Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang disebabkan


oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid.1 Kejadian perdarahan subaraknoid
berkisar antara 21.000 hingga 33.000 orang per tahun di Amerika Serikat.2 Mortalitasnya
kurang lebih 50% pada 30 hari pertama sejak saat serangan, dan pasien yang bisa bertahan
hidup kebanyakan akan menderita defisit neurologis yang bisa menetap.3,4

Perdarahan subaraknoid adalah salah satu jenis patologi stroke yang sering dijumpai
pada usia dekade kelima atau keenam, dengan puncak insidens pada usia sekitar 55 tahun
untuk laki-laki dan 60 tahun untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada perempuan dengan
rasio 3:2.1

Penyebab paling sering perdarahan subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma


serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%)
Aneurisma sakuler biasanya terbentuk di titik-titik percabangan arteri, tempat terdapatnya
tekanan pulsasi maksimal. Risiko pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi, ukuran, dan
ketebalan dinding aneurisma.5 Aneurisma dengan diameter kurang dari 7 mm pada sirkulasi
serebral anterior mempunyai risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi pada aneurisma
di sirkulasi serebral posterior dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran aneurisma.

Malformasi arteriovenosa (MAV) adalah anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan
pleksiform abnormal tempat arteri dan vena terhubungkan oleh satu atau lebih fistula. Daerah
tersebut tidak mempunyai tipe kapiler spesifi k yang merupakan celah antara arteriola dan
venula, mempunyai dinding lebih tipis dibandingkan dinding kapiler normal.7 MAV
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kongenital dan didapat. MAV yang didapat terjadi akibat
trombosis sinus, trauma, atau kraniotomi.8

Perdarahan subaraknoid, sebagian besar akibat aneurisma, hanya merupakan 3% dari


seluruh kejadian gangguan peredaran darah otak/stroke, tetapi merupakan penyebab 5%
kematian karena stroke dan lebih dari seperempat insidens hilangnya tahun-kehidupan
potensial akibat stroke. Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa nyeri kepala berat tak-
lazim yang terjadi tiba-tiba. Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika atau bersifat
kataklismik. Hilang kesadaran sesaat dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada
onset perdarahan. Pada kebanyakan pasien dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-
tanda defi sit neurologis fokal. Pasien sering kali membutuhkan intervensi bedah saraf dan
neuroradiologis darurat. Sambil menunggu transfer pasien ke senter neurologis,
penatalaksanaan harus dimulai. Terapi nimodipin dapat dimulai secara dini guna mencegah
vasospasme serebral. Pilihan terapi yang tersedia di senter neurologis meliputi terapi bedah
atau obliterasi endovaskuler terhadap aneurisma atau malformasi arteriovenosa.

Tanda, gejala, dan faktor risiko Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala
berat, sering digambarkan oleh pasien sebagai ”nyeri kepala yang paling berat dalam
kehidupannya”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut fokal
maupun global, misalnya timbulnya bangkitan, perubahan memori atau perubahan
kemampuan konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien mungkin akan mengalami penurunan
kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena adanya peningkatan tekanan intrakranial atau
ireversibel pada kasus-kasus parah.9 memperlihatkan beberapa tanda dan gejala klinis yang
sering dijumpai pada pasien perdarahan subaraknoid.Tanda dan gejala perdarahan
subaraknoid - onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25% pasien didahului nyeri
kepala hebat, - vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang, - penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam beberapa menit sampai beberapa
jam, - gejala-gejala meningeal, - pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami edema
papil beberapa jam setelah perdarahan dan perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid
(10%), yang merupakan gejala karakteristik karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna, - gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau
takikardia, hipotensi atau hipertensi, dan - banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernapasan. Kejadian misdiagnosis pada perdarahan subaraknoid berkisar antara
23% hingga 53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala akut harus selalu dievaluasi lebih
cermat.10,11 Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan dengan status mental pasien yang
masih normal, volume perdarahan subaraknoid kecil, dan terjadinya aneurisma masih dini.
Tabel 3 memperlihatkan beberapa faktor risiko perdarahan subaraknoid.12-15

3 Faktor risiko perdarahan subaraknoid Bisa dimodifi kasi Tidak bisa dimodifi kasi -
Hipertensi - Perokok (masih atau riwayat) - Konsumsi alkohol - Tingkat pendidikan rendah -
Body mass index rendah - Konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya - Bekerja keras terlalu
ekstrim pada 2 jam sebelum onset - Riwayat pernah menderita perdarahan subaraknoid -
Riwayat keluarga perdarahan subaraknoid atau aneurisma - Penderita atau riwayat keluarga
menderita polikistik renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom EhlersDanlos, sindrom
Marfan dan pseudoxanthoma elasticum) Pemeriksaan fi sik Pemeriksaan fi sik cermat pada
kasuskasus nyeri kepala sangat penting untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala,
termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar
70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri
karotis interna dapat menyebabkan paresis n. III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi
pupil, dan/atau deviasi inferolateral.11 Aneurisma di sinus kavernosus yang luas dapat
menyebabkan paresis n. VI.13 Pemeriksaan funduskopi dapat memperlihatkan adanya
perdarahan retina atau edema papil karena peningkatan tekanan intrakranial.11 Adanya
fenomena embolik distal harus dicurigai mengarah ke unruptured intracranial giant aneurysm.
14 Pencitraan Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama
karena sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat;
sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan,15
tetapi akan turun 50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan demikian, pemeriksaan CT
scan harus dilakukan sesegera mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging
(MRI), CT scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan
interpretasinya lebih mudah.10 Pungsi Lumbal Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala
negatif, langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal
sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding. Beberapa temuan pungsi lumbal
yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah adanya eritrosit, peningkatan
tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat, bahkan
perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ mL.16
Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal. Angiografi Digital-subtraction
cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi aneurisma serebral, tetapi CT
angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta sensitivitas dan spesifi sitasnya
lebih tinggi.17 Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan karena
sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto radiologik yang negatif harus diulang
7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI
harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun
batang otak.18 Parameter klinis Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi luaran
(outcome) dapat dijadikan panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis,19
misalnya skala Hunt dan Hess; skala ini mudah dan paling banyak digunakan dalam praktik
klinis (tabel 4). Nilai tinggi pada skala Hunt dan Hess merupakan indikasi perburukan
luaran.20 Skala ini juga mempunyai beberapa keterbatasan, seperti beberapa gambaran klinis
teridentifi kasi samar, sehingga sulit menentukan nilai gradasi, dan tidak mempertimbangkan
kondisi komorbiditas pasien.22 Tabel 4 Skala Hunt dan Hess21 Skala Gambaran Klinis 0
Unruptured I Nyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku kuduk ringan II Nyeri kepala
sedang/berat, kaku kuduk, tidak ada defisit neurologis, kecuali parese nervi kraniales III
Mengantuk, bingung, defisit neurologis fokal sedang IV Stupor, hemiparesis sedang/ berat,
mungkin terjadi rigiditas deserebrasi dini V Koma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya
tanda-tanda Skala Fisher digunakan untuk mengklasifi kasikan perdarahan subaraknoid
berdasarkan munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan; penilaian ini hanya
23
berdasarkan gambaran radiologik Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai
risiko luaran klinis yang lebih buruk.23 Skala ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas inter-
rater, 22 serta kurang mempertimbangkan keseluruhan kondisi klinis pasien. Skor Fisher24
Skor Diskripsi adanya darah berdasarkan pemeriksaan CT scan kepala 1 Tidak terdeteksi
adanya darah 2 Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat darah ukuran 1 mm 4
Terdapat jendalan pada intraserebral atau intraventrikuler secara difus atau tidak ada darah
Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) menggabungkan data klinis, demografi dan radiologik,
serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan prognosis pasien yang
mendapatkan intervensi bedah.23 Tabel 6 Sistem Ogilvy dan Carter24 Skor Keterangan 1
Nilai Hunt dan Hess >III 1 Skor skala Fisher >2 1 Ukuran Aneurisma >10 mm 1 Usia pasien
>50 tahun 1 Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar (≥25 mm) Catatan: Besarnya nilai
ditentukan oleh jumlah skor Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai prognosis
buruk, sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik. Sistem evaluasi terkini adalah
dengan menggabungkan Skala Hunt dan Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini
mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1
mempunyai luaran baik atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika
nilainya lebih dari 1, secara signifi kan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih 10%
pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5 tidak dapat
dioperasi. 8,9

Manajemen umum Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifi kasi
sumber pendarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan
intravaskuler lain. Kedua adalah manajemen komplikasi. Langkah pertama, konsultasi
dengan dokter spesialis bedah saraf merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan lebih
lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di Intensive
Care Unit (ICU) untuk pemantauan kondisi hemodinamiknya. Idealnya, pasien tersebut
dikelola di Neurology Critical Care Unit yang secara signifi kan akan memperbaiki luaran
klinis.5,22 Jalan napas harus dijamin aman dan pemantauan invasif terhadap central venous
pressure dan/atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus
terus dilakukan. Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus
dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan pasien harus
istirahat total. Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan ulang,
pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan
neurologis lainnya.23 Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi
obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Setelah aneurisma dapat
diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum ada
kesepakatan berapa nilai amannya. Analgesik sering kali diperlukan; obat-obat narkotika
dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua faktor penting yang dihubungkan dengan luaran
buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia; karena itu, keduanya harus segera dikoreksi.
Profi laksis terhadap trombosis vena dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera
dengan peralatan kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat diberikan setelah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko
komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.24 Manajemen khusus aneurisma
Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu
microsurgical clipping dan endovascular coiling; microsurgical clipping lebih disukai.5,25,26
Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan segera, risiko
kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik daripada pasien yang
dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi
manajemen komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli bedah
neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama microsurgical clipping terhadap
aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat pada pasien perdarahan subaraknoid
derajat rendah.29 International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif
mengevaluasi beberapa pasien aneurisma yang dianggap cocok untuk menjalani endovascular
coiling atau microsurgical clipping. Untuk beberapa kelompok pasien tertentu, hasil baik
(bebas cacat selama 1 tahun) secara signifi kan lebih sering pada kelompok endovascular
coiling daripada surgical placement of clips. Risiko terjadinya epilepsi lebih rendah pada
pasienpasien yang menjalani endovascular coiling, akan tetapi risiko kembalinya perdarahan
lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang di-follow-up dengan pemeriksaan angiografi
serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping.
27 Manajemen komplikasi Vasospasme Vasospasme dan perdarahan ulang adalah komplikasi
paling sering pada perdarahan subaraknoid.28 Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa
perubahan status mental, defi sit neorologis fokal; jarang terjadi sebelum hari 3, puncaknya
pada hari ke 6-8, dan jarang setelah hari ke-17.29 Vasospasme akan menyebabkan iskemia
serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal tunggal, biasanya terletak di
dekat aneurisma yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering tidak berhubungan dengan
tempat aneurisma yang pecah.30 Mekanisme vasospasme pada perdarahan subaraknoid
belum diketahui pasti; diduga oksihemoglobin memberikan kontribusi terhadap terjadinya
vasospasme yang dapat memperlambat perbaikan defi sitneurologis. 3,11

Oksihemoglobin terbentuk akibat proses lisis bekuan darah yang terbentuk di ruang
subaraknoid. Mekanisme efek vasospasmenya belum diketahui pasti, diduga melalui
kemampuannya untuk menekan aktivitas saluran kalium, meningkatkan masuknya kalsium,
meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan juga Rho kinase.31 Sebelum terjadi
vasospasme, pasien dapat diberi profi laksis nimodipin dalam 12 jam setelah diagnosis
ditegakkan, dengan dosis 60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama
21 hari. Metaanalisis menunjukkan penurunan signifi kan kejadian vasospasme yang
berhubungan dengan kematian pada pemberian nimodipin profi laksis.32 Nimodipin adalah
suatu calcium channel blocker yang harus diberikan secepatnya dalam waktu 4 hari setelah
diagnosis ditegakkan. Pemberian secara intravena dengan dosis awal 5 mL/ jam (ekuivalen
dengan 1 mg mimodipin/ jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira 15 mg/kg BB/jam. Bila
tekanan darah tidak turun dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/ jam intravena, diteruskan
hingga 7-10 hari. Dianjurkan menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan
sebaiknya dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock dengan
perbandingan volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan. Karena nimodipin merupakan
produk yang sensitif terhadap cahaya, selang infus harus diganti setiap 24 jam. Pemberian
secara infus dapat dilanjutkan dengan pemberian nimodipin tablet per oral.34 Penambahan
simvastatin sebelum atau setelah perdarahan subaraknoid juga terbukti potensial mengurangi
vasospasme serebral.33,34 Terapi antiplatelet dapat berperan mengurangi iskemia serebral
tertunda, meskipun perlu penelitian prospektif lebih lanjut untuk menlai keselamatan dan efek
samping.35 Perdarahan ulang Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%; 4% dalam 24
jam pertama, selanjutnya 1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4 minggu.36 Adanya
perbaikan aneurisma dan pemberian terapi primer secara signifi kan mengurangi risiko
perdarahan ulang.37 Untuk mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan
aneurisma, tekanan darah harus dikelola hati-hati.39 Obat-obat yang digunakan dapat dilihat
pada tabel 7. Tabel 7 Obat-obat yang digunakan untuk mempertahankan tekanan darah pada
pasien perdarahan subaraknoid Hipotensi Hipertensi - Fenilefrin - Norepinefrin - Dopamin
LabetalolEsmolol- - Nikardipin Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100
mmHg untuk semua pasien selama kurang lebih 21 hari.38,39 Sebelum ada perbaikan,
tekanan darah sistolik harus dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan selama ada gejala
vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg.
Hidrosefalus Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus
dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari penyebabnya, dan penyebab
yang paling sering adalah hidrosefalus.39 Volume darah pada pemeriksaan CT scan dapat
sebagai prediktor terjadinya hidrosefalus. Kurang lebih sepertiga pasien yang didiagnosis
perdarahan subaraknoid karena aneurisma memerlukan drainase ventrikuler eksternal
sementara atau dengan ventricular shunt permanen.40 Drainase cairan serebrospinal yang
berlebihan dapat meningkatkan risiko perdarahan ulang dan vasospasme serebral.39 Faktor-
faktor yang dapat meningkatkan risiko shunt-dependent hydrocephalus adalah usia lanjut,
perempuan, skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan subaraknoid cukup banyak
berdasarkan CT scan saat pasien masuk, adanya perdarahan intraventrikuler, pemeriksaan
radiologik mendapatkan hidrosefalus saat pasien masuk, lokasi pecahnya aneurisma di
sirkulasi posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.41 Hiponatremia
Kejadian hiponatremia pada pasien perdarahan subaraknoid berkisar antara 30% hingga
35%.42 Hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan tindakan pemberian
cairan pengganti serta sering didapatkan pada vasospasme serebral.43 Suatu penelitian
melaporkan bahwa kejadian hiponatremia terutama disebabkan oleh syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH) yang didapatkan pada 69% kasus atau
hiponatremia hipovolemik pada 21% kasus.44 Hiperglikemia Hiperglikemia sering dijumpai
pada pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi berhubungan dengan respons stres. Insulin
diberikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam kisaran 90-126
mg/dL.45 Terapi insulin intensif dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas.46,47
Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan terapi insulin juga harus
dilakukan.

Perdarahan subaraknoid adalah kejadian akut yang mempunyai potensi signifi kan
menyebabkan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas. Karena intervensi dini dapat
memberikan hasil lebih baik, pasien dengan keluhan nyeri kepala berat dengan onset baru
disertai penurunan kesadaran harus diduga mengalami perdarahan subaraknoid. Setelah
diagnosis ditegakkan, pasien harus dirawat di ICU karena memerlukan pemantauan
hemodinamik dan evaluasi status neurologis terus-menerus. Selanjutnya, harus
dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah saraf untuk penanganan lebih lanjut jika perlu.

Obat-obat yang digunakan untuk mempertahankan tekanan darah pada pasien


perdarahan subarachnoidea

Hipotensi Hipertensi
Fenilefrin Labetalol
Norepinefrin Esmolol
Dopamin Nikardipin

PEMERIKSAAN

Pencitraan Pemeriksaan computed tomography (CT) non kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah serangan,15 tetapi akan turun
50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus
dilakukan sesegera mungkin. Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT
scan unggul karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya lebih
mudah.10
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif, langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi
lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan subaraknoid adalah
adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/ atau xantokromia. Jumlah
eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai
sekitar 10.000 sel/ mL.16 Xantokromia adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya
degradasi produk eritrosit, terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal.15

Angiografi Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk deteksi


aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifi sitasnya lebih tinggi.17 Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh
darah harus dilakukan karena sekitar 15% pasien memiliki aneurisma multipel. Foto
radiologik yang negatif harus diulang 7-14 hari setelah onset pertama. Jika evaluasi kedua
tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
malformasi vaskular di otak maupun batang otak.18

Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifi kasi sumber pendarahan dengan
kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler lain. Kedua
adalah manajemen komplikasi. Langkah pertama, konsultasi dengan dokter spesialis bedah
saraf merupakan hal yang sangat penting untuk tindakan lebih lanjut pada aneurisma
intrakranial. Pasien perdarahan subaraknoid harus dirawat di Intensive Care Unit (ICU) untuk
pemantauan kondisi hemodinamiknya. Idealnya, pasien tersebut dikelola di Neurology
Critical Care Unit yang secara signifi kan akan memperbaiki luaran klinis.5,22
DAFTAR PUSTAKA

1. . Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case fatality rates for
subarachnoid hemorrhage in Canada from 1982 through 1991. The Canadian
Collaborative Study Group of Stroke Hospitalizations. Stroke. 1997;28:793-8.
2. Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N Engl J
Med. 2006;354:387-96.
3. Ingall T, Asplund K, Mahonen M, Bonita R. A multinational comparison of
subarachnoid hemorrhage epidemiology in the WHO MONICA stroke study. Stroke.
2000;31:1054-61.
4. Rasmussen PA, Mayberg MR. Defi ning the natural history of unruptured aneurysms.
Stroke. 2004;35:232-3. 5. Ellegala DB, Day AL. Ruptured cerebral aneurysms. N
Engl J Med. 2005;352:121-4.
5. Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J, Meissner I, Brown Jr RD, Piepgras DG, et al.
Unruptured intracranial aneurysms: Natural history, clinical outcome, and risks of
surgical and endovascular treatment. International Study of Unruptured Intracranial
Aneurysms Investigators. Lancet. 2003;362:103-10.
6. Duong DH, Hartmann A, Isaacson S, Lazar RM, Marshall RS, Mast H. Arteriovenous
malformations of the brain in adults. N Engl J Med. 1999;340:1812-8.
7. Ahn JY, Kim OJ, Joo YJ, Joo JY. Dural arteriovenous malformation occurring after
craniotomy for pial arteriovenous malformation. J Clin Neurosci. 2003;10:134-6.
8. Schievink WI. Intracranial aneurysms. N Engl J Med. 1997;336:28-40.
9. Edlow JA, Caplan LR. Avoiding pitfalls in the diagnosis of subarachnoid
hemorrhage. N Engl J Med. 2000;342:29-36.
10. Edlow JA. Diagnosis of subarachnoid hemorrhage in the emergency department.
Emerg Med Clin North Am. 2003;21:73-87.
11. Kissela BM, Sauerbeck L, Woo D, Khoury J, Carrozzella J, Pancioli A, et al.
Subarachnoid hemorrhage: A preventable disease with a heritable component. Stroke.
2002;33:1321-6.
12. Broderick JP, Viscoli CM, Brott T, Kernan WN, Brass LM, Feldmann E, et al. Major
risk factors for aneurysmal subarachnoid hemorrhage in the young are modifi able.
Stroke. 2003;34:1375- 81.
13. Anderson C, Ni Mhurchu C, Scott D, Bennett D, Jamrozik K, Hankey G. Triggers of
subarachnoid hemorrhage: Role of physical exertion, smoking, and alcohol in the
Australasian Cooperative Research on Subarachnoid Hemorrhage Study (ACROSS).
Stroke. 2003;34:1771-6.
14. Rinkel GJ. Intracranial aneurysm screening: Indications and advice for practice.
Lancet Neurol. 2005;4:122-8. 16. Smith WS, Johnston SC, Easton JD.
Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, editor. Harrison’s principles of internal
medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-93.
15. Schaller B, Lyrer P. Anticoagulation of an unruptured, thrombosed giant intracranial
aneurysm without hemorrhage or recanalization in the long-term follow-up. Eur J
Neurol. 2003;10:331-2.
16. Latchaw RE, Silva P, Falcone SF. The role of CT following aneurysmal rupture.
Neuroimaging Clin N Am. 1997;7:693-708.
17. Eskey CJ, Ogilvy CS. Fluoroscopy-guided lumbar puncture: Decreased frequency of
traumatic tap and implications for the assessment of CT-negative acute subarachnoid
hemorrhage. AJNR Am J Neuroradiol. 2001;22:571-6. Cloft HJ, Joseph GJ, Dion JE.
Risk of cerebral angiography in patients with subarachnoid hemorrhage, cerebral
aneurysm, and arteriovenous malformation: A meta-analysis. Stroke. 1999;30:317-20.
18. Hoh BL, Cheung AC, Rabinov JD, Pryor JC, Carter BS, Ogilvy CS. Results of a
prospective protocol of computed tomographic angiography in place of catheter
angiography as the only diagnostic and pretreatment planning study for cerebral
aneurysms by a combined neurovascular team. Neurosurgery. 2004;54:1329-42.
19. Cavanagh SJ, Gordon VL. Grading scales used in the management of aneurysmal
subarachnoid hemorrhage: A critical review. J Neurosci Nurs. 2002;34:288-95.
20. Ogilvy CS, Carter BS. A proposed comprehensive grading system to predict outcome
for surgical management of intracranial aneurysms. Neurosurgery. 1998;42:959-70.
21. Tofteland ND, Salyers WJ. Subarachnoid hemorrhage. Hosp Phys. 2007;31-41.
22. Berman MF, Solomon RA, Mayer SA, Johnston SC, Yung PP. Impact of hospital-
related factors on outcome after treatment of cerebral aneurysms. Stroke.
2003;34:2200-7.

Anda mungkin juga menyukai