Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Subyeh Hukum”
yang merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Hukum Perdata
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai dengan baik tanpa
bimbingan, dorongan semangat dan sumbangsih pikiran dari semua pihak. Untuk
itu, kami ucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Ramadhana Anindyajati Bachry S.H M.H selaku Dosen Hukum Perdata
2-16 Politeknik Keuangan Negara STAN yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Teman-teman yang telah membantu
3. Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta
pengertian yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini
4. Semua pihak yang tidak disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan agar dapat menyempurnakan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang terkait serta semoga Allah SWT. Memberikan imbalan yang setimpal
pada mereka yang telah memberikan bantuan dan dapat menjadikan bantuan
tersebut sebagai ibadah. Amin Yaa Robbal ‘Alamin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
2.9 Perwalian................................................................................................................ 28
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Negara kita adalah Negara berdasarkan hukum, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari kita diatur oleh hukum. Hukum adalah peraturan yang mengikat dan
mengatur setiap tindakan manusia atau masyarakat, sehubungan dengan hal
tersebut maka manusia merupakan subjek hukum yang harus selalu mematuhi
hukum yang berlaku. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai
hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Sedangkan objek hukum adalah
segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam
suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang atau hak yang
dimiliki dan bernilai ekonomis.
Subjek Hukum terdiri atas subjek Hukum Manusia dan Subjek Hukum
Badan Usaha. Dan Objek Hukum memiliki dua jenis yang berdasarkan 503-504
KUH Perdata, disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi dua yakni, benda yang
bersifat kebendaan (Materiekogoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekogoderan). Oleh karena itu tujuan dari penulisan makalah ini atau yang
melatarbelakangi penyusunan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui unsur-
unsur yang terdapat dalam subjek hukum dan untuk mengetahui sejauh mana
hubungan hukum antara peristiwa dan perbuatan hukum agar tidak adalagi
masyarakat yang tidak cakap terhadap hukum dan tidak mengetahui haknya dan
kewajibannya dalam hukum.
1.2.Rumusan Masalah
1) Apakah hakekat subyek hukum sebenarnya ?
2) Bagaimana status manusia atau orang sebagai subyek hukum ?
3) Bagaiman membedakan subyek hukum manusia yang cakap dan tidak
cakap dalam melakukan perbuatan hukum ?
4) Apakah definisi dari perwalian ?
4
1.3.Tujuan Makalah
1) Mengetahui hakekat subyek hukum
2) Mengetahui status manusia atau orang sebagai subyek hukum
3) Mengetahui membedakan subyek hukum manusia yang cakap dan tidak
cakap dalam melakukan perbuatan hukum ?
4) Mengetahui definisi dari perwalian
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
d. Subyek hukum menurut Chaidir Ali adalah manusia yang
berkepribadian hukum, dan segala sesuatu yang berdasarkan
tuntutan kebutuhan masyarakat demikian itu dan oleh hukum
diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.
e. Subyek hukum menurut Agra adalah setiap orang yang
mempunyai hak dan kewajiban sehingga mempunyai wewenang
hukum atau disebut dengan Rechtsbevoegdheid.
Berdasarkan pendapat para sarjana di atas dapat disimpulkan
bahwasannya subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat
memperoleh hak dan kewajiban dari hukum sehingga segala sesuatu yang
dimaksud dalam pengertian tersebut adalah manusia dan badan hukum.
Jadi, manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban
sebagai subyek hukum atau sebagai orang.
7
Orang sebagai subyek hukum dibedakan dalam 2 (dua)
pengertian, yaitu:
8
barang, dan (2) hak- hak yang bersifat inmateriil (tak dapat diraba),
seperti hak pengarang hak octroi, dan hak-hak semacam itu, tidak diatur
di dalam Buku Il KUH Perdata tetapi diatur di dalam UU tersendiri
Macam-Macam Benda di dalam Pasal 503. 504, dan Pasal 505 KUH
Perdata telah entukan pembagian benda Benda di dalam ketentuan itu dibagi
dua macam, yaitu:
a. menjadi benda bertubuh dan tidak bertubuh:
b. benda bergerak dan tidak bergerak
Di dalam berbagai literatur dikenal empat macam benda. Yaitu
a. benda yang dapat diganti (contoh uang) dan yang tidak dapat diganti
contoh seekor kuda
b. benda yang dapat diperdagangkan (praktis semua barang dapat
diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan atau di luar
perdagangan (contoh jalan dan lapangan umum)
c. benda yang dapat dibagi (contoh beras) dan tidak dapat dibagi (contoh
kerbau)
d. benda bergerak dan tidak bergerak (Subekti, 1984: 61: Vollmar, 1983)
Dari keempat pembagian itu, maka pembagian yang paling penting
adalah pembagian benda dalam benda bergerak dan tidak bergerak.
9
kewarganegaraan yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kewarganegaraan dalam arti material ini merupakan isi dari
kewarganegaraan itu sendiri yaitu masalah hak dan kewajiban warga
negara.
Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut
memiliki pertalian hukum serta tunduk pada hukum negara yang
bersangkutan.
A. Penentuan Kewarganegaraan
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang dikenal dengan
adanya asas kewarganegaraan yaitu asas ius soli dan asas ius sanguinis. Asas
ius adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang menurut
daerah atau negara tempat dimana orang tersebut dilahirkan.Asas ius soli
disebut juga asas daerah kelahiran. Sedang asas ius sanguinis ialah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang menurut pertalian daerah atau
keturunan dari orang yang bersangkutan. Asas ius solidan asas ius sanguinis
dianggap sebagai asas yang utama dalam menentukan status hukum
kewarganegaraan. Pada sekarang ini umumnya negara menganut kedua asas
tersebut secara simultan.
Negara-negara imigran yaitu negara yang sebagian besar warganya
merupakan kaum pendatang atau cenderung didatangi orang asing, maka
kecenderungannya menggunakan asas ius soli sebagai asas
kewarganegaraannya. Adapun dasar pertimbangannya adalah negara
menghendaki warga baru segera melebur diri sebagai warga negara di
negara tersebut. Contoh: Amerika Serikat menerapkan asas ius soli , yaitu
menentukan kewarganegaraan berdasarkan faktor tanah kelahiran.
Sebaliknya negara-negara emigran yaitu negara yang warganya
cenderung keluar dari negara, maka kecenderungannya lebih menggunakan
asas ius sanguinis. Penentuan asas kewarganegaraan yang berbeda-beda
oleh setiap warga negara dapat menimbulkan masalah kewarganegaraan
bagi seorang warga. Masalah kewarganegaraan tersebut adalah timbulnya
apatride dan bipatride.
10
Apatride berasal dari kata a yang artinya tidak dan patride yang
artinya kewarganegaraan. Jadi patride adalah orang-orang yang tidak
memiliki kenegaraan. Apatride ini bisa dialami oleh orang yang dilahirkan
dari orang tua yang negaranya menganut asas ius soli dinegara atau dalam
wilayah negara yang menganut asas ius sanguinis. Kemudian Bipatride
berasal dari kata bi yang artinya dua dan patride yang berarti
kewarganegaraan. Jadi bipatride adalah orang-orang yang memiliki
kewarganegaraan rangkap (ganda). Bipatride ini bisa dialami pada orang
yang dilahirkan dari orang tua yang negaranya menganut asas ius sanguinis
didalam wilayah negara yang menganut asas ius soli. Oleh negara asal orang
tuanya orang itu dianggap sebagai warga negara karena ia adalah keturunan
dari warga negaranya.
B. Cara Memperoleh dan Kehilangan Kewarganegaraan
Ada beberapa cara orang memperoleh status kewarganegaraan dan
kehilangan kewarganegaraan. Cara memperoleh kewarganegaraan adalah:
Citizenship by birth, memperoleh kewarganegaraan karena kelahiran. Jadi
setiap orang yang lahir diwilayah negara dianggap sah sebagai warga negara
karena suatu negara menganut asas ius sanguinis.
1. Citizenship by descent, memperoleh kewarganegaraan karena keturunan.
Jadi orang yang lahir diluar wilayah negara dianggap sebagai warga
negara apabila orangtuanya adalah warga negara dari negara tersebut
karena negaranya menganut asas ius sanguinis.
2. Citizenship by naturalization, pewarganegaraan orang asing atas
kehendak sendiri atas permohonan menjadi warga negara suatu negara
dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
3. Citizenship by registration, pewarganegaraan bagi mereka yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu yang dianggap cukup dilakukan melalui
prosedur asministrasi yang lebih sederhana dibandingkan naturalisasi.
4. Citizenship by incorporation of territory, proses kewarganegaraan karena
terjadi perluasan wilayah negara.
Selanjutnya orang dapat kehilangan kewarganegaraan karena tiga
kemungkinan/cara, yaitu:
11
1. Renunciation, tindakan sukarela seseorang untuk meninggalkan status
kewarganegaraan yang diperoleh di dua negara atau lebih.
2. Termination, penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan
hukum karena yang bersangkutan mendapat kewarganegaraan negara
lain.
3. Deprivation, pencabutan secara paksa status kewarganegaraan karena
yang bersangkutan dianggap telah melakukan kesalahan, pelanggaran
atau terbukti tidak setia kepada negara berdasar undang-undang.
C. Warga Negara Dan Kewarganegaraan Di Indonesia
a. Warga Negara Indonesia
Negara Indonesia telah menetukan siapa saja yang menjadi warga
negara di dalam konstitusinya. Ketentuan tersebut tercantum dalam
pasal 26 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa
indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara”.
2. Penduduk ialah warga indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di indonesia”.
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan
undang-undang”.
Ketentuan pasal 26 ayat 1 tersebut memberikan penegasan bahwa untuk
orang-orang bangsa indonesia asli secara otomatis merupakan warga
negara, sedangkan bagi orang-orang bangsa lain untuk menjadi warga
negara indonesia harus disahkan terlebih dahulu dengan undang-
undang.
Orang-orang bangsa lain yang dimaksud adalah orang-orang
peranakan seperti peranakan Belanda, Tionghoa, dan Arab yang
bertempat tinggal di indonesia, yang mengakui indonesia sebagai
tumpah darahnya dan bersikap setia kepada Republik Indonesia.
b. Asas Kewarganegaraan Indonesia
Asas-asas umum yang dianut dalam UU No.12 tahun 2006 adalah sebagai
berikut:
12
1. Asas ius sanguinis (Law Of The Blood) adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan
bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (Law Of The Soil) secara terbatas adalah asas yang
menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat
kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam UU ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu
kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam UU ini.
c. Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
Berdasarkan UU No. 12 tahun 2006 kewarganegaraan Republik
Indonesia dapat di peroleh melalui:
1. Kelahiran
Setiap anak yang lahir dari orang tua (ayah atau ibunya) berkewargaan
negara indonesia akan memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia.
2. Pengangkatan
Anak warga negara asing yang berumur 5 tahun yang diangkat secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
negara indonesia memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia.
3. Perkawinan/Pernyataan
Orang asing yang menikah dengan warga negara indonesia dapat
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia apabila memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 19.
4. Turut Ayah atau Ibu
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal diwilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau
ibu yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dengan
sendirinya berkewarganegaraan Republik Indonesia.
13
5. Pemberian
Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau
dengan alasan kepentingan negara dapat diberi kewarganegaraan
Republik Indonesia oleh presiden setelah memperoleh petimbangan
DPR Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan
tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda
(pasal 20).
6. Pewarganegaraan
Syarat dan tatacara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui pewarganegaraan diatur dalam pasal 9 s/d 18 Undang-Undang
ini.
d. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
Perihal kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam
pasal 123 UU No.12 tahun 2006 yang menyatakan bahwa warga negara
indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan
orang yang bersangkutan mendapatkan kesempatan untuk itu.
3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas
permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau
sudah kawin, bertempat tinggal diluar negeri, dan dengan dinyatakan
hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan.
4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa ijin terlebih dahulu dari presiden.
5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan semacam
itu di indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan hanya
boleh dijabat oleh warga negara indonesia.
6. Secara sukarela menyatakan sumpah atau janji setia kepada negra asing.
7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing.
14
8. Mempunyai paspor dari negra asing atau surat yang dapat diartikan
sebagai kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya.
9. Bertempat tinggal diluar wilayah negara republik indonesia selama 5
tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang
sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap
menjadi warga negara indonesia sebelum jangka waktu 5 tahun itu
berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan tidak
mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga negara indonesia
kepada perwakilan negara republik indonesia.
e. Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia
Dalam pasal 31 UU No.12 tahun 2006 dinyatakan bahwa
seseorang yang kehilngan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat
memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui procedur
pewarganegaraan dengan mengajukan permohonan tertulis pada
Menteri. Bila pemohon bertemapat tinggal diluar wilayah negara
indonesia, permohonan disampaikan melalui perwakilan negara
Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pemohon.
Permohonan untuk memperoleh kembali kewarganegaraan
Republik Indonesia dapat juga diajukan oleh perempuan atau laki-laki
yang kehilangan kewarganegaraannya akibat perkawinan dengan
orang asing sejak putusnya perkawinan. Kepala Perwakilan Republik
Indonesia akan merumuskan permohonan tersebut kepada Menteri
dalam waktu paling lama 14 hari setelah menerima permohanan.
D. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Warga negara adalah anggota dari suatu negara. Sebagai anggota dari
negara, warga negara mempunyai hubungan dengan negaranya. Warga negara
mempunyai sejumlah hak dan kewajiban terhadap negara. Demikian sebagian
negara mempunyai sejumlah hak dan kewajiban terhadap warganya.
Pengaturan tentang hak dan kewajiban ini umumnya tertuangkan dalam
berbagai peraturan perundang-undangan negara.
15
1. Hak Warga Negara Indonesia
Berikut akan disebutkan beberapa hak warga negara indonesia yang diatur
dalam pasal 27 sampai dengan 34 UUD 1945, yaitu:
a. Hak persamaan kedudukan didalam hukum dan pemerintahan.
b. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c. Hak ikut serta dalam pembelaan negara.
d. Hak berpendapat, berkumpul, dan berserikat.
e. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.
f. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunannya melalui
pernikahan yang sah.
g. Hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
h. Hak untuk mendapat kesejahteraan.
i. Hak untuk mendapatkan pendidikan.
j. Hak atas status kewarganegaraan.
k. Hak kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan
keyakinannya
2. Kewajiban Warga Negara Indonesia
Kewajiban warga negara indonesia antara lain diatur diatur dalam pasal 27
ayat 1 dan 3,pasal 28 J,pasal 30 ayat 2 UUD 1945 yaitu:
1. Wajib menjunjung/mentaati hukum dan pemerintahan.
2. Wajib membela negara.
3. Wajib menghormati hak asasi manusia.
4. Wajib tunduk pada pembatasan yang di tetapkan dengan undang-undang.
5. Wajib ikut serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara.
6. Wajib untuk mengikuti pendidikan dasar.
Kewajiban warga negara ini pada dasarnya adalah hak negara. Oleh
karena negara memiliki sifat memaksa dan mencakup semuanya, maka
negara memiliki hak untuk menuntut warga negaranya untuk mentaati dan
melaksankan hukum-hukum yang berlaku dinegara tersebut.
Sedangkan hak warga negara merupakan kewajiban negara terhadap
negaranya. Hak-hak warga negara wajib diakui, wajib dihormati,
dilindungi, dan difasilitasi, serta dipenuhi oleh negara. Negara didirikan
16
dan dibentuk memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
warganya.
d. Adanya prestasi.
17
rumahnya). Dalam memudahkan hal ini dibedakan antara tempat tinggal dan
kediaman yang sesungguhnya.
Misalnya :
18
• Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-undang (pasal
106:2 KUHPdt)
Dilihat dari segi terjadinya peristiwa hukum, tempat tinggal itu dapat
digolongkan empat jenis, yaitu :
Tempat tinggal ikutan ditentukan oleh suatu peristiwa hukum yang timbul
karena undang-undang menghendaki demikian. Tempat tinggal istri atau anak,
mengikuti tempat tinggal suami atau orang tuanya. (UU No 1 Tahun 1974 pasal
32 dan 47)
19
2.3.1 Alasan Pentingnya Domisili
20
si bayi akan memperoleh hak-hak dan kewajibannya sebagai subyek
hukum. Kemampuan akan mempunyai hak-hak ini tidak tergantung pada
lamanya anak itu hidup. Apabila ia hanya hidup satu jam atau dua jam
maka ia dapat memperoleh hak-hak, yang dengan matinya akan menjadi
pewaris keluarganya. Bayi telah dianggap dilahirkan hidup apabila ia
sewaktu dilahirkan bernafas.
2.4.Kewenangan Berhak
Kewenangan berhak adalah suatu upaya hukum berupa kewenangan
memiliki, menerima, atau meneruskan haknya sejak lahir hingga akhir
hayatnya. Kewenangan berhak tidak dapat ditiadakan atas suatu dasar
ataupun upaya hukum apapun (KUHPer Pasal 2 & 3 Bab I tentang Menikmati
dan Kehilangan Hak Kewargaan). Setiap pribadi memiliki kewenangan
berhak secara sah oleh hukum, akan tetapi dirinya belum tentu memiliki
kewenangan untuk berbuat/bertindak secara sah oleh hukum. Orang dapat
dikatakan oleh hukum memiliki kewenangan berhak sekaligus kewenangan
berbuat apabila orang tersebut telah cakap hukum atau memiliki status
dewasa dari pendewasaan penuh/seluruhnya.
21
mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak keperdataan
seseorang (Pasal 3 KUH Perdata).
22
2.5.Kecakapan Berbuat
dddddddSetiap penyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti
mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Pada
umumnya sekalipun setiap orang mempunyai kewenangan hukum, tetapi
ada golongan orang yang yang dianggap tidak cakap melaksanakan
beberapa hak atau kewajiban. Subyek hukum orang yang pada dasarnya
mempunyai kewenangan hukum dan dianggap cakap bertindak sendiri
tetapi, ada subyek hukum yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri.
Hal merupakan anggapan hukum yang memungkinkan adanya bukti
lawan. Golongan orang yang tidak cakap bertindak disebut personae
miserabile.
Dalam prespektif hukum berarti tidak setiap subyek hukum
orang dapat menyandang kewenangan hukum serta dapat berwenang
bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan hukum. Subyek hukum
dapat berwenang dan bertindak sendiri apabila dirinya oleh hukum
dianggap telah cakap, mampu, atau pantas untuk bertindak dalam
melakukan perbuatan hukum. Namun sebaliknya, subyek hukum orang
yang cakap melakukan perbuatan dapat saja dikatakan tidak cakap
melakukan perbuatan hukum.
23
KUH Perdata junto Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974).
2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, yaitu orang-orang
dewasa yang selalu berada dalam keadaan kurang ingatan, sakit
jiwa (orang gila), mata gelap, dan pemboros (433 KUH Perdata).
3)
Hal ini terjadi karenakan gangguan jiwa seperti sakit saraf dan
gila menyebabkan perbuatannya menjadi tidak normal. Kemudian
pemabuk atau pemboros mengakibatkan perbuatan orang tersebut
merugikan dan menelantarkan keluarga dan anak-anak dalam kehidupan,
pendidikan, dan lain-lain.
2.6.Akibat Hukum
A. Akibat Ketidak wenangan berhak.
1. Tidak dapat melakukan suatu perikatan atau perjanjian
2. Perikatan atau perjanjian yang dibuat dapat dinyatakan “cacat hukum”
dan dapat dibatalkan.
3. Sebagai subyek hukum untuk melakukan perbuatan hukum harus
dilakukan oleh pengampunya.
( Pasal 1331 BW : “……..orang-orang yang dinyatakan tidak cakap
dalam membuat perikatan boleh menuntut pembatalan…….dst.”)
B. Akibat hukum ketidak cakapan berhak
24
Kewenangan dan kecakapan, keduanya merupakan hal yang serupa.
Kewenangan dan kecakapan menjadi penting ketika dihadapkan pada
sahnya subjek hukum dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
2.7 Pendewasaan
Merupakan suatu upaya hukum untuk menempatkan seseorang yang
berstatus belum dewasa menjadi sama dengan orang-orang yang telah
dewasa, baik secara keseluruhan maupun pada hal-hal tertentu saja.
Menurut KUHPer Pasal 419 hingga Pasal 432 Bab XVI tentang
Pendewasaan, dijelaskan bahwa pendewasaan dilakukan dengan melibatkan
pihak-pihak berikut:
- Anak (orang berstatus belum dewasa);
- Orang tua/wali/keluarga yang sedarah atau semenda dari anak;
- Mahkamah Agung;
- Pengadilan Negeri.
Pendewasaan yang telah diatur dalam KUHPer, terbagi menjadi dua
macam, yakni pendewasaan terbatas dan pendewasaan penuh/keseluruhan:
1. Pendewasaan Terbatas
Orang yang belum berstatus dewasa, apabila dikenai upaya
pendewasaan secara terbatas maka dirinya berhak melakukan tindakan
hukum tertentu setingkat orang dewasa. Syarat seseorang untuk
memperoleh pendewasaan terbatas ialah berusia 18 tahun, mendapat
persetujuan dari orang tua/wali, dan permohonan tersebut diterima oleh
25
Pengadilan Negeri. Status tersebut dapat dicabut oleh Pengadilan Negeri
apabila disalahgunakan oleh pihak yang terkait atau terlibat dugaan
penyalahgunaan menggunakan status pendewasaan tersebut. (KUHPer
Pasal 419 dan Pasal 426)
2. Pendewasaan Penuh/Keseluruhan
Orang yang belum berstatus dewasa, apabila dikenai upaya
pendewasaan penuh maka dirinya secara hukum sama dengan orang
dewasa atau berhak memiliki tindakan hukum selayaknya orang
dewasa seutuhnya. Seseorang dapat dikatakan memperoleh pendewasaan
penuh ketika ia telah berusia 20 tahun, memperoleh persetujuan atas
pertimbangan dan nasihat dari Mahkamah Agung, persetujuan oleh orang
tua/wali, dan bukti berupa akta kelahiran serta diterbitkannya venia actatis
(surat pernyataan dewasa) oleh MA. (KUHPer Pasal 420 hingga Pasal 432,
kecuali Pasal 426).
2.8.Pengampuan
a. Pengertian Pengampuan
Pengampuan (Curatele) adalah suatu daya upaya hukum untuk
menempatkan seseorang yang telah dewasa menjadi sama seperti orang
yang belum dewasa. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan disebut
curandus, pengampunya disebut curator. Menurut pasal 433 KUHPer,
setiap orang dewasa yang menderita sakit ingatan, boros, dungu, dan mata
gelap harus ditaurh dibawah pengampuan. Setiap anak yang belum dewasa
yang berada dalam keadaan dungu, sakit ingatan atau mata gelap, tak boleh
ditaruh dibawah pengampuan, melainkan tetaplah ia dibawah pengawasan
bapak dan ibunya atau walinya (pasal 462 KUHPer).
b. Pengajuan permohonan pengampuan
Pengampuan ini terjadi karena adanya keputusan hakim yang
didasarkan dengan adanya permohonan pengampuan. Yang dapat
mengajukan permohonan pengampuan adalah :
1) Keluarga sedarah terhadap keluarga sedarahnya, dalam hal keadaan
keadaan dungu, atau mata gelap (pasal 434 ayat 1 KUHPer)
26
2) Keluarga sedarah dalam garis lurus dan oleh keluarga semenda dalam garis
menyimpang sampai dengan derajat keempat, dalam hal karena
keborosannya (pasal 434 ayat 2 KUHPer).
3) Suami atau isteri boleh meminta pengampuan akan isteri atau suaminya
(pasal 434 ayat 3 KUHPer)
4) Diri sendiri, dalam hal ia tidak cakap mengurus kepentingannya sendiri
(pasa 434 ayat 4 KUHPer)
5) Kejaksaan, dalam hal mata gelap, keadaan dungu, atau sakit ingatan (pasal
435 KUHPer).
Setiap permintaan akan pengampuan, harus diajukan ke Pengadilan Negeri
dimana orang yang dimintakan pengampuannya itu berdiam (pasal 436
KUHPer). Pengampuan mulai berlaku sejak putusan atau penetapan
diucapkan (pasal 446 ayat 1 KUHPer).
c. Akibat Hukum Pengampuan
Akibat hukum dari orang yang ditaruh dibawah pengampuan adalah:
1) Ia sama dengan orang yang belum dewasa (pasal 452 ayat 1 KUHPer)
2) Segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang ditaruh dibawah
pengampuan, batal demi hukum (pasal 446 ayat 2 KUHPer)
Disamping kedua hal diatas, terdapat pengecualiannya, yaitu :
1) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan karena boros, masih boleh
membuat surat wasiat (pasal 446 ayat 3 KUHPer)
2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan karena boros, masih bisa
melangsungkan perkawinan dan membuat perjanjian kawin yang dibantu
oleh pengampunya (pasal 452 ayat 2 KUHPer)
d. Berakirnya pengampuan
Pengampuan ini berakhir apabila sebab-sebab yang mengakibatkannya
telah hilang (pas 460 KUHPer). Pengampuan juga berakhir apabila si
curandus meninggal dunia.
27
2.9 Perwalian
Perwalian merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh cakap hukum
untuk mewakili seorang tidak cakap hukum (pengampuan) dan atau menjadi
seorang wakil dari orang yang belum berstatus dewasa secara yuridis.
Selain itu, perwalian juga merupakan bentuk pengawasan terhadap
anak yang belum dewasa yang tidak di bawah kekuasaan orang tua, serta
pengurusan benda atau kekayaan anak yang diatur oleh Undang-Undang.
Perwalian dapat dilakukan terhadap anak syah yang orang tuanya tidak
cakap melakukan perbuatan hukum,atau tidak diketahui tempat tinggal atau
keberadaannya Pasal 33 ayat (1), anak syah yang kedua orang tuanya telah
dicabut kekuasaannya sebagai orang tua, anak syah yang orang tuanya telah
bercerai, anak yang lahir diluar perkawinan (Natuurlijk Kind).
Orang yang dapat ditunjuk oleh Pengadilan Negeri setempat ialah
keluarga dari anak yang bersangkutan (UU Perkawinan Pasal 49 ayat (1)
Bab XI tentang Kedudukan Anak), salah satu dari kedua orang tuanya,
keluarga anak dalam garis keturunan lurus ke atas, saudara kandung yang
sudah dewasa, orang lain atau Badan Hukum (Pasal 49 ayat (1) UUP, Pasal
33 UU Perlindungan anak), pejabat yang berwenang, orang lain yang bukan
pejabat yang wenang serta Balai Harta Peninggalan berkedudukan sebagai
wali pengawas/Dewan Perwalian.
Selain itu, mereka yang ditunjuk sebagai wali harus memenuhi
persyaratannya, yakni:
1. Sudah Dewasa;
2. Berpikiran sehat;
3. Dapat berlaku adil;
4. Berkelakuan baik;
5. Tidak sedang dicabut kekuasaannya sebagai orang tua;
6. Wali harus memiliki agama yang sama dengan agama anak.
Dan wali memiliki kewajiban untuk:
1. Wajib mengurus anak dan kekayaannya dengan sebaik-baiknya;
2. Wajib menghormati agama dan kepercayaan anak;
3. Wajib membuat daftar kekayaan dan perubahan kekayaan anak;
28
4. Wali wajib bertanggung jawab atas kepengurusan harta kekayaan anak serta
kerugian yang timbul karena kesalahan atau kelalaiannya.
Serta, jika suatu keadaan tertentu yang terkait dengan hukum yang
mengikat wali dan anak yang bersangkutan/yang diperwalikan,
menyebabkan pencabutan hak perwalian, yang ditandai dengan:
1. Anak yang diwabah perwalian sudah mencapai usia 18 tahun atau sudah
kawin;
2. Kekuasaan wali dicabut( karena wali tidak cakap melakukan perbuatan
hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali);
3. Wali atau anak di bawah perwalian meninggal dunia.
29
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Subyek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak
dan kewajiban dari hukum sehingga segala sesuatu yang dimaksud dalam
pengertian tersebut adalah manusia dan badan hukum. Pengertian
kewarganegaraan dapat dibedakan dalam dua arti yaitu kewarganegaraan
dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti material.
Kewarganegaraan dalam arti formal menunjuk pada hal ikhwal masalah
kewarganegaraan yang umumnya berada pada ranah hukum publik.
3.2.Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
L.J. Van Apeldoorn. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT Pradya Paramita
Duswara M, Dudu. 2003. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung : PT. Refika Aditama.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/02/subjek-hukum-objek-hukum (diakses
27 Februari 2019 )
http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-
sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/ ( diakses 20 Februari 2019 )
http://badanedukasi.blogspot.com/2016/11/makalah-hukum-perdata-tentang-
domisili.html ( diakses 23 Februari 2019 )
http://kumpulanmakalahr.blogspot.com/2016/12/makalah-hukum-perdata-
domisili-dalam.html ( diakses 24 Februari 2019 )
http://artikelfakta.blogspot.com/2013/07/domisili-hukum-perdata.html ( diakses 22
Febrauari 2019 )
https://hukumperdataleo.blogspot.com/2015/10/makalah-tentang-subjek-hukum-
orang.html ( diakses 23 Februari 2019 )
http://www.ensikloblogia.com/2016/08/pengertian-subjek-hukum-dan-macam-
macam.html ( diakses 25 Februari 2019)
https://www.academia.edu/4929559/SUBJEK_dan_OBJEK_HUKUM
31