Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan malformasi struktur yang


terbanyak dan mencapai 25% dari semua anomali kongenital serta menjadi masalah
kesehatan global. PJB terjadi pada 0,5-0,8% kelahiran hidup, ditemukan 1,5 juta kasus
baru tiap tahun di dunia dan banyak menyebabkan cacat lahir dan kematian pada tahun
pertama kehidupan dibanding keadaan lain setelah etiologi infeksi disingkirkan.1
Anak dengan PJB rentan mengalami masalah pada pertumbuhan dan
perkembangannya. Penelitian yang dilakukakan oleh Chen CW pada tahun 2004
melaporkan adanya keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak dengan PJB
dibandingkan dengan anak normal. Gagal tumbuh atau failure to thrive (FTT) bukanlah
suatu penyakit tetapi suatu tanda dari keadaan galur (pathway) umum dari banyak masalah
medis, psikososial dan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan yang terhambat pada
anak. Konsep awal gagal tumbuh diklasifikasikan menjadi organik dan non organik, tetapi
sekarang telah dipahami bahwa gagal tumbuh merupakan interaksi antara lingkungan
dengan kesehatan anak, perkembangan dan perilaku. Beberapa penelitian yang dilakukan
terkait malnutrisi pada anak dengan PJB di negara yang sedang berkembang,
prevalensinya sangat bervariasi dari 27% hingga 90,4%. Mehrizi dan kawan-kawan
melaporkan prevalensi malnutrisi yang lebih rendah yaitu sekitar 27% pada anak di Turki.
Di India Selatan, Vaidyanathan dan kawan-kawan melaporkan prevalensi malnutrisi apda
PJB yang lebih tinggi (59,0%).2
Evaluasi pada anak dengan pertumbuhan yang lambat atau tidak tumbuh sama
sekali memerlukan evaluasi yang simultan untuk mendapatkan informasi biomedik dan
psikososial melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Masalah yang penting adalah pada
tahap penegakkan diagnosis, karena kondisi anak mungkin dalam penyakit yang gawat
atau dalam keadaan kegawatan lingkungan psikososial. Kasus gagal tumbuh banyak
disebabkan oleh gizi yang tidak adekuat dikarenakan faktor biologi dan lingkungan yang
tidak saling menunjang sehingga menyulitkan tercapainya status gizi yang baik. Etiologi
gagal tumbuh pada pasien PJB belum diketahui jelas. Banyak faktor yang berhubungan
dengan kondisi tersebut antara lain berkurangnya asupan kalori, malabsorpsi, peningkatan
penggunaan energi, hipoksia relatif, dan adaptasi endokrin.3

1
BAB II
ISI

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan fisik dapat dibagi dalam dua bagian, pertumbuhan (growth) dan
perkembangan (development). Pertumbuhan menunjukkan bertambah besar badan
dalam keseluruhan, bagian badan, atau jaringan yang terjadi saat proses menuju dewasa.
Pertumbuhan dapat berarti pertambahan jumlah sel secara simultan (hiperplasia) atau
bertambahnya ukuran (hipertrofi). Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan (skill) struktur dan fungsi tubuh yang lebih komplek, dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas misalnya
diferensiasi organ tubuh dan jaringan selama masa janin, maturasi alat pencernaan yang
efisien sesudah kelahiran, maturasi dari kerangka selama masa kanak-kanak, dan
produksi antibodi selama hidup untuk memberi kekebalan tubuh.4
Pertumbuhan selama masa kanak-kanak tergantung pada faktor-faktor perinatal,
termasuk gizi saat kehamilan, tinggi potensi genetik dari orang tua dan nutrisi selama
masa pertumbuhan. Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh sejumlah hormon, misalnya
hormon pertumbuhan (growth hormone), insulin dan hormon seks seperti estrogen,
progesteron dan androgen.4
Pertumbuhan dinilai dengan pengukuran antropometrik, yaitu tinggi atau panjang
badan, berat badan, volume dan tebal jaringan dibandingkan dengan pertumbuhan baku.
Pertumbuhan baku ini diambil dari rata-rata pengukuran sampel populasi. Pada
umumnya digunakan istilah pertumbuhan baku berdasarkan persentil atau disebut
derajat persentil. Pada pertumbuhan baku dengan persentil ini, semua ukuran dari
sejumlah besar sampel anak-anak disusun mulai dari yang terkecil sampai terbesar dan
ditentukan. persentil yang cocok dengan posisi dalam ukuran derajat. Misalnya ukuran
di tengah-tengah atau median disebut persentil ke-50. Persentil ke-90 menunjukkan
ukuran yang sama atau lebih tinggi dari 90% anak-anak dalam sampel. Seorang anak
dinyatakan gagaI tumbuh bila berat badan berada dibawah persentil 3 menurut usia, atau
berada di bawah 2 simpang baku berat dan tinggi badan rata-rata menurut usianya pada
lebih dari satu kali pengamatan.4

2
2.2 Gagal Tumbuh pada Penyakit Jantung Bawaan
Anak dengan penyakit jantung bawaan dapat menunjukkan gangguan pertumbuhan. Gagal
tumbuh terjadi sudah sejak masa awal bayi. Beberapa keadaan yang dapat menerangkan
gagal tumbuh pada anak dengan penyakit jantung bawaan adalah keadaan hipoksia dan
kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan pada anak. Anoksia dan kongesti
vena pada saluran cerna dapat menyebabkan malabsorpsi makanan, anoksia perifer dan
asidosis menyebabkan ketidakcukupan nutrisi serta peningkatan laju metabolik
menunjukkan ketidak cukupan masukan makanan untuk pertumbuhan. Anak dengan
penyakit jantung bawaan memerlukan pemantauan pertumbuhan untuk mempertahankan
pertumbuhan linier dan peningkatan berat badan agar berhasil dengan optimal.1,5

2.3 Mekanisme Malnutrisi pada Penyakit Jantung Bawaan


Berat badan bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan umumnya normal
sesuai masa kehamilan. Toleransi makan bayi dengan penyakit jantung bawaan pada awal
pemberian makan pada umumnya masih cukup baik, tetapi sesak dan napas yang cepat
membuat anak/bayi kelelahan dan kemudian menyebabkan bayi menghentikan makannya.6
Terdapat beberapa faktor penyebab pertumbuhan pada anak dengan penyakit jantung
bawaan tidak optimal. Misalnya ketidak cukupan masukan kalori, malabsorpsi, usia saat
operasi dan peningkatan kebutuhan energi. Ketidak cukupan masukan kalori merupakan
penyebab gagal tumbuh yang paling banyak.7,8
Mekanisme Malnutrisi pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan8
1. Jenis dan dampak klinis penyakit jantung
a. Defek sianotik dan asianotik
b. Pirau (shunts)
c. Gagal jantung kongestif
d. Kondisi pembedahan
 Usia saat pembedahan
 Jenis pembedahan
 Komplikasi
2. Gangguan metabolisme energi
Peningkatan pengeluaran energi
a. Hipertrofi jantung

3
b. Kelainan komposisi tubuh
c. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
d. Peningkatan jaringan hemapoietik
e. Peningkatan suhu basal
f. Infeksi berulang
g. Obat-obatan
3. Penurunan asupan energi
a. Anoreksia dan kekenyangan dini
b. Obat-obatan
c. Penurunan volume lambung yang disebabkan oleh pembesaran hati
4. Gangguan fungsi saluran pencernaan
a. Malabsorpsi
 Edema dan hipoksia kronik pada usus
 Pengaruh obat
b. Perkembangan saluran cerna yang terhambat
c. Hepatomegali kompresif
 Penurunan volume lambung
 Peningkatan refluks gastroesofagus
5. Faktor bawaan
a. Kelainan kromosom
b. Faktor dalam kandungan
c. Berat badan lahir

2.3.1 Jenis-Jenis Kelainan Jantung Bawaan Dengan Aspek Gagal Tumbuh Kembang
Perbedaan jenis kelainan jantung akan berdampak pada perbedaan pola
pertumbuhan pada anak dengan penyakit jantung bawaan, walaupun berat badan dan tinggi
badan tidak selalu langsung berkaitan dengan derajat penyakit jantung bawaan.
Berdasarkan dampak gangguan hemodinamik, penyakit jantung bawaan dibagi menjadi
tipe sianotik dan asianotik. Tipe sianotik, yakni transposition of great arteries (TGA) dan
tetralogy of Fallot (TOF), pada umumnya berpengaruh pada berat badan dan tinggi badan.
Meskipun penyebab stunting pada pasien dengan PJB sianotik belum diketahui secara
pasti, tetapi diduga bahwa tidak optimalnya oksigenasi ke jaringan merupakan faktor

4
penyebab. Sedangkan tipe asianotik meliputi patent arterial duct, atrial septal defect dan
ventricular septal defect (PDA, ASD, VSD) dengan pirau kiri ke kanan, lebih
mempengaruhi berat badan dibandingkan dengan tinggi badan pada stadium awal.
Masalah nutrisi pada anak dengan PJB berhubungan dengan jenis kelainan jantung dan
tingkat keparahan gangguan hemodinamik. Sebanyak 60% sampai 70% pasien PJB dengan
hipertensi pulmonal dan gagal jantung kongestif memiliki risiko tinggi untuk mengalami
malnutrisi. Malnutrisi berat bisa terjadi pada gagal jantung kongestif yang berhubungan
dengan PJB asianotik. Anak dengan kelainan ini bisa terlihat normal sesuai dengan umur
gestasi pada saat lahir, tetapi bisa mengalami penurunan berat badan atau wasting yang
diikuti dengan defisit pertumbuhan linear atau pendek. 9,10

2.3.2 Masukan Kalori yang Tidak Adekuat


Pada anak dengan penyakit jantung bawaan, pemakaian energi meningkat dan
seringkali terjadi bersamaan dengan masukan kalori yang tidak adekuat. Suatu studi yang
dilakukan oleh Hansen dan Dorup menunjukkan bahwa masukan kalori pada anak PJB
sebanyak 76% dibandingkan dengan anak normal sesuai umur. Masukan kalori yang tidak
adekuat terjadi apabila anak dengan penyakit jantung bawaan mulai kehilangan nafsu
makan atau akibat oleh ketidakmampuan tubuh memakai zat-zat gizi untuk pertumbuhan
bayi/anak oleh karena anoksia, asidosis, malabsorpsi dan peningkatan kebutuhan zat gizi.
Pembesaran hati oleh karena gagal jantung kongestif menyebabkan pengurangan volume
lambung dan potensial menyebabkan refluks gastro esophageal serta aspirasi. Gagal
jantung kongestif juga menyebabkan edema dan hipoksia.6-8 Peneliti lain menduga bahwa
pada anak dengan penyakit jantung bawaan, terjadi perlambatan maturasi serta fungsi
saluran cema yang disebabkan oleh hipoksia kronik. Protein losing enteropathy (enteropati
hilang protein) dan steatore adalah dua keadaan kelainan yang sering terjadi. Intoleransi
terhadap pemberian makan dapat disebabkan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cukup
energi, ditandai dengan takikardia, takipnu, sesak nafas, dan muntah. Hipoksia yang terjadi
menyebabkan baik dispnu dan takipnu selama makan, menyebabkan anak mudah lelah
sehingga mengurangi jumlah makanan yang dikonsumsi. Faktor lain yang mengakibatkan
asupan nutrisi tidak adekuat adalah anak cepat merasa kenyang, anoreksia, waktu
pengosongan lambung yang tertunda, cardiac output yang rendah, koordinasi menghisap
yang kurang, kelainan pola menelan, dan bernapas akibat takipneu. Beberapa obat juga
dapat menyebabkan nafsu makan menurun seperti diuretika, digitalis. Anoreksia dapat

5
terjadi akibat pemberian diuretika dan digitalis. Diuretika dapat menyebabkan hiokalemi
dan alkalosis metabolik sedang digitalis dapat menyebabkan intoksikasi digitalis.Kondisi
genetik terkait seperti sindrom Down dan sindrom Turner juga dapat mempengaruhi
asupan energi, penyerapan gastrointestinal, pengeluaran dan ekspektasi pertumbuhan 10,11

2.3.3 Peningkatan Laju Metabolik (Hipermetabolisme)


Ketidakseimbangan energi merupakan salah satu faktor utama penyebab gagal
tumbuh dan malnutrisi pada anak dengan PJB. Peningkatan laju metabolik sering dijumpai
pada anak dengan penyakit jantung bawaan, terutama bila terjadi gagal jantung kongestif.
Hipermetabolisme pada PJB disebabkan karena kerja jantung dan respirasi yang
berlebihan. Keadaan hipermetabolisme dapat menjelaskan mengapa anak dengan PJB yang
disertai kurang gizi kesulitan untuk mencapai berat ideal meskipun diberi diet yang cukup.
Hal yang sama tampak pada anak PJB dengan malnutrisi berat dimana konsumsi energi
lebih besar dibandingkan dengan anak dengan PJB yang pertumbuhannya normal. Anak
dengan PJB yang mengalami peningkatan energy expenditure yang ditandai meningkatnya
basal metabolic rate (BMR) dan resting energy expenditure (REE). Peningkatan energy
expenditure berkorelasi dengan ada tidaknya gagal jantung dan tidak berkaitan dengan tipe
kelainan jantung. Dengan menggunakan The Doubly Labelled Water diketahui bahwa
energi total yang dikeluarkan sehari (Total Daily Energy Expenditure =TDEE) penderita
PJB lebih tinggi dibandingkan bayi sehat yaitu sebesar 40%.5 Peningkatan laju metabolik
dinilai dengan mengetahui konsumsi oksigen. Konsumsi oksigen pada anak dengan
penyakit jantung bawaan dan gagal tumbuh meningkat jika dibandingkan dengan anak
dengan penyakit jantung bawaan tanpa disertai gagal tumbuh (9,4 mL 02 /kg/menit vs 6,5
mL 02/kg/menit). Keadaan yang sama terjadi apabila anak dengan penyakit jantung
bawaan mengalami malnutrisi berat dibandingkan dengan anak dengan penyakit jantung
bawaan yang pertumbuhannya normal. Energi yang tersedia untuk metabolisme adalah
jumlah dari total pengeluaran energi dengan energi yang tersimpan. Tingkat metabolisme
basal merupakan komponen utama total pengeluaran energi dan energi yang tersimpan.
Secara umum, anak memiliki tingkat metabolisme yang lebih tinggi, sehingga memiliki
risiko tinggi mengalami kekurangan energi selama sakit.6,11

6
Beberapa keadaan dapat meningkatkan laju metabolik, antara lain:6,7
1. Peningkatan metabolisme otak pada anak yang kurang gizi sebesar dua kali lipat
2. Peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan peningkatan jumlah sel-sel tubuh.
3. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis sebagai respons terhadap gagal jantung
kongestif, terutama saraf simpatis pada jaringan - hematopoeisis, otot jantung dan
pernapasan.
4. Terjadi infeksi pada anak, seperti penyakit saluran napas, infeksi saluran kemih,
infeksi telinga, serta sepsis. Keadaan tersebut akan meningkatkan suhu tubuh dan laju
metabolik. Setiap peningkatan suhu tubuh 10 dari suhu tubuh normal akan
meningkatkan laju metabolik sampai 13%.

2.3.4 Malabsorpsi
Malabsorpsi merupakan salah satu kondisi yang juga menyebabkan malnutrisi pada
anak dengan PJB. Hal ini bisa disebabkan oleh hipoksia dari saluran cerna yang
menyebabkan intoleransi makanan, asupan kalori yang terbatas, dan mengurangi
penyerapan zat-zat gizi. Penyebab dari gangguan absorbsi adalah lambatnya proses
maturasi dan fungi saluran cerna yang disebabkan hipoksia kronis. Hepatosplenomegali
dapat menyebabkan kapasitas lambung menurun dan mempengaruhi asupan nutrisi oral.
Pada anak dengan lesi jantung yang mengakibatkan gagal jantung kanan dan peningkatan
tekanan vena sistemik karena shunting kanan ke kiri, dapat dijumpai terjadinya edema
pada dinding dan mukosa usus. Perubahan-perubahan dalam dinding usus ini akan
menyebabkan gangguan gerakan usus, asupan nutrisi dan malabsorpsi, sehingga
mempengaruhi waktu, volume, dan kepadatan kalori dari makanan.6-8

2.3.5 Hipoksi Seluler


Metabolisme basal yang meningkat dan kebutuhan energi yang tinggi serta
penurunan masukan kalori menyebabkan malnutrisi, tetapi beberapa bukti menunjukkan
bahwa konsumsi oksigen PJB sianotik lebih rendah daripada PJB non sianotik. Hipoksia
diduga menyebabkan berkurangnya pembelahan sel akibat berkurangnya sintesa protein.
Mekanisme yang menyebabkan berkurangnya sel lemak pada penderita diduga akibat
hipoksia kronis pada saat fase pertumbuhan cepat (awal kehidupan). Pola pertumbuhan
pada PJB asianotik lebih dipengaruhi oleh berat badan dibandingkan dengan tinggi badan.6

7
2.3.6 Kelainan genetik atau kelainan lain diluar jantung
Anak PJB yang disertai kelainan bawaan lain, memiliki risiko tinggi untuk
mengalami malnutrisi. Kelainan genetik yang sering berhubungan dengan PJB antara lain
Trisomi 21, 13, dan 18, Turner syndrome, Williams syndrome, Noonan syndrome, dan Di
George syndrome. Kelainan ini mempengaruhi laju pertumbuhan akibat gangguan pada
asupan kalori, penyerapan saluran cerna, metabolisme, dan pengeluaran energi. Faktor
risiko yang lain seperti prematur dan faktor prenatal juga mempengaruhi malnutrisi dan
pertumbuhan anak PJB.5,7

2.3.7 Usia Saat Operasi


Usia saat dilakukan operasi sangat mempengaruhi masa pemulihan anak dengan
penyakit jantung bawaan untuk mengejar tumbuh kembangnya, baik tinggi maupun berat
badan. Tanpa nutrisi yang adekuat, tidak akan mungkin dilakukan operasi pada usia lebih
dini. Anak dengan berat badan kurang dari 4,5 kg memiliki risiko kematian yang tinggi
saat dilakukan operasi.6 Anak yang berhasil hidup setelah operasi memerlukan waktu
pemulihan untuk kenaikan berat badan dalam beberapa bulan, sedangkan tumbuh kejar
untuk lingkar kepala dan tinggi badan memerlukan waktu lebih dari satu tahun. Berbagai
variabel medis dan non-medis juga mempengaruhi usia saat anak dilakukan operasi,
termasuk jenis asuransi kesehatan dan kemudahan akses mencapai fasilitas kesehatan.8
Pada kasus PDA, didapatkan percepatan kenaikan berat badan 28% dan tinggi
badan 20% secara bermakna setelah dilakukan operasi. Anak yang lahir dengan berat lahir
normal dengan VSD besar dan gagal jantung kongestif menunjukkan kenaikan berat
badan, tinggi badan, serta lingkar kepala yang bermakna sesudah dilakukan operasi pada
usia dini (kurang dari 7 bulan), perbaikan ini dicapai dalam waktu 6 sampai 12 bulan
sesudah operasi.7,9

2.3.7. Faktor-Faktor Pranatal


Beberapa faktor pranatal berperan dalam mempengaruhi pertumbuhan anak dengan
kelainan jantung bawaan yang sudah dikoreksi. Faktor-faktor tersebut adalah tinggi badan
orang tua, faktor genetik, faktor intrauterin dan berat lahir. Faktor-faktor tersebut dapat
menyebabkan gagal tumbuh yang menetap pasca operasi. Skrining prenatal, termasuk

8
penggunaan ultrasonografi dengan teknik outflow tract dapat membantu diagnosis
kelainan jantung bawaan secara tepat dan lebih dini. 6,8

2.4 Konsekuensi Malnutrisi pada PJB


Konsekuensi malnutrisi pada penderita PJB dapat dibagi 2 yaitu : konsekuensi
jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek, pre operatif malnutrisi akan
menyebabkan ketahanan melawan infeksi menurun, penyembuhan luka operasi lebih lama,
perawatan di ICCU lebih panjang akibatnya biaya perawatan di RS bertambah.
Konsekuensi jangka panjang akan menyebabkan pertumbuhan fisik dan perkembangan
kognitif suboptimal, keterlambatan pubertas. Bayi yang menjalankan operasi lebih dini
akan tumbuh kejar berat dan panjang abdan dapat mencapai potensial genetik yang baik.
Suatu studi pada anak kurang dari 3 tahun dengan PJB sianotik menunjukkan
kecenderungan penurunan skor inteligen, berat otak yang rendah dan penurunan fungsi
kognitif.12

2.5 Langkah-langkah Asuhan Nutrisi Pediatrik


Adapun asuhan nutrisi pediatrik secara umum yang disarankan oleh IDAI meliputi 5
langkah :13
• Penilaian/assessment status gizi
• Penentuan kebutuhan
• Penentuan cara pemberian
• Penentuan jenis makanan
• Pemantauan dan evaluasi

2.5.1 Penilaian status gizi


Penilaian meliputi penentuan status gizi, masalah yang berhubungan dengan proses
pemberian makanan dan diagnosis klinis pasien. Anamnesis meliputi asupan makan, pola
makan, toleransi makan, perkembangan oromotor, motorik halus dan motorik kasar,
perubahan berat badan, faktor sosial, budaya dan agama serta kondisi klinis yang
mempengaruhi asupan. Penimbangan berat badan dan pengukuran panjang/tinggi badan
dilakukan dengan cara yang benar dan menggunakan timbangan yang telah ditera secara

9
berkala. Pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum dan tanda spesifik khususnya
defisiensi mikronutrien harus dilakukan.13
Agar dapat menilai status gizi anak, diperlukan analisis makanan, termasuk
masukan karbohidrat, protein, dan cairan yang dikonsumsi sehari-hari. Secara
laboratorium, penilaian status gizi dapat diketahui dengan memeriksa kadar albumin
serum, transferin, atau prealbumin. Penurunan kadar albumin serum yang merupakan
protein pengangkut utama yang disintesis di hati merupakan petunjuk defisiensi protein
kronik. Beberapa parameter kimia lain dapat digunakan untuk menilai status gizi seperti
pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal, elektrolit, dan kadar gula darah.13

Antropometri

Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh manusia dalam hal ini dimensi tulang, otot
dan jaringan lemak. Pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 14
1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat untuk sampel yang besar
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilatih untuk itu.
3. Alatnya murah dan mudah dibawa.
4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, karena
sudah ada ambang batas yang jelas.
7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.

Jenis parameter yang digunakan: 14


1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan gizi. Kesalahan penentuan umur akan
menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi badan
dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat.

10
2. Berat Badan
Berat badan (BB) merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan. Membutuhkan data lain seperti umur, jenis kelamin dan panjang
badan / tinggi badan untuk interprestasikannya. Pada masa bayi-balita, BB dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali
terdapat kelainan klinis seperti asites, dehidrasi, edema dan adanya tumor. BB
menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. BB
diukur dengan menggunakan timbangan digital atau timbangan dacin. BB dicatat
dengan ketelitian sampai 0,01 kg pada bayi dan 0,1 kg pada anak yang lebih besar.
Bayi cukup bulan pada awalnya akan kehilangan 5-10% berat badan waktu lahir,
tetapi akan meningkat kembali pada hari ke 7 sampai ke 10. Penambahan berat
mencapai dua kali berat lahir pada usia 4-5 bulan dan tiga kali berat lahir pada usia
1 tahun. Selama 3 bulan pertama bayi harus mencapai penambahan berat 25-30
g/hari. Pada usia 3-6 bulan bayi harus mencapai penambahan berat badan 20 g/hari
dan pada 6 bulan sampai 1 tahun penambahan berat badan 12 g/hari.
3. Panjang Badan / Tinggi Badan
Panjang badan / Tinggi badan merupakan parameter penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur diketahui dengan tepat.
Keistimewaannya adalah nilai tinggi badan meningkat terus, walaupun laju tumbuh
berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat
lagi pada masa remaja. Peningkatan nilai rata-rata tinggi orang dewasa suatu
bangsa merupakan salah satu indikator peningkatan kesejahteraan/kemakmuran,
jika potensi genetik belum mencapai maksimal.
Panjang badan (PB) digunakan untuk anak umur 0-24 bulan. Tinggi badan (TB)
digunakan untuk umur lebih dari 24 bulan. Pengukuran PB dapat menggunakan
infantometer dan pengukuran TB dapat menggunakan stadiometer, mikrotoa dan
tinggi duduk. Pengukuran PB lebih panjang 0,5 cm sampai 1,5 cm daripada
pengukuran TB. Anak dengan keterbatasan fisik misalnya kontraktur tidak
memungkinkan pengukuran PB / TB, sehingga digunakan cara pengukuran
alternatif, yaitu rentang lengan, panjang lengan atas dan panjang tungkai bawah.
Pengukuran PB /TB dilakukan dengan ketelitian 0,1 cm. Kecepatan pertumbuhan
yang normal pada usia 0-6 bulan sebesar 32 cm/tahun, 6-12 bulan sebesar 16

11
cm/tahun, 1-2 tahun sebesar 10 cm/tahun, 3-4 tahun sebesar 7-8 cm/tahun dan 5-10
tahun sebesar 5-7 cm/tahun.
4. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah pengukuran yang dilakukan pada bayi dan anak- anak.
Parameter ini menggambarkan berat dan volume otak dan tidak sensitif terhadap
adanya malnutrisi. Hal ini disebabkan karena otak adalah organ yang paling
terakhir terpengaruh ketika terjadi malnutrisi. Pengukuran lingkar kepala sebaiknya
dilakukan setiap minggu mulai dari 3-5 hari setelah lahir. Alat pengukur lingkar
kepala yang digunakan tidak boleh dapat mengalami peregangan. Alat yang baik
digunakan untuk pengukuran ini misalnya metal measuring tape. Pengukuran
dilakukan dari bagian occipital kepala hingga bagian anterior dari os frontal.
Pengukuran ini tidak dapat dilakukan pada anak dengan hidrocephalus dan edema
pada kulit kepala.

Indeks antropometri15
Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
konsumsi dan pertumbuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Berat badan adalah salah satu parameter yang
menggambarkan massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
yang mendadak, misal terserang infeksi. Dengan karakteristik ini, maka indeks
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. Kelemahannya adalah
dapat mengakibatkan intepretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema, sering
terjadi kesalahan pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada
saat penimbangan.
Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U )
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap
masalah kekurangan gizi pada waktu pendek, pengaruhnya akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. Sehingga, indeks ini lebih menggambarkan status gizi
masa lalu.

12
Indeks Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linier dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu. Indeks ini merupakan indikator yang baik dan lebih
tepat untuk menilai status gizi saat ini.

Cara Menggunakan Grafik Pertumbuhan WHO14,15


1 Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak di atas
2 tahun), berat badan.
2 Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva. Garis
horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur dan
panjang / tinggi badan.
3 Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis vertikal
pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan, umur, dan
IMT.
4 Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal hingga
mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran
perkembangan anak berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.

13
Gambar 1. Grafik WHO (Berat badan terhadap usia)

Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks

14
Cara Menginterpretasikan Kurva Pertumbuhan WHO14
1. Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-rata
2. Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini
diberi angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh
dari garis median menggambarkan masalah pertumbuhan.
3. Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2.
4. Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.

Grafik WHO 2006 digunakan untuk usia 0-5 tahun karena mempunyai keunggulan
metodologi dibandingkan CDC 2000. Subyek penelitian pada WHO 2006 berasal dari 5
benua dan mempunyai ling-kungan yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk
usia di atas 5 tahun hingga 18 tahun digunakan grafik CDC 2000 dengan per-timbangan
grafik WHO 2007 tidak memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan
smoothing NCHS 1981. 13
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score WHO 2006 untuk usia 0-5
tahun dan persentase berat badan ideal sesuai kriteria Waterlow untuk anak di atas 5 tahun.
Tabel 2. Penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006, dan CDC 2000

Kriteria diagnostik gagal tumbuh (failure to thrive ) adalah :14


1. Anak tumbuh dibawah persentil normal dalam growth chart; BB/U, BB/PB ,p5
2. Kecepatan pertumbuhan yang buruk
a. Pertumbuhan turun melewati > 2 persentile mayor dalam 3-6 bulan
b. Pertumbuhan turun > 2 SD dalam 3-6 bulan

2.5.2 Penentuan Kebutuhan


Kebutuhan kalori idealnya ditentukan secara individual menggunakan kalorimetri
indirek, namun hal tersebut mahal dan tidak praktis. Kebutuhan nutrien tertentu secara

15
khusus dihitung pada kondisi klinis tertentu. Untuk kemudahan praktek klinis, kebutuhan
kalori ditentukan berdasarkan: 13
I. Kondisi sakit kritis (critical illness) :
Kebutuhan energi = REE x faktor aktivitas x faktor stres
II. Kondisi tidak sakit kritis (non critical illness)
 Gizi baik/kurang:
Kebutuhan kalori ditentukan berdasarkan berat badan ideal dikalikan RDA
menurut usia tinggi (height age). Usia-tinggi ialah usia bila tinggi badan anak
tersebut merupakan P50 pada grafik. Kebutuhan nutrien ter-tentu secara khusus
dihitung pada kondisi klinis tertentu
a. Tatalaksana Gizi Buruk menurut WHO, atau
b. Berdasarkan perhitungan target BB-ideal :
BB-ideal x RDA menurut usia-tinggi
Pemberian kalori awal sebesar 50-75% dari target untuk menghindari sindrom
refeeding
 Obesitas:
Target pemberian kalori adalah =
BB-ideal x RDA menurut usia tinggi.
Pemberian kalori dikurangi secara bertahap sampai tercapai target
Untuk mengetahui Berat badan ideal anak sesuai dengan BB menurut tinggi badan adalah
sebagai berikut : 14
1 Cari Grafik CDC yang sesuai dengan usia dan jenis kelamin dan lihat juga
kategorinya.
2 Lihat tinggi badan anak
3 Tarik ke arah kanan hingga memotong ke garis tengah 50 percentil tarik kebawah
hingga ke garis tengah hingga memotong 50 percentil pada kurva berat badan

16
Gambar 2. Grafik CDC ( Berat badan terhadap tinggi badan)

Tabel 3. RDA menurut usia tinggi


Golongan Kecukupan Energi (kkal/Kg BBI) Kecukupan
Umur Laki-Laki Perempuan Protein
0-1 110 - 120 110 - 120 2,5
1-3 100 100 2
4-6 90 90 1,8
6-9 80 - 90 60 - 80 1,5
10 - 14 50 - 70 40 - 55 1 – 1,5
14 - 18 40 - 50 40 1 – 1,5

2.5.3 Penentuan cara pemberian


Pemberian nutrisi melalui oral atau enteral merupakan pilihan utama. Jalur
parenteral hanya digunakan pada situasi tertentu saja. Kontra indikasi pemberian makan
melalui saluran cerna ialah obstruksi saluran cerna, perdarahan saluran cerna serta tidak
berfungsinya saluran cerna. Pemberian nutrisi enteral untuk jangka pendek dapat
dilakukan melalui pipa nasogastrik atau nasoduodenal atau nasojejunal. Untuk jangka
panjang, nutrisi enteral dapat dilakukan melalui gastrostomi atau jejunostomi. Untuk

17
nutrisi parenteral jangka pendek (kurang dari 14 hari) dapat digunakan akses perifer,
sedangkan untuk jangka panjang harus menggunakan akses sentral13

2.5.4 Penentuan jenis makanan


Pada pemberian makan melalui oral bentuk makanan disesuaikan dengan usia dan
kemampuan oromotor pasien, misalnya 0-6 bulan ASI dan/formula, 6 bulan-1 tahun ASI
dan/atau formula di-tambah makanan pendamping, 1-2 tahun makanan keluarga ditambah
ASI dan/atau susu sapi segar, dan di atas 2 tahun makanan keluarga. Jenis sediaan
makanan untuk enteral disesuaikan dengan fungsi gastrointestinal dan dapat dibagi dalam
beberapa jenis, yaitu: 13
 Polimerik, yang terbuat dari makronutrien intak yang ditujukan untuk fungsi
gastrointestinal yang normal, terbagi menjadi formula standar dan formula
makanan padat kalori
 Oligomerik (elemental), biasanya terbuat dari glukosa polimer, protein
terhidrolisat, trigliserida rantai sedang (MCT, medium chain triglyceride)
 Modular, terbuat dari makronutrien tunggal

Pada pemberian parenteral, pemberian jenis preparat sesuai dengan usia,


perhitungan kebutuhan dan jalur akses vena. Untuk neonatus dan bayi beberapa asam
amino seperti sistein, taurin, tirosin, histidin merupakan asam amino yang secara
khusus/kondisional menjadi esensial, sehingga dibutuhkan sediaan protein yang bisa
berbeda antara bayi dan anak.13

2.5.5 Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi meliputi pemantauan terhadap akseptabilitas atau
penerimaan makanan, dan toleransi (reaksi simpang makanan). Reaksi simpang yang dapat
terjadi pada pemberian enteral antara lain adalah mual/muntah, konstipasi dan diare. Pada
pemberian parenteral dapat terjadi reaksi infeksi, metabolik dan mekanis. Selain itu,
diperlukan pemantauan efektivitas berupa monitoring pertumbuhan. Pada pasien rawat
inap evaluasi dan monitoring dilakukan setiap hari, dengan membedakan antara pemberian
jalur oral/enteral dan parenteral. Pada pasien rawat jalan evaluasi dilakukan sesuai
kebutuhan.13

18
Gambar 3. Langkah-langkah Melakukan Asuhan Nutrisi Pediatrik

2.6 Strategi Pemberian Nutrisi pada Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan dan
Malnutrisi
Untuk mengembalikan keadaan nutrisi anak yang mengalami penurunan masukan
kalori dan peningkatan kebutuhan energi, perlu dicapai tumbuh kejar sebagai tujuan akhir
pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan mengalami gagal
tumbuh. Beberapa strategi pemberian nutrisi pada anak dengan penyakit jantung bawaan
tertera pada Tabel 4.16

19
Tabel 4. Strategi Pemberian Nutrisi pada Anak dengan Kelainan Jantung Kongenital16

1. Memperkenalkan kembali makanan tinggi kalori dengan perlahan


 1 kkal/l mL
 Protein: 8-10%
 Karbohidrat: 35-65%
 Lemak: 35-50% (4% asam lemak esensial)
Tingkatkan asupan kalori dengan:
 Menurunkan kandungan air
 Meningkatkan kandungan protein
 Meningkatkan kandungan karbohidrat (glukosa atau sukrosa)
 Meningkatkan kandungan lemak (MCT atau LCT)
Kebutuhan kalori standar untuk fungsi pemeliharaan berkisar antara 75 dan 120
kcal/kg/hari dengan peningkatan sebesar 20% hingga 100% bila disertai stress,
pembedahan atau FTT
2. Hindari asupan cairan dalam jumlah banyak
3. Batasi konsumsi garam (2,2 – 3 mEq/hari)
4. Penuhi kebutuhan kalium sebanyak 2-3 mEq/kg/hari (dapat hingga 4-5 mEq/kg/hari)
5. Awasi status elektrolit
6. Osmolaritas urin sebaiknya tidak melebihi 400 mOsm/L

Cara pemberian makanan pada anak dengan penyakit jantung bawaan dan
malnutrisi bermacam-macam, tergantung dari derajat malnutrisi dan usia pasien.
Pemberian makanan oral lebih disukai apabila keadaan memungkinkan, akan tetapi
pemberian makanan secara enteral dan atau total parenteral mungkin diperlukan apabila
terdapat indikasi yang tepat. Pemberian makanan padat secara oral dapat dimulai pada saat
bayi berusia 4 sampai 6 bulan. Apabila makanan diberikan melalui pipa nasogastrik, dapat
dimulai dengan memberikan makanan dengan densitas 24kcal/30 ml dengan kecepatan
1mg/kgBB/jam secara kontinu. Kemudian densitas makanan dapat ditingkatkan 3-4
kkal/30 ml/hari secara bertahap sehingga didapatkan jumlah kalori yang ingin dicapai.16
Algoritma strategi pemberian nutrisi tertera pada Gambar 1. Masukan kalori yang
dibutuhkan adalah 75 sampai 120 kkal/kg/hari tergantung dari usia anak. Sumber kalori

20
diperoleh dari karbohidrat 35%-65% dari kalori total, protein 8%-10%, lemak 35%-50%.
Oleh karena bayi atau anak dengan penyakit jantung bawaan yang mengalami malnutrisi
dan gagal tumbuh seringkali terdapat gangguan pada saluran pencernaannya, maka perlu
diperhatikan makanan yang diberikan sebagai sumber kalori. Karbohidrat yang diberikan
mengandung glukosa polimer, oleh karena mempunyai osmolaritas yang rendah dan
menghasilkan lebih banyak kalori. Glukosa polimer tersebut banyak terdapat pada tepung
beras, terigu, kentang, jagung, ubi, sagu dan sebagainya. Lemak yang diberikan sebaiknya
adalah MCT (medium chain trygliceride), oleh karena sebagian dapat langsung diserap di
usus halus. Pemberian lemak MCT paling sedikit mengandung 4% asam lemak esensial,
banyak didapatkan di dalam lemak nabati seperti minyak kelapa, minyak jagung, dan
minyak kacang. Protein yang diberikan sebaiknya adalah protein hidrolisat, oleh karena
terdiri dari molekul peptida rantai pendek dan asam amino yang mudah dicerna dan
diserap oleh usus halus. Keseluruhan kandungan makanan tersebut dapat diperoleh dalam
bentuk makanan yang sudah jadi antara lain susu formula khusus Pregestimil, Pepti-
Junior, dan lain-lain.Pada beberapa keadaan dimana terdapat demam, operasi, infeksi,
stress dan gagal tumbuh dapat ditambahkan kalori sebesar 20% sampai dengan 100%.
Untuk pasien yang dipersiapkan operasi direkomendasikan untuk pemberian kalori yang
lebih tinggi, yaitu sebesar 120%-130% dari RDA (Recommended Daily Allowance).
Perhitungan RDA disesuaikan dengan berat badan ideal bukan berat badan aktual.17,18
Untuk mengejar kenaikkan berat badan sebelum tindakan operasi maka perlu
dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus yang akan diberikan dan dengan teknik
tertentu. Teknik pemberian nutrisi bisa secara oral, melalui pipa nasogastri, gastrostomi
dan parenteral. Secara peroral nutrisi diberikan sedikit-sedikit tetapi sering. Cara ini
kadang kurang berhasil oleh akrena anoreksia, cepat capai. Cara lain menggunakan selang
nasogastrik, susu atau makanan cair yang dimasukkan lewat selang secara periodik atau
dengan infus. Semua makanan lebih dahulu dinilai nilai gizinya, jumlah kalori, protein,
karbohidrat dan jumlah cairannya. Schwars dkk telah meneliti pada bayi dengan PJB yang
dikelompokkan menjadi tiga yaitu diberikan nutrisi lewat infus nasogastrik kontinyu
selama 24 jam, kelompok 2 diberikan 12 jam melalui pipa nasogastrik dan 12 jam per oral,
sedangkan kelompok 3 diberikan per oral saja. Hasilnya yang diberikan infus selama 24
jam terus menrus ternyata terdapat perbaikan yang signifikan dibandingkan dengan yang
diberikan per oral saja. Adapun kontraindikasi pemberian enteral feeding adalah

21
hemodinamik yang tidak stabil, PJB duct dependent dengan obstruksi left sided atau right
sided, low systemic output, henti jantung < 24 jam, perdarahan saluran cerna.18-20

Air susu ibu atau susu botol


Kebanyakan orang sadar bahwa bila memungkinkan, pemberian ASI paling baik
karena membantu menumbuhkan ikatan antara obu dan anak serta memberikan sumber
nutrisi yang baik. Namun, banyak orang tua merasa bahwa menyusui mungkin terlalu sulit
bagi anak-anak dengan PJB dan sebagai gantinya, pilihlah susu botol dengan susu formula
atau ASI. Selanjutnya, anyak orang tua percaya bahwa dengan pemberian susu botol
mereka dapat menendalikan laju alir dan karena itu memberikan volume yang lebih
banyakdengan sedikit usaha. Marino dkk telah menunjukkan bahwa saturasi oksigen pada
bayi dengan PJB lebih rendah pada kelompok yang diberi susu botol daripada kelompok
yang diberi ASI (p< 0,0001) yang menunjukkan bahwa hal tersebut kurang menimbulkan
stres pada bayi yang minum ASI daripada susu botol. Pada bayi dengan lesi sianotik,
sangat penting untuk menjaga saturasi oksigen setinggi mungkin dan oleh karena itu perlu
menyusui dengan mengorbankan kebutuhan energi. Sebaliknya, pada anak-anak dengan
lesi asianotik, hal itu mungkin dapat diterima untuk memberikan susu botol karena hal ini
akan memiliki sedikit efek buruk pada saturasi oksigen.8

2.7 Kebutuhan Nutrisi Khusus


Kebutuhan kalori dan protein untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat pada
anak dengan penyakit jantung bawaan pada umumnya lebih tinggi dari yang dianjurkan
pada recommended dietary allowences (RDA). Kebutuhan nutrisi yang lebih tinggi
tersebut disebabkan oleh keadaan nutrisi anak yang buruk dan untuk tumbuh kejar. Perlu
dibedakan antara kebutuhan nutrisi saat perawatan kritis dan saat perawatan akut. Tabel 5
menunjukkan kebutuhan energi, protein, cairan dan mikronutrien untuk anak dengan
kelainan jantung kongenital pada saat perawatan kritis dan akut. Kenaikan berat badan dan
toleransi anak terhadap nutrisi yang kita berikan perlu dipantau.17

22
Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi Anak Dengan Kelainan Jantung Kongenital Pada Saat
Perawatan Kritis Dan Akut

Perawatan Kritis Perawatan Lanjutan /Akut

Energi Ditentukan dengan pengukuran 120-150 kkal/kg; 140-200 kkal/kg


kalorimetri tidak langsung, bila untuk mengejar pertumbuhan
alat tersedia Rumus Kejar Pertumbuhan
Besar REE (~55-60 kkal/kg) (kkal/kg):
dalam 3-5 hari pertama setelah Kkal/kg BB sesuai usia x BB ideal
pembedahan atau hingga CRP < 2 BB sekarang
mg/dl
Protein Cukup Bulan: 3-3,5 g/kg
Prematur atau LBW: 3-4 g/kg
Cairan Seperti aturan restriksi cairan pada < 3 kg: 120 mL/kg
perawatan kritis (umumnya 50- >3 kg: 100 mL/kg
80% MIVF dengan aturan yang Pertimbangkan +10-15% untuk
agak longgar setelah proses mengompensasi meningkatnya
penyapihan obat dan penutupan kehilangan cairan akibat takipnea,
Sternum diare, muntah dan diuresis
Mikronutrien Kalium: 2 – 5 mEq/kg
Natrium: setidaknya 2-3 mEq/kg bahkan bila dibutuhkan pembatasan
Natrium
Suplementasi besi dan vitamin D pada bayi yang disusui dan anak
dengan asupan formula yang rendah

Singkatan: REE = resting energy expenditure – pengeluaran energi pada saat istirahat; CRP = c-reactive
protein; LBW = low birth weight – BBLR = berat badan lahir rendah; MIVF = maintenance intravenous
fluids-Rumatan/pemeliharaan cairan intravena

23
BAB III
KESIMPULAN

Anak yang menderita penyakit jantung bawaan mudah sekali mengalami malnutrisi.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan malnutrisi, seperti jenis kelainan jantung bawaan,
masukan kalori yang tidak adekuat, hipermetabolisme, hipoksia seluler, malabsorbsi, usia
saat dilakukan operasi, dan faktor-faktor pranatal. Malnutrisi sanagat mempengaruhi
keberhasilan tatalaksana PJB baik yang akan menajalani operasi atau intervensi, malnutrisi
juga akan mempengaruhi outcome tindakan tersebut. Gagal jantung kongestif dan
hipertensi pulmonal berkorelasi dengan beratnya malnutrisi. Pada PJB sianotik lebih
terpengaruh berat badan dan tinggi badan, sedangkan pada PJB asianotik pirau kiri ke
kanan lebih terpengaruh berat badan daripada tinggi badan. Untuk mengatasi malnutrisi
yang terjadi perlu memberikan nutrisi kalori yang disesuaikan kebutuhan bayi atau anak
dan teknis cara pemberiannya. Untuk bayi, pemberian dengan pipa nasogastrik secara terus
menerus 24 jam secara signifikan menaikkan berat badan, keadaan ini diperlukan bila
hendak dilakukan operasi segera. Di samping itu, kelainan penyerta atau komplikasi dari
PJB harus ditatalaksana dengan baik seperti mengatasi gagal jantung, infeksi dan operatif
ataupun intervensi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Linde VD, Konings EEM, Slager MA, Witsenburg M, Helbing WA.,


Takkenberg JJM., Roos-Hesselink JW. Birth Prevalence of Congenital
Heart Disease Worldwide: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Journal of American Collage of Cardiology 2011; 58(21): 2241-2248.
2. Okoromah CA, Ekure EN, Lesi FE, Okunowo WO, Tijani BO, Ekeiyi JC.
Prevalence, profile and predictors of malnutrition in children with congenital
heart defects: a case control observational study. Arch Dis Child 2011;1:1-7.
3. Hubschman LE. Malnutrition in Congenital Heart Disease Management to
Improve Outcomes. Infant Child and Adoloscent Nutrition 2013; 5(3): 170-
176.
4. Soetjiningsih. 2015. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak, hlm. 2-22.
dalam Soetjiningsih, Ranuh (penyunting). Tumbuh Kembang Anak. Edisi
ke-2. EGC, Jakarta.
5. Poskitt EME. Failure to thrive in congenital heart disease. Arch Dis Child
1993; February; 68:150-60
6. Nydegger A, Bines JE. Applied nutritional investigation: energy metabolism
in infants with congenital heart disease. Nutrition 2006; 22:697-704
7. Forchielli ML, McColl R, Walker WA, Clifford. Nutrition Grand Rounds.
Children with congenital heart disease: A nutrition challenge. Nutrition
Reviews 1994;52:348-53
8. Rodica T. Nutritional Approach of Pediatric Patients Dianosed with
Congenital Heart Disease. Acta Medica Marisiensis 2013;59(2):121-125
9. Salzer HR, Haschke F, Wimmer M, Heil M, Schilling R. Growth and
nutritional intake of infants with congenital heart disease. Pediatr Cardiol
1989; 10: 17-23.
10. Varan B, Tokel K, Yilmaz G. Malnutrition and growth failure in cyanotic and
acyanotic congenital heart disease with and without Pulmonary hypertension.
Arch Dis Child 1999;81:49-52
11. Forchielli ML, McCOll R, Walker WA, Lo C. Children with congenital heart
disease: A nutrition challenge. Nutr Res 1994;52:348-53.

25
12. Daymont C, Neal A, Prosnitz A, Meryl SC. Growth in children with
congenital heart disease. Pediatrics 2013; 131(1):e236-e242.
13. Damayanti SR, Nasar SS, Davaera Y, Tanjung CF. 2013. Asuhan Nutrisi
Pediatri. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
14. Waterlow JC. Classification and definition of protein-calorie malnutrition.
Brit Med J 1972;566-9
15. Waterlow JC. Annex 5: Classification and definition of protein-calorie
malnutrition. Nutrition in Preventive Medicine. WHO Technical Report 2011:
530-53
16. Wheat A, Jefrey C. Nutritional management of children with congenital heart
disease. Nutrition Bytes 2002; 8:1-6
17. Parrish CR. Nourishing little hearts: Nutritional implications for congenital
heart disease. Practical Gastroenterology August 2011;98:11-34.
18. Nydegger A, Bines JE. Energy metabolism in infant with congenital heart
disease. Nutrition 2001;22:697-774.
19. Argent AC, balachandran R, Vaidyanathan B, Khan A, Kumar RK.
Management of undernutrition and failure to thrive in children with congenital
heart disease in low- and midlle- income countries. Cardiology in the Young
2017;27:S22-S30.
20. Vaidyanathan B, nair SV, Kundaram KR, Babu UK, Shivaprakasha K, Rao
SG, Kumar RK. Malnutrition in children with congenital heart disease:
determinants and short-term impact of corrective intervention. Indian
Pediatrics 2008;45:541-546.

26

Anda mungkin juga menyukai