Pendidikan Tionghoa
Pendidikan Tionghoa
Oleh:
Annida Elfiana Citra Ardianty (170331614055)
Kelompok 6
OFFERING C
0
KATA PENGANTAR
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 3
1.2.Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3.Tujuan .............................................................................................................. 4
BAB II BAHASAN
2.1. Sejarah Pendidikan Tionghoa di Indonesia…………………………………..5
2.2. Visi dan misi pendidikan Khonghucu bagi etnis Tionghoa ………………….7
2.3. Jenis pendidikan yang Dikembangkan…………………………..…………...8
2.5. Kekhasan Pendidikan Tionghoa ……………………………………………..9
BAB III PENUTUP
3.1. Simpulan…………………………………………………………………….12
3.2. Saran………………………………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….14
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan
rumusan masalah dalam makalah.
1.2.1 Bagaimana sejarah Pendidikan Tionghoa di Indonesia?
1.2.2.Bagaimana visi dan misi pendidikan khonghucu bagi etnis tionghoa?
1.2.3.Bagaimana jenis pendidikan yang dikembangkan?
1.2.4.Bagaimana kekhasan pendidikan Tionghoa?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini dipaparkan
tujuan penulisan makalah.
1.3.1.Mendeskripsikan sejarah Pendidikan Tionghoa di Indonesia
1.3.2.Mendeskripsikan visi dan misi pendidikan khonghucu bagi etnis tionghoa
1.2.5.Mendeskripsikan jenis pendidikan yang dikembangkan
1.3.3.Mendeskripsikan kekhasan pendidikan Tionghoa
4
BAB II
BAHASAN
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan pada Bab 1, pada bagian ini
disajikan (1) sejarah pendidikan Tionghoa di Indonesia, (2) visi dan misi
pendidikan khonghucu bagi etnis tionghoa, (3) jenis pendidikan yang
dikembangkan, dan (4) kekhasan pendidikan Tionghoa
5
semacam ini akan berarti kesempatan memasuki lapangan kerja kelas menengah,
walaupun persyaratan dan uang sekolah yang harus dibayarkan cukup tinggi dan
mahal. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan di tingkat HCS, mereka
memasuki sekolah-sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi baik di
Indonesia ataupun di negeri Belanda, dan mereka berkembang menjadi angkatan
pertama profesional Cina yang berpendidikan Barat.
Selama zaman pendudukan Jepang sekolah-sekolah Cina ditutup. Pada
umumnya anak-anak sekolah atau pegawai etnik Cina mengganggur dan Tinggal
di rumah. Hanya secara proklamasi kemerdekaan RI, di dalam perkembangannya
pemerintah Indonesia menggolongkan sekolah-sekolah Cina ini sebagai sekolah
asing karena bahasa pengajaran yang digunakan adalah bahasa Cina dan pengaruh
ideologi komunis sangat besar. Tindakan-tindakan untuk membatasi meluasnya
pengaruh asing ini diambil sejak 1975, terutama pengawasan terhadap guru dan
buku-buku yang digunakan. Anak-anak Indonesia dilarang memasuki sekolah-
sekolah asing itu.
Sesudah peristiwa G-30-S PKI tahun 1965 sekolah-sekolah Cina ditutup.
Para siswanya disalurkan ke sekolah-sekolah negeri/swasta. Pada umumnya
mereka memilih sekolah swasta yang dinaungi gereja. Coppel dan Suryadinata
menyatakan bahwa pada waktu itu terjadi gelombang besar-besaran etnik Cina
yang masuk agama Kristen untuk menghilangkan stigma sosial (dalam arti
dituduh komunis) dan penganut Confusinisme atau Buddhisme.
Pada siswa yang tidak masuk sekolah negeri/swasta Katolik/Protestan
selanjutnya memasuki Sekolah Proyek Khusus Nasional, yang dibuka pemerintah
di beberapa daerah. Sekolah-sekolah ini mengikuti kurikulum nasional yang
mengajarkan Ideologi Pancasila, Bahasa Indonesia, Kewarganegaraan, Sejarah
dan Geografi Indonesia, serta mempelajari budaya Indonesia. Setelah periode
transisi berakhir sekolah-sekolah khusus ini ditutup. Maka alternatif yang masih
terbuka bagi anak-anak etnis Cina adalah masuk sekolah negeri atau swasta, pada
umumnya mereka memilih sekolah swasta yang disponsori gereja.
6
2.2. Visi dan Misi Pendidikan Khonghucu bagi Etnis Tionghoa
2.2.1.Visi Pendidikan Khonghucu bagi Etnis Tionghoa
Visi Pendidikan Khonghucu adalah terbentuknya siswa yang memiliki
kepribadian utuh dengan menjadikan ajaran Khonghucu sebagai landasan berpikir
dan berperilaku dalam pengembangan kepribadian, keilmuan, dan profesinya.
Secara filosofis Pendidikan Khonghucu memiliki visi holistik- eklektis yang
memadukan secara serasi pandangan perenialisme, esensialisme, progresifisme,
dan sosiorekonstruksionisme dalam konteks keindonesiaan. Secara sosiopolitik
dan kultural Pendidikan Khonghucu memiliki visi pendidikan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yakni menumbuhkembangkan kecerdasan
Khonghucu (confucian intelligence). Kecerdasan Khonghucu merupakan
prasyarat untuk pembangunan demokrasi dalam arti luas, yang mempersyaratkan
terwujudnya budaya Khonghucu (confucian culture) sebagai salah satu
determinan tumbuh kembangnya negara demokrasi.
7
e. Melakukan dan/atau memanfaatkan hasil penelitian dan pengembangan
(research and/or development) untuk membangun pendidikan agama
Khonghucu sebagai sistem pengetahuan terpadu (integrated knowledge
system/synthetic discipline) baik yang dikembangkan oleh perseorangan
maupun oleh komunitas/lembaga akademik.
8
2.3.4. Pendidikan Vokasional,Teknik, dan Pendidikan Tinggi.
Perkembangan yang cepat dalam pendidikan tehnik dan
kejuruan(TAVE)semenjak tahun 1980-an merupakan indikator penting bahwa
cina mengarah pada proses modernisasi.Pada tahun 1990,jumlah siswa pada
seluruh jenis sekolah tehnik dan kejuruan di seluruh negara mencapai 6,048 juta
orang,yang berarti naik empat kali lipat dari jumlah pada tahun 1979.jumlah siswa
TAVE saat ini kurang lebih 45,7% dari keseluruhan siswa pada lembaga
pendidikan tingkat menengah.sekolah spesialisasi tingkat menengah di
selenggarakan oleh organisasi profesi dan oleh perusahaan-perusahaan untuk
melatih pekerja –pekerja level bawa dan menengah.pemerintah menjamin
pekerjaan bagi tamatan kedua jenis sekolah ini.
2.3.5. Pendidikan Orang Dewasa dan Pendidikan Nonformal.
Pendidikan bagi orang dewasa merupakan komponen penting dalam sistem
pendidikan cina.Tujuan utamanya ialah untuk meningkatkan kualitas orang-orang
dalam masyarakat yang secara langsung akan menyumbang pada pengembangan
sosio-ekonomis penduduk.Mengenai format atau bentuk pendidikanya mencakup
antara lain universitas radio dan televisi,fakultas pengembangan staf tingkat
lanjutan,fakultas untuk petani,pendidikan tinggi dengan sistem belajar dab ujian
sendiri
9
2.4.2. Taoisme
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (”guru tua”) yang hidup sekitar 550 S.M.
Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia” melainkan
“jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah prinsip
kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan tak-
ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius
lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak
tahu apa-apa tentang Tao. Kesadaran ini juga dipentingkan di India (ajaran “neti”,
“na-itu”: “tidak begitu”) dan dalam filsafat Barat (di mana kesadaran ini disebut
“docta ignorantia”, “ketidaktahuan yang berilmu”).
2.4.3.Yin-Yang
“Yin” dan “Yang” adalah dua prinsip induk dari seluruh kenyataan. Yin
itu bersifat pasif, prinsip ketenangan, surga, bulan, air dan perempuan, simbol
untuk kematian dan untuk yang dingin. Yang itu prinsip aktif, prinsip gerak, bumi,
matahari, api, dan laki-laki, simbol untuk hidup dan untuk yang panas. Segala
sesuatu dalam kenyataan kita merupakan sintesis harmonis dari derajat Yin
tertentu dan derajat Yang tertentu.
2.4.4.Moisme
Aliran Moisme didirikan oleh Mo Tse, antara 500-400 S.M. Mo Tse
mengajarkan bahwa yang terpenting adalah “cinta universal”, kemakmuran untuk
semua orang, dan perjuangan bersama-sama untuk memusnahkan kejahatan.
Filsafat Moisme sangat pragmatis, langsung terarah kepada yang berguna. Segala
sesuatu yang tidak berguna dianggap jahat. Bahwa perang itu jahat serta
menghambat kemakmuran umum tidak sukar untuk dimengerti. Tetapi Mo Tse
juga melawan musik sebagai sesuatu yang tidak berguna, maka jelek.
2.4.5.MingChia
Ming Chia atau “sekolah nama-nama”, menyibukkan diri dengan analisis
istilah-istilah dan perkataan-perkataan. Ming Chia, yang juga disebut “sekolah
dialektik”, dapat dibandingkan dengan aliran sofisme dalam filsafat Yunani.
10
Ajaran mereka penting sebagai analisis dan kritik yang mempertajam perhatian
untuk pemakaian bahasa yang tepat, dan yang memperkembangkan logika dan
tatabahasa. Selain itu dalam Ming Chia juga terdapat khayalan tentang hal-hal
seperti “eksistensi”, “relativitas”, “kausalitas”, “ruang” dan “waktu”.
2.4.6. FaChia
Fa Chia atau “sekolah hukum”, cukup berbeda dari semua aliran klasik
lain. Sekolah hukum tidak berpikir tentang manusia, surga atau dunia, melainkan
tentang soal-soal praktis dan politik. Fa Chia mengajarkan bahwa kekuasaan
politik tidak harus mulai dari contoh baik yang diberikan oleh kaisar atau
pembesar-pembesar lain, melainkan dari suatu sistem undang-undang yang keras
sekali.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
Berdasarkan paparan bahasan pada Bab II, berikut ini disajikan beberapa
simpulan yang linier mengenai pendidikan Agama Khonghucu di Indonesia.
Sekolah tradisional saat pertama kali dibuka bagi etnik Cina dilakukan
pada zaman kolonial Belanda dan saat itu kebijakan kolonial yang digunakan
untuk pendidikan etnik Cina adalah membiarkan mereka mendirikan lembaga-
lembaganya sendiri, berlainan dengan perlakuan mereka terhadap pendidikan
bangsa Indonesia.
12
Kekhasan yang dimiliki antara lain:
1. Konfusianisme
2. Moisme
3. MingChia
4. Taoisme
5. Yin-Yang
6. FaChia
3.2. SARAN
Di Indonesia pendidikan Tionghoa harus dikembangkan lagi mengingat
banyaknya etnis Tionghoa yang menetap di Indonesia. Meskipun mereka bukan
warga Negara asli di Indonesia, namun mereka hidup di dalam Negara yang
berlandaskan Pancasila. Landasan negara Pancasila UUD 1945 dan Bhinneka
Tunggal Ika dan kesatuan wilayah RI merupakan nilai-nilai luhur jati diri bangsa.
Pancasila lahir dari jatidiri bangsa Indonesia dan semangat perjuangan rakyat
Indonesia. Kemajemukan merupakan karunia Tuhan, sehingga perbedaan etnis
tidak menghalangi untuk terciptakan kondisi harmonis. Jika keharmonisan antar
masyarakat terwujud, maka persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pun akan
terlaksana sesuai dengan Sila ke-3 Pancasila dan hubungan bangsa Indonesia pun
akan semakin erat, sehingga kemerdekaan bangsa Indonesia akan menjadi hal
yang nyata bukan hal yang tabu.
13
DAFTAR PUSTAKA
14