Anda di halaman 1dari 21

APLIKASI PERSAMAAN DIFFERENSIAL BIASA (PDB)

PADA BIDANG ENERGI

Dosen Pembimbing : Adolf T.S. M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 1
Anggota :

 Alfierry Sulistio (181211036)


 Indra Solehudin (181211046)
 Revkananda Arkan Raihan (181211056)
Kelas 1MB

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan selesainya tugas akhir yang berjudul Aplikasi Persamaan


Differensial Biasa pada Bidang Energi,kami mengucapkan puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

Terimakasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah


membantu proses pembuatan makalah ini. Kepada pihak Perpustakaan Politeknik
Negeri Bandung yang telah memfasilitasi referensi-referensi, Pak Adolf selaku
dosen pengampu yang membimbing pengerjaan makalah, serta teman-teman yang
telah bekerja sama sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan rapi.

Kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,untuk
itu kami mengharapkan kritik yang membangun serta saran demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi pembaca.

Bandung, 27 Desember 2018

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

C. Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 2

A. Pemodelan Matematika ........................................................................................... 2

B. Pengertian Differensial ........................................................................................... 3

C. Persamaan Differensial Orde Satu Terpisahkan ..................................................... 3

D. Persamaan Differensial Linear Orde Satu ............................................................... 4

E. Persamaan Differensial Linear Orde Dua ............................................................... 4

BAB III STUDI LITERATUR ........................................................................................... 7

A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................................. 7

B. Data Penelitian ........................................................................................................ 7

C. Metode Penelitian ................................................................................................... 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 8

A. Pemodelan matematika pada sistem satu bejana ..................................................... 8

B. Sistem Satu bejana Tanpa Aliran Air .................................................................... 10

C. Sistem Satu Bejana dengan Aliran Air.................................................................. 11

D. Pemodelan Matematika Pada Sistem Dua Bejana ................................................ 12

BAB V KESIMPULAN .................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu yang bisa memcahkan berbagai
masalah. Bahkkan,matematika merupakan ilmu yang mendasari semua cabang-
cabang ilmu lainnya sebab matematika selalu diterapkan disegala bidang
keilmuan. Salah satu cabang ilmu matematika yang selalu diterapkan dalam
berbagai bidang adalah ilmu Matematika terapan.

Persamaaan differensial merupakan salah satu materi yang sering dipakai


dalam matematika terapan. Persamaan differensial merupakan persamaan yang
memiliki veriabel terikat dan variabel bebas beserta turunannya. Adapun beberapa
contoh soal differensial adalah sebagai berikut :

𝑑𝑦
= 𝑒 4𝑥 − cos 7𝑥
𝑑𝑥

𝑑2𝑦 𝑑𝑦
+3 − 4𝑦 = 0
𝑑𝑥 𝑑𝑥

𝑑 2 𝑦 𝑑𝑦
+ − 6𝑦 = 2𝑒 3𝑥
𝑑𝑥 𝑑𝑥

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Differensial
2. Pengertian persamaan differensial biasa
3. Penerapan persamaan differensial biasa pada bidang energi hidro

C. Tujuan
1. Memahami Persamaan differensial biasa serta aplikasinya pada bidang
energi
2. Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Umum Matematika Terapan

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemodelan Matematika
Model adalah gambaran suatu objek yang disusun berdasarkan tujuan tertentu,
dan objeknya dapat berupa suatu sistem,suatu perilaku sistem, ataupun suatu
proses tertentu. Sistem adalah suatu himpunan beserta relasi antara unsur-
unsurnya yang disusun berdasarkan tujuan tertentu. Misalnya rumah sakit yang
merupakan suatu sistem dengan tujuan merawat orang sakit dan bagian dari
rumah sakit tersebut harus mendukung tujuan merawat orang sakit.

Pemodelan matematika adalah penyusunan suatu deskripsi dari beberapa perilaku


dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam bagian-bagian matematika yang
disebut dunia matematika (mathematical world). Pemodelan matematika juga
merupakan representasi dari objek,proses,atau hal lain yang diharapkan dapat
diketahui polanya sehingga dapat dianalisis

Tujuan penyusunan model yaitu :

1. Guna mengenali keadaan, sifat, atau perilaku sistem dengan cara mencari
keterkaitan antara unsur-unsurnya. Model seperti ini adalah model
keterkaitan.
2. Guna mengadakan pendugaan (prediksi) untuk memperbaiki keadaan
objek yang disebut model pendugaan.
3. Guna mengadakan optimisasi bagi objek. Modelnya disebut model
optimisasi.
4. Manfaat model adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai suatu objek tanpa merusak ataupun mengganggu objek lainnya
yang dapat dilakuan dengan eksperimen pada model tersebut.

2
Langkah-lagkah pemodelan matematika

1. Identifikasi masalah
2. Perumusan masalah
3. Selesaikan masalah
4. Menafsirkan masalah
5. Pelaksanaan model

B. Pengertian Differensial
Persamaan Differensial Orde atau Tingkat n adalah persamaan yang
biasanya ditulis dalam bentuk

F(x,y,𝑦 , , 𝑦 ,, , … , 𝑦 (𝑛) ) = 0

Dimana 𝑦 (𝑛) , menyatakan turunan y terhadak x yang sebanyak n kali, dan


F adalah suatu fungsi dengan peubah x,y,𝑦 ′ , 𝑦 ′′ , … , 𝑦 (𝑛) .

Orde Persamaan Differensial adalah orde derivatif tertinggi yang


munculdalam persamaan.

C. Persamaan Differensial Orde Satu Terpisahkan


Persamaan differensial terpisahkan adalah suatu persamaan differensial
dimana bentuk dy/dx dapat difaktorkan sebagai fungsi x kali fungsi y. Dengan
perkataan lain bahwa persamaan differensial orde satu dapat ditulis dalam bentuk

𝑑𝑦
= 𝑔(𝑥)ℎ(𝑦) (2.2.1.1)
𝑑𝑥

Untuk mencari penyelesaian persamaan differensial orde tersebut, haruslah


dipisahkan sebagai antara fungsi x dan fungsi y secara terpisah, sehingga
persamaan (2.2.1.1) dapat ditulis sebagai

𝑑𝑦
= 𝑔(𝑥)𝑑𝑥 (2.2.1.2)
𝑑𝑥

3
Dengan mengintegralkan kedua ruas diperoleh

𝑑𝑦
∫ ℎ(𝑦) = ∫ 𝑔(𝑥)𝑑𝑥 + 𝐶 (2.2.1.3)

Persamaan (2.2.1.3) adalah penyelesaian persamaan differensial orde satu


yang dapat dipisahkan. Dengan menggunakan teknik pengintegralan maka
persamaan (2.2.1.3) ini dapat diselesaikan asalkan fungsi dari g(x),h(y) diketahui.

D. Persamaan Differensial Linear Orde Satu


Persamaan differensial linear orde satu adalah persamaan yang dapat
ditulis dalam bentuk

𝑑𝑦
+ 𝑃(𝑥)𝑦 = 𝑄(𝑥) (2.2.2.1)
𝑑𝑥

Dengan P dan Q adalah fungsi yang kontinu pada selang yang diberikan.
Untuk mencari penyelesaian persamaan differensial linear orde satu
tersebut,kedua ruas dikalikan I(x) yang sering disebut faktor pengintegralan.

𝐼(𝑥) = 𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 (2.2.2.2)

Bentuk umum penyelsesaian dari persamaan differensial linear orde satu


yang linear,yaitu

𝑦 = 𝑒 − ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 ∫ 𝑄(𝑥)𝑒 ∫ 𝑃(𝑥)𝑑𝑥 + 𝐶 (2.2.2.3)

Persamaan (2.2.2.3) adalah bentuk umum penyelesaian persamaan


differensial linear orde satu yang homogen , yang dapat diselesaikan dengan
teknik pengintegralan asalakan fungsi dari P(x),Q(x) diketahui.

E. Persamaan Differensial Linear Orde Dua


Persamaan Differensial Linear Orde Dua adalah persamaan yang dapat
ditulis dalam bentuk

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
+ 𝑃(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑄(𝑥)𝑦 = 𝑅(𝑥) (2.2.3.1)
𝑑𝑥

4
Atau

𝑦 ′′ + 𝑃(𝑥)𝑦 ′ + 𝑄(𝑥)𝑦 = 𝑅(𝑥) (2.2.3.2)

Dimana P(x),Q(x),R(x) adalah suatu fungsi.

R(x) terbagi atas dua yaitu R(x) = 0 dan R(x) ≠ 0,seperti yang diuraikan
berikut ini

- Persamaan differensial linear orde dua yang homogen adalah


persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
+ 𝑃(𝑥) + 𝑄(𝑥)𝑦 = 𝑅(𝑥) = 0 (2.2.3.3)
𝑑𝑥 𝑑𝑥

- Persamaan differensial linear orde dua yang nonhomogen adalah


persamaan yang dapat ditulis dalam bentuk

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
+ 𝑃(𝑥) 𝑑𝑥 + 𝑄(𝑥)𝑦 = 𝑅(𝑥) ≠ 0 (2.2.3.4)
𝑑𝑥

Didalam penerapan fungsi R(x) sering disebut sebagai input (masukan).


Jika R(x) = 0 berarti tidak ada input dan R(x) ≠ 0 berarti ada input.

TEOREMA 2.2.3.1

Jika diketahui persamaan non homogen 𝑦 ′′ + 𝑃(𝑥)𝑦 ′ + 𝑄(𝑥)𝑦 = 𝑅(𝑥)


dengan P(x),Q(x),R(x) adalah fungsi yang kontinu pada interval [a,b]. Jika 𝑥0
adalah sembarang titik pada interval [a,b], dan jika 𝑦0 , 𝑦0′ adalah sembarang
bilangan, maka persamaan homogen mempunyai penyelesaian tunggal y(x) pada
interval [a,b] sedemikian hingga 𝑦(𝑥0 ) = 𝑦0 dan 𝑦 ′ (𝑥0 ) = 𝑦0′ .

Pembuktian dari teorema ini sangatlah sukar,namun banyak dijumpai


dalam buku yang lebih lanjut. Salah satunya diferential equation karangan
Shepley Ross di bab 10 yang menggunakan teorema lipschit untuk
pembuktiannya.

5
TEOREMA 2.2.3.2

Jika 𝑦ℎ adalah penyelesaian umum yang diperoleh dari persamaan


homogen dan 𝑦𝑘 adalah penyelesaian khusus ysng diperoleh dari persamaan
nonhomogen, maka 𝑦ℎ + 𝑦𝑘 adalah penyelesaian umum persamaan nonhomogen
yang diperoleh dari persamaan homogen.

TEOREMA 2.2.3.3

Jika 𝑦1 (𝑥) dan 𝑦2 (𝑥) adalah penyelsaian dari persamaan yang


homogen,maka 𝑐1 𝑦1 (𝑥) + 𝑐2 𝑦2 (𝑥) juga merupakan penyelesaian persamaan yang
homogen untuk sembarang konstanta 𝑐1 dan 𝑐2 .

6
BAB III

STUDI LITERATUR

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Desember 2018 bertempat di
Politeknik Negeri Bandung dengan melakukan secara studi Pustaka.

B. Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan persamaan
diferensial berupa persamaan diferensial linear tingkat satu dan persamaan
diferensial tingkat dua.

C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara studi pustaka dengan mempelajari hasil
riset mahasiswa untuk mempermudah pengerjaan dan berdasarkan anjuran dari
dosen pengampu. Kami melakukan analisa terhadap hasil riset mahasiswa berupa
persamaan-persamaan diferensial yang diterapkan pada bidang energi.

Pada persamaaan (3.2) dan (3.3) diatas, inputnya adalah Q(x), dimana input
tersebut dapat berupa fungsi konstan,fungsi periodik,fungsi eksponensial, dan
lain-lain.

Sebelum membahas sistem pada pembangkit listrik tenaga air, kita akan mebahas
mengenai sistem pada bendungan. Sistem bendungan dapat digambarkan sebagai
berikut.

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemodelan matematika pada sistem satu bejana


Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai definisi dari suatu sistem.
Kesalahan pada sistem adalah perbedaan antara output dan input.

𝐸 = [𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 − 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡] (3.1)

Pada sistem seringkali menggunakan alat yang dinakmakan dengan sensor.


Sensor adalah alat untuk mendeteksi sesuatu yang bertujuan sebagai alat
perbandingan kesalahan. Berikut ini akan dibahas mengenai sensor yag terdapat
pada sistem.

a) Sensor jarak (perpindahan)


Sensor posisi ini biasanya digunakan untuk mendeteksi posisi suatu
sistem, yang bertujuan sebagai alat perbandingan kesalahan pada sistem
tersebut.
b) Sensor Kecepatan (laju)
Sensor posisi ini biasanya digunakan untuk mendeteksi kecepatan atau laju
suatu sistem yang bertujuan sebagai alat perbandingan kesalahan pada
sistem tersebut.
c) Sensor Percepatan
Sensor posisi ini biasanya digunakan untuk medeteksi percepatan suatu
sistem yang bertujuan sebagai alat perbandingan kesalahan pada sistem
tersebut.

Persamaan diferensial orde satu dan dua yaitu

𝑑𝑦
𝑑𝑥
+ 𝑃(𝑥)𝑦 = 𝑄(𝑥) (3.2)

𝑑2 𝑦 𝑑𝑦
+ 𝑃(𝑥) + 𝐵(𝑥)𝑦 = 𝑄(𝑥) (3.3)
𝑑𝑥 𝑑𝑥

8
Aliran sungai dengan debit yang sangat besar ditampung dalam waduk
(reservoir) yang ditunjang oleh bendungan. Air tersebut dialirkan melalui intake
kemudian masuk ke penstock untuk merubah energi potensial menjadi energi
kinetik. Pada ujung penstock dipasang katup untuk mengalirkan air ke turbin.
Katup utama akan ditutup otomatis apabila ada gangguan atau distop atau
dilakukan perbaikan/pemeliharaan turbin.

Air yang telah memiliki tekanan dan kecepatan tinggi (energi kinetik)
dirubah menjadi energi mekanik dengan dialirkan melalui sirip sirip pengarah
yang akan mendorong sudu jalan pada turbin. Energi putar yang diterima oleh
turbin selanjutnya digunakan untuk menggerakan generator yang kemudian
menghasilkan tenaga listrik yang keluar dari turbin melalui tail race yang
kemudian kembali ke sungai.

Untuk memperoleh model ini,diasumsikan bahwa bendungan sebagai


bejana. Hal ini dikarenakan, tidak mudah untuk emndapatkan model matematika
untuk ketinggian air pada bendungan, jika dilakukan percobaan langsung

9
terhadap bendungan tersebut, karena resiko yang terlalu berbahaya, dan
disamping itu pula mungkin dapat menggangu objek aslinya. Bentuk bejana
dipilih karena memiliki kesamaan dalam bentuk fisisnya dengan bendungan ,
walaupun pada kenyataannya bentuk bendungan tidak teratur.

B. Sistem Satu bejana Tanpa Aliran Air


Masalah yang muncul pada sistem bejana tanpa aliran air adalah
bagaimana menentukan ketinggian dan volume air yang sesuai pada sistem
bejana. Untuk itu perlu diberikan beberapa penyederhanaan atau asumsi-asumsi
sebagai berikut:

a) Tidak adanya aliran air yang masuk pada sistem bejana.


b) Tinggi dan volume air pada keadaan awal adalah tertentu ℎ0 dan 𝑉0 .
c) Tidak ada pengaturan untuk aliran air yang keluar dari pipa bejana.
d) Tidak ada kebocoran pada pipa bejana.

Misalkan V(t) adalah volume air pada sistem bejana pada saat t, maka
𝑑𝑉(𝑡)
adalah laju pertambahan volume air pada sistem bejana saat t, yakni aliran
𝑑𝑡

air yang masukkedalam sistem bejana pada saat t dikurangi dengan aliran air yang
keluar dari sistem pada saat t, dengan kata lain

𝑑𝑉(𝑡)
= 𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡) (3.1.1)
𝑑𝑡

Karena diasumsikan tidak ada aliran air yang masuk pada sistem bejana,
maka 𝑞1 (𝑡) = 0, sehingga diperoleh

𝑑𝑉(𝑡)
= −𝑞0 (𝑡) (3.1.2)
𝑑𝑡

Diketahui

V(t) = Ah(t) (3.1.3)

Maka

𝑑𝑉(𝑡) 𝑑 𝑑ℎ(𝑡)
= [𝐴ℎ(𝑡)] = 𝐴 (3.1.4)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

10
Sehingga dari persamaan (3.1.2) dan (3.1.4) diperoleh

𝑑ℎ(𝑡)
𝐴 = −𝑞0 (𝑡) (3.1.5)
𝑑𝑡

Untuk mencari aliran air yang keluar pada pipa bejana saat t, digunakan
teorema Torricelli yaitu

𝑞0 (𝑡) = 𝜆ℎ(𝑡) (3.1.6)

Dengan 𝜆 sebuah konstanta positif.

Sehingga dari persamaan (3.1.5) dan (3.1.6) diperoleh

𝑑ℎ(𝑡)
𝐴 = −𝜆ℎ(𝑡) (3.1.7)
𝑑𝑡

Persamaan (3.1.7) dapat ditulis dalam bentuk

𝑑ℎ(𝑡) 𝜆
= − 𝐴 ℎ(𝑡) = −𝑞0 (𝑡) (3.1.8)
𝑑𝑡

Persamaan (3.1.8) menyatakan laju berkurangnya tinggi air pada bejana,


yakni aliran air yang keluar bejana saat t dibagi dengan luas penampang pada
sistem bejana.

C. Sistem Satu Bejana dengan Aliran Air


Model matematika yang didapatkan diatas perlu dikembangkan lagi
dengan cara memberikan aliran air yang masuk kedalam bejana. Sehingga
masalah yang muncul adalah bagaimana menentukan ketinggian dan volume yang
sesuai pada bejana. Perlu ditambahakan penyederhanaan atau asumsi-asumsi
yaitu:

a) Adanya aliran air yang masuk kedalam bejana,dimana aliran yang masuk
adalah konstan.
b) Ukuran pipa aliran air yang masuk dan keluar pada bejana tidak sama.
c) Tidak ada pengaturan aliran air yang masuk pada sistem bejana.

11
Karena adanya aliran air yang masuk kedalam bejana, maka dari
persamaan (3.1.1) diperoleh

𝑑𝑉(𝑡)
= 𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡) (3.2.1)
𝑑𝑡

Persamaan (3.1.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (3.2.1)

𝑑ℎ(𝑡)
𝐴 = 𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡) (3.2.2)
𝑑𝑡

Persamaan (3.1.6) disubstitusikan kedalam persamaan (3.2.2)

𝑑ℎ(𝑡)
𝐴 = 𝑞1 (𝑡) − 𝜆ℎ(𝑡)
𝑑𝑡

𝑑ℎ(𝑡) 1
= (𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡)) (3.2.3)
𝑑𝑡 𝐴

Persamaan (3.2.3) terdapat dua kasus,yaitu :

1) Untuk 𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡) < 0, maka


𝑑ℎ(𝑡) 1
= (𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡)) < 0 (3.2.4)
𝑑𝑡 𝐴

Persamaan (3.2.4) menyatakan laju berkurangnya tinggi air pada bejana.

2) Untuk 𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡) > 0, maka


𝑑ℎ(𝑡) 1
= (𝑞1 (𝑡)−𝑞0 (𝑡)) > 0 (3.2.5)
𝑑𝑡 𝐴

Persamaan (3.2.5) menyatakan laju bertambahnya tinggi air pada bejana.

D. Pemodelan Matematika Pada Sistem Dua Bejana


Yang akan diuraikan adalah mengenai sistem bejana tanpa aliran air yang
masuk pad asistembejana diatasnya.Masalah yang muncul pada sistem bejana ini
adalah bagaimana menentukan ketinggian dan volume air yang sesuai pada bejana
2. Untuk itu perlu penyederhanaan atau asumsi-asumsi:

a) Tinggi dan volume air bejana 1 adalah tertentu, ℎ0 dan 𝑉0 .

12
b) Keadaan awal bejana 2 adalah kosong
c) Ukuran pipa air yang keluar dari bejana 1 lebih besar dari pipa
aliran air yang keluar dari bejana 2.
d) Tidak ada aliran ayng masuk pada bejana 1.
e) Tidak ada pengaturan pada kedua sistem bejana.
f) Tidak ada kebocoran pada kedua pipa sistem bejana.
g) Besarnya kedua bejana dianggap sama

𝑑𝑉1 (𝑡)
Misalkan 𝑉1 (𝑡) adalah volume air pada bejana 1 pada saat t, maka 𝑑𝑡

adalah laju perubahan volume air pada bejana 1 saat t, yakni aliran air yang
masuk pada saat t dikurangi dengan aliran air yang keluar pada saat t, dengan kata
lain

𝑑𝑉1 (𝑡)
= 𝑞1 (𝑡)−𝑞12 (𝑡) (4.1.1)
𝑑𝑡

Diketahui

𝑉1 (𝑡) = 𝐴1 ℎ1 (𝑡) (4.1.2)

Maka

𝑑𝑉1 (𝑡) 𝑑 𝑑ℎ1 (𝑡)


= [𝐴1 ℎ1 (𝑡)] = 𝐴1 (4.1.3)
𝑑𝑡 𝑑𝑡 𝑑𝑡

Sehingga dari persamaan (4.1.1) dan (4.1.3) diperoleh

𝑑ℎ1 (𝑡)
𝐴1 𝑑𝑡
= 𝑞1 (𝑡)−𝑞12 (𝑡) (4.1.4)

Untuk mencari aliran air yang keluar pada pipa bejana 1 saat t, digunakan
teorema Torricelli yaitu

𝑞12 (𝑡) = 𝜆1 ℎ1 (𝑡) (4.1.5)

Dengan 𝜆 sebuah konstanta positif.

Sehingga dari persamaan (4.1.4) dan (4.1.5) diperoleh

13
𝑑ℎ1 (𝑡)
𝐴1 +𝜆1 ℎ1 (𝑡) = 𝑞1 (𝑡)
𝑑𝑡

Karena tidak ada aliran air yang masuk pada bejana 1,maka

𝑑ℎ1 (𝑡)
𝐴1 +𝜆1 ℎ1 (𝑡) = 0 (4.1.6)
𝑑𝑡

𝑑ℎ1 (𝑡) −𝑞12 (𝑡)


= (4.1.7)
𝑑𝑡 𝐴1

Persamaan (4.1.7) menyatakan laju berkurangnya tinggi air pada bejana.


𝑑
Misalkan 𝐷 = 𝑑𝑡, persamaan (4.1.6) dapat ditulis

(𝐴1 𝐷+𝜆1 )ℎ1 (𝑡) = 0 (4.1.8)

Dengan cara yang sama,maka untuk bejana 2 diperoleh

𝑑ℎ1 (𝑡) 1
= 𝐴 (𝑞12 (𝑡) − 𝑞0 (𝑡)) (4.1.9)
𝑑𝑡 1

Karena diasumsikan diatas,maka persamaan (4.1.9) dinyatakan sebagai


𝑑
laju bertambahnya tinggi air pada bejana 2. Misalkan 𝐷 = 𝑑𝑡, persamaan (4.1.9)

dapat ditulis

𝑑ℎ1 (𝑡)
𝐴2 +𝜆2 ℎ2 (𝑡) = 𝑞12 (𝑡) (4.1.10)
𝑑𝑡

𝑑
Misalkan 𝐷 = 𝑑𝑡, persamaan (4.1.10) dapat ditulis

(𝐴2 𝐷+𝜆2 )ℎ2 (𝑡) = 𝑞12 (𝑡) (4.1.11)

Dari persamaan (4.1.5) diperoleh

(𝐴2 𝐷+𝜆2 )ℎ2 (𝑡) = 𝜆1 ℎ1 (𝑡) (4.1.12)

Bila kedua ruas pada persmaan (4.1.12) dikalikan dengan


(𝐴1 𝐷+𝜆1 ),diperoleh

(𝐴2 𝐷+𝜆2 )ℎ2 (𝑡)(𝐴1 𝐷+𝜆1 ) = 𝜆1 ℎ1 (𝑡) (𝐴1 𝐷+𝜆1 ) (4.1.13)

14
Karena (𝐴1 𝐷+𝜆1 )ℎ1 (𝑡) = 0, maka

(𝐴2 𝐷+𝜆2 )ℎ2 (𝑡)(𝐴1 𝐷+𝜆1 ) = 0

(𝐴2 𝐴1 𝐷2 + (𝐴2 𝜆1 +𝜆2 𝐴1 )𝐷 + 𝜆1 𝜆2 )ℎ2 (𝑡) = 0

𝑑 𝑑2
Karena 𝐷 = 𝑑𝑡 , maka 𝐷2 = 𝑑𝑡 2 , sehingga

𝑑2 𝑑
(𝐴2 𝐴1 ( 2
) + (𝐴2 𝜆1 +𝜆2 𝐴1 )( ) + 𝜆1 𝜆2 )ℎ2 (𝑡) = 0
𝑑𝑡 𝑑𝑡

𝑑2 ℎ2 (𝑡) 𝑑ℎ2 (𝑡)


+ 2𝛿𝜔𝑛 + 𝜔𝑛 2 ℎ2 (𝑡) = 0 (4.1.14)
𝑑𝑡 2 𝑑𝑡

Dengan

𝐴 𝜆 +𝜆2 𝐴1 𝜆 𝜆
2 1
𝛿 = 2√𝐴 dan 𝜔𝑛 2 = 𝐴1 𝐴2
𝐴 1 2 𝜆1 𝜆2 1 2

Dimana

𝛿= rasio peredam dan 𝜔𝑛 = frekuensi alami

Penyelesaian persamaan (4.1.14) terdapat tiga kasus yaitu:

a) Kasus diredam berlebihan bila 𝛿 > 1, mempunyai penyelesaian yaitu:

2 −1)𝑡 2 −1)𝑡
ℎ2 (𝑡) = 𝑐1 𝑒 (−𝛿𝜔𝑛−𝜔𝑛√𝛿 + 𝑐2 𝑒 (−𝛿𝜔𝑛−𝜔𝑛√𝛿 (4.1.15)

Persamaan (4.1.15) menyatakan tinggi air pada bejana 2 saat t.

Karena 𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 ℎ2 (𝑡), maka

2 −1)𝑡 2 −1)𝑡
𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 (𝑐1 𝑒 (−𝛿𝜔𝑛−𝜔𝑛√𝛿 + 𝑐2 𝑒 (−𝛿𝜔𝑛−𝜔𝑛√𝛿 ) (4.1.16)

Persamaan (4.1.16) menyatakan volume air pada bejana 2 pada saat t.


Dengan 𝑐1 , 𝑐2 adalah konstanta,yang nilai kedua konstanta tersebut bergantung
𝑑ℎ2 (0)
dari ℎ2 (0) dan .
𝑑𝑡

b) Kasus diredam kritis bila 𝛿 = 1, mempunyai penyelesaian yaitu :

15
ℎ2 (𝑡) = 𝑒 −(𝛿.𝜔𝑛 )𝑡 (𝑐1 +𝑡𝑐2 ) (4.1.17)

Perasamaan (4.1.17) menyatakan tinggi air pada bejana 2 saat t.

Karena 𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 ℎ2 (𝑡), maka

𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 𝑒 −(𝛿.𝜔𝑛)𝑡 (𝑐1 +𝑡𝑐2 ) (4.1.18)

Persamaan (4.1.18) menyatakan volume air pada bejana 2 pada saat t.


Dengan 𝑐1 , 𝑐2 adalah konstanta,yang nilai kedua konstanta tersebut bergantung
𝑑ℎ2 (0)
dari ℎ2 (0) dan .
𝑑𝑡

c) Kasus diredam berkurang bila 0 < 𝛿 < 1,mempunyai penyelesaian


yaitu :

ℎ2 (𝑡) = 𝑒 −(𝛿.𝜔𝑛) (𝑐1 cos ((𝜔𝑛 √1 − 𝛿 2 )𝑡) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛 ((𝜔𝑛 √1 − 𝛿 2 )𝑡) (4.1.19)

Persamaan (4.1.19) menyatakan tinggi air pada bejana 2 saat t.

Karena 𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 ℎ2 (𝑡), maka

𝑉2 (𝑡) = 𝐴2 𝑒 −(𝛿.𝜔𝑛) (𝑐1 cos ((𝜔𝑛 √1 − 𝛿 2 )𝑡) + 𝑐2 𝑠𝑖𝑛 ((𝜔𝑛 √1 − 𝛿 2 )𝑡) (2.1.20)

Persamaan (4.1.20) menyatakan volume air pada bejana 2 pada saat t.


Dengan 𝑐1 , 𝑐2 adalah konstanta,yang nilai kedua konstanta tersebut bergantung
𝑑ℎ2 (0)
dari ℎ2 (0) dan .
𝑑𝑡

16
BAB V

KESIMPULAN

Untuk dapat memodelkan dua bendungan secara matematika, maka sistem


bendungan diasumsikan sebagai sistem dua bejana dimana sistem bejana yang
satu terletak diatas sistem bejana yang lain. Namun pada kenyataannya,
bendungan memiliki bentuk yang tidak teratur seperti bejana.

Pemodelan matematika pada sistem satu bejana dan dua bejana merupakan
penerapan dari persamaan diferesial yang nantinya berhubungan dengan energi
listrik dari sistem bendungan.

Pada sistem dua bejana memiliki 3 penyelesaian berdasarkan rasio


redaman, diantaranya δ > 1, δ = 1, dan 0 < δ < 1.

Kelebihan dan kekurangan air pada sistem bejana akan lebih besar jika
rasio redaman mendekati nol, sehingga perlu dilakukan pemilihan rasio peredam
yang sesuai agar agar dapat meredamkan gejolak air yang lebih cepat.

17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/djoanezsangkang/ppt-plta-elsy diunduh pada 27
Desember 2018

Wicaksono, Julius Sigit. 2007. “Permodelan Matematika Pada Sistem Pembangkit


Listrik Tenaga Air”. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Sanata Dharma.
Yogyakarta.

Kurniawan, Muhamad Irfan. 2017. “Permodelan Matematika Laju Water Flow


Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro dengan Metode Beda Hingga”. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.

18

Anda mungkin juga menyukai