Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat progresif
dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. Kerusakan ginjal
ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan kekuatan tubuh yang
menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi mudah lelah dan lemas sehingga
kualitas hidup pasien menurun (Brunner & Suddarth, 2001).
Prevalensi gagal ginjal kronis mengalami peningkatan hampir dua kali lipat
dalam kurun waktu tahun 1998-2008 yaitu sebesar 8 % tiap tahun.
Pelaksaan terapi hemodialisa merupakan prosedur penyelamatan jiwa yang
akhir-akhir ini dilakukan sebanyak 320.000 orang di Amerika Serikat (Pence, 2007).
Data yang diterima dari RSU Pirngadi Medan pada tahun 2008 terdapat 400 orang
penderita gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisa seminggu dua kali dan
diperkirakan setiap tahun akan terus meningkat (Anonimous, 2008). Kasus yang
sama juga didapat dari survey awal peneliti pada bulan Oktober 2009 di unit
hemodialisa RSUP Haji Adam Malik Medan, yaitu terdapat 40 pasien yang
menjalani hemodialisa secara rutin 2-3 kali seminggu.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi GGK
2. Untuk mengetahui etiologi GGK
3. Untuk mengetahui patofisiologi GGK
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis GGK
5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic GGK
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan GGK
7. Untuk mengetahui komplikasi GGK
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien GGK
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI
 Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah).
(Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
 Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap.
(Doenges, 1999; 626)
 Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan
pemulihan fungsi tidak dimulai.
(Barbara C Long, 1996; 368)
 Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun.
(Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
(Price & Wilson, 1994)

C. PATOFISIOLOGI
1. Penurunan fungsi renal
Produk akhir metabolisme protein (yang normalnya disekresi ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
2. Gangguan Klirens Renal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah
yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
3. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (GFR)
Dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klierens
kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat glomeruli tidak berfungsi)
klierens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat.
Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme, (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
4. Retensi Cairan dan Natrium
Ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit gagal ginjal kronis: respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien
menahan natrium dan cairan, meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi
aksis Renin-Angiotensin (RA) dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
Aldosteron. Pasien lain mempunyai kecendrungan untuk kehilangan garam:
mencetuskan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan
penipisan air dan natrium yang dapat memperburuk status uremik.
5. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis metabolik
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk men-sekresi amonia (NH 3) dan mengabsorbsi Natrium
bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi.
6. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecendrungan
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Eritropoetin, suatu substansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi
medula spinalis untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan,
angina dan nafas sesak.
7. Ketidak seimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan Fosfat. Kadar serum kalsium-fosfat tubuh berbading
terbalik. Jika salah satu meningkat maka yang lain menurun. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Kalsium tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit
tulang. Selain itu metabolit aktif vitamin D yang normal dibentuk di ginjal
menurun seiring berkembangnya gagal ginjal. Penyakit tulang Uremik
(osteodistrofi renal), terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan
keseimbangan parathormon.
Laju Penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi. Pasien yang mengekskresikan secara significant sejumlah protein
atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk
daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tingkat Keparahan tanda dan gejala tergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien.
1. Sistem Kardiovaskuler
 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktifitas renin-angiotensin-
aldosteron)
 Gagal jantung kongestif
 Pitting edema (kaki, tangan , sakrum)
 Edema periorbital
 Friction rub perikardial
 Perbesaran Vena Leher

2. Gejala Dermatologi/ integumen


 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Kulit kering dan bersisik
 Pruritus (Rasa gata-gatal yang parah)
 Ekimosis
 Kuku tipis dan Rapuh
 Rambut tipis dan kasar

3. Gejala Gastrointestinal
 Nafas bau amonia
 Ulserasi dan perdarahan pada mulut
 Anoreksia, nause dan vomiting
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan dari saluran cerna
4. Sistem Neurologi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi
 Disorientasi
 Kejang
 Kelemahan pada tungkai
 Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku

5. Sistem Muskuloskeletal
 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Fraktur tulang
 Foot drop

6. Sistem Pulmoner
 Krekels
 Sputum kental dan liat
 Nafas dangkal
 Pernafasan Kussmaul

7. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testikuler

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urin
 Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
 Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
 Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
 Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
 Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
 Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
 Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium

2. Darah
 Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
 BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
 SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
 GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
 Protein (albumin) : menurun
 Natrium serum : rendah
 Kalium: meningkat
 Magnesium: meningkat
 Kalsium ; menurun

3. Osmolalitas serum:
Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd:
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
7. Arteriogram Ginjal:
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
8. EKG:
Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
1. Konservatif
 Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah dan urin
 Observasi balance cairan
 Observasi adanya odema
 Batasi cairan yang masuk

2. Dialysis
 Peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan dialysis yang
bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues
Ambulatori Peritonial Dialysis )
 Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
 AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
 Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
3. Operasi
 Pengambilan batu
 transplantasi ginjal

Tujuan Penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan


hemostasis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal tahap
akhir dan faktor yang dapat dipulihkan (misalnya Obstruksi) diidentifikasi dan
ditangani.
Pencegahan komplikasi dilakukan dengan pemberian antihipertensif,
Eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfat dan suplemen kalsium. Pasien
juga perlu mendapat penanganan Hemodialisis yang adekuat untuk menurunkan
kadar produk sampah uremik dalam darah.
Intervensi diet juga perlu pada gangguan fungsi renal dan mencakup
pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium pengganti natrium yang hilang,
dan pembatasan kalium. Pada saat yang sama masukan kalori yang adekuat dan
suplemen vitamin harus dianjurkan.
Protein akan dibatasi karena urea, asam urat dan asam organic-hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam
darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus
memiliki nilai biologis tinggi ( prodik susu, telur, daging). Protein mengandung
nilai biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam
amino utama yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel.
Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml untuk 24 jam. Kalori
diperoleh dari karbohidrat dan lemak untuk mencegah kelemahan. Pemberian
vitamin juga penting karena diet rendah protein tidak cukup memberikan
komplemen vitamin yang diperlukan.
Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
aluminium yang mengikat fosfat makanan disaluran gastrointestinal.
Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi anti hipertensif control
volume intravaskuler
Asidosis metabolik pada GGK biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan
penanganan namun suplemen natrium karbonat atau dialisis diperlukan untuk
mengoreksi asidosis jika menimbulkan gejala.
Hiperkalemia dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium.
Pemeriksaan Proteinuria dimulai dengan menaksir faktor resiko penyakit
ginjal. Semua pasien secara rutin disaring untuk penyakit ginjal kronis, sekalipun
mereka tidak punya faktor resiko (lihat Gambar 2). Mereka yang tidak mempunyai
faktor resiko dapat diperiksa dengan standard, sedangkan mereka yang mempunyai
faktor resiko harus diperiksa dengan standar albumin-specific. Lakukan
pemeriksaan pada pasien dengan faktor resiko kerusakan glomerular. Penyaringan
terdiri dari uji acak analisa urin penggunaan standar albumin-specific. Jika hasil
positif, laboratorium kemudian menentukan perbandingan albumin-creatinine
dalam urin selama 30 hari. Tetapi hasil positif bukan tanda adanya kerusakan ginjal.
Perbandingan kedua test harus dilakukan 1-2 minggu setelah perjanjian yang
pertama. Jika perbandingan > 30 mg/g, ditandai proteinuria dan butuh diagnostik
lebih lanjut

G. KOMPLIKASI
Komplikasi potensial Gagal Ginjal Kronis yang memerlukan pendekatan
kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis, metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih
2. Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem Renin-
Angiotensin-Aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan Gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan
darah selama proses hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme Vitamin D yang abnormal, dan
peningkatan kadar aluminium.

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan yang lalu
4. Riwayat kesehatan keluarga
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Keadaan umum :
b. Kesadaran :
Tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (separo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

2. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


3. Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

4. Pemeriksaan kepala dan leher


Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji
kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan pada indera.

5. Pemeriksaan dada
a. Paru-paru
Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
Perkusi : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)
b. Jantung
Inspeksi : amati iktus cordis
Palpalsi : raba letak iktus cordis
Perkusi : batas-batas jantung
Batas normal jantung yaitu:
Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan bawah: SIC IV
RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS

6. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan
Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
Perkusi : suara peristaltic usus
Auskultasi : frekuensi bising usus

7. Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.
Pasien menderita edema di kaki.

d. Pola fungsional Gordon


1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
a. Pola sehat – sejahtera yang dirasakan
b. Pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat
c. Pengetahuan tentang praktik kesehatan preventif
d. Ketaatan pada ketentuan media dan keperawatan
Klien menyatakan bingung dengan kondisinya dan merasa takut karena
tindakan cuci darah yang akan dijalani. Selain itu klien juga
mencemaskan masalah biaya pengobatan yang harus dikeluarkannya.

2. Pola nutrisi – metabolik


a. Pola makan biasa dan masukan cairan
b. Tipe makanan dan cairan
c. Peningkatan / penurunan berat badan
d. Nafsu makan, pilihan makanan
Saat ini klien mengeluhkan tidak nafsu makan, merasa mual namun tidak
muntah, diet makanan MB 3x1. Intake cairan : minum 250 cc, makanan
100 cc

3. Pola eliminasi
a. Defekasi, berkemih
b. Penggunaan alat bantu
c. Penggunaan obat-obatan

4. Pola aktivitas – latihan


a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi
b. Kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari (merawat diri,
bekerja,)

5. Pola tidur dan istirahat


a. Pola tidur – istirahat dalam 24 jam
b. Kualitas dan kuantitas tidur
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
a. Penglihatan, perasa, pembau
b. Kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan

7. Pola persepsi-konsep diri


a. Sikap klien mengenai dirinya
b. Persepsi klien tentang kemampuannya
c. Pola emosional
d. Citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri

8. Pola peran dan tanggung jawab


a. Persepsi klien tantang pola hubungan
b. Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab

9. Pola seksual – reproduksi


a. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap seksualitasnya
b. Tahap dan pola reproduksi

10. Pola koping dan toleransi stress


a. Kemampuan mengendalian stress
b. Sumber pendukung

11. Pola nilai dan keyakinan


a. Nilai, tujuan dan keyakinan klien
b. Spiritual
c. Adanya konflik

Anda mungkin juga menyukai