Anda di halaman 1dari 15

55

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan

Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan RI Nomor

HK.02.03/I/2029/2014 tanggal 12 Agustus 2014 tentang Penetapan

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tgk Chik Ditiro Sigli sebagai

Rumah Sakit kelas B. Sesuai dengan klasifikasi rumah sakit, RSUD Tgk

Chik Ditiro Sigli naik kelas dari sebelumnya Rumah Sakit kelas C maka

sekarang telah menjadi Rumah Sakit Kelas B, hal ini ditunjang dengan

jumlah SDM Spesialis yang cukup serta sarana dan prasarana penunjang

yang sudah memadai dan sudah memenuhi standar.

Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro Sigli menempati

areal seluas lantai bangunan dalam komplek 18.600 m2 dan luas komplek

51. 124,45 m2di jalan Prof. A.Majid Ibrahim, kecamatan kota sigli yang

berbatasan dengan :

1. Bagian Utara dengan Desa Lampeudeu

2. Bagian Selatan dengan Desa Tijue

3. Bagian Timur dengan Desa Lampeudeu Baroh

4. Bagian Barat dengan Desa Cot Teungoh

Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro

Sigli adalah melaksanakan upaya secara berdaya guna dan berhasil guna

dengan mengutamakan upaya penyembuhan/pemulihan yang dilaksanakan

55
56

secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

melaksanakan upaya rujukan. Fungsi Badan Layanan Umum Rumah Sakit

Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro Sigli :

1. Menyelenggarakan pelayanan Medis

2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang Medis dan Non Medis

3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

5. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan

6. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan

7. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

Rumah Sakit Umum Daerah Tgk Chik Ditiro Sigli memiliki 303

tempat tidur, dan memiliki Instalasi beberapa instalasi yaitu Instalasi

Rawat Inap, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Farmasi, Instalasi informasi

dan komunikasi,Instalasi PKRS, Instalasi Diklat dan Pengembangan SDM,

Instalasi CCSD, Instalasi laboratorium, Instalasi radiologi, Instalasi

Rehabilitasi Medik, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bank darah,

Instalasi perawatan Intesif, Instalasi Gizi, Instalasi pemulasaran jenazah,

Instalasi pemeliharaan sarana Lingkungan Rumah Sakit, Instalasi

mekanikal Elektrikal dan Gas medis, Instalasi pengolahan Air Limbah,

Instalasi Rekam Medik, Instalasi Loudry, Instalasi Bedah Central, Instalasi

Kartu, Instalasi kemotoran/Ambulan, Instalasi pengamanan dan

Ketertiban, Instalasi Heamodialisa.


57

Selain Itu Rumah Sakit Umum Tgk Chik Ditiro juga memiliki

pelayanan rawat jalan (Poli klinik) yang terdiri dari : Klinik Anak, Klinik

penyakit Dalam, Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Klinik bedah

Umum, Klinik bedah Khusus (Ortopedi dan Urologi), Klinik Mata, Klinik

THT_KL, Klinik endokrin, Klinik Saraf, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik

Jiwa, Klinik Paru, Klinik Jantung, Klinik Gigi dan Mulut. Selain Itu Juga

memiliki Fasilitas Ruang rawat Inap yaitu Rawat Inap Kelas, Rawat inap

Penyakit Dalam Pria, Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Wanita, Ruang

rawat Inap Kebidanan, Ruang Rawat Bedah Pria, Ruang Rawat wanita,

Perinatologi, Ruang Rawat Mata/ THT/Kulit, Ruang Rawat Jiwa, Ruang

ICU dan Ruang Rawat Penyakit Paru.

Jumlah tenaga medis yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Tgk

Chik Ditiro Sigli (Dokter spesialis) sebanyak 40 orang, tenaga

keperawatan terdiri dari S2 keperawatan 2 orang, Ners 12 orang, D-IV

Anastesi 1 orang, D-IV Kebidanan 22 orang, D-IV Medikal Bedah 3

orang, D-III Keperawatan 200 orang, D-III Kebidanan 61 orang, D-III

Kesehatan Gigi, Bidan 5 orang, SPK 14 orang.

B. Hasil Penelitian

1. Analisis UniVariat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Poli Bedah

Khusus Rumah Sakit Umum Daerah Tgk. Chik Ditiro Sigli dari tanggal 11

sampai 15 Desember 2017 terhadap 43 responden, tentang hubungan

antara pola makan dan aktifitas fisik dengan kejadian Osteoporosis pada
58

Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Kabupaten Pidie

Tahun 2017, dapat disajikan dalam bentuk tabel analisa univariat dan

bivariat.

a) Karakteristik Responden

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI KARAKTERISTIK RESPONDEN


DI POLI BEDAH KHUSUS RSUD TGK CHIK DITIRO
SIGLITAHUN 2017
No Karakteristik Frekuensi Persentase
Jenis kelamin
1 Laki – Laki 21 48,8
2 Perempuan 22 51,2
Pendidikan
1 SMP 2 4,7
2 SMA 16 37,2
3 DIPLOMA (DIII) 20 46,5
4 SARJANA (S1) 5 11,5
Pekerjaan
1 Tani 12 27,9
2 Wiraswasta 7 16,3
3 Nelayan 3 7,0
4 Pensiunan 9 20,9
5 Guru Honor 2 4,7
6 PNS 2 B4,7
7 IRT 8 18,6
Jumlah 43 100

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa karakteristik

responden dari 43 responden sebagian besar berjenis kelamin

perempuan yaitu 22 responden (51,2%), sebagian besar responsen

berpendidikan Diploma yaitu 20 responden (46,5%), sedangkan

sebagian besar pekerjaan responden yaitu 12 responden (27,9%).


59

1. PolaMakan

TABEL 5.2

DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN


POLA MAKAN DI POLI BEDAH KHUSUS RSUD
TGK CHIK DITIRO SIGLI TAHUN 2017

No Pola Makan Frekuensi Persentase


1 Baik 31 72,1
2 KurangBaik 12 27,9
Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat bahwa Pola

Makan pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro

Sigli Tahun 2017 sebagian besar Baik yaitu 31 responden (72,1%).

2. Aktifitas Fisik

TABEL 5.3
DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN
AKTIFITAS FISIK DI POLI BEDAH KHUSUS RSUD
TGK CHIK DITIRO SIGLI TAHUN 2017

No Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase


1 Berat 30 69,8
2 Ringan 13 30,2
Jumlah 43 100
Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa Aktifitas

Fisik Pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro

Sigli Tahun 2017 sebagian besar pada kategori berat yaitu 30

responden (69,8%).
60

3. Kejadian Osteoporosis

TABEL 5.4

DISTRIBUSI FREKUENSI RESPONDEN BERDASARKAN


KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI POLI
BEDAH KHUSUS RSUD TGK CHIK DITIRO SIGLI
TAHUN 2017

No Kejadian Osteoporosis Frekuensi Persentase


1 Ada 15 34,9
2 Tidak 28 65,1
B Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa Kejadian

Osteoporsis Pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik

Ditiro Sigli Tahun 2017 sebagian besar tidak mengalami

osteoporosis yaitu 28 responden (65,1%).

a) Analisa Bivariat

1. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Osteoporosis Pada Lansia

di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli Tahun 2017.

TABEL 5.5

DISTRIBUSI FREKUENSI HUBUNGAN POLA MAKAN


DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI
POLI BEDAH KHUSUS RSUD TGK CHIK DITIRO SIGLI
TAHUN 2017

Osteoporosis
No Pola Makan Total P. Value
Ada Tidak
1 Kurang Baik 9 3 12 0,001
(75,0%) (25,0%)
2 Baik 6 25 31
(19,4%) (80,6%)
Jumlah 15 28 43
(34,9%) (65,1%)
61

Berd

Berdasarkan tabel 5.5 diatas hasil analisa Hubungan Pola

Makan dengan Kejadian Osteoporosis Pada Lansia di Poli Bedah

Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli diperoleh hasil bahwa lansia

yang memiliki pola makan kurang baik sebagian besar mengalami

Osteoporosis (75%), sedangkan pada Lansia yang pola makannya

baik sebagian besar tidak mengalami Osteoporosis (80,6%). Hasil

uji statistik diperoleh nilai P Value = 0,001, maka dapat

disimpulkan pada α 5% ada hubungan yang signifikan pola

makan dengan Kejadian Osteoporosis pada Lansia di Poli Bedah

Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli.

2. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Osteoporosis Pada

Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli Tahun

2017.

TABEL 5.6

DISTRIBUSI FREKUENSI HUBUNGAN AKTIFITAS FISIK


DENGAN KEJADIAN OSTEOPOROSIS PADA LANSIA DI
POLI BEDAH KHUSUS RSUD TGK CHIK
DITIRO SIGLI TAHUN 2017

No Aktifitas Osteoporosis P.
Fisik Total Value
Ada Tidak
1 Ringan 9 4 13 0,002
(69,2%) (30,8%)
2 Berat 6 24 30
(20,0%) (80,0%)
Jumlah 15 28 43
(34,9%) (65,1%)
62

Berdasarkan tabel 5.6 diatas hasil analisa hubungan

Aktifitas fisik dengan kejadian Osteoporosis pada lansia di Poli

Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli diperoleh hasil

bahwa lansia yang Aktifitas Fisiknya ringan sebagian besar

mengalamai Osteoporosis (69,2%), sedangkan pada lansia yang

aktifitas Fisiknya berat sebagian besar tidak mengalami

osteoporosis (80,0%). Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value =

0,002, maka dapat disimpulkan pada α 5% ada hubungan yang

signifikan aktifitas fisik dengan kejadian Osteoporosis pada Lansia

di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli.

C. Pembahasan

Bagian pembahasan ini menguraikan satu persatu tentang hasil uji

statistik seluruh variabel diawali dengan variabel dependen kemudian

disusul variabel independen, masing-masing sub bab variabel independen

menguraikan pembahasan univariat dan bivariat sekaligus.

1. Kejadian Osteoporosis

Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa Kejadian

Osteoporosis Pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik

Ditiro SigliTahun 2017 sebagian besar tidak mengalami Osteoporosis

yaitu 28 responden (65,1%).

Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan

menurunnya masaa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan


63

akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur kandungan mineral

dalam tulang dan disertai dengan rusaknya arsitektur tulang yang akan

mengakibatkan penurunan kekuatan tulang yang dalam hal ini adalah

pengeroposan tulang, sehingga mengandung resiko terjadinya patah

tulang) (Kemenkes, 2015).

Osteoporosis adalah kondisi dimana tulang menjadi kurus dan

kehilangan kekuatannya. Hal ini dapat menyebabkan patah tulang,

yang menyebabkan rasa sakit dan melakukan aktivitas sehari-hari yang

sangat sulit. Setelah patah tulang pinggul, sekitar seperempat orang

meninggal atau tidak pernah berjalan lagi.

Menurut Menurut Departemen Kesehatan RI (2013), dampak

Osteoporosis di Indonesia sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai,

yaitu mencapai 19,7% dari populasi. Di Indonesia prevalensi

osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun pada wanita sebanyak

18-30%. 1 dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria di Indonesia terserang

osteoporosis atau keretakan tulang.

Faktor penyebab digolongkan menjadi dua kelompok besar

yaitu penyebab yang tidak dapat dikendalikan dan penyebab yang

dapat dikendalikan. Faktor penyebab yang tidak dapat dikendalikan

terdiri dari jenis kelamin, umur, ras, riwayat keluarga dan tipe tubuh.

Faktor penyebab yang dapat dikendalikan terdiri dari dari yaitu gaya

hidup, kurang aktifitas fisik, pengaturan makan dan pola konsumsi,


64

kebiasaan merokok, dan minum minuman beralkohol (Kemenkes,

2015).

Menurut peneliti adanya kejadian osteoporosis pada Lansia

disebabkan oleh beberapa faktor yang terdapat pada responden,

misalnya jenis kelamin. Dari hasil penelitian sebagian besar reponden

adalah berjenis kelamin wanita. Faktor penyebab yang tidak dapat

dikendalikan terdiri dari jenis kelamin, umur, ras, riwayat keluarga dan

tipe tubuh. Dalam penelitian ini faktor pendidikan juga kemungkinan

ikut berpengaruh terhadap kejadian Osteoporosis, dimana pendidikan

akan berpengaruh terhadap pengetahuan reponden tentang konsumsi

pangan dan pencegahan terjadinya Osteoporosis Hal ini dibuktikan

dengan sebagian besar pendididkan reponden adalah Diploma yaitu

sebanyak 20 Responden (46,5%).

a) Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Osteoporosis

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa Pola Makan Pada

Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli Tahun 2017

sebagian besar pada kategori Baik yaitu 31 responden (72,1%).

Pola makan diartikan sebagai cara atau usaha dalam mengatur

kegiatan makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk menjadi lebih

baik. Sedangkan menurut Depkes RI (2009), pola makan adalah suatu

cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan

maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi,

mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.


65

Pola makan merupakan berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan.

Menurut Maryam SR (2008) dalam Marsha (2016 ) pola makan terdiri

dari frekuensi makan, jenis makanan dan jumlah atau porsi makanan.

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-

pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah

cukup sesuai dengan kebutuhan. Pola makan yang baik dan jenis

hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya

kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi

kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi seseorang akan lebih

baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit

(Baliwati, dkk, 2010).

Berdasarkan tabel 5.5 hasil analisa Hubungan Pola Makan

dengan Kejadian Osteoporosis pada lansia di Poli Bedah Khusus

RSUD Tgk. Chik Ditiro Siglidi peroleh hasil bahwa lansia yang

memiliki Pola makan kurang baik sebagian besar mengalami

Osteoporosis (75%), sedangkan pada Lansia yang Pola makannya baik

sebagian besar tidak mengalami Osteoporosis (80,6%). Hasil uji

statistik diperoleh nilai P Value = 0,001, maka dapat disimpulkan pada

α 5% ada hubungan yang signifikan kejadian Osteoporosis dengan

Pola makan pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro

Sigli.
66

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aulia

dan Sri Anna (2013) menunjukkan bahwa asupan zat gizi makro dan

mikro dalam tubuh merupakan salah satu faktor yang dapat

memperlambat kejadian osteoporosis dimasa lanjut usia. Tingkat

kecukupan kalsium dan tingkat aktifitas fisik yang kurang merupakan

salah satu faktor resiko terhadap kejadian osteoporosis.

Kebutuhan gizi pada lanjut usia lanjut spesifik, karena

terjadinya perubahan proses fisiologis dan psikososial sebagai akibat

proses menua. Kebutuhan gizi usia lanjut dipengaruhi faktor oleh

umur, jenis kelamin, aktifitas fisik dan pekerjaan, postur tubuh,

iklim/suhu udara, kondisi kesehatan serta lingkungan akan

mempengaruhi gizi pada lansia (Kemenkes, 2012).

Menurut peneliti adanya hubungan pola makan dengan

kejadian osteoporosi dikarena lansia yang memiliki pola makan yang

baik berarti pemenuhan gizinya mencukupi untuk mencegah terjadinya

osteoporois. Hal ini dikarenakan salah satu penyebab osteoporosis

adalah pengaturan makan dan pola konsumsi yang baik, terpenuhi

kecukupan akan energi, protein, vitamin serta kalsium.

b) Hubungan Aktifitas fisik dengan Kejadian Osteoporosis

Berdasarkan hasil tabel 5.3 dapat dilihat bahwa Aktifitas Fisik

Pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli Tahun

2017 sebagian besar pada kategori berat yaitu 31responden (72,1%).


67

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh

otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktifitas fisik yang

tidak ada (kurang aktifitasnya) merupakan faktor resiko independen

untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan

menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010).

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan

energi untuk mengerjakannya. Sedangkan olah raga merupakan

aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur serta melibatkan gerakan

tubuh berulang-ulang dan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran

jasmani (Farizati dalam Khomarun, 2013). Aktifitas fisik adalah setiap

gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi atau

pembakaran kalori (Kemenkes RI, 2015).

Berdasarkan tabel 5.7 hasil analisa hubungan Aktifitas fisik

dengan kejadian Osteoporosis pada Lansia di Poli Bedah Khusus

RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli diperoleh hasil bahwa lansia yang

aktifitas fisiknya ringan sebagian besar mengalamai Osteoporosis

(69,2%), sedangkan pada Lansia yang aktifitasnya berat sebagian besar

tidak mengalami Osteoporosis (80,0%). Hasil uji statistik diperoleh

nilai P Value = 0,002, maka dapat disimpulkan pada α 5% ada

hubungan yang signifikan kejadian Osteoporosis dengan aktifitas fisik

pada Lansia di Poli Bedah Khusus RSUD Tgk. Chik Ditiro Sigli.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Auliya

dan Sri Anna (2013) tentang Hubungan antara pola konsumsi pangan
68

dan aktifitas fisik dengan kejadian Osteoporosis pada lansia di panti

Werdha Bogor menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

antara kecukupan kalsium dan aktifitas fisik dengan kejadian

osteoporosis dengan nilai (p<0,05).

Aktivitas fisik memperlihatkan dan mempertahankan aliran

darah otak dan mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak.

Selain itu kegiatan aktivitas fisik juga diyakini untuk memfasilitasi

metabolisme neurotransmiter, dapat juga memicu perubahan aktivitas

molekuler dan seluler yang mendukung dan menjaga plastisitas otak.

Bukti dari suatu studi hewan telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik

berhubungan dengan seluler, molekul dan perubahan

neurokimia.Pengaruh yang diamati berhubungan dengan peningkatan

vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan

molekuler pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi

neuroprotective (SinghManoux dkk.2005; Hernandez dkk, 2010).

Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu

kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang

tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu

meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis.

Untuk mendapatkan kekuatan maka aktivitas fisik yang dilakukan

selama 30 menit (2-4 hari per minggu) (SinghManoux dkk.2005;

Hernandez dkk, 2010).


69

Menurut peneliti adanya hubungan aktifitas fisik dengan

kejadian Osteoporosi dikarena lansia sering melakukan aktifitas fisik

seperti olah raga tidak melakukan olahraga yang tidak teratur akan

memicu terjadinya osteoporosis, karena olahraga berfungsi memicu sel

tulang untuk lebih aktif membentuk massa, sehingga terbentuk tulang

yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai