supply chains
Tahun 2018
Reviewer ( )
Pada tahun 2017, dilaporkan bahwa sepatu Louis Vuitton dibuat di negara dengan
biaya tenaga kerja lebih rendah di Rumania, sebelum dikirim ke Italia untuk proses
produksi akhir, termasuk sepatu yang dicap dengan “Made in Italy” (Lembke, 2017).
Kegagalan tanggung jawab produk telah dilaporkan, seperti produk pakaian anak-anak dari
merek-merek mewah termasuk Dior, Hermès dan Louis Vuitton yang dites positif untuk
satu atau lebih bahan kimia berbahaya (Greenpeace, 2014). Dior mendapat skor nol dalam
1
Indeks Transparansi Mode Revolusi, di mana perusahaan diberi peringkat sesuai dengan
seberapa banyak yang mengungkapkan tentang kebijakan, praktik, dan dampak sosial dan
lingkungan mereka (Rivera, 2017). Namun, peningkatan implementasi inisiatif sosial dan
lingkungan terlihat jelas (Acabou & Dekhili, 2013; Guercini & Ranfagni, 2013; Winston,
2016), sebagai respons terhadap peningkatan tekanan pemangku kepentingan dari
regulator, LSM, konsumen dan media, termasuk profil tinggi kampanye seperti 'Detox'
Greenpeace, Revolusi Mode 'Who Made My Clothing?' dan program Zero Discharge of
Hazardous Chemicals '(ZDHC) untuk menghilangkan bahan kimia berbahaya dari rantai
pasokan global.
Italia juga dikenal dengan tingkat layanan yang tinggi, keunggulan produk yang
asli. Semuanya sangat penting dalam mode mewah. Selain itu, perusahaan-perusahaan
Italia, sebagai pelaku utama dalam rantai pasokan mewah, harus menanggapi
meningkatnya tingkat peraturan keberlanjutan dan menyerukan transparansi yang lebih
besar dalam kebijakan dan praktik sosial dan lingkungan dari berbagai pemangku
kepentingan. Misalnya, Caniato, Caridi, Crippa, dan Moretto (2012) menunjukkan
bagaimana penggerak internal, pasar, dan berbasis undang-undang mendorong perusahaan
mewah untuk menerapkan praktik kelestarian lingkungan di tingkat produk, proses, dan
rantai pasokan.
Dari penelitian ini akan menyajikan studi kasus pasokan luxury Italia untuk
menyelidiki bagaimana perusahaan-perusahaan dalam suatu sektor di mana produksi
bergantung pada bahan baku dan kompetensi teknis khusus mengatasi masalah lingkungan
dan sosial, dan sejauh mana bisnis dalam tingkatan yang berbeda membuat dan menerapkan
strategi untuk mengendalikan dampaknya dan meningkatkan keberlanjutan di seluruh
rantai pasokan.
2
2009; Parmigiani, Klassen, & Russo, 2011). Namun, kelestarian lingkungan dan sosial
adalah konsep terpisah dengan pendahulunya, proses dan hasilnya (Pullman, Maloni, &
Carter, 2009). Perusahaan lebih cenderung menerapkan praktik keberlanjutan sosial untuk
mengurangi dampak negatif dari operasi yang dilakukan perusahaan daripada membangun
rantai pasokan yang benar-benar berkelanjutan (Rodriguez, Gimenez-Thomson, Arenas,
& Pagell, 2016).
Sekalipun studi-studi yang nyata baru-baru ini (dalam penelitian Carrigan et al., 2017;
Eizenberg & Jabareen, 2017; Koksal, Strahle, Muller, & Freise, 2017), ada kurangnya
investigasi empiris dan teoretis yang berkaitan dengan keberlanjutan sosial (Ansari &
Kant, 2017 ; Eizenberg & Jabareen, 2017). Keberlanjutan sosial menyederhanakan
konstruksi teoretis (Missimeretal., 2017b) dan ada beberapa studi di mana keterkaitan
antara praktik sosial dan lingkungan dieksplorasi (Marshall et al., 2015; Wang & Dai,
2018), meskipun praktik harus diperhitungkan secara simultan dan strategis. karena
manajemen rantai pasokan mencakup sumber daya alam dan manusia. Banyak penelitian
SSCM empiris telah dilakukan di industri manufaktur, tetapi dengan investigasi terbatas
dalam mode dan tekstil (Ansari & Kant, 2017) atau rantai pasokan mewah (Towers, Perry,
& Chen, 2013), meskipun ada masalah lingkungan dan sosial yang merusak yang menjadi
ciri khas. sektor-sektor ini.
C. Fokus Penelitian
1. Bagaimana keberlanjutan diperpanjang di beberapa tingkatan rantai pasokan di
industri fashion luxury Italia?
2. Bagaimana faktor kontekstual dari sektor fashion luxury memengaruhi
keberlanjutan dalam manajemen rantai pasokan di industri fashion luxury Italia?
D. Metodelogi Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah perusahaan fashion
luxury di Italia. Penelitian ini menggunakan studi kasus berganda kualitatif yang
dilakukan dengan mengadopsi purposive sampling untuk memilih jumlah total sepuluh
perusahaan dalam dua rantai pasokan luxury di Italia, lebih tepatnya yaitu mengenai
pakaian dan sepatu kulit. Meliputi pemilik, merek, produsen garmen dan pengolah
bahan baku, semuanya berlokasi di Italia. Dalam penelitian ini data dikumpulkan dari
tatap muka wawancara semi terstruktur dengan perwakilan senior perusahaan yang
relevan dalam setiap rantai pasokan.
3
Kemudian penelitian ini menggunakan triangulasi data yang dicapai melalui
penggunaan protokol studi kasus, berbagai sumber bukti (wawancara, dokumen,
observasi selama kunjungan lapangan) dan diskusi hasil dengan beberapa peneliti
dalam tim peneliti.
E. Hasil Penelitian
Temuan menunjukkan bagaimana karakteristik lingkungan bisnis, seperti
kompleksitas rantai pasokan, ketidakpastian dan tekanan waktu, menghambat
implementasi keberlanjutan. Sumber daya harus bernilai, langka, dan tidak dapat ditiru,
tetapi proses manajemen organisasi seringkali kompleks secara sosial, mencakup
banyak pelaku yang membawa hambatan budaya dan komunikasi serta dinamika
kepemimpinan. Namun, penerapan praktik-praktik lingkungan dan sosial dapat
menciptakan sumber daya yang tak ada bandingannya, menyelaraskan keberlanjutan
dengan tujuan-tujuan luxury dan menciptakan potensi untuk meraih penghargaan.
G. Rekomendasi Penelitian
Fashion luxury di Italia untuk penelitian selanjutnya tertantang untuk
melakukan penelitian tentang Reseource and Development (R & D) produk, penelitian
ini perlu dilakukan agar fashion luxury tidak ketinggalan inovasi dari fashion-fashion
menengah kebawah. Selain inovasi, juga sangat penting meneliti tentang bagaimana
perusahaan dapat mengintegrasikan, membangun dan merekonstruksi kemampuan
4
internal dan eksternal untuk memastikan keberlanjutan rantai pasokan di lingkungan
yang berubah dengan cepat.
Hasil yang dilakukan oleh Talay et, all (2018) dengan judul penelitian “How
small suppliers deal with the buyer power in asymmetric relationships within the
sustainable fashion supply chain” menggunakan metodologi kasus eksplorasi, temuan
empiris penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan diterapkan dengan menegakkan
kolaborasi dan perpanjangan tanggung jawab oleh pemasok bahan baku pakaian.
Terlihat jelas bahwa penelitian yang dilakukan oleh Talay bahwa ia lebih melakukan
penelitian terhadap para pelaku stakeholder, dan hasil dari penelitian tersebut lebih baik
dan akan menghasilkan perbaikan untuk para pengelola industry.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Wen et, all (2018) dengan judul
penelitian “Fashion retail supply chain management :Are view of operational models”
Penelitian tersebut meneliti model operasional pada fashion retail supply chain
management (FRSCM) dalam arus utama operational research (OR) dengan hasil
penelitian bahwa FRSCs sangat didorong oleh permintaan konsumen. Dari penelitian
tersebut ditekankan untuk perbaikan bahwa industry fashion juga tidak boleh
mengenyampingkan selera para konsumen yang selalu dinamis pergerakannya.
Selanjutnya penelitian dari Ciarniene dan Vienazindiene (2014) dengan judul
peneltian “Management of contemporary fashion industry: characteristics and
challenges” berdasarkan survei teori yang mencakup metode penelitian interdisipliner
umum. Peneitian tersebut hasilnya menyajikan model teoritis yang menggambarkan
manajemen rantai pasokan industri mode modern. Sistem pasokan mode dicirikan oleh
tiga waktu, yaitu: waktu ke pasar, waktu untuk melayani dan waktu untuk bereaksi.
Dalam penelitian ini penulis sangat fokus dan terperinci sehingga mampu menemukan
sistem pasokan mode modern tersebut yang diharapkan mampu menyeimbangi selera
konsumen berdasarkan perubahan waktu. Dari hasil penelitian yang seperi ini nantinya
akan mampu menjadi bahan untuk solusi dari permasalahan yang dihadapi perusahaan,
penelitian tidak hanya sekedar dibaca namun ada solusi untuk mengatasi masalah.
5
I. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa implementasi keberlanjutan sosial dan
lingkungan di berbagai tingkatan dalam rantai pasokan fashion luxury Italia,
menunjukkan bahwa sebagian besar nilai tambah kinerja dihasilkan oleh Small Medium
Enterprise (SME), SME ibarat di Indonesia adalah UMKM. 10 Perusahaan fashion
luxury yang diteliti di Itali merupakan industry SME. Ternyata untuk mengurangi
dampak negative dari kegiatan operasinal, industry tersebut menerapkan system
keberlanjutan. Dalam penerapan berkelanjutan tersebut ada kendalanya, yaitu tidak
adanya perluasan keberlanjutan diseluruh jaringan yang terintegrasi. Kurangnya batas
visibilitas rantai pasokan yang diperlukan untuk mentransformasikan praktik-praktik
terbaik di seluruh jaringan.
Daftar Pustaka
Wen, Choi, and Chung., (2018), Fashion Retail supply Chain Management :A Review of
operational models, International Journal of Production Economics, (207), 34-55.
Talaya, Oxborrow, and Brindley., (2018), How small suppliers deal with the buyer power in
asymmetric relationships within the sustainable fashion supply chain, Journal of Business
Research, 08 (034).