1. Definisi
a. Kista bartholini adalah gangguan pada vulva yang timbul karena penyumbatan saluran
b. Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan
pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista
dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktus bartholini (Amiruddin,
2004)
c. .Kista bartholini adalah benjolan berbentuk kantung yang mengandung cairan seperti
d. Kista adalah kantung yang berisi cairan yang terbentuk dibawah kulit atau disuatu
tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar bartholini dapat terjadi ketika kelenjar ini menjadi
tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan seperti infeksi,
merupakan tumor kisti jinak. Ditimbulkan akibat duktus kelenjar bartholini yang
2. .Anatomi
bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar
kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm.kelenjar ini tidak teraba kecuali pada
keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah
yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog
dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan
2010).
Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa
kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5
cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir
diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004).
3. Fisiologi
hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak
posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba,
2008).
4. Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis
kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah
dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi
sumbatanpada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista. Suatu abses terjadi
bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.
Ini termasuk orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia
dan Gonoreserta. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis
organisme. Obstruksi distal saluran bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan
dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan
abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi
pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina mulai masa pubertas, yang
selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan juga pada kondisi
normal. Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan oleh bakteri
Gonococcus. Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus
sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Sumbatan dapat disebabkan
oleh mucus yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan congenital. Jika terjadi
infeksi pada kista bartholini maka kista ini berubah menjadi abses yang ukurannya
6. Epidemiologi
Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan usia
reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pade umur 20-30 tahun, yang
merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang banyak ditemukan di
daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang dari 2% perempuan dapa
mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode kehidupannya (Amiruddin,
2004).
secara berlahan-lahan oleh karana itu kejadian usia 40 tahun keatas jarang ditemukan.
Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada perempuan yang lebih tua atau
merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila penderita
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan
sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista
bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau
duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri
pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini
8. Diagnosis.
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fsik sangat mendukung suatu diagnosis.
Pada anamnese dinyatakan tentang gejala seperti Panas, Gatal, Sudah berapa lama
gejala berlangsung, Kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks,
dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7
pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan
dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui
klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika kistanya tidak
besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pada
kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya
dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat coitus. Jika
kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan
apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan, tindakan itu terdiri atas
ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini
dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang
memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan,
dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit yang terbuka pada sayatan (Wiknjosastro,
2007)
Jika bentuk kista yang tidak membesar dan tidak mengganggu tidak perlu
dilakukan tindakan apa-apa tetapi jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan
Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau kelenjar
kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja. Tapi kalau
kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding
kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko
dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista
dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista
irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif ( Arief Mansjoer dkk, 2006).
B. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan
yang digunakan oleh bidan dalam proses pemacahan masalah dalam pemberian
digunakan oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisasi melalui tindakan
Proses manajemen kebidanan dalam tujuh langkah yang ada pada waktu tertentu
dapat diperluas dan diperbaharui. Hal ini dimulai dari pengumpulan data dasar dan
Dalam tahap ini data atau fakta yang dikumpulkan adalah data subjektif dan data
objektif dari pasien. Bidan dapat mencatat hasil penemuan data dalam catatan harian
a) Identitas utama
Pada identitas utama dianamnese nama, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan,
mengeluh gatal, mengeluh adanya benjolan / pembengkakan yang nyeri pada daerah
Pada riwayat kesehatan lalu dapat dianamnese adanya riwayat penyakit menular
d) Riwayat menstruasi
Pada riwayat menstruasi dianamnese pertama kali klien mendapatkan haid pada umur
berapa, lamanya haid berapa hari, siklus haidnya berapa hari dan nyeri yang menyertai
haid (dismenorhoe).
e) Riwayat Gynekologi
Pada riwayat gynekologi, sebelumnya klien pernah mengalami riwayat reproduksi, dan
Keluarga selalu mendampingi dan memberikan support kepada klien dalam menjalani
perawatan serta berserah diri kepada tuhan YME. Suami bertanggung jawab atas
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan fisik dilakukan secara inspeksi, dan palpasi. Hasil
a) Inspeksi : tampak pembengkakan pada kista pada posisi Jm 5 atau jam 7 pada labium
minus posterior disertai kemerahan dan tampak ada secret (keputihan) di vagina.
b) Palpasi : teraba penonjolan / pembengkakan yang nyeri saat dipalapasi pada salah satu
sisi vulva.
3) Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk
tersebut meliputi :
b) Pemeriksaan dengan menggunakan apusa darah tepi untuk melihat ada atau tidaknya
leukositosis.
menyeluruh kepada klien. Masalah lebih sering berhubungan dengan bagaiman klien
diidentifikasikan oleh badan yang difokuskan pada apa yang dialami oleh klien.
Berdasarkan keluhan berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi
vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva dan pada
pemeriksaan palpasi terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7
pada labium minus posterior, maka dapat ditegakkan suatu diagnose kista bartholini
dan masalah masalah aktual adanya rasa panas, rasa gatal, ada
masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang sudah
bartholini ini maka masalah potensial yang mungkin terjadi yaitu : kista bartholini dapat
terinfeksi maka akan menjadi abses yang semakin hari semakin membesar yang dapat
menjadi repture. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan
untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada atau
kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini
Pada kasus ini kista bartholini untuk menyelamatkan klien dengan melakuka
kolaborasi antara bidan dengan dokter dalam melakukan tindakan pembedahan dan
menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam proses perencaan
asuhan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak
lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil (sudarti dkk, 2010)
Dalam langkah ini yang dapat dilakukan oleh bidan yaitu berupa perencanaan
Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana sebelumnya, baik
terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat
dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan
g. Langkah VII
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan yakni dengan melakukan
evaluasi dari perencanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses
yang terus menerus untuk menungkatkan paleyanan secara komprehensif dan selalu
berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien (sudarti dkk, 2010).
klien, pada tahap ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi terhadap
masalah yang dihadapi oleh klien. Apakah masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah
dipecahkan atau timbul masalah baru. Evaluasi yang diharapkan akan tercapai setelah
S : Normal (36,5-37,5ºC)
pasien, serta respon pasien terhadap semua kegiatan yang dilakukan. Asuhan itu harus
dicatat dengan benar, jelas, logis, sehingga dapat menkomunikasikan kapada orang
lain mengenai asuhan yang diberikan secara sistematis dalam SOAP yaitu :
1) Subjektif
Semua yang dikatakan, disampaikan dan yang dikeluhkan oleh klien sebagai
langkah I Varney.
2) Objektif
Apa yang diinspeksi dan dipalpasi oleh bidan saat melakukan pemeriksaan dan
3) Assesmen
Kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subjektif dan objektif sebagai hasil
pengambilan keputusan terhadap klien tersebut sebagai langkah II, III, IV Varney.
4) Planning
Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan
klinis yang diambil dalam rangka memenuhi kebutuhan klien yang telah diberikan
kompetensi bidan
Objektif
3. Identifikasi diagnosis /
masalah potensial
4. Pelaksanaan tindakan
segera / emergency
tindakan
6. Implementasi Implementasi
7. Evaluasi Evaluasi