Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “pajak bumi dan bangunan
(PBB)” dalam memenuhi tugas mata kuliah perpajakan

Saya mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu saya untuk
menyusun makalah ini baik bantuan secara materil maupun non material / moril sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Akhirnya saya menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Sehingga, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dari semua kalangan dan dapat memberikan motivasi yang lebih
nyata dalam peningkatan kemajuan pendidikan di Indonesia

Medan, 10 Maret 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 3
A.LATAR BELAKANG .................................................................................................................... 3
B.RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................ 3
C.TUJUAN PENULISAN .................................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................................... 4
A. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ........................................................................................... 4
1. Pengertian ............................................................................................................................... 4
2. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan ........................................................................................ 5
B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan................................................................................... 5
C. Objek PBB .................................................................................................................................. 6
D. Subjek PBB ................................................................................................................................. 8
E. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan ............................................................................. 9
F. Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan............................................................................ 9
G. Rumus Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan ......................................................................... 9
H. Penilaian.................................................................................................................................... 11
I. Pendataan Objek Pajak.............................................................................................................. 12
J. Nomor Objek Pajak (NOP) ....................................................................................................... 13
K. Penilaian Objek Pajak ............................................................................................................... 14
L. Pelaksanaan Penilaian ............................................................................................................... 15
M. Proses Penghitungan Nilai .................................................................................................... 17
N. Dasar Pengenaan PBB .............................................................................................................. 18
O. Penentuan NJOP ....................................................................................................................... 19
P. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ............................................................ 22
Q. Dasar Perhitungan PBB dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) ..................................................... 23
R. Tarif PBB .................................................................................................................................. 23
BAB III PENUTUP ................................................................................................................................... 24
Kesimpulan............................................................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata
cara perpajakan
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan
karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang
atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan
berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

B.RUMUSAN MASALAH
Pada umumnya permasalahan ini tidak jauh dari kehidupan di sekitar kita. Banyak
wajib pajak yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak. Ada beberapa hal
yang tidak memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak yaitu objek pajak yang di
miliki wajib pajak salah satunya adalah tertimpa musibah. Tetapi juga wajib pajak sengaja
lalai dengan kewajiban sebagai wajib pajak.

C.TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penuisan makalah ini adalah membantu para pembaca untuk
mengetahui lebih dalam lagi tentang pajak bumi dan bangunan, sehingga pare pembaca tidak
hanya membaca saja tetapi berharap untuk lebih mengetahui lagi apa itu yang dimaksud
dengan pajak bumi dan bangunan, dan apa saja aturan-aturan atau kewajiban-kewajiban yang
ada di pajak bumi dan bangunan. Dan mengetahui bagaimana cara bekerja pajak bumi dan
bangunan di indonesia, dan bagaimana hasil pajak bumi dan bagunan tersebut harus
digunakan.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

1. Pengertian

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat
dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa
kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adalah iuran rakyat kepada Kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi
sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment

Dalam bab I diatur tentang Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan tentang
istilah-istilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti pengertian :

1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Pengertian ini
berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betul-betul tubuh bumi dari
permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas material yang lainnya.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan/atau perairan.

4
Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa termasuk dalam
pengertian bangunan adalah :

 jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik,
dan emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan kompleks bangunan
tersebut,
 jalan TOL,
 kolam renang,
 pagar mewah,
 tempat olah raga,
 galangan kapal, dermaga,
 taman mewah,
 tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak,
 fasilitas lain yang memberikan manfaat.

2. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan

Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:

1. Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting bagi pelaksanaan
dan peningkatan pembangunan nasional untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat, oleh sebab itu perlu peningkatan peran serta masyarakat,
2. Bahwa bumi dan bangunan memberikan keuntungan dan/atau kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi orang/badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau
memperoleh manfaat darinya, oleh sebab itu wajar apabila kepada mereka diwajibkan
memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada negara
melalui pajak.

B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan


a. UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 12 Tahun
1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

5
b. KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya Nilai Jual Objek Pajak
Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.
c. KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
d. KMK No. 1004/KMK.04/1985 Tentang Penentuan Badan atau Perwakilan Organisasi
Internasional yang Menggunakan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Yang Tidak
Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-251/PJ./2000 Tentang Tata Cara Penetapan Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan Pajak Bumi
dan Bangunan.
f. Kep Dirjen Pajak Nomor: KEP-16/PJ.6/1998 Tentang Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan.Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor: SE-43/PJ.6/2003 Tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak
g. Kena Pajak (NJOPTKP) PBB dan Perubahan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak
Kena Pajak (NPOPTKP) BPHTB Untuk Tahun Pajak 2004. Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor: SE-57/PJ.6/1994 Tentang Penegasan dan Penjelasan Pembebasan PBB
atas Fasilitas Umum dan Sarana Sosial Untuk Kawasan Industri dan Real Estate.

C. Objek PBB

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, dimana pengertian bumi dan/atau bangunan
adalah sebagai berikut :

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut
wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bangunan, adalah kontruksi
teknik yang di tanam atau di lekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.

Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, ada juga objek yang di
kecualikan dari pengenaan PBB adalah apabila sebagai berikut :

1) digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,


sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksud-kan
untuk memperoleh keuntungan,
2) digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu,

6
3) merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani
suatu hak,
4) digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik,
5) digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh Menteri Keuangan.

Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,


penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Terdapat
beberapa jenis objek pajak, yaitu :

1. Objek Pajak Umum yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi bangunan
umum dengan luas tanah berdasarkan kriteria tertentu. Objek pajak umum sendiri
dibedakan menjadi:
2. Objek pajak standar, kriteria untuk objek pajak ini adalah:

a) Luas tanah ≤ 10.000 m²


b) Jumlah lantai bangunan ≤ 4 lantai
c) Luas bangunan ≤ 1000 m²

3. Objek pajak non standar, kriterianya ialah:

a) Luas tanah ≥ 10.000 m²


b) Jumlah lantai bangunan ≥ 4 lantai
c) Luas bangunan ≥ 1000 m²

4. Objek Pajak Khusus yaitu objek pajak yang memiliki kriteria konstruksi bangunan
khusus. Kriteria bangunan khusus ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk dan
keberadaannya yang memiliki arti khusus. Contoh objek pajak khusus adalah
pelabuhan, Bandar udara, jalan tol, tempat wisata, dan lain-lain.

7
D. Subjek PBB

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi,
dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan. Melihat pengertian subjek pajak tersebut, tidak jarang
ada objek pajak yang diakui oleh lebih dari satu orang subjek pajak, yang berarti ada satu
objek pajak tetapi memiliki beberapa wajib pajak. Bagaimana kalau hal ini terjadi, apakah
semua menjadi terhutang PBB?

Apabila terjadi statu kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai oleh beberapa
subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas siapa Wajib Pajaknya, maka
hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat perjanjian (agreement) antara para pihak
yang berkepentingan terhadap objek pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut salah satu
pasalnya biasanya membahas siapa yang akan melakukan kewajiban pembayaran pajak
termasuk pajak Bumi dan Bangunan. Apabila dalam perjanjian tidak disebutkan atau memang
terjadi lebih dari satu yang memanfaatkan objek pajak sehingga belum diketahui siapa yang
menjadi wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajaknya (UU No 12
tahun 1994 Pasal 4 ayat 3).

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, apakah setiap yang membayar PBB adalah
pemilik atas objek pajak tersebut? Surat tanda pemberitahuan atau dikenal dengan sebutan
SPPT (Surat Pembayaran Pajak Terhutang) atau bukti pelunasan bukanlah bukti pemilikan
hak. Surat Tagihan Pajak atau bukti pembayaran PBB adalah semata mata untuk kepentingan
perpajakan dan tidak ada kaitannya dengan status atau hak pemilikan atas tanah dan/atau
bangunan.

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata :
1. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
2. memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
3. memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau;
4. memperoleh manfaat atas bangunan.

8
E. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
a. Adanya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Adalah harga rata-rata yang diperoleh
dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan
obyek lain yang sejenis, atau niali perolehan baru atau nilai objek pajak
pengganti.
b. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3
tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun dengan
perkembangan daerahnya.
c. Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Kena
Pajak.
d. Besarnya persentase Nilai jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

F. Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan


Dasar perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Besarnya NJKP adalah :
a. Objek pajak perkebunan adalah 40%
b. Objek pajak kehutanan adalah 40%
c. Objek pajak pertambangan adalah 20%
d. Apabila NJOPnya < Rp. 1000.000.000,- adalah 40%
e. Apabila NJOPnya > Rp. 1000.000.000,- adalah 20%

G. Rumus Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan


Rumus perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif x NJKP
Contoh :
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
= 0,5% x 40% x (NJOP – NJOPTKP)
= 0,2% x (NJOP – NJOPTKP)

9
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP – NJOPTKP) maka besarnya Pajak Bumi dan Bangunan
= 0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP)
= 0,1% x (NJOP – NJOPTKP)1[8]
CONTOH lainnya :

1. Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun 2007 hanya
memiliki sebuah objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan
diketahui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000.
Berapakah Besar PBB yang terhutang pada tahun 2007 milik Tuan Bonco !

Jawab :
Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunan.

2. Tuan Ponco seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah rumah pada tahun 2007,
objek pertama terletak di desa Wingi dan objek ketua terletak di kota Bintaro.
Diketahui bahwa untuk objek pertama NJOP Bumi sebesar Rp. 8.000.000,- dam
NJOP Bangunan sebesar Rp. 7.500.000,-. Untuk Objek yang kedua diketahui NJOP
bumi sebesar Rp. 9.000.000,- dan NJOP Bangunan sebesar Rp. 6.000.000,-

Hitung PBB terhutang tahun 2007 Tuan Ponco atas kedua objek tersebut !

Jawab:
PBB Terhutang = Tarif (0,5%) x NJKP
NJKP = NJOP – NJOPTKP
Dimana NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan

NJOP Di desa Wlingi

NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-


NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-

10
Total Rp. 15.500.000,- Merupakan NJOP terbesar

NJOP di desa Bendo

NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-


NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-
Total Rp. 15.000.000,-

Desa Wlingi :
NJOP Bumi = Rp. 8.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 7.500.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.500.000,- (NJOP Terbesar)
NJOPTK Rp. 12.000.000 –
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 3.500.000,-

Desa Bendo :
NJOP Bumi = Rp. 9.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 6.000.000,-
NJOP sbg dasar pengenaan PBB Rp. 15.000.000,-
NJOPTK Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 15.000.000,-

PBB Terhutang = Tarif x NJKP


= 0,5% x 20% x Rp. 18.500.000,-
= Rp. 18.500

H. Penilaian

Berbicara masalah PBB tidak akan terlepas dari nilai properti itu sendiri. Karena besarnya
PBB yang akan dibayarkan oleh WP akan tergantung pada nilainya. Penilaian objek PBB

11
pedesaan dan perkotaan meliputi penilaian objek tanah dan bangunan yang dilakukan oleh
Ditjen Pajak (pemerintah daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009) untuk menentukan NJOP
yang akan dijadikan sebagai dasar pengenaan pajak.

Untuk menilai objek properti tersebut digunakan beberapa metode penilaian sebagai
berikut:

1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach).

a) NJOP dihitung dengan cara membandingkan Objek pajak yang sejenis dengan Objek
lain yang telah diketahui harga pasarnya.
b) Pendekatan ini pada umumnya digunakan untuk menentukan NJOP tanah, namun
dapat juga dipakai untuk menentukan NJOP bangunan.

2. Pendekatan Biaya (Cost Approach).

Pendekatan ini digunakan untuk menentukan nilai tanah atau bangunan terutama untuk
menentukan NJOP bangunan dengan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
membuat bangunan baru yang sejenis dikurangi dengan penyusutan phisiknya.

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

a) Pendekatan ini digunakan untuk menentukan NJOP yang tidak dapat dilakukan
berdasarkan pendekatan data pasar atau pendekatan biaya, tetapi ditentukan
berdasarkan hasil bersih objek pajak tersebut,
b) Pendekatan ini terutama digunakan untuk menentukan NJOP galian tambang atau
objek perairan.

I. Pendataan Objek Pajak

Proses awal sebelum objek pajak dikenakan PBB terlebih dahulu harus dilakukan proses
pendataan, yaitu proses pengumpulan data objek yang nantinya akan digunakan untuk
melakukan penilaian dan penetapan PBB. Pelaksanaan pendataan ini dilakukan dengan
menggunakan sarana berupa Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) untuk objek berupa
tanah dan Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) jika ada bangunannya,

12
sedangkan untuk data-data tambahan dilakukan dengan menggunakan Lembar Kerja Objek
Khusus (LKOK) atau pun dengan lembar catatan lain yang menampung informasi tambahan
sesuai keperluan penilaian masing-masing objek pajak.

J. Nomor Objek Pajak (NOP)

Pada setiap objek yang telah di data akan di berikan penomoran yang bersifat unik dan
permanen yang disebut dengan Nomor Objek Pajak (NOP), dimana nomor ini yang akan
mengidentifikasi setiap objek pajak. Nomor ini bersifat unik, dimana setiap objek di berikan
satu nomor yang berbeda dengan objek yang lainnya dan bahkan nomor objek ini tidak ada
yang sama di seluh wilayah Indonesia.

Selain unik nomor ini juga bersifat permanen dimana nomor ini akan tetap selama objek
tersebut tidak mengalami perubahan walaupun berubah nama subjek pajaknya, misalnya
dalam kasus jual beli tanah antara A dan B, B sebagai pembeli tanah akan mempunyai Nomor
Objek Pajak atas objek pajak yang sama dengan pada waktu dimiliki oleh A sebagai penjual
tanah. Contoh pemberian NOP untuk objek pajak adalah sebagai berikut ini.

a) Misalnya sebidang tanah memiliki NOP sebagai berikut 31.73.050.001.004-0056.0,


b) Kode 31.73.050.001 adalah kode wilayah kelurahan Rawasari, kecamatan Cempaka
Putih, Jakarta Pusat,
c) Kode 004 adalah kode blok 004 di kelurahan tersebut,
d) Kode 0056 adalah nomor urut 0056 di blok tersebut,

13
Tanda khusus 0, adalah penomoran objek tertentu untuk mempermudah identifikasi dan
pengelompokan objek pajak, misalnya kode 9, untuk objek jenis strata title (penggunaan
bersama misal rumah susun/ appartemen).

K. Penilaian Objek Pajak

Demi efektifitas dan efisiensi administrasi mengingat jumlah objek pajak yang
diadministrasikan sangat banyak dan menyebar di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan
jumlah tenaga penilai dan waktu pelaksanaan penilaian yang tersedia sangat terbatas, maka
pelaksanaan penilaian dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu penilaian massal yang diterapkan
bagi objek dengan kriteria standar dan penilaian secara individual yang diterapkan untuk
objek pajak non-standar dan objek khusus. Pembedaan ini lebih ditekankan pada nilai
ekonomis dan potensi pengenaan pajak dari objek yang bersangkutan.

1. Penilaian Massal.

Dalam cara penilaian ini NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR)
yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT). ZNT adalah zona geografis yang terdiri
dari sekelompok objek pajak yang memiliki NIR sama dan dibatasi oleh batas
penguasaan/pemilikan objek pajak dalam satu wilayah administrasi pemerintahan. Sedangkan
NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB).
Perhitungan penilaian massal dilakukan terhadap objek pajak dengan menggunakan program
komputer konstruksi umum (Computer Assisted Valuation/CAV).

14
2. Penilaian Individual

Cara penilaian ini diterapkan untuk objek pajak yang bernilai tinggi, baik objek pajak
khusus, ataupun objek pajak umum yang telah dinilai dengan CAV namun hasilnya tidak
mencerminkan nilai yang sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program.

Proses penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan formulir penilaian yang


tersedia khusus untuk masing-masing jenis penggunaan. Setiap penilaian harus
memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan
yaitu per 1 Januari tahun pajak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal 82 ayat 2
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.

L. Pelaksanaan Penilaian

Pelaksanaan penilaian terhadap objek pajak dilakukan secara massal atau secara individual
dalam proses pelaksanaan dilakukan melalui cara sebagai berikut :

1. Penilaian tanah.

Dalam proses penentuan nilai tanah, maka pelaksanaan penilaiannya dimulai dengan
pembuatan konsep sket/peta ZNT dan penentuan nilai indikasi rata-rata (NIR) menggunakan
metode perbandingan data pasar. Peta ZNT ini dibuat per satuan desa/kelurahan yang

15
dituangkan dalam suatu peta dengan dibuat warna khusus yang membatasi setiap ZNT. Nilai
bumi ditentukan terlebih dahulu melalui perbandingan dengan data pasar tanah di lingkungan
sekitar. Data pasar tanah tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti broker, penjual
langsung, lelang, PPAT dan lain-lain.

Kemudian setiap data di atas diberikan penyesuaian untuk memperoleh estimasi nilai pasar.

2. Penilaian bangunan diawali dengan penyusunan Daftar Biaya Komponen


Bangunan (DBKB).

Untuk menyusun atau membuat DBKB digunakan metode survai kuantitas terhadap
model bangunan yang dianggap dapat mewakili kelompok bangunan tersebut dan dinilai
dengan dasar perhitungan analisa BOW (Burgelijke Openbare Werken). Dengan
menggunakan survai kuantitas dan dasar perhitungan analisis BOW yang merupakan
perhitungan dengan pendekatan biaya, akan diperoleh biaya pembuatan baru bangunan atau
biaya penggantian baru dari bangunan. Sehubungan dengan kebutuhan program komputer,
maka biaya komponen bangunan perlu dikelompokkan kedalam biaya komponen utama,
komponen material dan komponen fasilitas bangunan. Metode survai kuantitas dipilih
menjadi dasar metode yang dipergunakan karena metode inilah yang paling mendasar bila

16
dibandingkan dengan metode perhitungan yang lain, seperti metode unit terpasang, metode
meter persegi dan metode indeks.

Penghitungan harga satuan pekerjaan dalam analisa ini menggunakan analisa BOW
karena cara ini merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan keseragaman penghitungan
biaya pembuatan baru bangunan. Karena cara ini akan memberikan hasil yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan cara penghitungan biaya pemborongan pekerjaan di lapangan,
maka dalam perhitungan ini digunakan faktor koreksi.

Konstruksi bangunan sebagai satu kesatuan terdiri dari beberapa biaya satuan
pekerjaan. Biaya satuan pekerjaan tersebut dikelompokkan dalam 3 (tiga) komponen, yaitu
biaya komponen utama, biaya komponen material dan biaya pembuatan fasilitas.
Keseluruhan komponen tersebut disusun dalam suatu daftar yang disebut sebagai daftar biaya
komponen bangunan (DBKB).

Dalam penerapan DBKB ini, objek-objek berupa bangunan yang dinilai dilakukan
pengelompokan berdasarkan jenis penggunaan bangunan (JPB) sesuai dengan tipe
konstruksinya. Dalam hal ini ada 16 jenis pengelompokan.

M. Proses Penghitungan Nilai

Setelah dilakukan validasi terhadap data yang terdapat dalam SPOP dan LSPOP maka
selanjutnya dilakukan perhitungan nilai. Proses CAV dapat dilakukan apabila data ZNT,
DBKB objek pajak standar dan data objek (SPOP dan LSPOP) sudah tersedia.

17
1. Penghitungan nilai tanah

NIR diketahui berdasarkan kode ZNT sebagaimana tercantum dalam SPOP. Untuk
menentukan nilai objek pajak bumi, NIR dicari dalam tabel ZNT berdasarkan kode ZNT,
kemudian dikalikan dengan luas bumi. Contoh : jika Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) adalah Rp
300.000,- dan luas tanah = 100 m2, maka NJOP bumi = 100m2 x Rp 300.000,- = Rp
30.000.000,-

2. Penghitungan nilai bangunan

Dalam pelaksanaan perhitungan nilai bangunan, harus ditentukan besarnya nilai komponen
bangunan menurut masing-masing karateristik objek tersebut. NJOP bangunan ditentukan
berdasarkan pada :

a) Kelas/tipe/bintang dari bangunan.


b) Komponen utama bangunan.
c) Komponen material bangunan.
d) Komponen fasilitas bangunan.
e) Komponen fasilitas yang perlu disusutkan.
f) Penyusutan. Tingkat penyusutan bangunan berdasarkan umur efektif, keluasan dan
kondisi bangunan.

N. Dasar Pengenaan PBB

Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditetapkan setiap
tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun
sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan NJOP ini dilakukan dengan melakukan penilai
terhadap objek pajak baik yang dilakukan secara masal atau individual.

Istilah NJOP ini telah luas beredar di masyarakat bahwa NJOP sama dengan nilai
transaksi atau dianggap sebagai harga dasar tanah, terutama apabila terjadi pembebasan tanah
atau apabila masyarakat menawarkan tanahnya untuk di jual dengan berpedonan pada NJOP
yang tercantum dalam SPPT PBB. Secara tegas Undang-Undang No 12 tahun 1994
menjelaskan yang dimaksud dengan NJOP mempunyai pengertian sebagai berikut:

18
“Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan
bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak
pengganti”

O. Penentuan NJOP

Penentuan besarnya NJOP adalah proses penting mengingat NJOP ini yang akan menentukan
besarnya pajak yang di bayar oleh masyarakat. Dalam Keputusan Direktur Jenderal No.
16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998 dijelaskan bagaimana menentukan besarnya NJOP
untuk setiap sektor PBB. Dalam Keputusan tersebut diatur sebagai berikut :

1. NJOP atas Sektor Pedesaan/Perkotaan

Sektor Pedesaan/Perkotaan adalah Obyek PBB yang meliputi kawasan pertanian, perumahan,
perkantoran, pertokoan, industri serta obyek khusus perkotaan. Besarnya NJOP atas obyek
pajak sektor pedesaan/ perkotaan ditentukan sebagai berikut:

a. Obyek Pajak berupa tanah adalah sebesar nilai konversi setiap Zona Nilai Tanah
(ZNT) ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual permukaan bumi
(tanah) sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
523/KMK.04/1998
b. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya pembangunan baru
setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode
penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan
sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

2. NJOP atas Sektor Perkebunan

Sektor Perkebunan adalah Obyek PBB yang meliputi areal pengusahaan benih,
penanaman baru, perluasan, perubahan jenis tanaman, keragaman jenis tanaman termasuk
sarana penunjangnya. Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor perkebunan ditentukan sebagai
berikut:

a. Areal kebun adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan Jumlah Investasi
Tanaman Perkebunan sesuai dengan Standar Investasi menurut umur tanaman,

19
b. Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan perkebunan adalah sebesar NJOP
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,
c. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya pembangunan baru
setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode
penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan
sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

3. NJOP atas Sektor Kehutanan

Sektor Kehutanan adalah Obyek PBB yang meliputi areal pengusahaan hutan dan
budidaya hutan. Besarnya NJOP atas obyek pajak sektor kehutanan ditentukan sebagai
berikut:

a. Areal hutan adalah sebesar NJOP berupa tanah ditambah dengan Jumlah Biaya
Pembangunan Hutan Tanaman Industri menurut umur tanaman,
b. Areal emplasemen dan areal lainnya dalam kawasan hutan adalah sebesar NJOP
berupa tanah sekitarnya dengan penyesuaian seperlunya,
c. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya pembangunan baru
setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode
penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan
sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

4. NJOP atas Sektor Pertambangan

Sektor Pertambangan adalah Obyek PBB yang meliputi areal usaha penambangan bahan-
bahan galian dari semua golongan yaitu bahan galian strategis, bahan galian vital dan bahan
galian lainnya.

5. NJOP atas Sektor Perikanan

Usaha Bidang Perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan yang memiliki ijin
usaha untuk menangkap atau membudidayakan sumber daya ikan, termasuk semua jenis ikan
dan biota perairan lainnya serta kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan
untuk tujuan komersial. Besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang perikanan laut
ditentukan sebagai berikut:

20
a. Areal penangkapan ikan adalah 10 x hasil bersih ikan dalam satu tahun sebelum tahun
pajak berjalan,
b. Areal pembudidayaan ikan adalah 8 x hasil bersih ikan dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan,
c. Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa tanah sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya,
d. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi biaya pembangunan baru
setiap jenis bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode
penilaian ke dalam klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan
sebagaimana diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

Sedangkan besarnya NJOP atas obyek pajak usaha bidang perikanan laut ditentukan
sebagai berikut:

a. Areal pembudidayaan ikan darat adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya ditambah standar biaya investasi tambak menurut
jenisnya,
b. Areal emplasemen dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya
dengan penyesuaian seperlunya,
c. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru setiap jenis
bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam
klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

6. NJOP atas Objek Pajak yang Bersifat Khusus

Obyek Pajak Khusus adalah obyek pajak yang memiliki jenis konstruksi khusus baik
ditinjau dari segi bentuk, material pembentuk maupun keberadaanya memiliki arti khusus
seperti: lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa bensin, dan lain-
lain. Besarnya NJOP atas obyek pajak yang bersifat khusus ditentukan sebagai berikut:

a. Areal tanah adalah sebesar NJOP berupa tanah di sekitarnya dengan penyesuaian
seperlunya,

21
b. Areal perairan untuk kepentingan pelabuhan, industri, lapangan golf serta tempat
rekreasi adalah sebesar nilai jual yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke
samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya,
c. Areal perairan untuk kepentingan PLTA adalah sebesar 10 x (10% dari Hasil bersih
dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan),
d. Obyek Pajak berupa bangunan adalah sebesar nilai konversi baru setiap jenis
bangunan setelah dikurangi penyusutan fisik berdasarkan metode penilaian ke dalam
klasifikasi, penggolongan dan ketentuan nilai jual bangunan sebagaimana diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 523/KMK.04/1998.

P. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Pelaksanaan perhitungan pengenaan pajak PBB ditentukan berdasarkan Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) setelah dikurangi dengan NJOP Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan R I. Nomor : 201/KMK.04/2000 tentang Penyesuaian
Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar Penghitungan PBB.

Setiap wajib pajak diberikan 1 kali Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
Apabila seorang Wajib Pajak mempunyai lebih dari 1 objek pajak, maka sesuai penjelasan
UU PBB, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar.

Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana dimaksud
dalam keputusan ini ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 untuk setiap wajib
pajak. Batasan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 mengandung maksud bahwa apabila ada
Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang ingin menetapkan NJOP TKPnya disesuaikan
dengan kondisi, lingkungan ekonominya, kurang dari Rp 12.000.000,00, misalnya Daerah
Bekasi menetapkan Rp 8.000.000,00, Semarang Rp 6.000.000,00, dan sebagainya hal ini
masih diperkenankan.

22
Penetapan besarnya NJOP TKP sebagaimana dimaksud dalam Peraturan tersebut di atas
untuk setiap daerah Kabupaten / Kota, ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Pemerintah Daerah setempat. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat
(4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp. 10.000.000,00 dan
penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.

Q. Dasar Perhitungan PBB dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 25 tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 Tentang Penetapan Besarnya Nilai
Jual Kena Pajak Untuk Penghitungan PBB, maka besarnya Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
untuk perhitungan PBB ditentukan sebagai berikut:

1. Sebesar 40% dari NJOP untuk:

 Objek Pajak Perkebunan,


 Objek Pajak Kehutanan,
 Objek Pajak Pertambangan,
 Objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar rupiah,

2. Sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1 Milyar
rupiah. Sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dalam perhitungan PBB tidak lagi
mengenal besarnya NJKP.

R. Tarif PBB

Tarif PBB berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah tetap
sebesar 0.5%, sedangkan menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah
paling tinggi 0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

23
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1. PBB merupakan pajak yang bersifat kebendaan artinya besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek,
2. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12
Tahun 1994.
3. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
4. Objek PBB terdiri dari dua hal yaitu bumi yang merupakan permukaan bumi dan
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan bangunan adalah konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan,
5. Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai,
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan,
6. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan setinggi-
tingginya Rp. 12.000.000,- untuk setiap wajib pajak, sedangkan berdasarkan UU No.
28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah
Rp. 10.000.000,-
7. Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah
40% dari NJOP untuk objek P3 serta objek PBB lainnya apabila NJOP ≥ 1 milyar
rupiah dan sebesar 20% dari NJOP untuk objek PBB Lainnya apabila NJOP < 1
Milyar rupiah.
8. Tarif PBB Undang-undang No.12 tahun 1994 adalah flat sebesar 0.5%, sedangkan
menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2) adalah paling tinggi
0.3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. id.wikepedia.org/eiki/pajak
2. Mardiasmo.1995.Perpajakan.Yogyakarta:ANDI Yogyakarta/www.google.com
3. http://blogingria.blogspot.com/2011/12/makalah-pajak-bumi-dan-bangunan.html
4. http://www.pajak.go.id/content/seri-pbb-ketentuan-umum-pajak-bumi-dan-bangunan-
pbb
5. http://www.tarif.depkeu.go.id/Bidang/?bid=pajak&pbb

25

Anda mungkin juga menyukai