Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks.
Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas, dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus
dapat mengaktivasi sel mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator
adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit, dan
monosit. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus
vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel
jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga
memperbesar reaksi yang terjadi.
Ada 2 faktor yang berperan penting untuk terjadinya asma, yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Beberapa proses terjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan
pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi belum tentu menjadi Asma. Apabila seseorang
yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses
inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan
terjadi serangan asma (mengi).
Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke
dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh
mediator yang dilepaskan pada beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel
mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2 . Pada keadaan
tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang
terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan
Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel
inflamasi. Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus
tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif beratnya
hipereaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus
tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen,
maupun inhalasi zat nonspesifik.
7b. Apakah hubungan data diatas dengan penyakit asma bronchial akut sedang yang diderita
Tuan Astono?
10. a. Mengapa dilakukan pemeriksaan spirometri?
Spirometri adalah alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis
juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Alat pengukur faal paru, selain
penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
b. Apa yang menyebabkan obstruksi jalan napas berat?
Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos
baik saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan
mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.
c. Apa akibat dari obstruksi jalan napas berat?
Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sulit melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea (sesak napas). Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.
II. Persisten
Ringan Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan * VEP1 ³ 80% nilai prediksi
tetapi < 1x/ hari APE ³ 80% nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten
Sedang Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari * > 1x / * VEP1 60-80% nilai
* Serangan mengganggu seminggu prediksi
aktiviti dan tidur APE 60-80% nilai terbaik
*Membutuhkan * Variabiliti APE > 30%
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE £ 60%
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 £ 60% nilai prediksi
* Sering kambuh APE £ 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%