PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
2
2.2 Gagal Tumbuh pada Penyakit Jantung Bawaan
Anak dengan penyakit jantung bawaan dapat menunjukkan gangguan pertumbuhan. Gagal
tumbuh terjadi sudah sejak masa awal bayi. Beberapa keadaan yang dapat menerangkan
gagal tumbuh pada anak dengan penyakit jantung bawaan adalah keadaan hipoksia dan
kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan pada anak. Anoksia dan kongesti
vena pada saluran cerna dapat menyebabkan malabsorpsi makanan, anoksia perifer dan
asidosis menyebabkan ketidakcukupan nutrisi serta peningkatan laju metabolik
menunjukkan ketidak cukupan masukan makanan untuk pertumbuhan. Anak dengan
penyakit jantung bawaan memerlukan pemantauan pertumbuhan untuk mempertahankan
pertumbuhan linier dan peningkatan berat badan agar berhasil dengan optimal.1,5
3
b. Kelainan komposisi tubuh
c. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
d. Peningkatan jaringan hemapoietik
e. Peningkatan suhu basal
f. Infeksi berulang
g. Obat-obatan
3. Penurunan asupan energi
a. Anoreksia dan kekenyangan dini
b. Obat-obatan
c. Penurunan volume lambung yang disebabkan oleh pembesaran hati
4. Gangguan fungsi saluran pencernaan
a. Malabsorpsi
Edema dan hipoksia kronik pada usus
Pengaruh obat
b. Perkembangan saluran cerna yang terhambat
c. Hepatomegali kompresif
Penurunan volume lambung
Peningkatan refluks gastroesofagus
5. Faktor bawaan
a. Kelainan kromosom
b. Faktor dalam kandungan
c. Berat badan lahir
2.3.1 Jenis-Jenis Kelainan Jantung Bawaan Dengan Aspek Gagal Tumbuh Kembang
Perbedaan jenis kelainan jantung akan berdampak pada perbedaan pola
pertumbuhan pada anak dengan penyakit jantung bawaan, walaupun berat badan dan tinggi
badan tidak selalu langsung berkaitan dengan derajat penyakit jantung bawaan.
Berdasarkan dampak gangguan hemodinamik, penyakit jantung bawaan dibagi menjadi
tipe sianotik dan asianotik. Tipe sianotik, yakni transposition of great arteries (TGA) dan
tetralogy of Fallot (TOF), pada umumnya berpengaruh pada berat badan dan tinggi badan.
Meskipun penyebab stunting pada pasien dengan PJB sianotik belum diketahui secara
pasti, tetapi diduga bahwa tidak optimalnya oksigenasi ke jaringan merupakan faktor
4
penyebab. Sedangkan tipe asianotik meliputi patent arterial duct, atrial septal defect dan
ventricular septal defect (PDA, ASD, VSD) dengan pirau kiri ke kanan, lebih
mempengaruhi berat badan dibandingkan dengan tinggi badan pada stadium awal.
Masalah nutrisi pada anak dengan PJB berhubungan dengan jenis kelainan jantung dan
tingkat keparahan gangguan hemodinamik. Sebanyak 60% sampai 70% pasien PJB dengan
hipertensi pulmonal dan gagal jantung kongestif memiliki risiko tinggi untuk mengalami
malnutrisi. Malnutrisi berat bisa terjadi pada gagal jantung kongestif yang berhubungan
dengan PJB asianotik. Anak dengan kelainan ini bisa terlihat normal sesuai dengan umur
gestasi pada saat lahir, tetapi bisa mengalami penurunan berat badan atau wasting yang
diikuti dengan defisit pertumbuhan linear atau pendek. 9,10
5
terjadi akibat pemberian diuretika dan digitalis. Diuretika dapat menyebabkan hiokalemi
dan alkalosis metabolik sedang digitalis dapat menyebabkan intoksikasi digitalis.Kondisi
genetik terkait seperti sindrom Down dan sindrom Turner juga dapat mempengaruhi
asupan energi, penyerapan gastrointestinal, pengeluaran dan ekspektasi pertumbuhan 10,11
6
Beberapa keadaan dapat meningkatkan laju metabolik, antara lain:6,7
1. Peningkatan metabolisme otak pada anak yang kurang gizi sebesar dua kali lipat
2. Peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan peningkatan jumlah sel-sel tubuh.
3. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis sebagai respons terhadap gagal jantung
kongestif, terutama saraf simpatis pada jaringan - hematopoeisis, otot jantung dan
pernapasan.
4. Terjadi infeksi pada anak, seperti penyakit saluran napas, infeksi saluran kemih,
infeksi telinga, serta sepsis. Keadaan tersebut akan meningkatkan suhu tubuh dan laju
metabolik. Setiap peningkatan suhu tubuh 10 dari suhu tubuh normal akan
meningkatkan laju metabolik sampai 13%.
2.3.4 Malabsorpsi
Malabsorpsi merupakan salah satu kondisi yang juga menyebabkan malnutrisi pada
anak dengan PJB. Hal ini bisa disebabkan oleh hipoksia dari saluran cerna yang
menyebabkan intoleransi makanan, asupan kalori yang terbatas, dan mengurangi
penyerapan zat-zat gizi. Penyebab dari gangguan absorbsi adalah lambatnya proses
maturasi dan fungi saluran cerna yang disebabkan hipoksia kronis. Hepatosplenomegali
dapat menyebabkan kapasitas lambung menurun dan mempengaruhi asupan nutrisi oral.
Pada anak dengan lesi jantung yang mengakibatkan gagal jantung kanan dan peningkatan
tekanan vena sistemik karena shunting kanan ke kiri, dapat dijumpai terjadinya edema
pada dinding dan mukosa usus. Perubahan-perubahan dalam dinding usus ini akan
menyebabkan gangguan gerakan usus, asupan nutrisi dan malabsorpsi, sehingga
mempengaruhi waktu, volume, dan kepadatan kalori dari makanan.6-8
7
2.3.6 Kelainan genetik atau kelainan lain diluar jantung
Anak PJB yang disertai kelainan bawaan lain, memiliki risiko tinggi untuk
mengalami malnutrisi. Kelainan genetik yang sering berhubungan dengan PJB antara lain
Trisomi 21, 13, dan 18, Turner syndrome, Williams syndrome, Noonan syndrome, dan Di
George syndrome. Kelainan ini mempengaruhi laju pertumbuhan akibat gangguan pada
asupan kalori, penyerapan saluran cerna, metabolisme, dan pengeluaran energi. Faktor
risiko yang lain seperti prematur dan faktor prenatal juga mempengaruhi malnutrisi dan
pertumbuhan anak PJB.5,7
8
penggunaan ultrasonografi dengan teknik outflow tract dapat membantu diagnosis
kelainan jantung bawaan secara tepat dan lebih dini. 6,8
9
berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya
defisiensi mikronutrien harus dilakukan.13
Agar dapat menilai status gizi anak, diperlukan analisis makanan, termasuk
masukan karbohidrat, protein, dan cairan yang dikonsumsi sehari-hari. Secara
laboratorium, penilaian status gizi dapat diketahui dengan memeriksa kadar albumin
serum, transferin, atau prealbumin. Penurunan kadar albumin serum yang merupakan
protein pengangkut utama yang disintesis di hati merupakan petunjuk defisiensi protein
kronik. Beberapa parameter kimia lain dapat digunakan untuk menilai status gizi seperti
pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, dan kadar gula darah.13
Antropometri
Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot
dan jaringan lemak. Pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 14
1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat untuk sampel yang besar
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilatih untuk itu.
3. Alatnya murah dan mudah dibawa.
4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, karena
sudah ada ambang batas yang jelas.
7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.
10
2. Berat Badan
Berat badan (BB) merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Membutuhkan data lain seperti umur, jenis kelamin dan panjang
badan / tinggi badan untuk interprestasikannya. Pada masa bayi-balita, BB dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali
terdapat kelainan klinis seperti asites, dehidrasi, edema dan adanya tumor. BB
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. BB
diukur dengan menggunakan timbangan digital atau timbangan dacin. BB dicatat
dengan ketelitian sampai 0,01 kg pada bayi dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar.
Bayi cukup bulan pada awalnya akan kehilangan 5-10% berat badan waktu lahir,
tetapi akan meningkat kembali pada hari ke 7 sampai ke 10. Penambahan berat
mencapai dua kali berat lahir pada usia 4-5 bulan dan tiga kali berat lahir pada usia
1 tahun. Selama 3 bulan pertama bayi harus mencapai penambahan berat 25-30
g/hari. Pada usia 3-6 bulan bayi harus mencapai penambahan berat badan 20 g/hari
dan pada 6 bulan sampai 1 tahun penambahan berat badan 12 g/hari.
3. Panjang Badan / Tinggi Badan
Panjang badan / Tinggi badan merupakan parameter penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat.
Keistimewaannya adalah nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh
berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat
lagi pada masa remaja. Peningkatan nilai rata-rata tinggi orang dewasa suatu
bangsa merupakan salah satu indikator peningkatan kesejahteraan/kemakmuran,
jika potensi genetik belum mencapai maksimal.
Panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0-24 bulan. Tinggi badan (TB)
digunakan untuk umur lebih dari 24 bulan. Pengukuran PB dapat menggunakan
infantometer dan pengukuran TB dapat menggunakan stadiometer, mikrotoa dan
tinggi duduk. Pengukuran PB lebih panjang 0,5 cm sampai 1,5 cm daripada
pengukuran TB. Anak dengan keterbatasan fisik misalnya kontraktur tidak
memungkinkan pengukuran PB / TB, sehingga digunakan cara pengukuran
alternatif, yaitu rentang lengan, panjang lengan atas dan panjang tungkai bawah.
Pengukuran PB /TB dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm. Kecepatan pertumbuhan
yang normal pada usia 0-6 bulan sebesar 32 cm/tahun, 6-12 bulan sebesar 16
11
cm/tahun, 1-2 tahun sebesar 10 cm/tahun, 3-4 tahun sebesar 7-8 cm/tahun dan 5-10
tahun sebesar 5-7 cm/tahun.
4. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah pengukuran yang dilakukan pada bayi dan anak- anak.
Parameter ini menggambarkan berat dan volume otak dan tidak sensitif terhadap
adanya malnutrisi. Hal ini disebabkan karena otak adalah organ yang paling
terakhir terpengaruh ketika terjadi malnutrisi. Pengukuran lingkar kepala sebaiknya
dilakukan setiap minggu mulai dari 3-5 hari setelah lahir. Alat pengukur lingkar
kepala yang digunakan tidak boleh dapat mengalami peregangan. Alat yang baik
digunakan untuk pengukuran ini misalnya metal measuring tape. Pengukuran
dilakukan dari bagian occipital kepala hingga bagian anterior dari os frontal.
Pengukuran ini tidak dapat dilakukan pada anak dengan hidrocephalus dan edema
pada kulit kepala.
Indeks antropometri15
Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan pertumbuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Berat badan adalah salah satu parameter yang
menggambarkan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
yang mendadak, misal terserang infeksi. Dengan karakteristik ini, maka indeks
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelemahannya adalah
dapat mengakibatkan intepretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema, sering
terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada
saat penimbangan.
Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U )
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi pada waktu pendek, pengaruhnya akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. Sehingga, indeks ini lebih menggambarkan status gizi
masa lalu.
12
Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu. Indeks ini merupakan indikator yang baik dan lebih
tepat untuk menilai status gizi saat ini.
13
Gambar 1. Grafik WHO (Berat badan terhadap usia)
Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks
14
Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan WHO14
1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-rata
2. Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini
diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh
dari garis median menggambarkan masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2.
4. Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.
Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan
metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5
benua dan mempunyai ling-kungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk
usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan per-timbangan
grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan
smoothing NCHS 1981. 13
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5
tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Tabel 2. Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000
15
khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu. Untuk kemudahan praktek klinis, kebutuhan
kalori ditentukan berdasarkan: 13
I. Kondisi sakit kritis (critical illness) :
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
II. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)
Gizi baik/kurang:
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA
menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi ialah usia bila tinggi badan anak
tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien ter-tentu secara khusus
dihitung pada kondisi klinis tertentu
a. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau
b. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal :
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom
refeeding
Obesitas:
Target pemberian kalori adalah =
BB-ideal x RDA menurut usia tinggi.
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target
Untuk mengetahui Berat badan ideal anak sesuai dengan BB menurut tinggi badan adalah
sebagai berikut : 14
1 Cari Grafik CDC yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin dan lihat juga
kategorinya.
2 Lihat tinggi badan anak
3 Tarik ke arah kanan hingga memotong ke garis tengah 50 percentil tarik kebawah
hingga ke garis tengah hingga memotong 50 percentil pada kurva berat badan
16
Gambar 2. Grafik CDC ( Berat badan terhadap tinggi badan)
17
nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer,
sedangkan untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral13
18
Gambar 3. Langkah-langkah Melakukan Asuhan Nutrisi Pediatrik
2.6 Strategi Pemberian Nutrisi pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan dan
Malnutrisi
Untuk mengembalikan keadaan nutrisi anak yang mengalami penurunan masukan
kalori dan peningkatan kebutuhan energi, perlu dicapai tumbuh kejar sebagai tujuan akhir
pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan mengalami gagal
tumbuh. Beberapa strategi pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan
tertera pada Tabel 4.16
19
Tabel 4. Strategi Pemberian Nutrisi pada Anak dengan Kelainan Jantung Kongenital16
Cara pemberian makanan pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan
malnutrisi bermacam-macam, tergantung dari derajat malnutrisi dan usia pasien.
Pemberian makanan oral lebih disukai apabila keadaan memungkinkan, akan tetapi
pemberian makanan secara enteral dan atau total parenteral mungkin diperlukan apabila
terdapat indikasi yang tepat. Pemberian makanan padat secara oral dapat dimulai pada saat
bayi berusia 4 sampai 6 bulan. Apabila makanan diberikan melalui pipa nasogastrik, dapat
dimulai dengan memberikan makanan dengan densitas 24kcal/30 ml dengan kecepatan
1mg/kgBB/jam secara kontinu. Kemudian densitas makanan dapat ditingkatkan 3-4
kkal/30 ml/hari secara bertahap sehingga didapatkan jumlah kalori yang ingin dicapai.16
Algoritma strategi pemberian nutrisi tertera pada Gambar 1. Masukan kalori yang
dibutuhkan adalah 75 sampai 120 kkal/kg/hari tergantung dari usia anak. Sumber kalori
20
diperoleh dari karbohidrat 35%-65% dari kalori total, protein 8%-10%, lemak 35%-50%.
Oleh karena bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan yang mengalami malnutrisi
dan gagal tumbuh seringkali terdapat gangguan pada saluran pencernaannya, maka perlu
diperhatikan makanan yang diberikan sebagai sumber kalori. Karbohidrat yang diberikan
mengandung glukosa polimer, oleh karena mempunyai osmolaritas yang rendah dan
menghasilkan lebih banyak kalori. Glukosa polimer tersebut banyak terdapat pada tepung
beras, terigu, kentang, jagung, ubi, sagu dan sebagainya. Lemak yang diberikan sebaiknya
adalah MCT (medium chain trygliceride), oleh karena sebagian dapat langsung diserap di
usus halus. Pemberian lemak MCT paling sedikit mengandung 4% asam lemak esensial,
banyak didapatkan di dalam lemak nabati seperti minyak kelapa, minyak jagung, dan
minyak kacang. Protein yang diberikan sebaiknya adalah protein hidrolisat, oleh karena
terdiri dari molekul peptida rantai pendek dan asam amino yang mudah dicerna dan
diserap oleh usus halus. Keseluruhan kandungan makanan tersebut dapat diperoleh dalam
bentuk makanan yang sudah jadi antara lain susu formula khusus Pregestimil, Pepti-
Junior, dan lain-lain.Pada beberapa keadaan dimana terdapat demam, operasi, infeksi,
stress dan gagal tumbuh dapat ditambahkan kalori sebesar 20% sampai dengan 100%.
Untuk pasien yang dipersiapkan operasi direkomendasikan untuk pemberian kalori yang
lebih tinggi, yaitu sebesar 120%-130% dari RDA (Recommended Daily Allowance).
Perhitungan RDA disesuaikan dengan berat badan ideal bukan berat badan aktual.17,18
Untuk mengejar kenaikkan berat badan sebelum tindakan operasi maka perlu
dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus yang akan diberikan dan dengan teknik
tertentu. Teknik pemberian nutrisi bisa secara oral, melalui pipa nasogastri, gastrostomi
dan parenteral. Secara peroral nutrisi diberikan sedikit-sedikit tetapi sering. Cara ini
kadang kurang berhasil oleh akrena anoreksia, cepat capai. Cara lain menggunakan selang
nasogastrik, susu atau makanan cair yang dimasukkan lewat selang secara periodik atau
dengan infus. Semua makanan lebih dahulu dinilai nilai gizinya, jumlah kalori, protein,
karbohidrat dan jumlah cairannya. Schwars dkk telah meneliti pada bayi dengan PJB yang
dikelompokkan menjadi tiga yaitu diberikan nutrisi lewat infus nasogastrik kontinyu
selama 24 jam, kelompok 2 diberikan 12 jam melalui pipa nasogastrik dan 12 jam per oral,
sedangkan kelompok 3 diberikan per oral saja. Hasilnya yang diberikan infus selama 24
jam terus menrus ternyata terdapat perbaikan yang signifikan dibandingkan dengan yang
diberikan per oral saja. Adapun kontraindikasi pemberian enteral feeding adalah
21
hemodinamik yang tidak stabil, PJB duct dependent dengan obstruksi left sided atau right
sided, low systemic output, henti jantung < 24 jam, perdarahan saluran cerna.18-20
22
Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi Anak Dengan Kelainan Jantung Kongenital Pada Saat
Perawatan Kritis Dan Akut
Singkatan: REE = resting energy expenditure – pengeluaran energi pada saat istirahat; CRP = c-reactive
protein; LBW = low birth weight – BBLR = berat badan lahir rendah; MIVF = maintenance intravenous
fluids-Rumatan/pemeliharaan cairan intravena
23
BAB III
KESIMPULAN
Anak yang menderita penyakit jantung bawaan mudah sekali mengalami malnutrisi.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan malnutrisi, seperti jenis kelainan jantung bawaan,
masukan kalori yang tidak adekuat, hipermetabolisme, hipoksia seluler, malabsorbsi, usia
saat dilakukan operasi, dan faktor-faktor pranatal. Malnutrisi sanagat mempengaruhi
keberhasilan tatalaksana PJB baik yang akan menajalani operasi atau intervensi, malnutrisi
juga akan mempengaruhi outcome tindakan tersebut. Gagal jantung kongestif dan
hipertensi pulmonal berkorelasi dengan beratnya malnutrisi. Pada PJB sianotik lebih
terpengaruh berat badan dan tinggi badan, sedangkan pada PJB asianotik pirau kiri ke
kanan lebih terpengaruh berat badan daripada tinggi badan. Untuk mengatasi malnutrisi
yang terjadi perlu memberikan nutrisi kalori yang disesuaikan kebutuhan bayi atau anak
dan teknis cara pemberiannya. Untuk bayi, pemberian dengan pipa nasogastrik secara terus
menerus 24 jam secara signifikan menaikkan berat badan, keadaan ini diperlukan bila
hendak dilakukan operasi segera. Di samping itu, kelainan penyerta atau komplikasi dari
PJB harus ditatalaksana dengan baik seperti mengatasi gagal jantung, infeksi dan operatif
ataupun intervensi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
12. Daymont C, Neal A, Prosnitz A, Meryl SC. Growth in children with
congenital heart disease. Pediatrics 2013; 131(1):e236-e242.
13. Damayanti SR, Nasar SS, Davaera Y, Tanjung CF. 2013. Asuhan Nutrisi
Pediatri. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
14. Waterlow JC. Classification and definition of protein-calorie malnutrition.
Brit Med J 1972;566-9
15. Waterlow JC. Annex 5: Classification and definition of protein-calorie
malnutrition. Nutrition in Preventive Medicine. WHO Technical Report 2011:
530-53
16. Wheat A, Jefrey C. Nutritional management of children with congenital heart
disease. Nutrition Bytes 2002; 8:1-6
17. Parrish CR. Nourishing little hearts: Nutritional implications for congenital
heart disease. Practical Gastroenterology August 2011;98:11-34.
18. Nydegger A, Bines JE. Energy metabolism in infant with congenital heart
disease. Nutrition 2001;22:697-774.
19. Argent AC, balachandran R, Vaidyanathan B, Khan A, Kumar RK.
Management of undernutrition and failure to thrive in children with congenital
heart disease in low- and midlle- income countries. Cardiology in the Young
2017;27:S22-S30.
20. Vaidyanathan B, nair SV, Kundaram KR, Babu UK, Shivaprakasha K, Rao
SG, Kumar RK. Malnutrition in children with congenital heart disease:
determinants and short-term impact of corrective intervention. Indian
Pediatrics 2008;45:541-546.
26