Anda di halaman 1dari 14

.

Konsep Dasar tentang Kista Bartholini

1. Definisi

a. Kista bartholini adalah gangguan pada vulva yang timbul karena penyumbatan saluran

bartholini akibat dari infeksi kuman Neisseria gonorheae (Baradero, 2006).

b. Kista bartholini adalah suatu pembesaran berisi cairan yang terjadi akibat sumbatan

pada salah satu duktus sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Kista

dapat berkembang pada kelenjar itu sendiri atau pada duktus bartholini (Amiruddin,

2004)

c. .Kista bartholini adalah benjolan berbentuk kantung yang mengandung cairan seperti

lendir, tertimbun dalam lumen karena saluranrannya buntu (Manuba, 2008).

d. Kista adalah kantung yang berisi cairan yang terbentuk dibawah kulit atau disuatu

tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar bartholini dapat terjadi ketika kelenjar ini menjadi

tersumbat. Kelenjar bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan seperti infeksi,

peradangan. Cairan yang dihasilkan kelenjar ini kemudian terakumulasi menyebabkan

kelenjar membengkak dan membentuk satu kista (Setyadeg, 2010).

Beberapa defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Kista bartholini

merupakan tumor kisti jinak. Ditimbulkan akibat duktus kelenjar bartholini yang

mengalami sumbatan, biasanya disebabkan oleh infeksi. Kuman yang sering

menginfeksi kelenjar bartholini adalah bakteri bakteri Gonococcus.

2. .Anatomi

Kelenjar bartholoni merupakan salah satu organ genetalia eksterna, kelenjar

bartholini atau glandula vestibularis mayor, kelenjar ini biasanya berukuran sebesar

kacang dan ukurannya jarang melebihi satu cm.kelenjar ini tidak teraba kecuali pada
keadaan penyakit atau infeksi. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah

yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi himen. Glandula ini homolog

dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan

mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina (Mast,

2010).

Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa

kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5

cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir

diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004).

Gambar 1. Anatomi Kista Bartholini (Setyadeng, 2011).

3. Fisiologi

Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk

membasahi mengeluarkan lendir untuk menberikan pelumas vagina saat melakukan

hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak

posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba,

2008).

4. Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis

kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah

dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi

sumbatanpada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi,

menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista. Suatu abses terjadi

bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri.

Ini termasuk orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia

dan Gonoreserta. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis

organisme. Obstruksi distal saluran bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan

dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan

abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi

sebelum abses kalenjar (Setyadeng, 2010).

5. PatofisiologiKelenjar bartholini menghasilkan cairan membasahi vagina mulai masa

pubertas, yang selain berfungsi untuk melumasi vagina mulai masa pubertas, yang

selain berfungsi untuk melumasi vagina pada saat berhubungan juga pada kondisi

normal. Adanya peradangan pada kelenjar bartholini yang disebabkan oleh bakteri

Gonococcus. Kista bartholini terjadi karena adanya sumbatan pada salah satu duktus

sehingga mucus yang dihasilkan tidak dapat disekresi. Sumbatan dapat disebabkan

oleh mucus yang mengental, infeksi, trauma atau gangguan congenital. Jika terjadi

infeksi pada kista bartholini maka kista ini berubah menjadi abses yang ukurannya

dapat meningkat setiap hari dan terasa nyeri (Amiruddin, 2004)

6. Epidemiologi
Kista bartholini adalah masalah yang terbanyak ditemukan pada perempuan usia

reproduktif. Frekuensi tersering timbulnya kista terutama pade umur 20-30 tahun, yang

merupakan insiden tertinggi. Kista bartholini merupakan kista yang banyak ditemukan di

daerah vulva tepatnya di sekitar labium mayora. Kurang dari 2% perempuan dapa

mengalami kista atau abses bartolini pada suatu priode kehidupannya (Amiruddin,

2004).

Pada saat perempuan berumur 30 tahun terjadi involusio kelenjar bartholini

secara berlahan-lahan oleh karana itu kejadian usia 40 tahun keatas jarang ditemukan.

Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada perempuan yang lebih tua atau

lebih muda (Amiruddin, 2004)

7. Tanda dan gejala.

Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak,

merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila penderita

berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007).

Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan

sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista

bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau

duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri

pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva

disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).

Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini

dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :

a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.


b. Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang ditularkan

melaui hubungan seksual.

c. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.

d. Biasanya ada secret di vagina.

e. Dapat terjadi rupture spontan.

8. Diagnosis.

Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fsik sangat mendukung suatu diagnosis.

Pada anamnese dinyatakan tentang gejala seperti Panas, Gatal, Sudah berapa lama

gejala berlangsung, Kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks,

Keluhan saat berhubungan, Riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, Riwayat

penyakit kelamin pada keluarga (Amiruddin, 2004)

Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan

dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7

pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan

dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui

ada tau tidaknya infeksi menular (Amiruddin, 2004).

9. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor seperti gejala

klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya kista. Jika kistanya tidak

besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pada

kasus jika kista kecil hanya perlu diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya

pembesaran (Wiknjosastro, 2007).


Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi kadang-kadang

dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan pada saat coitus. Jika

kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan

apa-apa. Dalam hal ini perlu dilakukan tindakan pembedahan, tindakan itu terdiri atas

ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini

dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil yang

memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista dikeluarkan,

dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit yang terbuka pada sayatan (Wiknjosastro,

2007)

Jika bentuk kista yang tidak membesar dan tidak mengganggu tidak perlu

dilakukan tindakan apa-apa tetapi jika sudah bernanah harus dikeluarkan dengan

sayatan. Pembedahan berupa ekstirpasi dapat dilakukan bila diperlukan yang

dianjurkan adalah marsupialisasi

Penanganan tergantung kondisi kista dan keluhan yang dirasakan, kalau kelenjar

kista bartholininya kecil dan tidak mengganggu bisa diobservasi saja. Tapi kalau

kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi

definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi).

Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding

kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko

dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista

dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista

kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas

irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif ( Arief Mansjoer dkk, 2006).
B. Konsep Dasar Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan.

Proses manajeman kebidanan adalah metode pendekatan pemecahan masalah

yang digunakan oleh bidan dalam proses pemacahan masalah dalam pemberian

pelayanan asuhan kebidanan atau merupakan proses pemecahan masalah yang

digunakan oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisasi melalui tindakan

yang logical dalam memberikan pelayanan (Varney, 2008).

2. Tahapan Dalam Manajemen Kebidanan (Varney, 2008)

Proses manajemen kebidanan dalam tujuh langkah yang ada pada waktu tertentu

dapat diperluas dan diperbaharui. Hal ini dimulai dari pengumpulan data dasar dan

diakhiri dengan evaluasi. Tujuh langkah itu adalah :

a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Dalam tahap ini data atau fakta yang dikumpulkan adalah data subjektif dan data

objektif dari pasien. Bidan dapat mencatat hasil penemuan data dalam catatan harian

sebelum didokumentasikan (sudarti dkk, 2010).

Langkah pertama ini dilakukan pengumpulan, pengkajian, serta analisa data

dasar untuk memulai kondisi klien, yang didapat dengan cara :

1) Anamnese meliputi melakukan tanya Jawab untuk memperoleh biodata meliputi :

a) Identitas utama

Pada identitas utama dianamnese nama, umur, suku, agama, pendidikan, pekerjaan,

perkawinan yang keberapa, dan alamat.

b) Riwayat keluhan utama


Pada riwayat keluhan utama dapat dianamneses, klien mengeluh adanya rasa panas,

mengeluh gatal, mengeluh adanya benjolan / pembengkakan yang nyeri pada daerah

kemaluan dan ada keputihan.

c) Riwayat kesehatan lalu

Pada riwayat kesehatan lalu dapat dianamnese adanya riwayat penyakit menular

seksual sebelumnya atau dikeluarga klien ada riwayat penyakit kelamin.

d) Riwayat menstruasi

Pada riwayat menstruasi dianamnese pertama kali klien mendapatkan haid pada umur

berapa, lamanya haid berapa hari, siklus haidnya berapa hari dan nyeri yang menyertai

haid (dismenorhoe).

e) Riwayat Gynekologi

Pada riwayat gynekologi, sebelumnya klien pernah mengalami riwayat reproduksi, dan

klien pernah mengalami penyakit menular seksual.

f) Riwayat sosial ekonomi dan psikologi

Keluarga selalu mendampingi dan memberikan support kepada klien dalam menjalani

perawatan serta berserah diri kepada tuhan YME. Suami bertanggung jawab atas

pengambilan keputusan dan biaya perawatan.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital dan fisik dilakukan secara inspeksi, dan palpasi. Hasil

pemeriksaan fisik pada ibu dengan kista bartholini didapatkan :

a) Inspeksi : tampak pembengkakan pada kista pada posisi Jm 5 atau jam 7 pada labium

minus posterior disertai kemerahan dan tampak ada secret (keputihan) di vagina.

b) Palpasi : teraba penonjolan / pembengkakan yang nyeri saat dipalapasi pada salah satu

sisi vulva.
3) Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan meliputi pemeriksaan laboratorium untuk

membedakan jenis bekteri yang menginfeksi kista kelenjar bartholini, Pemeriksaan

tersebut meliputi :

a) Pemeriksaan gram untuk membedakan bakteri penyebab.

b) Pemeriksaan dengan menggunakan apusa darah tepi untuk melihat ada atau tidaknya

leukositosis.

c) Pemeriksaan kultur jaringan untuk mengidentifikasi bakteri penyebab infeksi.

d) Biopsi dilakukan jika dicurigai terjadi keganasan.

e) Palno tes untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil.

b. Langkah II : Identifikasi Diagnosis / Masalah Aktual

Mengidentifikasi data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosis dan

masalah kebidanan. Kata diagnosis dan masalah digunakan kedua-duanya dan

mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Problem tidak dapat didefenisikan sebagai

suatu diagnosis tetapi memerlukan suatu pengembangan rencana keperawatan secara

menyeluruh kepada klien. Masalah lebih sering berhubungan dengan bagaiman klien

menguraikan keadadan yang dirasakan, sedangkan diagnosis lebih sering

diidentifikasikan oleh badan yang difokuskan pada apa yang dialami oleh klien.

Berdasarkan keluhan berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi

vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva dan pada

pemeriksaan palpasi terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7

pada labium minus posterior, maka dapat ditegakkan suatu diagnose kista bartholini

dan masalah masalah aktual adanya rasa panas, rasa gatal, ada

benjolan/pembengkakan yang nyeri pada daerah kemaluan atau keputihan.


c. Langkah III : Identifikasi diagnosa/Masalah Potensial

Langkah ini dilakuakan dengan mengidentifikasi masalah atau diagnosis

masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi yang cukup dan apabila

memungkinkan dilakukan proses pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien

membutuhkan tindakan segera (sudarti dkk, 2010).

Sehubungan dengan teori kasus ganguan system reproduksi dengan kista

bartholini ini maka masalah potensial yang mungkin terjadi yaitu : kista bartholini dapat

terinfeksi maka akan menjadi abses yang semakin hari semakin membesar yang dapat

menjadi repture. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan

untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada atau

tidakanya infeksi menular ( Amiruddin, 2004 )

d. Langkah IV : Pelaksanaan Tindakan Segera/Emergency

Tahap ini dilakukan dengan melakukan identifikasi dan menetapkan beberapa

kebutuhan setelah diagnosis dan masalah ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini

adalah konsultasi, kolaborasi, dan melakukan rujukan (Sudarti dkk, 2010).

Pada kasus ini kista bartholini untuk menyelamatkan klien dengan melakuka

kolaborasi antara bidan dengan dokter dalam melakukan tindakan pembedahan dan

marsupialisasi (Wikenjosastro, 2007).

e. Langkah V : Intervensi/ Rencana tindakan


Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan perencanaan secara

menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang ada. Dalam proses perencaan

asuhan secara menyeluruh juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak

lengkap agar pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil (sudarti dkk, 2010)

Dalam langkah ini yang dapat dilakukan oleh bidan yaitu berupa perencanaan

persiapan tindakan pembedahan dan marsupialisasi.Rencana asuhan bidan pada

pasien dengan kista bartholini:

1) Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital ibu.

2) Beri dukungan mental dan spiritual

3) Ajarkan klien tehnik relaksasi jika merasa nyeri.

4) Anjurkan pasien istirahat yang cukup.

5) Observasi infus dan kateter.

6) Observasi proses eliminasi ( BAK dan BAB )

7) Pemberian obat sesuai instruksi dokter.

f. Langkah VI : Implementasi/Pelaksanaan asuhan

Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana sebelumnya, baik

terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat

dilakukan oleh bidan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan

lainnya (sudarti dkk, 2010).

Implementasi atau pelaksanaan asuhan bidan pada klien kista bartholini

dilakukan berdasarkan rencana asuhan.

g. Langkah VII
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan yakni dengan melakukan

evaluasi dari perencanaan yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses

yang terus menerus untuk menungkatkan paleyanan secara komprehensif dan selalu

berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien (sudarti dkk, 2010).

Mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada

klien, pada tahap ini bidan harus melakukan pengamatan dan observasi terhadap

masalah yang dihadapi oleh klien. Apakah masalah diatasi seluruhnya, sebagian telah

dipecahkan atau timbul masalah baru. Evaluasi yang diharapkan akan tercapai setelah

asuhan kebidanan diberikan adalah :

1) Keadaan umum baik.

2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.

TD : Normal (120/80 mmHg)

N : Normal (60-90 x/menit)

S : Normal (36,5-37,5ºC)

P : Normal (18-24 x/menit)

3) Kista bartholini teratasi.

4) Rasa nyeri berkurang.

C. Pendokumentasian Hasil Asuhan Kebidanan

Dokumentasi merupakan catatan tentang interaksi antara tenaga kesehatan,

pasien, serta respon pasien terhadap semua kegiatan yang dilakukan. Asuhan itu harus

dicatat dengan benar, jelas, logis, sehingga dapat menkomunikasikan kapada orang

lain mengenai asuhan yang diberikan secara sistematis dalam SOAP yaitu :

1) Subjektif
Semua yang dikatakan, disampaikan dan yang dikeluhkan oleh klien sebagai

langkah I Varney.

2) Objektif

Apa yang diinspeksi dan dipalpasi oleh bidan saat melakukan pemeriksaan dan

hasil dari pemeriksaan laboratorium sebagai langkah I Varney.

3) Assesmen

Kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subjektif dan objektif sebagai hasil

pengambilan keputusan terhadap klien tersebut sebagai langkah II, III, IV Varney.

4) Planning

Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan

klinis yang diambil dalam rangka memenuhi kebutuhan klien yang telah diberikan

sebagai langkah V, VI, VII Varney.

Tabel 01. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan

7 langkah Halen Varney 5 langkah SOAP

kompetensi bidan

1. Pengumpulan data dasar Data Subjektif

Objektif

2. Identifikasi diagnosis / Assesment / Assesment /

masalah aktual Diagnosis diagnosis

3. Identifikasi diagnosis /

masalah potensial

4. Pelaksanaan tindakan
segera / emergency

5. Intervensi / rencana Rencana asuhan Planning

tindakan

6. Implementasi Implementasi

7. Evaluasi Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai