Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh
Mahlina N NIM 1810029041
Raditya Aldi NIM 1710029006
Tiara Dwi NIM 1710029072
Yusuf Bhaskara NIM 1710029075
Pembimbing
dr. Erwin Ginting, Sp.OG(K)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang ketuban pecah dini, serta perbandingan antara teori
dengan kasus.
1.3 Manfaat
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada 29 September 2018 pukul 15.00
WITA di Ruang Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.
Identitas Pasien
Nama : Ny. RRAA
Usia : 27 tahun
Alamat : Jl. Kebon Agung, Samarinda
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 28-09-2018
Identitas Suami
Nama : Tn. E
Usia : 39 tahun
Alamat : Jl. Kebon Agung, Samarinda
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan Terakhir : SMP
Suku : Jawa
Agama : Islam
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun
Lama Haid : 3 hari
Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut dalam 1 hari
Hari pertama haid terakhir : 10-01-2018
Taksiran persalinan : 17-10-2018
Riwayat Pernikahan
Menikah satu kali saat usia 21 tahun dengan lama pernikahan 7 tahun.
Riwayat Obstetri
G3P1A1
Jenis
Keadaan
Tahun Tempat Usia Jenis Penolong Kelamin/
No. Penyulit Anak
Partus Partus Kehamilan Persalinan Persalinan Berat
Sekarang
Badan
1. 2012 RS Aterm Spontan Bidan - 3100 gr Hidup
2. 2017 Preterm Abortus Mati
3. 2018 Hamil ini
Antenatal Care (ANC)
ANC Trimester I : 1 kali ke bidan
ANC Trimester II : 1 kali ke bidan
ANC Trimester III : 1 kali ke bidan, 1 kali ke dokter spesialis kandungan
Riwayat Kontrasepsi
Pasien memakai kontrasepsi KB suntik selama 4 tahun.
Pemeriksaan Fisik
Antropometri
Berat Badan : 67 kg
Tinggi Badan : 151 cm
Status Generalis
Kepala : Normosefalik
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, penurunan visus (-)
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Tenggorokan : Tidak ditemukan kelainan
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Thoraks
Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Gerak napas simetris, retraksi (-), suara napas vesikuler,
rhonki (-), wheezing (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, linea nigra (+), striae albicans (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior : edema (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik
Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-), CRT < 2 detik
Status Obstetri
Inspeksi: Linea nigra (+), striae albicans (-), scar (-)
Palpasi:
Tinggi Fundus Uteri : 31 cm
Taksiran Berat Janin : 2.945 gram
Leopold I : teraba bagian bulat lunak, bokong.
Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba bagian bulat keras, kepala
Leopold IV : belum masuk PAP, penurunan (+)
HIS: : -
Auskultasi
Denyut Jantung Janin : 130x/menit
Vaginal Toucher : Pembukaan 3 cm, portio lunak, kepala H1, blood slim (+)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah Lengkap (29/09/2018)
Hemoglobin : 12,6 gr/dl
Leukosit : 11.220/µl
Hematokrit : 36,6%
Trombosit : 200.000/µl
Bleeding time : 3 menit
Clotting time : 9 menit
GDS : 81 mg/dL
Ureum : 20,0 mg/dL
Creatinin : 0,6 mg/dL
HbsAg : Non reaktif
Ab HIV : Non reaktif
Urinalisis (29/09/2018)
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
pH : 6,0
Protein :+
Glukosa :-
Hemoglobin :+
Leukosit : 15-20
Eritrosit : 4-8
Bakteri :+
Diagnosis
G3P1A1 gravid 40-41 minggu + inpartu kala I fase laten + oligohidramnion berat
ec KPD
Penatalaksanaan
Infus RL
Inj ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Rencana SC jam 09.00
Follow Up
Tanggal &
Pemeriksaan Penatalaksanaan
Waktu
29/09/2018 Laporan Operasi
OK IGD Tanggal operasi : 29/09/2018
Waktu operasi : 09.40-10.15
Diagnosis pre-operatif: G3P1A1 gravid
40-41 minggu dengan
oligohidramnion berat ec KPD
Diagnosis post-operatif: P2A1 post
SC atas indikasi oligohidramnion
berat ec KPD
Jenis operasi: Sectio Caesarea
Transperitoneal Profunda
Langkah-langkah operasi:
1. Pasien disiapkan diatas meja
operasi
2. Dilakukan anastesi spinal pada
pasien.
3. Pasien diposisikan berbaring.
4. Dilakukan desinfeksi pada dinding
perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan duk steril.
5. Dibuat insisi vertikal sepanjang 15
cm, secara tumpul dibuka lapis
demi lapis (kulit – subkutis - lemak
- fasia tranversa dibuka secara
tajam - m.oblique eksternus -
m.rectus abdominis - m.piramidalis
- m.obliqus interna -
m.transversus-peritoneum)
6. Dilakukan insisi pada segmen
bawah rahim 1 cm di bawah plika
vesikouterina, dibuka perlahan-
lahan (diperlebar dengan kedua jari
operator)
7. Bagian terbawah anak didorong
dari arah vagina kearah abdomen.
8. Anak dilahirkan mulai dari kepala,
badan dan bokong. Dilakukan
suction kemudian dilakukan
pemotongan tali pusat.
Disuntikkan oksitosin 10 IU pada
uterus, lalu plasenta dikeluarkan
secara manual. Membersihkan
sisa-sisa darah dan jaringan
plasenta pada kavum uteri.
9. Dilakukan pembersihan kavum
uteri dengan kassa betadin dan
pastikan tidak ada plasenta yang
tertinggal.
10. Menjahit luka irisan pada segmen
bawah rahim dengan monocryl
no.1
11. Membersihkan kavum abdomen
degan cairan NaCl dan kemudian
dilakukan suction.
12. Menjahit lapisan dinding abdomen
lapis demi lapis:
a. Peritoneum dengan plain
catgut 2.0
b. Otot dengan plain catgut 2.0
c. Fasia dengan vycril 1.0
d. Lemak dengan plain catgut 2.0
e. Subcutan dan cutis dengan
vycril 3.0
13. Permukaan abdomen dibersihkan
dengan NaCl 0.9%
14. Luka ditutup dengan sofratulle,
kasa, dan plester.
15. Eksplorasi ke dalam vagina untuk
mengeluarkan sisa darah
16. Operasi selesai
Laporan Kelahiran Bayi:
Tanggal 29 September 2018 Pukul
09.58 wita, bayi lahir jenis kelamin
laki-laki dengan Apgar Score 8/9,
berat badan 3000 gram dan panjang
badan 49 cm, lingkar dada 33 cm,
lingkar kepala 33 cm, anus ada, tidak
didapatkan kelainan, dan ketuban
jernih.
Penatalaksanaan Post Operasi:
Inj ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj antrain 3 x 1 amp
Infus RL + oksitosin 20 tpm
29/09/2018 S: Nyeri luka oprasi + P:
13.30 O: TD:110/70 N:84x/mnt, Injeksi Ceftriaxone 2x1
Nifas RR:20x/mnt, T: 36,2℃ Injeksi Antrain 3x1
A: Post op sc hari ke 1 indikasi KPD
+ Oligohidramnion
25/09/2018 S: Nyeri luka oprasi + P:
15.00 O: TD 130/80, N: 82x/mnt, Injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV
RR:20x/mnt, T: 36℃ Injeksi Antain IV
A: Post op sc hari ke 1 indikasi KPD
+ Oligohidramnion
30/09/2018 S: Nyeri luka oprasi P:
Nifas O: TD 120/80, N: 80x/mnt, Cefadroxil 500 mg
RR:20x/mnt, T: 36,0℃ Asam Mefenamat 500 mg
A: Post op sc hari ke 2 indikasi KPD
+ Oligohidramnion
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak
timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of
membrans atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37
minggu disebut ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of
membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged
PROM.2
3.2 Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion
di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler
atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan
penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis
maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan
bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi
interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan
sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan
selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut
membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi
ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban
pecah dini, antara lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri
patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal
akan meningkat 10 kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering
diakibatkan oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri
yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti protease yang
menyebabkan melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa
matriks metalloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam
pecahnya ketuban oleh karena infeksi.2
2. Defisiensi vitamin C
Serviks inkompeten.
Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.5
3.3 Epidemiologi
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm,
8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982
diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru
menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan
meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti :
korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio
plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada janin berhubungan dengan
kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm akan bersalin dalam waktu
kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden
korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged,
15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan
usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari
500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik
yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%
sedangkan sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini
lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah
ke atas.2
3.4 Patofisiologi
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga
protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput ketuban manusia
saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis pecahnya selaput
ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.2
4. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah
menjadi biru.
Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan
ada infeksi.
USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin,
letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini
atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau
peningkatan suhu, denyut jantung janin akan meningkat.
Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4
3.6 Diagnosis Banding
3.7 Penatalaksanaan
Konservatif
Aktif
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34
minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26
minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada
aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1
3.9 Prognosis
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul.2
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien Ny. RRAA usia 27 tahun datang ke IGD RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda 29 September 2018 dengan keluhan utama keluar air-air dari
jalan lahir. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka didapatkan diagnosis G3P1A1 gravid 40-41 minggu + inpartu kala
I fase laten + oligohidramnion berat ec KPD.
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis KPD yang tepat sangat penting untuk
menentukan penanganan selanjutnya. Oleh karena itu, usaha untuk menegakkan
diagnosis KPD harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
4.1 Anamnesis
Pada kasus, berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan yang sesuai
dengan teori yaitu pasien mengeluhkan keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 1 jam
SMRS. Air-air tersebut jernih dan sedikit berbau. Perut tidak terasa kencang-
kencang. Tidak ada keluhan keluar lendir darah. Pasien hanya periksa 1x
kehamilan pada usia kehamilan 2 bulan di bidan
Berdasarkan teori, diagnosis KPD 90% dapat ditegakkan melalui
anamnesis. Dari anamnesis didapatkan pasien merasa basah pada vagina, atau
mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau
khas dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut. His belum
teratur atau belum ada serta belum ada pengeluaran lendir darah.
Teori Kasus
Pasien merasa basah pada vagina. Pasien datang dengan keluhan keluar
Mengeluarkan cairan banyak tiba - air-air dari jalan lahir
tiba dari jalan lahir. Riwayat keluar air ketuban dari jalan
Warna cairan diperhatikan. lahir sejak 1 jam sebelum masuk rumah
Belum ada pengeluaran lendir sakit.
darah dan berbau khas Cairan yang keluar jernih dan sedikit
His belum teratur atau belum ada. berbau.
Belum ada pengeluaran lendir Tidak ada keluhan perut kencang-
darah. kencang
Tidak ada keluhan keluar lendir darah.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk
menentukan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan
penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi ibu dan janin meningkat
pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Selain itu juga didapatkan adanya nadi yang cepat.
Teori Kasus
Tanda-tanda infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi:
Suhu ibu >38o C Suhu ibu 36,7o C
Nadi cepat Nadi 80 kali / menit
Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat
pertama kali datang untuk menentukan ada tidaknya pembukaan. Pada saat di
lakukan pemeriksaan dalam pada pasien ini selaput ketuban negatif tanpa adanya
pembukaan.
Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin dan hanya
dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan pada pasien dengan KPD akan ditemukan selaput ketubannya
negatif. Pemeriksaan dalam pada saat pasien datang pertama kali adalah penting
untuk menilai apakah sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam
kondisi inpartu.
Teori Kasus
Pemeriksaan dalam dilakukan : Pemeriksaan dalam dilakukan :
Seminimal mungkin untuk mencegah Saat pertama kali datang.
infeksi. Untuk memantau kemajuan
KPD sudah dalam persalinan. persalinan.
KPD yang dilakukan induksi persalinan. Selaput ketuban negatif
Selaput ketuban negatif.
4.5 Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan pemeriksaan tersebut dan penunjang, yaitu : laboratorium
bahwa leukosit pasien dalam batas normal (8.300/ mm3) dan kesimpulannya
bahwa air ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini dilakukan tes lakmus. Sekret vagina ibu hamil pHnya
adalah 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning. Tes Lakmus
(tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban adalah 7 – 7,5.
Teori Kasus
Pemeriksaan leukosit untuk mengetahui Leukosit: 8.800
yanda-tanda infeksi Dilakukan pemeriksaan pH
Kertas lakmus merah berubah menjadi dengan tes lakmus, hasilnya pH 8
biru
pH air ketuban adalah 7 – 7,5
Teori Kasus
Pemeriksaan leukosit untuk Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG.
mengetahui tanda-tanda II. Janin tunggal hidup, presentasi kepala
infeksi III. Plasenta di corpus posterior grade II, Air
USG untuk melihat jumlah ketuban kurang
cairan ketuban dalam IV. UK : 26 – 27 minggu
kavum uteri V. TBJ : 1020 gram
4.7 Penatalaksanaan
Pada kasus ini, keluar air ketuban dari jalan lahir atau dalam hal ini
pecahnya ketuban dicurigai terjadi 1 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara
belum ada tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam, telah dlakukan
pemeriksaan USG bahwa air ketuban kurang.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap pasien KPD,
yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian
antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan.
Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan pasien akan menjadi
inpartu dengan sendirinya. Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop
score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan
pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Teori Kasus
Pemberian antibiotik profilaksis dapat Pasien diberikan injeksi antibiotik
menurunkan infeksi pada ibu Cefotaxime
Bila skor pelvik < 5, lakukan Dilakukan SC dikarenakan hasil
pematangan serviks, kemudian USG menunjukkan air ketuban
induksi. kurang
Bila skor pelvik > 5, induksi
persalinan.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan, pasien pada kasus ini didiagnosis sebagai KPD. Kasus yang
ditemukan sudah sesuai dengan teori yang ada. Penatalaksanaan KPD pada pasien
ini pada umumnya tepat.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. RRAA yang berusia 27
tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan utama keluar air-air. Setelah
melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka
didapatkan G3P1A1 gravid 40-41 minggu + inpartu kala I fase laten +
oligohidramnion berat ec KPD. Pada pasien ini dilakukan persalinan secara SC.
Dan secara umum penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini
sudah tepat dan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA