Anda di halaman 1dari 3

Beberapa waktu lalu saya mengikuti sebuah seminar yang diadakan oleh Yayasan Pembangunan

Kesehatan Indonesia (PAKSI) di Promosi Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia pada hari Rabu tanggal 3 April 2010. Pada acara itu, saya menemukan berbagai macam
fakta menarik mengenai rokok. Fakta-fakta ini sering ditutupi/di-counter dengan pendapat-pendapat
yang salah mengenai rokok.
Kita semua sepakat bahwa rokok itu berbahaya bagi. Rokok adalah bahan yang berbahaya dan
adiktif bahkan sudah diakui oleh produser rokok Sampoerna-Philip Morris. Rokok mengandung 4000
zat kimia berbahaya, 69 diantaranya adalah karsinogenik, beberapa zat berbahaya itu adalah tar,
sianida, arsen, formalin, karbon monoksida, dan Nitrosamin. Selain itu, rokok adalah penyebab
kematian terbesar yang dapat dicegah, 1 dari 10 kematian orang dewasa disebabkan oleh rokok.
Tiap tahun rokok menyebabkan kematian 5,4 juta orang (WHO,2004) atau rata-rata kematian setiap
5,8 detik.

Potret Rokok di Indonesia


Berikut beberapa fakta terkait dengan rokok yang ada di Indonesia

Fakta 1:
Jumlah rokok dan perokok di Indonesia
Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia dalam hal jumlah perokok. Sekitar 60 juta penduduk
Indonesia merokok. Kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok tiap tahun mencapai
429.948 orang atau 1.172 orang oer hari (Profil Tembakau Indonesia,2007). Bahkan, kerugian
akibat rokok melebihi pendapatan cukai. Tahun 2005 cukai sebesar Rp 32,6 trilyun dari rokok tetapi
biaya pengobatan penyakit akibat rokok mencapai Rp.167 trilyun atau 5 kali lipat cukai rokok.
Konsumsi rokok tahun 2008 mencapai 240 miliar batang per hari atau 658 juta batang per hari
(tempo interaktif,2009). Ini berarti 330 Miliar “dibakar” oleh perokok Indonesia dalam sehari!
Fakta 2: Persentase dari perokok di Indonesia
Percaya atau tidak, prevalensi perokok terus menaik dari tahun ke tahun di Indonesia. Pada tahun
1995 terdapat 27% dewasa dan 7,1 % remaja umur 15-19 tahun yang merokok, bandingkan
kenaikannya dengan tahun 2004 yang perokok dewasanya sebesar 34,4 % dengan remaja umur
15-19 tahun yang merokok sebesar 17,3% (data dari Fact Sheet TCSC ISMKMI). Data susenas
tahun 2004 menunjukkan bahwa hampir 70% laki-laki berpendidikan rendah adalah perokok.
Pengetahuan kesehatan keluarga miskin yang berpendidikan rendah inilah yang tampaknya menjadi
penyebabnya.

Fakta 3: Harga dan Cukai rokok di Indonesia.


Harga rokok di Indonesia sangat rendah karena cukai yang dikenakan sangat rendah (yakni 38%
terendah setelah kamboja), sehingga konsumsi rokok meningkat. Hal ini bisa dibandingkan dengan
harga jual rokok Marlboro pada tahun 2008 yang di Singapura berharga USD 8.64, di Malaysia USD
2,56 sementara di Indonesia hanya USD 1,01 (data dari Fact Sheet TCSC ISMKMI). Rokok juga
menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para rakyat Indonesia. Pada data di Lembaga Demografi
FE UI tahun 2006 tercatat pengeluaran rokok sebesar 11,89%, setengahnya dari pengeluaran
terhadap padi-padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi daripada Listrik, telepon dan BBM
yang sebesar 10,95 % serta lebih tinggi dari pada Sewa dan Kontrak yang mencapai 8,82%.

Fakta 4 : Peningkatan cukai tembakau tidak akan mengurangi pendapatan negara.


Penerimaan cukai tembakau meningkat 29 kali lipat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp. 49,9 trilyun dari
tahun 1990-2008. Ini bukti bahwa kenaikan tingkat cukai tembakau yang dilakukan pemerintah
efektif untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan fakta ini, mitos bahwa peningkatan cukai
tembakau akan mengurangi penerimaan negara dapat terbantahkan. Ironisnya, kontribusi cukai ini
terhadap total penerimaan negara menurun menjadi 5,2% pada tahun 2008. Peningkatan cukai
sebesar 2 kali lipat akan menambah
1. Pendapatan masyarakat sebesar Rp. 491 Milyar

2. Output perekonomian sebesar Rp. 333 Milyar

3. Lapangan kerja sebanyak 281.135

Dilain sisi, peningkatan cukai menjadi 57%, maka:

1. Jumlah perokok akan berkurang 6,9 juta orang

2. Jumlah kematian terkait rokok turun 2,4 juta

3. Penerimaan negara dari cukai tembakau bertaambah dengan Rp. 50,1 trilyun.

(Sumber : Lembaga Demografi FE-UI)

Fakta 5 : Perokok pasif di Indonesia


Dari data Susenas tahun 2004, 71 % keluarga mempunyai satu perokok, 84 % perokok berusia 15
tahun ke atas. Merokok di rumah membuat anggota keluarga lainnya menjadi perokok pasif yang 3
kali lebih berisiko daripada perokok itu sendiri. Berdasarkan data pada tahun 2004, perokok pasif
terbesar di Indonesia adalah perempuan (66 %).

Fakta 6 : Iklan rokok


Iklan, promosi dan sponsor rokok adalah strategi pemasaran ampuh untuk mempengaruhi anak dan
remaja. Berdasarkan studi UHAMKA dan Komnas Anak pada tahun 2007 terdapat 99,7% anak
melihat iklan rokok di televisi, 68% berkesan positif pada Iklan rokok, serta 50% lebih percaya diri
seperti di Iklan.

Fakta 7: Rokok dan pertanian tembakau


Produksi rokok yang terus meningkat 7x dari 35 ke 235 Milyar batang selama 1961-2005
mengindikasikan pemenuhan suplai dari tembakau Impor. Pertanian tembakau lokal pun bukan
menjadi penghasil utama tembakau, hal ini ditunjukkan dengan nilai ekspor netto (nilai ekspor
dikurangi nilai impor) pada rentang waktu 2001-2005 yang minus USD 27-48 juta, atau rata-rata
USD 35 juta per tahun.

Fakta 8 : Pengendalian konsumsi rokok tidak akan mematikan petani tembakau


Seperti industri rokok, pengendalian konsumsi rokok tak akan mematikan petani tembakau. Bila
kebutuhan industri rokok akan tembaku berkurang, yang terkena dampaknya adalah importir
tembakau. Hal ini dikarenakan karena produksi nasional tembakau pada tahun 2007 berjumlah
164.851, ekspor tembakau 46.834, kebutuhan industri 187.759, sementara impor berjumlah 69.742
(37%). Berarti baru 37 tahun lagi petani tembakau akan terancam.

Fakta 9: Pengendalian konsumsi rokok tidak akan mematikan industri rokok


Di negara maju, tak ada industri rokok yang tutup karena pengendalian konsumsi rokok. Di
Indonesia, belum ada peraturan pengendalian tembakau, namun sudah ada industri yang bangkrut
karena tak mampu menyaingi industri rokok yang besar dan multinasional.

Fakta 10: Pengendalian konsumsi rokok mengurangi pendapatan negara dari cukai rokok?
Rokok adalah produk inelastis dan adiktif, ini berarti rokok akan terus dibeli jika harganya
terjangkau. Bila harganya tinggi, pendapatan cukai akan naik dan penduduk miskin mengurangi
konsumsi. Berkurangnya konsumsi rokok tentu akan mengurangi peneluaran negara dan rakyat
untuk mengobati penyakit akibat rokok yang sebesar Rp 167 triliun.

Apapun alasannya, apapun mitosnya, apapun faktanya, merokok tetaplah buruk untuk manusia.
Hentikan rokok sekarang juga!

Anda mungkin juga menyukai