “Studi
Perbandingan Terapi Seni dan Terapi Bermain dalam Mengurangi
Kecemasan pada Anak-anak Pra-Sekolah Yang Menjalani Rawat
Inap”.
II. Tujuan Instruksional Umum

Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan orang tua pasien anak dapat

memberikan terapi bermain dan terapi seni baik di rumah sakit maupun

di rumah untuk mengurangi kecemasan anak saat sakit.

III. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan peserta mampu :

1. Menyebutkan pengetahuan dasar mengenai terapi bermain dan

terapi seni.

2. Menjelaskan manfaat terapi bermain dan terapi senin.

3. Menyebutkan contoh-contoh terapi bermain dan terapi seni serta

cara kerjanya.
IV. Materi (Terlampir)

V. Pengorganisasian

1. Presentator : Zesty Fitri Dyanda


2. Moderator : Nurul Khaira
3. Fasilitator : Liasanil Ulfa Ila’ika
Venti Agustin
Khairina
Siti Khadijah Al-Madany
Fitri Dewi
Lega Septi Rahmi
4. Observer : Siti Hamidah
Uraian Tugas
a. Moderator
1. Membuka acara
2. Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
3. Menjelaskan tujuan dan topik
4. Menjelaskan kontrak waktu
5. Menyerahkan jalannya penyuluhan kepada pemateri
6. Mengarahkan alur diskusi
7. Memimpin jalannya diskusi
8. Menutup acara
b. Presentator
1. Mempresentasikan materi untuk penyuluhan.
c. Fasilitator
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannya
penyuluhan
2. Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari peserta
d. Observer
1. Mengamati jalannya kegiatan.
2. Mengevaluasi kegiatan.
VI. Struktur Kelompok

Tempat Kegiatan : Ruang Kebidanan Lt.3 RSUP M.Djamil Padang

Waktu Kegiatan : 13.00 – 13.30 WIB

Jumlah Anggota : 8 orang

Alokasi Waktu : 30 menit

VII. Metode

1. Pemutaran Video

2. Ceramah (Presentasi power point)

3. Tanya Jawab

VIII. Media

1. Video

2. Powerpoint

3. Leaflet

IX. Setting Tempat

M Pb

F F

Keterangan :
O
= Pemateri M = Moderator

F
= Fasilitator = Peserta

O = Observer Pb = Pembimbing
I. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan penyuluhan Kegiatan audiens Waktu

1 Pembukaan
- Moderator memberi salam.
- Menjawab salam. 5 menit
- Moderator memperkenalkan
- Mendengar dan
diri, kelompok dan dosen
memperhatikan.
pembimbing.
- Mendengarkan dan
- Moderator membuat pilihan
memperhatikan.
bahasabyang digunakan.
- Moderator membuat kontrak
waktu.
- Moderator menjelaskan tujuan
penyuluhan.
2 - Menggali pengetahuan audiens - Mengemukakan 20 menit
tentang terapi bermain pendapat.
- Memberi reinforcement (+) dan - Mendengarkan dan
meluruskan konsep. memperhatikan.
- Menggali pengetahuan audiens - Mengemukakan
tentang terapi seni pendapat.
- Memberi reiforcement (+) dan - Mendengarkan dan
meluruskan konsep memperhatikan.
- Menggali pengetahuan audiens - Mengemukakan
tentang manfaat terapi seni dan pendapat.
terapi bermain
- Memberi reiforcement (+) dan - Mendengarkan dan
meluruskan konsep. memperhatikan.
- Menggali pengetahuan audiens - Mengemukakan
tentang conroh-contoh dari pendapat.
terapi bermain dan terapi seni
- Memberi reiforcement (+) dan - Mendengarkan dan
meluruskan konsep. memperhatikan.
- Memberi kesempatan pada - Mengajukan
audiens untuk bertanya. pertanyaan.
- Memberi reiforcement (+) atas - Mendengarkan dan
pertanyaan audiens dan memperhatikan
menjawab pertanyaan.
- Memberikan contoh terapi
- Memperhatikan
bermain melalui video dan
dengan seksama
narasi penjelasan
3 Penutup 5 menit
- Presenter bersama audiens - Besama presenter
menyimpulkan materi. menyimpulkan
materi.
- Menjawab
- Presenter mengadakan evaluasi.
pertanyaan.
- Menjawab salam.
- Presenter memberi salam. - Mendengarkan dan
- Moderator menyimpulkan hasil memperhatikan.
diskusi. - Menjawab salam.
- Moderator memberi salam.

II. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
- Peserta penyuluhan 8 orang
- Setting tempat teratur, berbentuk persegi
- Suasana tenang dan tidak ada yang hilir mudik
2. Evaluasi Proses
- Selama proses berlangsung diharapkan pengunjung dapat mengikuti
seluruh kegiatan
- Selama kegiatan berlangsung diharapkan pengunjung aktif
3. Evaluasi Hasil
Keluarga pasien dapat:

- Menyebutkan pengetahuan dasar mengenai terapi bermain dan terapi


seni.
- Menjelaskan manfaat terapi bermain dan terapi senin.
- Menyebutkan contoh-contoh terapi bermain dan terapi seni serta cara
kerjanya.
MATERI PENYULUHAN

A. Terapi Seni
Berbagai penelitian membuktikan bahwa terapi seni melalui
gambar dapat meningkatkan kesadaran diri, menyelesaikan konflik
emosional dan mampu menye-lesaikan permasalahan (The American Art
Therapy Association, 2003) serta efektif meningkatkan harga diri (Dow,
2008). Intinya, terapi seni merupakan salah satu terapi yang menggunakan
gambar sebagai media untuk melakukan identifikasi dan eksplorasi
perasaan. Melalui gambar, anak akan bisa mendeskripsikan serta menilai
diri sendiri. Sehingga, aktivitas seni menggambar akan mampu
meningkatkan konsep diri yang positif. Pendekatan teoritis yang dipakai
dalam memahami pengaruh terapi seni terhadap konsep diri positif.
Program terapi seni disusun untuk membantu meningkatkan
pemahaman dan pengetahun mengenai perilaku sosial yang positif dan
pengertian anak mengenai hubungan antar individu. Merujuk pada
pendapat Hovland (Azwar, 2000), bahwa perhatian, pemahaman dan
penerimaan pesan yang disampaikan akan menentukan apa yang akan
dipelajari oleh individu mengenai isi pesan tersebut, maka terapi seni yang
diberikan pada anak akan memengaruhi sikap dan perilaku anak. Hal
tersebut dipengaruhi oleh sejauh mana seseorang dapat memper-hatikan,
memahami dan menerima terapi seni, sehingga individu dapat
menggunakannya sebagai seni ekspresi diri dan luapan perasaan yang akan
meningkatkan konsep dirinya.
Proses terapi dapat menumbuhkan keyakinan atas kemampuan diri
dan memberi bekal kekuatan pada diri sehingga memungkinkan anak
menghadapi segala perma-salahan dan melaksanakan tugas dengan baik.
Melihat pentingnya pengaruh terapi seni terhadap konsep diri anak
berdasarkan pemaparan di atas, maka penelitian bertujuan untuk menguji
pengaruh terapi seni terhadap konsep diri anak.

Terapi seni merupakan suatu bentuk terapi dengan menggunakan


gambar sebagai media. Modul penelitian berupa materi terapi seni disusun
untuk mengembangkan perilaku positif yang bersifat interpersonal dan
intrapersonal yang berhubungan dengan sosialisasi anak.Modul tersebut
dibuat dengan mengacu pada teori kognitif sosial (Bandura, 1986) dan
dimensi konsep diri Calhaoun dan Acocella (1995) dan dikembangkan
melalui konsultasi ahli (professional judgement). Tujuan penyusunan
modul adalah untuk mengajarkan berbagai live skills dan social skills agar
mampu mengembangkan konsep diri anak, sehingga anak mampu
memandang diri lebih positif.
Setelah dilakukan pengkajian, pengumpulan dan penyeleksian
materi terapi, dilakukan langkah meminta professional judgement
(pendapat ahli). Tahap tersebut didukung penelitian terdahulu mengenai
efektivitas berbagai terapi sekaligus didukung ghasil uji keterbacaan
materi yang telah terseleksi dan terpilih. Akhirnya, ditetapkan lima model
pelaksanaan terapi seni yang digunakan dalam penelitian. Lima model
terapi seni tersebut terdiri atas: (1) sesi mengenal diri sendiri, (2) aku di
antara teman-teman, (3) aku dan lingkungan sekitarku, (4) aku dan bangsa
Indonesia serta (5) cita-citaku.
B. Terapi Bermain
1. Definisi Terapi Bermain
Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya
nilai pendidikan yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan
istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin
hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Bermain dilakukan secara suka rela, dan tidak ada paksaan atau tekanan
dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).
Landreth (2001) berpendapat bahwa bermain sebagai terapi
merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam membantu anak
mengatasi masalahnya, sebab bagi anak bermain adalah simbol
verbalisasi. Terapi bermain dapat dilakukan didalam ataupun diluar
ruangan. Terapi yang dilakukan didalam ruangan sebaiknya dipersiapkan
dengan baik terutama dengan alat-alat permainan yang akan digunakan
Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang
diulang sekedar untuk kesenangan fungsional”. Menurut Bettelheim
kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempuyai peraturan lain
kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang
dimaksudkan dalam realita luar”. Bermain secara garis besar dapat dibagi
ke dalam dua kategori, aktif dan pasif (“hiburan”). Pada semua usia, anak
melakukan permainan aktif dan pasif. Proporsi waktu yang dicurahkan ke
masing-masing jenis bermain itu tidak bergantung pada usia, tetapi pada
kesehatan dan kesenangan yang diperoleh dari masing-masing kategori.
Meskipun umumnya permainan aktif lebih menonjol pada awal usia
prasekolah dan permainan hiburan ketika anak mendekati masa puber,
namun hal itu tidak selalu benar.

2. Tahapan Bermain
Anak-anak melakukan aktivitas permainan sesuai dengan tahapan
perkembangan kognitifnya, oleh karena itu tahapan bermain pada anak-
anak dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode, yaitu:
a. Periode Bayi : permainan sensorimotor
Hingga bayi berusia sekitar tiga bulan, permainan mereka terdiri
atas melihat orang dan benda serta melakukan usaha acak untuk
menggapai benda yang diacungkan kepadanya. Selanjutnya mereka
dapat mengendalikan tangan mereka, kemudian dapat merangkak
untuk mengeksplorasi benda-benda.
Bayi mengumpulkan informasi melalui sensori dengan
memanipulasi objek dan menunjukkan motor tertentu. Dengan
demikian selama tahun pertama anak-anak senang mengeksplorasi diri
serta lingkungannya, menstimulasi sensorimotor, bermain secara
soliter dan paralel serta meniru.
b. Periode kanak-kanak awal
Pada masa kanak-kanak awal (mulai usia 2 tahun), kemampuan
untuk membuat symbol begitu sentral. Mereka memainkan permainan
imajinasi yang menandakan kemajuan dalam perkembangan
intelektual dan bahasa. Permainan imajinasi umumnya terjadi antara
umur 2 hingga 6 tahun. Permainan imajinasi meliputi permainan
drama dan sosiodrama, fantasi dalam bentuk lamunan atau kreasi dari
imajinasi seorang teman.
Dalam permainan drama, anak mencoba berperan sebagai orang
yang paling penting di dunia. Permainan drama ini meliputi dua jenis
yaitu reproduktif dan produktif. Drama reproduktif terjadi pada saat
anak-anak berusaha mereproduksi situasi yang telah dialaminya dalam
kehidupan sebenarnya. Sedangkan drama produktif anak-anak
menggunakan situasi, tindakan dan bicara dari situasi kehidupan nyata
ke dalam bentuk yang baru dan berbeda.
Permainan drama reproduktif biasanya mendahului permainan
drama produktif. Dalam permainan pura-pura reproduktif, anak-anak
berusaha mereproduksi situasi yang telah diamati dalam kehidupan
sebenarnya atau media massa dalam permainannya. Contoh: pura-pura
menjadi orang lain seperti ayah dan ibu, dokter, guru, koki atau
meniru jagoan atau tokoh yang diidolakan. Kalau anak merasa
nyaman maka permainan ini dapat mefasilitasi anak untuk bercerita
tentang kejadian-kejadian yang dialaminya dengan berperan sebagai
tokoh yang diinginankan untuk masuk dalam alur permainan tersebut.
Pada waktu itu terjadi eksplorasi internal, self monitoring.
Dalam permainan pura-pura produktif, anak-anak menggunakan
situasi, tindakan dan bicara dari situasi kehidupan nyata ke dalam
bentuk baru dan berbeda. Dengan demikian akan terjadi transfer
situasi yang dialami yang semula ada dalam fantasi kemudian
dipindahkan oleh anak dalam situasi realitas yang dihadapi anak.
Contoh: ibu beruang memukul anaknya berulang kali, ini direspon
anak dengan berkata: “itu menyakitkan, tidak boleh, anaknya akan
mati”, aku tidak mau mati”
c. Periode kanak-kanak akhir
Ketika anak berusia 7 hingga 11 tahun mereka mulai memainkan
permainan yang didalamnya terdapat aturan permainan tersebut
memerlukan latihan, kemampuan mengontrol impuls, kemampuan
toleransi terhadap frustrasi, kemampuan membuat strategi,
perencanaan, organisasi, kemampuan berpikir logis dan dapat
memecahkan masalah.
3. Manfaat Bermain
Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak.
Berikut ini adalah bererapa manfaat bermain pada anak-anak :
a. Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh mendapat kesempatan
untuk digerakkan, anak dapat menyalurkan tenaga (energi) yang
berlebihan, sehingga ia tidak merasa gelisah. Dengan demikian otot-
otot tubuh akan tumbuh menjadi kuat.
b. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
c. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai,
kebiasaan-kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat.
d. Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat
kesempatan untuk melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan
tertekan dan menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam
dirinya. Setidaknya akan membuat anak relaks.
e. Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep dasar,
mengembangkan daya cipta, memahami kata-kata yang diucapkan
oleh teman-temannya.
f. Mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis
dan bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian
disekelilingnya.
g. Sebagai media terapi, selama bermain perilaku anak-anak akan
tampil bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah
dimiliki oleh seorang anak.
h. Sebagai media intervensi, untuk melatih kemampuan-kemampuan
tertentu dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas
tertentu, melatih konsep dasar.
4. Model Terapi Bermain
a. Model Adlerian, Model ini menggunakan dasar teori Psikologi
Individual Adler, dengan dasar filosofi yaitu kehidupan sosial perlu
untuk dimiliki, perilaku adalah tujuannya, melihat hidup secara
subyektif dan hidup adalah sesuatu yang khusus dan kreatif. Model ini
digunakan untuk anak dengan kegagalan dalam berinteraksi sosial dan
salah dalam mempercayai gaya hidupnya.
b. Model Terapi Client-Centered, Teori yang mendasari adalah teori
Rogers, yang berpandangan bahwa motivasi internal yang dimiliki
anak-anak mendorong pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi
bermain dengan pendekatan Client Centered Non Directive (terapi
yang berpusat pada anak secara tidak langsung), ini sesuai untuk
anak-anak yang mengalami ketidaksesuaian antara kejadian hidup
dengan dirinya.
c. Model Kognitif-Behavioral, Model ini berpandangan bahwa anak
memiliki pikiran dan perasaan yang sama seperti orang dewasa yaitu
ditentukan melalui bagaimana anak berfikir tentang diri dan dunianya.
Model ini digunakan untuk menangani anak dengan kepercayaan
irrasional yang membawanya keluar dari perilaku maladaptif.
d. Model Ekosistemik, Dasar yang digunakan adalah teori dari terapi
realitas, yang mempunyai pandangan bahwa berada dalam interaksi
terhadap lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan.
e. Model Eksistensialisme, Memiliki pandangan bahwa anak-anak
adalah manusia berguna, unik, ekspresi diri dan pertolongan terhadap
diri sendiri mendorong aktualisasi diri. Pendekatan ini menangani
anak-anak yang mengalami kesulitan untuk berkembang sesuai
dengan keunikannya yang melemahkan pertumbuhandirinya sehingga
mengalami penolakan dalam menjalin hubungan dengan teman-
temannya.
f. Model Gestalt, Model Gestalt melihat manusia secara total, dilahirkan
dengan fungsi utuh. Pendekatan ini untuk terapi anak yang mengalami
kesulitan bertumbuh secara alami, anak yang mencoba untuk
memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak biasa, dan memiliki
pengalaman luka baik secara fisik maupun psikologis.
g. Model Jungian, Didasarkan pada teori analitik Jung, yang melihat
bahwa psikis terdiri dari ego, ketidaksadaran diri, dan ketidaksadaran
kolektif, kekuatan menyembuhkan adalah bawaan. Pendekatan ini
biasanya digunakan untuk membantu anak yang mengalami
ketidakseimbangan psikis, ego tidak dapat menjebatani antara dunia
luar dan dalam dirinya.
h. Model Psikoanalitik, Pendekatan ini menggunakan teori psikoanalisa
tradisional, yang memiliki dasar filosofi tentang anak yaitu anak
memiliki rasa takut, memerlukan rasa aman, berusaha berhubungan
dengan tuntutan lingkungan. Pendekatan ini sesuai untuk anak yang
mengalami konflik internal, kekawatiran, represi, hambatan
perkembangan, dan agresivitas.
5. Materi Bermain
a. Mainan untuk memudahkan ekspresi, Mainan adalah kata-kata anak-
anak dan bermain adalah bahasa mereka. Oleh karena itu dalam terapi
bermain harus tersedia mainan yang memudahkan anak untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya. Misalnya keluarga boneka
manusia, keluarga boneka binatang, mobil, truk, bis dll
b. Mainan yang mendorong kreativitas, Beberapa mainan, sudah menjadi
sifat dasarnya mendorong kreativitas. Sebuah kotak di pojok bisa
menjadi rumah. Contoh lain seperti krayon, malam, kertas lipat, balok
kayu dll.
c. Mainan untuk menyalurkan emosi, Anak dapat menggunakan cat,
pasir, tanah liat untuk menyalurkan perasaannya yang kuat dimana dia
tidak berani mengkomunikasikan dengan lebih terbuka.
d. Mainan yang dapat mengekspresikan sifat agresi, Mainan senjata,
pisau karet, pedang plastik, perisai dari kayu, palu, catut
menggambarkan kepada anak suatu arti yang mengekspresikan
permusuhan dan agresif. Menembak, menusuk, memukul, dan
meninju dengan keras adalah ekspresi simbolik dari kemarahan, dan
jika diberi kebebasan bermain akan memberikan terapeutik katarsis,
konsentrasi dan koordinasi.
6. Pelaksanaan Terapeutik Bermain
a. Pelaksanaan Sesi Terapi Bermain Pelaksanaan sesi terapi bermain
pada subjek dimulai dengan langkah-langkah yang berurutan yaitu:
1) Pembuatan rancangan treatmen
Pembuatan rancangan treatmen dilakukan pada tahap awal
setelah penggalian data mengenai latar belakang keluarga dan
anak, kebutuhan anak serta dukungan orangtua. Untuk
mendapatkan rancangan treatmen yang tepat, perlu menciptakan
hubungan yang baik/ rapport antara terapis dengan anak, sehingga
anak dapat mengeksplorasi secara optimal dalam bermain dan
mempunyai perasaan senang dalam melakukan sesuatu, hasil
observasi selama awal sesi merupakan sumber informasi (Mc.
Mahon). Setelah semua informasi terkumpul dapat disimpulkan
kebutuhan anak sehingga rancangan treatmen beserta tujuannya
dapat dibuat dengan tepat. Setelah rancangan treatmen selesai
dibuat maka perlu diinformasikan pada orangtua untuk mendapat
persetujuan dan dukungan.
2) Pelaksanaan treatment
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan. Dalam tahap ini
terapis melaksanakan rancangan treatment yang sudah dibuat
dengan menjaga sikap profesional, kejujuran dan kerahasiaan.
Selain itu terapis juga perlu menciptakan rasa aman dan kebebasan
pada diri anak untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan
diri.
Seringkali anak dapat memulai permainan dengan spontan,
namun ada beberapa anak yang hanya diam saja di ruang terapi
bermain, oleh sebab itu sangat diperlukan terapis yang mampu
membuat anak nyaman dan aman. Menurut Mc. Mahon (2001),
ada beberapa cara untuk mengajak anak terlibat aktif dalam
bermain, misalnya : Terapis memainkan boneka tangan, bermain
Teddy Bear atau boneka lain, atau membuat hal-hal yang lucu. Hal
ini dilakukan untuk membuat anak mau bermain, bukan
mengarahkan permainan anak.
Ada kontrol dan batasan dalam pelaksanaan treatment,
yaitu : pastikan bahwa alat-alat permainan aman dimainkan anak-
anak, sehingga tidak membahayakan bagi anak tersebut, bagi
terapis atau orang lain yang terlibat. Kemudian pada saat anak
marah dan merusak mainan atau melakukan agresivitas, terapis
memberikan toleransi sampai batas tertentu dan berhak
menghentikan mainan dengan menggantikan mainan yang lain
atau menghentikan sesi treatmen.
Hasil observasi segera dicatat setelah sesi selesai, bila
dimungkinkan gunakan recorder sebagai perekam atau camera
perekam, sehingga mudah untuk menentukan treatmen
selanjutnya. Secara garis besar, tujuan dari terapi ini adalah
menolong anak untuk mampu berhadapan dan hidup dengan
kondisi emosinya yang terluka (Mc. Mahon). Oleh sebab itu ada
beberapa tahap kemajuan yang biasanya dilewati oleh anak, yaitu:
a) Tahap 1 : perasaan marah, cemas atau emosi yang tidak mengenakan.
Tingkah laku yang muncul anak nampak destruktif/ merusak mainan
atau sebaliknya nampak ketakutan pada sesuatu.
b) Tahap 2: perasaan marah sudah terarah pada orang tertentu, bisa
terapisnya atau permainan simbol.
c) Tahap 3 : nampak ekspresi positif dan negatif berjalan bersama.
Misalnya: suatu saat anak menyuapi boneka, disaat yang lain dia
memukuli boneka tersebut.
d) Tahap 4 : anak sudah dapat memilih dan memisahkan perasaan positif
dan negatif tentang orang dan situasi dalam realitas.
3) Evaluasi treatment
Pada evaluasi akhir, dinilai apakah terapi efektif atau
kurang efektif? Apakah treatment dilanjutkan atau dihentikan?
Terapi bermain kurang efektif jika dilakukan pada anak yang
pendiam atau pasif karena mereka akan sangat sulit untuk diajak
bermain oleh terapis. Proses dan lamanya terapi bervariasi tiap
anak dan kasus, dari beberapa minggu sampai 1 atau 2 tahun.
Untuk mengakhiri treatmen, alangkah baiknya terapis mengajak
anak membuat suatu acara khusus sehingga anak tidak mengalami
kesedihan atau kekecewaan karena kehilangan suasana yang sudah
dia dapatkan. Terapis juga dapat memberikan bingkisan dari hasil
treatment, atau foto bersama.
b. Pendekatan Terpadu dalam proses terapi bermain meliputi :
1) Relating
Terapis hendaknya dapat mengembangkan suasana yang
hangat dan permisif, namun tetap dapat membantu anak
bertanggungjawab terhadap tingkah lakunya dan mengajar anak
bagaimana cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebab terapi bermain harus dapat menciptakan suatu pengalaman
yang membantu anak menghubungkan pikiran dan perasaan
terhadap tingkah laku seseorang.
2) Releasing
Dalam terapi bermain yang aman dan dijaga, anak dapat
mengekspresikan pikiran dan emosinya yang selama ini
disembunyikan. Beberapa anak dengan sangat garang memukul-
mukul tanah liat membentuk orang dan kemudian merobeknya dll.
Kegiatan ini merupakan cara anak untuk melepaskan emosi
mereka dan mengekspresikan perasaan mereka melalui bermain.
Karena katarsis ini memungkinkan anak untuk mengurangi
ketegangan, katarsis ini dapat merupakan terapeutik. Dalam
sebagian besar kasus, bagaimanapun juga terapis memerlukan
katarsis untuk membantu anak menghadapi perasaannya.
3) Re-creating
Yang dimaksud dengan re-creating adalah menciptakan
kembali kejadian-kejadian yang signifikan. Dalam tahap ini anak
menciptakan kembali kejadian-kejadian yang lalu, kejadian-
kejadian sekarang dan pengalaman-pengalaman perasaan yang
tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kejadian-kejadian
tersebut.
4) Reexperiencing
Pada tahap ini anak mengalami kembali kejadian-kejadian
melalui proses bermain. Anak-anak mulai mengembangkan
pengertian kejadian-kejadian masa lalu dan menghubungkan
pengertian itu dengan pikiran, perasaan dan tingkah laku sekarang
5) Resolving
Resolving merupakan tahap pemecahan. Dalam tahap ini
anak memperoleh pengertian bahwa dia mempunyai masalah dan
bereksperimen dengan berbagai pemecahan. Karena tidak semua
masalah dapat dipecahkan, anak dapat mengembangkan
ketrampilan penting untuk menghadapi masalah.
7. Karakteristik Terapis
Terapis untuk terapi bermain perlu mengembangkan beberapa
karakteristik di bawah ini :
a. Berminat/ peduli/ relasi hangat dengan anak
b. Penerimaan terhadap anak
c. Mampu menciptakan rasa aman
d. Sensitif dan memberikan kesempatan ekspresi pada perasaan anak
e. Percaya kapasitas anak untuk berkembang
f. Percaya kemampuan anak untuk kontrol perilaku
g. Paham terapi bermain proses yang bertahap
h. Mampu memberikan batasan yang tepat

Anda mungkin juga menyukai