Jurnal Ipm
Jurnal Ipm
ABSTRAK
Pendahuluan : Angular Cheilitis adalah salah satu manifestasi oral dari defisiensi
besi, vitamin B12, dan asam folat. Manifestasi ini sering terlihat pada individu
usia dekade awal dan kedua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
prevalensi angular cheilitis beserta klasifikasinya yang terkait dengan tingkat
asupan gizi pada anak-anak berusia 6-18 tahun.
Kesimpulan : Prevalensi angular cheilitis pada anak usia 6-18 tahun di Panti
Asuhan Muhammadiyah Bandung cukup tinggi, sebagian besar mengalami
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Keilitis angularis tipe II adalah
jenis yang paling sering dijumpai.
Kata kunci : Asupan gizi, angular cheilitis, anak-anak Panti Asuhan, defisiensi
zat besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat.
PENDAHULUAN
Kecukupan asupan gizi adalah tingkat kebutuhan fisik untuk energi dan
nutrisi, yang kita dapatkan dari makanan. Jika dengan beragam makanan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, baik dalam kualitas maupun kuantitas, maka tubuh
akan mendapat nutrisi yang baik. Menurut WHO, nutrisi yang cukup adalah salah
satu kunci utama untuk mendapatkan status kesehatan yang baik. Kekurangan gizi
terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan tingkat sel antara pasokan makanan
diperoleh untuk membentuk kebutuhan energi tubuh, untuk mendukung
pertumbuhan, memelihara kesehatan tubuh, dan fungsi fisiologis.
METODE
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan asupan rata-rata dari zat besi, vitamin
B12, dan asam folat yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan
Recommended Dietary Allowance (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG)
untuk anak usia 6-18 tahun. Asupan rata-rata zat besi, vitamin B12, dan asam folat
dari subjek yang berusia 6-18 tahun di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung
masih dalam kategori buruk (Tabel 1).
Tabel 2. Gambaran kadar zat besi, vitamin B12 dan asupan asam folat anak-
anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung usia 6-18 tahun.
Cukup Defisiensi ∑
Zat gizi (n = 53)
n % n % n %
Keilitis Angularis
Kategori (n = 23)
n Persentase
Jenis Kelamin
- Laki-laki 16 70%
- Perempuan 7 30%
∑ 23 100%
Usia
- 6-9 thn 4 17%
- 10-12 thn 11 48%
- 13-15 thn 6 26%
- 16-18 thn 2 9%
∑ 23 100%
Pendidikan
- Sekolah Dasar 13 57%
- Sekolah Menengah Pertama 8 35%
- Sekolah Menengah Akhir 2 8%
∑ 23 100%
Menurut WHO, sekitar 150 juta (26,7%) anak-anak di bawah usia 5 tahun di
beberapa negara berkembang di dunia mengalami kekurangan berat badan untuk
usianya. Defisiensi zat gizi ini terjadi karena kurangnya asupan nutrisi, terutama
untuk kebutuhan pertumbuhan anak. Zat besi, vitamin B12, dan asam folat adalah
beberapa nutrisi yang dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling
sering terjadi. Persentasenya sekitar 30% dari populasi dunia, 500 juta kasus di
seluruh dunia. Anemia megaloblastik dilaporkan hingga 75% dari individu yang
mengalami defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Di Afrika Selatan, sebanyak
90% wanita yang melahirkan dan menyusui, mengalami defisiensi asam folat.
Deskripsi ini menunjukkan bahwa kasus defisiensi besi, vitamin B12, dan asam
folat cukup sering dijumpai.
Berbeda dengan asupan besi dan asam folat yang ditemukan kurang dalam
semua subyek penelitian, bila dibandingkan dengan AKG (Recommended Dietary
Allowance / RDA). Vitamin B12 diperlukan hanya sebanyak 1,8-2,4 mg per hari
untuk anak usia 6-18 tahun dan zat besi diperlukan dalam jumlah yang cukup
besar yaitu 10-26 mg per hari untuk anak usia 6-18 tahun, sama dengan asam
folat, yaitu 200-400 mg per hari. Menurut pengamatan tim peneliti kami, panti
asuhan sudah dapat menyediakan beberapa bahan makanan yang mengandung zat
besi dan asam folat, seperti daging sapi, ayam, bayam, sayuran kale, tahu, tempe,
kacang, pisang, jeruk, dan susu, meskipun menurut hasil FFQ, beberapa di
antaranya masih dalam kategori jarang. Jumlah AKG untuk besi dan asam folat,
jumlah makanan yang mengandung zat besi dan asam folat harus disesuaikan, dan
Panti Asuhan perlu meningkatkan kuantitas makanan zat besi dan asam folat yang
tinggi, untuk mencapai AKG.
Defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat mungkin menunjukkan
beberapa manifestasi klinis, salah satunya mungkin berupa angular cheilitis.
Angular cheilitis dapat terjadi pada semua orang dan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin. angular cheilitis dapat memberikan gambaran klinis yang bervariasi
tergantung pada beratnya keilitis angularis itu sendiri. Pemeriksaan klinis
memperhatikan karakteristik yang membedakan tingkat keparahan keilitis
angularis menurut Warnakulasuriya dkk yaitu Tipe I (ringan), Tipe II (sedang),
dan Tipe III (berat). Pada Tabel 5 di bawah ini menyajikan keilitis angularis Tipe
II yang merupakan tipe keilitis angularis (48%) merupakan yang paling sering
dijumpai, diikuti oleh Tipe I (39%) dan tipe III (13%).
Ditemukan tiga anak yang mengalami keilitis angularis, mereka mempunyai
asupan vitamin B12 yang cukup. Keilitis angularis juga ditemukan pada 20 anak-
anak dengan asupan vitamin B12 yang lebih sedikit. Tanda-tanda klinis keilitis
angularis tidak terlihat pada 30 anak-anak dengan asupan zat besi dan asam folat
yang kurang memadai tetapi dengan asupan vitamin B12 yang memadai.
Mengamati hal ini, dapat dikatakan bahwa efek vitamin B12 cukup besar untuk
menyebabkan onset keilitis angularis.
Vitamin B12 memiliki peran yang sangat besar dalam proses sintesis DNA,
karena tanpa vitamin B12, asam folat tidak dapat diubah menjadi bentuk aktifnya
sehingga kelompok 5-metil tetrahidrofolat tidak dapat membantu proses
pembentukan methylcobalamin yang akan memberi gugus metil ke homosistein
untuk sintesis metionin, yang membentuk metionin dan tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat adalah prekursor untuk kofaktor asam folat yang diperlukan dalam
sintesis sel DNA untuk membentuk purin dan timin. Demikian pula, dalam
pembentukan sel-sel darah, anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12
terletak pada peran vitamin B12 dalam reaksi yang dipengaruhi oleh siklus
sintesis metionin.
Proses sintesis DNA sel membutuhkan vitamin B12 dan asam folat. Vitamin
B12 berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi enzimatik yang diperlukan dalam
sintesis DNA. Asam folat memiliki peran penting pembentukan reaksi purin dan
timin, yang merupakan komponen penting yang membentuk DNA. Jika terdapat
defisiensi vitamin B12, asam folat, atau keduanya, proses sintesis DNA akan
terganggu, menghasilkan interupsi dalam proses mitosis sehingga sel-sel menjadi
tidak matang dan sel yang terbentuk dapat menjadi disfungsional. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, mudah pecah dan memiliki usia yang lebih pendek dibandingkan
dengan sel normal. Perubahan secara jelas akan terlihat dengan mudah pada sel-
sel. yang membelah secara cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang, akan menjadi
gangguan dalam proses hematopoiesis, dan menyebabkan pembentukan sel darah
merah terganggu dengan karakteristik sel makrositik dengan bentuk oval yang
tidak teratur yang menunjukkan sel-sel imatur.
Sel-sel kulit dan mukosa beregenerasi lebih cepat dibandingkan sel-sel yang
lain, sehingga tanda-tanda deifisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat
dilihat juga pada rongga mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Zaidan di Baghdad
menunjukkan bahwa sebanyak 35,3% dari 82 pasien yang terkena keilitis
angularis mengalami anemia defisiensi besi. Tidak ada data penelitian yang secara
khusus menggambarkan keilitis angularis dengan defisiensi vitamin B12 dan asam
folat, tetapi pemeriksaan klinis yang diamati oleh peneliti, melihat beberapa tanda
defisiensi zat gizi tersebut pada rongga mulut, termasuk lidah yang tampak halus
dengan warna kemerahan. Tanda-tanda klinis muncul pada subjek penelitian ini
tampak tidak terlalu buruk dan sulit dibedakan dari kondisi normal, akan tetapi hal
tersebut dianggap sebagai tanda klinis dari defisiensi asupan harian vitamin B12
dan asam folat.
Hasilnya juga perlu dikaji lebih lanjut, untuk memperoleh penelitian yang
lebih akurat tentang nilai gizi, pemeriksaan zat besi, vitamin B12, dan asam folat
dalam serum darah, serta hubungannya dengan terjadinya keilitis angularis. Selain
itu, dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk
meningkatkan asupan gizi anak dengan memberikan edukasi tentang makanan
bergizi, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan yang tinggi zat besi,
vitamin B12 dan asam folat. Berdasarkan hasil penelitian ini, kami berharap
bahwa Indonesia yang merupakan negara berkembang yang masih memiliki
masalah gizi akan lebih giat untuk kebijakan kesehatan bagi perkembangan
kesehatan anak di Indonesia.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan gizi usia remaja 6-18 tahun di
Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung masih dalam kategori buruk, dengan
beberapa kombinasi defisiensi asupan gizi zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
Prevalensi keilitis angularis ditemukan sebesar 43% dan lesi angular cheilitis Tipe
II adalah tipe yang paling umum dalam penelitian ini.