Anda di halaman 1dari 13

DAMPAK ASUPAN NUTRISI TERHADAP ANGULAR

CHEILITIS PADA ANAK-ANAK PANTI ASUHAN

Nurdiani Rakhmayanthie *, Erna Herawati *, Dewi Marhaeni


Diah Herawati **

ABSTRAK

Pendahuluan : Angular Cheilitis adalah salah satu manifestasi oral dari defisiensi
besi, vitamin B12, dan asam folat. Manifestasi ini sering terlihat pada individu
usia dekade awal dan kedua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
prevalensi angular cheilitis beserta klasifikasinya yang terkait dengan tingkat
asupan gizi pada anak-anak berusia 6-18 tahun.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan sampel 53 anak


berusia 6-18 tahun dari Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung. Rongga mulut
diperiksa secara klinis dan konsumsi makanan mereka dalam seminggu dicatat
dalam Recall Makanan 24 jam dan Kuisioner Frekuensi Makanan (FFQ) untuk
mengukur tingkat asupan nutrisinya.

Hasil : Terdapat 23 anak dengan angular cheilitis. Tiga belas diantaranya


mengalami defisiensi zat besi dan asam folat, dan sebanyak 87% mengalami
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Jenis angular cheilitis yang telah
ditemukan adalah Tipe I (39%), Tipe II (48%) dan Tipe III (13%).

Kesimpulan : Prevalensi angular cheilitis pada anak usia 6-18 tahun di Panti
Asuhan Muhammadiyah Bandung cukup tinggi, sebagian besar mengalami
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Keilitis angularis tipe II adalah
jenis yang paling sering dijumpai.

Kata kunci : Asupan gizi, angular cheilitis, anak-anak Panti Asuhan, defisiensi
zat besi, defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat.
PENDAHULUAN

Manusia membutuhkan diet yang seimbang untuk pertumbuhan dan


pemeliharaan keseimbangan kesehatan dan kehidupan. Nutrisi merupakan faktor
utama yang mendukung fungsi tubuh dan status kesehatan tubuh kita secara
optimal. Menurut World Health Organization, nutrisi adalah jumlah makanan
yang diterima oleh tubuh sesuai dengan kebutuhan tubuh yang menghasilkan
energi sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Kecukupan asupan gizi adalah tingkat kebutuhan fisik untuk energi dan
nutrisi, yang kita dapatkan dari makanan. Jika dengan beragam makanan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, baik dalam kualitas maupun kuantitas, maka tubuh
akan mendapat nutrisi yang baik. Menurut WHO, nutrisi yang cukup adalah salah
satu kunci utama untuk mendapatkan status kesehatan yang baik. Kekurangan gizi
terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan tingkat sel antara pasokan makanan
diperoleh untuk membentuk kebutuhan energi tubuh, untuk mendukung
pertumbuhan, memelihara kesehatan tubuh, dan fungsi fisiologis.

Malnutrisi pada anak-anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan


anak. Selama masa kanak-kanak, pemberikan nutrisi yang buruk dapat
mengakibatkan masalah dalam proses pertumbuhan anak-anak dan menyebabkan
berbagai penyakit yang terkait dengan defisiensi gizi. Pemeriksaan rongga mulut
dan perioral yang dilakukan oleh dokter gigi dapat memberikan informasi tentang
status gizi pasien, bahkan dokter gigi mungkin menjadi yang pertama untuk
menemukan tanda-tanda malnutrisi. Dokter gigi harus mengetahui manifestasi
oral dari malnutrisi, salah satunya dapat berupa angular cheilitis yang disebabkan
oleh defisiensi gizi zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Angular cheilitis adalah
kondisi peradangan pada sudut bibir yang dapat timbul secara bilateral atau
unilateral. Kondisi ini disertai dengan sensasi nyeri dan ketidaknyamanan,
kadang-kadang berdarah, dan dapat mengganggu proses mengunyah dan
berbicara.
Angular cheilitis sering terlihat pada anak-anak dan remaja. Faktor etiologi
keilitis angularis pada anak-anak juga dapat bervariasi, yang dalam banyak kasus
disebabkan oleh defisiensi gizi, terutama zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
Keilitis angularis yang terkait dengan defisiensi zat gizi sering dijumpai pada
dekade pertama dan kedua dari kehidupan.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara defisiensi


zat gizi dengan angular cheilitis. Penelitian yang dilakukan oleh Zaidan di
Baghdad 35,3% dari 82 pasien yang terkena angular cheilitis juga mengalami
defisiensi zat besi. Penelitian yang dilakukan oleh Lopez di enam panti asuhan di
Medan pada anak-anak usia 6-12 tahun menunjukkan bahwa anak-anak dengan
status gizi kurang cenderung untuk mengambil angular cheilitis 1.96 kali lebih
besar dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi yang baik.

Panti asuhan merupakan lembaga yang umumnya memiliki kondisi ekonomi


yang terbatas, karena berdasarkan aspek keuangan, panti asuhan umumnya hanya
mengandalkan donor dan layanan sosial. Keterbatasan keuangan dapat
menyebabkan anak-anak yang tinggal di panti asuhan umumnya mendapatkan
asupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral yang lebih sedikit,
karena variasi makanan terbatas, dan hal tersebut akan berimplikasi pada status
gizi anak. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan merupakan sekelompok anak-
anak yang lebih mungkin memiliki defisiensi zat gizi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang prevalensi


dan klasifikasi angular cheilitis yang terkait dengan tingkat asupan gizi,
khususnya zat besi, vitamin B12, dan asam folat pada anak usia 6-18 tahun di
Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung.

METODE

Metode penelitian ini adalah survei deskriptif dengan pendekatan cross


sectional, pengumpulan data dilakukan sekaligus secara bersamaan. Dalam
penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dari bulan Mei hingga Juni 2013.
Sampel dalam bentuk total sampling, karena semua anak-anak berada dalam
rentang usia 6-18 tahun yang telah tinggal di panti asuhan di setidaknya dua
tahun; bersedia untuk diperiksa, diwawancarai dan diamati tentang pola
makannya. Anak-anak yang menolak untuk berpartisipasi atau mengalami keilitis
angularis akibat trauma dikeluarkan dari sampel.

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap Tahap pertama, peneliti


memeriksa sudut mulut secara klinis dari setiap responden satu per satu untuk
melihat apakah terdapat lesi keilitis angularis, ditandai dengan eritema, fisura,
krusta, maupun ulkus pada sudut mulutnya. Tahap kedua adalah pengumpulan
data dari survei konsumsi makanan, menggunakan Recall Makanan / Food Recall
dan Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionnaire / FFQ) 24
jam, yang diisi dengan melakukan wawancara dan observasi secara langsung.
Pengamatan yang dicatat yakni sebagai berikut: diet setiap subjek selama satu
minggu; jenis makanan yang dikonsumsi oleh masing-masing subjek pada pagi,
siang, dan malam, dinyatakan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga / household
fold) seperti sendok, gelas, piring, dan lain-lain; para peneliti menggunakan model
makanan sehingga bagian makanan yang diperoleh oleh masing-masing subjek
penelitian diilustrasikan dengan lebih mudah; peneliti mengkonversi data yang
dinyatakan dalam satuan URT ke dalam gram menggunakan panduan dari Daftar
Bahan Makanan Penukar / List of Substitution Food (DBMP).

Survei konsumsi makanan dilakukan menggunakan Recall Makanan dan


Kuesioner Frekuensi Makanan (FFQ) 24-jam dihitung dengan konversi konsumsi
per hari dikalikan dengan jumlah yang dikonsumsi makanan dalam gram untuk
mendapatkan sejumlah asupan gizi. Kemudian kami menganalisa data tersebut
menggunakan program Nutrisurvey untuk mengubah data menjadi satuan
kilokalori (kkal). Jumlah masing-masing gizi dibandingkan dengan Recommended
Dietary Allowance (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) Kemenkes RI
2004 yang ditetapkan pada program Nutrisurvey. Kemudian asupan nutrisi dicatat
pada lembar data masing-masing responden. Data penelitian disajikan dalam
bentuk tabel dan distribusi persentase, serta naratif deskriptif.
HASIL

Sampel berjumlah 53 orang. Wawancara dan observasi langsung terhadap


subjek diet dilakukan untuk mengetahui gambaran asupan gizi selama satu
minggu melalui dua kuesioner, yaitu Recall Makanan dan Kuisioner Frekuensi
Makanan selama 24 jam. Hasil dari Recall Makanan dan Kuisioner Frekuensi
Makanan 24 jam dapat menentukan asupan makanan dari subjek penelitian, yang
kemudian diproses menggunakan Nutrisurvey. Tingkat asupan gizi yang dicatat
adalah zat besi, vitamin B12, dan asam folat.

Tabel 1 di bawah ini menunjukkan asupan rata-rata dari zat besi, vitamin
B12, dan asam folat yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan
Recommended Dietary Allowance (RDA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG)
untuk anak usia 6-18 tahun. Asupan rata-rata zat besi, vitamin B12, dan asam folat
dari subjek yang berusia 6-18 tahun di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung
masih dalam kategori buruk (Tabel 1).

Tabel 2 menunjukkan bahwa subjek penelitian mengalami defisiensi lebih


dari satu zat gizi. 100% anak-anak dengan defisiensi zat besi dan asam folat,
sedangkan asupan vitamin B12 cukup memadai pada 62% anak-anak. Dapat
dikatakan bahwa subjek mengalami defisiensi lebih dari satu zat gizi. Sebanyak
33 anak dengan asupan vitamin B12 yang adekuat juga mengalami defisiensi besi
dan asam folat, sementara 20 anak mengalami defisiensi besi, vitamin B12, dan
asam folat.
Tabel 1. Asupan Rata-Rata Zat Besi, Vitamin B12, dan Asam Folat Per Hari
pada Anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung Dibandingkan dengan
AKG. (n = 53).

Zat gizi Usia Max. Min. Rerata SD AKG n


6-9 thn 9 9.6 9.4 0.27 10 4
10-12 thn (L) 96 11.4 10.5 0.9 13 8
10-12 thn (P) 12.1 13.8 12.7 0.73 20 9
Zat besi 13-15 thn (L) 12.1 13.1 12.5 0.42 15 7
13-15 thn (P) 12.8 13.8 13 0.29 26 9
16-18 thn (L) 12.1 13.6 12.7 0.58 15 7
16-18 thn (P) 12.1 13.8 12.8 0.57 26 9
∑ (Total) 53
6-9 thn 0.7 1.1 0.85 0.17 1.5 4
Vitamin 10-12 thn 0.9 2.2 1.66 0.32 1.8 17
B12 13-15 thn 1.8 2.6 2.32 0.21 2.4 16
16-18 thn 2.4 3.2 2.63 0.25 2.4 16
∑ (Total) 53
6-9 thn 150.9 168.9 157.7 8.64 200 4
Asam 10-12 thn 180.2 245.9 215 25.21 300 17
Folat 13-15 thn 130 281.9 231.7 50.92 300 16
16-18 thn 185.9 289.9 263.7 31.67 400 16
∑ (Total) 53 (100)

Tabel 2. Gambaran kadar zat besi, vitamin B12 dan asupan asam folat anak-
anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung usia 6-18 tahun.

Cukup Defisiensi ∑
Zat gizi (n = 53)
n % n % n %

Zat besi 0 0 53 100 53 100

Vitamin B12 33 62 20 38 53 100

Asam folat 0 0 53 100 53 100


Tabel 3 di bawah ini menunjukkan persentase angular cheilitis yang
ditemukan dari keseluruhan sampel. Pemeriksaan angular cheilitis di antara anak-
anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung dikategorikan tingkat tinggi,
sebanyak 23 (43%) dari 53 anak-anak menunjukkan angular cheilitis.

Tabel 3. Persentase angular cheilitis pada Anak-Anak di Panti Asuhan


Muhammadiyah Bandung

Keilitis Positif Negatif ∑


Angularis n % n % N %
(n = 53) 23 43% 30 57% 53 100%

Tabel 4 menunjukkan distribusi frekuensi menurut jenis kelamin, usia dan


pendidikan dari anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung yang
mengalami angular cheilitis. Informasi dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa dalam
penelitian ini, sebanyak 23 dari anak-anak yang menderita angular cheilitis,
mengalami defisiensi lebih dari satu zat gizi. Gambar 1. menunjukkan beberapa
tipe angular cheilitis, termasuk: Tipe I pada pasien usia 11 tahun (Gambar 1a);
Tipe II pada pasien usia 9 tahun (Gambar 1b); dan Tipe III pada pasien usia 8
tahun (Gambar 1c).

Tabel 4. Distribusi angular cheilitis berdasarkan jenis kelamin, usia, dan


pendidikan pada Anak-anak di Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung
dengan Keilitis Angularis

Keilitis Angularis
Kategori (n = 23)
n Persentase
Jenis Kelamin
- Laki-laki 16 70%
- Perempuan 7 30%
∑ 23 100%
Usia
- 6-9 thn 4 17%
- 10-12 thn 11 48%
- 13-15 thn 6 26%
- 16-18 thn 2 9%
∑ 23 100%
Pendidikan
- Sekolah Dasar 13 57%
- Sekolah Menengah Pertama 8 35%
- Sekolah Menengah Akhir 2 8%
∑ 23 100%

Tabel 5. Gambaran angular cheilitis dan Tingkat Asupan Nutrisi.

Zat gizi adekuat Zat besi Vitamin B12 Asam Folat


(n = 23) Defisiensi Cukup Defisiensi Cukup Defisiensi Cukup
Keilitis
0 23 3 20 0 23
Angularis
n 23 23 23

% 100 100 100

Gambar 1. a) angular cheilitis Tipe I pada pasien 11 tahun; b) angular


cheilitis Tipe II pada pasien usia 9 tahun; dan c) angular cheilitis Tipe III
pada pasien usia 8 tahun.
DISKUSI

Menurut WHO, sekitar 150 juta (26,7%) anak-anak di bawah usia 5 tahun di
beberapa negara berkembang di dunia mengalami kekurangan berat badan untuk
usianya. Defisiensi zat gizi ini terjadi karena kurangnya asupan nutrisi, terutama
untuk kebutuhan pertumbuhan anak. Zat besi, vitamin B12, dan asam folat adalah
beberapa nutrisi yang dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling
sering terjadi. Persentasenya sekitar 30% dari populasi dunia, 500 juta kasus di
seluruh dunia. Anemia megaloblastik dilaporkan hingga 75% dari individu yang
mengalami defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Di Afrika Selatan, sebanyak
90% wanita yang melahirkan dan menyusui, mengalami defisiensi asam folat.
Deskripsi ini menunjukkan bahwa kasus defisiensi besi, vitamin B12, dan asam
folat cukup sering dijumpai.

Mengamati pola konsumsi anak-anak yang digambarkan dalam wawancara


FFQ, beberapa makanan yang memiliki nilai zat besi, vitamin B12, dan asam folat
yan tinggi jarang dikonsumsi. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan
kurangnya minat dan kesadaran anak-anak terhadap sumber makanan dengan
kandungan zat besi, vitamin B12, dan asam folat yang tinggi, seperti hati, kuning
telur, dan ikan. Kebanyakan anak-anak berusia 6-12 tahun, tampak seperti hanya
memilih makanan yang disukainya setiap hari. Dalam penelitian ini, total 33
subjek (62%) memiliki asupan vitamin B12 harian yang cukup dalam rentang usia
16-18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa panti asuhan pada usia kelompok ini
sudah memahami jenis makanan yang akan dikonsumsi dan cukup mampu
menyediakan makanan yang mengandung vitamin B12, misalnya, sering
mengonsumsi daging ayam dan susu sapi.

Berbeda dengan asupan besi dan asam folat yang ditemukan kurang dalam
semua subyek penelitian, bila dibandingkan dengan AKG (Recommended Dietary
Allowance / RDA). Vitamin B12 diperlukan hanya sebanyak 1,8-2,4 mg per hari
untuk anak usia 6-18 tahun dan zat besi diperlukan dalam jumlah yang cukup
besar yaitu 10-26 mg per hari untuk anak usia 6-18 tahun, sama dengan asam
folat, yaitu 200-400 mg per hari. Menurut pengamatan tim peneliti kami, panti
asuhan sudah dapat menyediakan beberapa bahan makanan yang mengandung zat
besi dan asam folat, seperti daging sapi, ayam, bayam, sayuran kale, tahu, tempe,
kacang, pisang, jeruk, dan susu, meskipun menurut hasil FFQ, beberapa di
antaranya masih dalam kategori jarang. Jumlah AKG untuk besi dan asam folat,
jumlah makanan yang mengandung zat besi dan asam folat harus disesuaikan, dan
Panti Asuhan perlu meningkatkan kuantitas makanan zat besi dan asam folat yang
tinggi, untuk mencapai AKG.

Menurut Scully, usia bukan merupakan faktor risiko angular cheilitis,


insiden tertinggi angular cheilitis cukup sering ditemukan pada dekade pertama
dan kedua dari kehidupan. Dalam penelitian ini, usia 6-18 tahun sangat luas dalam
rentang usia, karena masing-masing kelompok usia cenderung mengalami keilitis
angularis jika ada penyebab dan faktor predisposisi. Namun, dalam hal faktor gizi,
anak-anak di usia 6-12 tahun sering memiliki kecenderungan untuk mengonsumsi
lebih banyak makanan ringan yang kurang bergizi, sehingga dapat menyebabkan
keilitis angularis.

Defisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat mungkin menunjukkan
beberapa manifestasi klinis, salah satunya mungkin berupa angular cheilitis.
Angular cheilitis dapat terjadi pada semua orang dan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin. angular cheilitis dapat memberikan gambaran klinis yang bervariasi
tergantung pada beratnya keilitis angularis itu sendiri. Pemeriksaan klinis
memperhatikan karakteristik yang membedakan tingkat keparahan keilitis
angularis menurut Warnakulasuriya dkk yaitu Tipe I (ringan), Tipe II (sedang),
dan Tipe III (berat). Pada Tabel 5 di bawah ini menyajikan keilitis angularis Tipe
II yang merupakan tipe keilitis angularis (48%) merupakan yang paling sering
dijumpai, diikuti oleh Tipe I (39%) dan tipe III (13%).
Ditemukan tiga anak yang mengalami keilitis angularis, mereka mempunyai
asupan vitamin B12 yang cukup. Keilitis angularis juga ditemukan pada 20 anak-
anak dengan asupan vitamin B12 yang lebih sedikit. Tanda-tanda klinis keilitis
angularis tidak terlihat pada 30 anak-anak dengan asupan zat besi dan asam folat
yang kurang memadai tetapi dengan asupan vitamin B12 yang memadai.
Mengamati hal ini, dapat dikatakan bahwa efek vitamin B12 cukup besar untuk
menyebabkan onset keilitis angularis.

Vitamin B12 memiliki peran yang sangat besar dalam proses sintesis DNA,
karena tanpa vitamin B12, asam folat tidak dapat diubah menjadi bentuk aktifnya
sehingga kelompok 5-metil tetrahidrofolat tidak dapat membantu proses
pembentukan methylcobalamin yang akan memberi gugus metil ke homosistein
untuk sintesis metionin, yang membentuk metionin dan tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat adalah prekursor untuk kofaktor asam folat yang diperlukan dalam
sintesis sel DNA untuk membentuk purin dan timin. Demikian pula, dalam
pembentukan sel-sel darah, anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12
terletak pada peran vitamin B12 dalam reaksi yang dipengaruhi oleh siklus
sintesis metionin.

Proses sintesis DNA sel membutuhkan vitamin B12 dan asam folat. Vitamin
B12 berfungsi sebagai kofaktor dalam reaksi enzimatik yang diperlukan dalam
sintesis DNA. Asam folat memiliki peran penting pembentukan reaksi purin dan
timin, yang merupakan komponen penting yang membentuk DNA. Jika terdapat
defisiensi vitamin B12, asam folat, atau keduanya, proses sintesis DNA akan
terganggu, menghasilkan interupsi dalam proses mitosis sehingga sel-sel menjadi
tidak matang dan sel yang terbentuk dapat menjadi disfungsional. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, mudah pecah dan memiliki usia yang lebih pendek dibandingkan
dengan sel normal. Perubahan secara jelas akan terlihat dengan mudah pada sel-
sel. yang membelah secara cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang, akan menjadi
gangguan dalam proses hematopoiesis, dan menyebabkan pembentukan sel darah
merah terganggu dengan karakteristik sel makrositik dengan bentuk oval yang
tidak teratur yang menunjukkan sel-sel imatur.
Sel-sel kulit dan mukosa beregenerasi lebih cepat dibandingkan sel-sel yang
lain, sehingga tanda-tanda deifisiensi zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat
dilihat juga pada rongga mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Zaidan di Baghdad
menunjukkan bahwa sebanyak 35,3% dari 82 pasien yang terkena keilitis
angularis mengalami anemia defisiensi besi. Tidak ada data penelitian yang secara
khusus menggambarkan keilitis angularis dengan defisiensi vitamin B12 dan asam
folat, tetapi pemeriksaan klinis yang diamati oleh peneliti, melihat beberapa tanda
defisiensi zat gizi tersebut pada rongga mulut, termasuk lidah yang tampak halus
dengan warna kemerahan. Tanda-tanda klinis muncul pada subjek penelitian ini
tampak tidak terlalu buruk dan sulit dibedakan dari kondisi normal, akan tetapi hal
tersebut dianggap sebagai tanda klinis dari defisiensi asupan harian vitamin B12
dan asam folat.

Hasilnya juga perlu dikaji lebih lanjut, untuk memperoleh penelitian yang
lebih akurat tentang nilai gizi, pemeriksaan zat besi, vitamin B12, dan asam folat
dalam serum darah, serta hubungannya dengan terjadinya keilitis angularis. Selain
itu, dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk
meningkatkan asupan gizi anak dengan memberikan edukasi tentang makanan
bergizi, serta meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan yang tinggi zat besi,
vitamin B12 dan asam folat. Berdasarkan hasil penelitian ini, kami berharap
bahwa Indonesia yang merupakan negara berkembang yang masih memiliki
masalah gizi akan lebih giat untuk kebijakan kesehatan bagi perkembangan
kesehatan anak di Indonesia.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa tingkat asupan gizi usia remaja 6-18 tahun di
Panti Asuhan Muhammadiyah Bandung masih dalam kategori buruk, dengan
beberapa kombinasi defisiensi asupan gizi zat besi, vitamin B12, dan asam folat.
Prevalensi keilitis angularis ditemukan sebesar 43% dan lesi angular cheilitis Tipe
II adalah tipe yang paling umum dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai