Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tujuan pendidikan nasional yang harus dicapai oleh bangsa

Indonesia yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa” (UUD 1945). Tujuan ini

merupakan cita-cita luhur perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia yang secara

mendasar akan mendorong kemajuan dan perkembangan bangsa Indonesia secara

menyeluruh. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin

kelangsungan hidup suatu Bangsa dan Negara. Karena pendidikan merupakan

sarana yang paling tepat untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas

sumber daya manusia. Untuk mewujudkan cita -cita luhur tersebut, maka secara

operasional pembinaan dan pembentukan generasi penerus bangsa dilaksanakan

secara menyeluruh oleh sekolah, (Sanjaya, 2007).

Sebagai salah satu lembaga pendidikan formal, sekolah merupakan salah

satu lembaga pendidikan yang disengaja, berencana, teratur, dan sistematis dan

bertanggung jawab memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap

individu (peserta didik) untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya

masing-masing. Dengan demikian, sekolah sebagai lembaga pendidikan formal

harus selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dilaksanakan

secara terarah berdasarkan kurikulum pendidikan nasional, (Sanjaya, 2007).

Wiseman (dalam Rumansyah, 2002) mengemukakan bahwa ilmu kimia

merupakan salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah atas.

Kesulitan mempelajari ilmu kimia terkait dengan karakteristik atau ciri-ciri ilmu

1
kimia itu sendiri yang disebutkan oleh Kean dan Midllecamp (dalam Rumansyah,

2002) yaitu: Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak, sifat ilmu kimia berurutan

dan berkembang dengan cepat dan ilmu kimia tidak hanya memecahkan soal.

Pelajaran kimia juga termasuk mata pelajaran yang kurang difahami oleh

siswa. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli

diantaranya Wiseman, Kirwood dan Syimington, menunjukan bahwa siswa

dengan mudah mempelajari matapelajaran yang lain, akan tapi mengalami

kesulitan dalam memahami konsep-konsep kimia, (Firman, 2000).

Berdasarkan observasi di lapangan ternyata materi ikatan kimia sulit

dipahami oleh siswa, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, metode

dan model pembelajaran yang diterapkan tidak sesuai dengan konsep yang

diajarkan guru kepada siswa di kelas. Metode yang digunakan masih demonstrasi.

Kedua faktor tersebut dapat dilihat dari hasil belajar siswa kelas X2 SMA Negeri 3

Leihitu materi ikatan kimia pada tahun ajaran 2015/20161, 11 dari 20 siswa yang lulus

dengan presentse kelulusan dengan nilai ketuntasan 70 hanya 55 %. Hal ini tentu tidak

memenuhi KKM di sekolah untuk mata pelajaran kimia. Dengan demikian, salah satu cara

untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan penyajian materi, metode, dan

model pembelajaran yang menarik. Seperti Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mikael

Nardi (2015), dengan judul penerapan model tsts dan carousel untuk meningkatkan

efikasi diri dan prestasi akademik siswa materi ikatan kimia. Data yang terkumpul

ditemukan adanya peningkatan efikasi diri siswa yang dapat dilihat dari

persentase siswa yang mencapai tingkat efikasi diri dengan kategori tinggi dan

sangat tinggi, yakni 65% pada siklus I dan 85% pada siklus II. Prestasi akademik

2
siswa juga meningkat tajam yang dilihat dari persentase ketuntasan klasikal,

yakni 73,68% pada siklus I dan 89,47% pada siklus II. Demikian pula persentase

tanggapan siswa terhadap penerapan model TSTS dan carousel meningkat dari

80% pada siklus I menjadi 90% pada siklus II untuk kategori baik dan sangat baik.

Jefri Ulia Marta (2014) dengan judul penerapn model pembelajran corousel dan

showdown pada mata pelajaran kimi materi ikatan kimia untuk meningkatkan

hasil beljr, keaktifan, dan efikasi diri. Menunjukan adanya peningkatan hasil

belajar, keaktifan, dan efekasi diri siswa dari siklus I ke siklus II. Hasil belajar

siswa meningkat dari 73,44% pad siklus pertama menjadi 86,44% pada siklus ke

II, dari 60% dari siklus pertama menjadi 79% pada siklus kedua ditemukan pula

peningkatan jumlah siswa yang memiliki efikasi diri sangat tinggi di siklus

pertama menjadi 25 siswa di siklus kedua.

Pada proses pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah terkait

dengan persiapan mengajar (perencanaan untuk memperkirakan tindakan yang

dilakukan dalam kegiatan pembelajaran), serta kemampuan guru dalam

menjabarkan konsep-konsep materi yang siap dijadikan pedoman pembentukan

kompetensi peserta didik, (Mulyasa. 1992).

Guru sebagai fasilitator harus mampu memfasilitasi siswa untuk belajar

secara maksimal dengan menggunakan berbagai strategi, metode, model, dan

sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, (Martinis, 2007). Sehingga

model pembelajaran yang digunakan adalah model corousel. Model pembelajaran

corousel adalah salah satu variasi dari model pembelajaran Numbered Head

Together yang dipopulerkan oleh Spencer Kagen 1993. Dengan perpaduan model

3
pembelajaran corousel dan media video pembelajaran, siswa diharapkan dapat

lebih memahami materi dengan cara belajar mereka masing-masing. Imflikasi

terhadap pengaturan kelas yaitu fasilitator mengatur kelas sedemikian rupa

sehingga adanya ruang yang cukup bagi adanya sujumlah kelompok siswa,

(Cahyani, 2010).

Ada beberapa alasan mengapa sampai digunakan model pembelajaran

corousel dalam penelitian ini, yaitu model pembelajaran ini menuntut kerjasama

siswa dalam kelompok diskusi, siswa diarahkan belajar sambil bermain, siswa

membangun sendiri pengetahuannya dan menggali potensi yang ada pada dirinya

kemudian mengekspresikannya, dan siswa diharapkan untuk saling menghormati

serta menghargai pendapat teman dalam diskusi kelompok.

Model pembelajaran corousel dapat dipadukan dengan menggunakan

media video pada materi ikatan kimia, karena materinya ditampilkan melalui layar

lebih besar dan dijelaskan secara lisan oleh peneliti kepada siswa. Perlunya

diterapakan media video dalam pembelajaran ini adalah adanya perhatian yang

akan menimbulkan rangsangan/motivasi belajar, dapat mempercepat pemahaman

secara lebih luas, dan penyajian visual dapat membuat siswa lebih berkonsentrasi.

Dan untuk memotivasi siswa agar lebih kreatif, kritis, serta bekerja sama dalam

memecahkan masalah yang muncul, sehingga dapat membuat proses

pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.

Berdasarkan urain di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Corousel Dengan

4
Menggunakan Media Video Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Materi Ikatan Kimia Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Leihitu”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil belajar siswa setelah penerapan

model pembelajaran corousel dengan menggunakan media video materi ikatan

kimia pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Leihitu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

penerapan model pembelajaran corousel dengan menggunakan media video dalam

meningkatkan hasil belajar siswa materi ikatan kimia pada siswa kelas X SMA

Negeri 3 Leihitu.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Dengan menggunakan media video dan model pembelajaran, siswa

diharapkan merasa tertarik dalam mempelajarai pelajaran kimia karena

menemukan cara belajara yang bervariasi dan meningkatkan hasil belajar.

2. Bagi Guru

Menjadi suatu panduan bagi guru kimia dalam memilih model

pembelajaran yang akan dipakai dalam proses belajar mengajar agar siswa

dapat belajar dengan efektif dan efesien.

5
3. Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengalaman dalam pemahaman mengenai

pembelajaran kimia dengan menggunakan kombinasi model pembelajaran.

1.5 Penjelasan Istilah

Untuk lebih memahami kata atau istilah yang dipakai dalam penelitian ini,

maka perlu adanya penjelasan istilah judul sebagai berikut :

1. Media video adalah alat yang dapat menyajikan informasi, memaparkan

proses menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan,

menyingkat dan memperlambat waktu serta mempengaruhi sikap.

2. Model pembelajaran corousel adalah suatu model pembelajaran

kooperatif, yang dikembangkan oleh Spencer Kagen 1993, terdapat

beberapa langkah dalam menerapkan model pembelajaran corousel yaitu

persiapan, pembentukan kelompok, memanggil nomor anggota, diskusi

masalah, dan memberi kesimpulan, (Cahyani : 2010).

3. Hasil Belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengukuti

proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pendidikan, (Purwanto, 1990).

4. Ikatan kimia adalah gaya yang mengukuhkan atom-atom dalam molekul

atau gabungan ion-ion, (Michael, 2006).

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar Dan Pembelajaran

1. Pengertian Belajar

Belajar pada hakekatnya adalah proses perubahan tingkah laku karena

adanya pengalaman yang ditunjukan dalam berbagai bentuk. Menurut Gagne

(dalam Suprijono, 2009) belajar adalah perubahan disposisi kemampuan yang

dicapai seseorang melalui aktifitas.

Pengertian belajar yang cukup luas diberikan oleh (Bell-Gredler, 1986)

yang menyatakan bahwa, belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia

untuk mendapatkan aneka ragam competencies (kemampuan), skills

(Keterampilan) dan attitudes (Sikap). Kemampuan, keterampilan dan sikap

tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai

masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses

belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan formal,

informal, dan nonformal.

Berdasarkan penjelasan beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah proses atau tahapan aktifitas yang berpengaruh terhadap perubahan

tingkah laku seseorang sebagai hasil dari pengalaman, dan interaksinya dengan

lingkungan yang dapat meningkatkan kemampuannya tersebut.

2. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar,

dimana pihak yang mengajar adalah guru dan pihak yang belajar adalah siswa

7
yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan

siswa sebagai sasaran pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke

arah yang lebih baik, (Darsano, 2000).

Defenisi lain tentang pembelajaran dikemukakan oleh Arikunto (2002)

pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung arti terjadinya proses

penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003

menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

2.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan

perilaku tersebut disebabkan karena mencapai penguasaan atas sejumlah bahan

yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu dicapai atas tujuan

pengajuan yang telah ditetapkan, hasil itu dapat berupa perubahan dalam bentuk

aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, (Purwanto, 2009).

A. Ranah Kognitif

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual, menurut Bloom (Ratumanan,

2004), ranah kognitif terdiri dari 6 aspek yaitu :

1. Pengetahuan, meliputi kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah

dipelajari, dan tersimpan dalam ingatan.

8
2. Pemahaman, meliputi kemampuan menangkap makna dari hal yang

dipelajari.

3. Penerapan, meliputi kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan suatu

rumus dalam menyelesaikan suatu masalah.

4. Analisis, meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-

bagian sehingga struktur kesatuan dapat dipahami dengan baik.

5. Sintesis, meliputi kemampuan membentuk suatu pola baru dengan

memperhatikan unsur-unsur yang kecil.

6. Evaluasi, meliputi kemampuan membentuk suatu pendapat bersama dengan

pertanggung jawabannya atas pendapat itu yang berdasarkan suatu kriteria

tertentu.

B. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai, menurut Katwol dan Bloom

(Ratumanan, 2004), ranah afektif terdiri dari 5 aspek yaitu :

1. Penerimaan, yakni sensitivitas terhadap keberadaan penomena yang

meliputi kepekaan terhadap hal-hal tertentu dan bersedia memperhatikan

hal-hal tersebut. Misalnya: kesadaran siswa akan adanya perbedaan individu

dalam kelas dan siswa mampu menerima perbedaan tersebut.

2. Pemberian respon, yakni kemampuan memberikan respon secara aktif

terhadap fenomena.

3. Penilaian atau penentuan sikap, yakni kemampuan untuk dapat memberikan

penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek atau kejadian tertentu.

9
4. Organisasi, yakni konseptualisasi dari nilai-nilai untuk menentukan

keterhubungan diantara nilai-nilai tersebut.

5. Karakteristik, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter, dan daya

hidup seseorang.

C. Ranah Psikomotor

Berkenaan dengan ketrampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah

menerima pengalaman belajar tertentu. Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan

dari pada apektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar

psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian

pembelajaran di sekolah.

2.3 Pembelajaran Kimia

Wiseman (dalam Rumansyah, 2002) mengemukakan bahwa ilmu kimia

merupakan salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah atas.

Kesulitan mempelajari ilmu kimia terkait dengan karakteristik/ciri-ciri ilmu kimia

itu sendiri yang disebutkan oleh Kean dan Midllecamp (dalam Rumansyah, 2002)

sebagai berikut:

a. Sebagian Besar Ilmu Kimia Bersifat Abstrak

Atom, molekul dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak

tampak yang mana menuntut siswa membayangkan keberadaan materi

tersebut tampa mengalaminya secara langsung. Karena atom merupakan

pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak melihat atom secara

langsung tetapi dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu gambaran

10
untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom oksigen kita

gambarkan sebagai bulatan.

b. Sifat Ilmu Kimia Berurutan Dan Berkembang Dengan Cepat

Sering kali topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan

tertentu. Misalnya kita tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk

membentuk molekul, jika karakteristik atom tidak dipelajari terlebih

dahulu. Disamping itu perkembangan ilmu kimia itu sangat cepat seperti

pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika dan

kloning.

c. Ilmu Kimia Tidak Hanya Memecahkan Soal

Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka merupakan

bagian yang penting dalam mempelajari kimia. Namun kita harus juga

mempelajari deskripsi seperti fakta kimia, aturan-aturan kimia,

peristilahan kimia, dan sebagainya.

2.4 Pengertian Media Video dalam Pembelajaran

Kustandi (2013) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah alat yang

dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna

pesan yang disampaikan guru, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran

dengan lebih baik dan sempurna. Media pembelajaran merupakan sarana untuk

meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar.

Menurut Rudy Bretz (dalam Sadiman, 2009) media pembelajaran dapat

diklasifikasikan dalam 8 kriteria, yaitu : media audio visual gerak, media audio

11
visual diam, media audio semi-gerak, media visual gerak, media visual diam,

media semi-gerak, media audio dan media cetak.

Sedangkan Sanjaya (2006) mengklasifikasikan media pembelajaran yang

dilihat dari sifatnya, media pembelajaran dibagi ke dalam :

a. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang

hanya memiliki unsur suara, seperti : radio dan rekaman suara.

b. Media visual : media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur

suara. Misalnya foto, lukisan, gambar, dan media grafis.

c. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara

juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat. Misalnya: rekaman video,

film, slide suara. Kemampuan media ini dianggap lebih menarik sebab

mengandung unsur suara dan unsur gambar.

Dari beberapa uraian pengelompokkan media pembelajaran di atas, dapat

disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah seperangkat alat yang dapat

digunakan untuk membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada

siswa. Secara umum media dibagi atas media cetak, media audio, media visual,

dan media audio-visual. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kategori audio visual yaitu berupa video.

Kustandi (2013) mengungkapkan bahwa media video adalah alat yang

dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep

yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat dan memperlambat waktu

serta mempengaruhi sikap.

12
1. Kelebihan Media Video

Rusman (2012) mengungkapkan beberapa kelebihan yang dimiliki media

video, yaitu: video dapat memberikan pesan yang dapat diterima lebih merata oleh

siswa, video sangat bagus untuk menerangkan suatu proses, mengatasi

keterbatasan ruang dan waktu, lebih realistis dan dapat diulang atau dihentikan

sesuai kebutuhan, serta memberikan kesan yang mendalam, yang dapat

mempengaruhi sikap siswa.

Kustandi (2013) mengungkapkan beberapa keuntungan apabila

menggunakan media video dalam pembelajaran, yaitu:

1. Video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika

siswa berdiskusi, membaca, dan praktik.

2. Video dapat menunjukan objek secara normal yang tidak dapat dilihat.

3. Mendorong dan meningkatkan motivasi siswa serta menanamkan sikap dan

segi afektif lainnya.

4. Video mengandung nilai-nilai positif yang dapat mengundang pemikiran

dan pembahasan dalam kelompok siswa.

5. Video dapat menyajikan peristiwa kepada kelompok besar atau kelompok

kecil dan kelompok yang heterogen atau perorangan.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa media

video memiliki beberapa kelebihan bila digunakan untuk mata pelajaran kimia

terutama pada materi ikatan kimia. Bila dibandingkan, video dapat digunakan

untuk melihat objek yang tidak dapat dikunjungi siswa atau video dapat

13
merangsang motivasi belajar siswa, video dapat mempertinggi proses dan hasil

belajar siswa.

2. Kelemahan Media Video


Kustandi (2013), mengungkapkan beberapa keterbatasan dalam

menggunakan media video pembelajaran yaitu: pengadaan video umumnya

memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang banyak, pada saat diputarkan

video, gambar dan suara akan berjalan terus sehingga tidak semua siswa mampu

mengikuti informasi yang ingin disampaikan melalui video tersebut. Video yang

tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan

kecuali video itu dirancang dan diproduksi khusus untuk kebutuhan sendiri.

Daryanto (2010) mengungkapkan beberapa kelemahan media video yaitu:

1. Tidak dapat menampilkan obyek sampai yang sekecil-kecilnya.

2. Tidak dapat menampilkan obyek dengan ukuran yang sebenarnya.

3. Gambar yang ditampilkan dengan video umumnya berbentuk dua dimensi.

4. Pengambilan yang kurang tepat dapat menyebabkan timbulnya keraguan

penonton dalam menafsirkan gambar yang dilihat.

5. Material pendukung video membutuhkan alat proyeksi untuk menampilkannya.

6. Untuk membuat program video membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

2.5 Manfaat Media Video

Wuryandani & Fathurrohman (2012) mengungkapkan bahwa penggunaan

media video juga dapat mempertinggi proses dan hasil pengajaran berkenaan

14
dengan tingkat berpikir siswa. Dengan demikian, maka media video pembelajaran

dalam penelitian ini memang cocok.

Sudjana & Rivai (2011) mengungkapkan bahwa media video dalam

pembelajaran memiliki banyak manfaat yaitu:

1. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar siswa.

2. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

siswa.

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi, sehingga siswa tidak bosan dan tidak

hanya menggunakan komunikasi verbal.

4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan

uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa media memiliki

banyak manfaat dalam proses pembelajaran termasuk dalam pembelajaran kimia.

Dengan menggunakan media pembelajaran siswa akan menjadi lebih termotivasi

untuk belajar, lebih memperhatikan, dan lebih mudah dalam memahami materi,

sehingga akan mempertinggi proses dan hasil belajar siswa.

2.6 Model Pembelajaran Corousel

Pengertian corousel dalam bahasa Indonesia yaitu komedi putar, dan

secara umum model pembelajaran corousel adalah suatu model pembelajaran

yang di dalam aplikasinya siswa diarahkan belajar sambil bermain. Bahan atau

alat yang digunakan dalam model pembelajaran ini yaitu seperangkat alat komedi

putar sederhana dan undian yang terdiri dari nomor 1 sampai dengan 4.

15
Pengertian model pembelajaran corousel secara khusus adalah suatu model

pembelajaran kooperatif atau berkelompok atau berpasangan yang merupakan

variasi dari model pembelajaran Number Heads Together yang dikembangkan

oleh Spencer Kagen 1993, terdapat beberapa langkah dalam menerapkan model

pembelajaran corousel, yaitu: persiapan, pembentukan kelompok, memanggil

nomor anggota, diskusi masalah, dan memberi kesimpulan (Cahyani, 2010).

Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut

kerjasama siswa dalam kelompok, serta menguji kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal-soal yang diberikan atau memecahkan masalah secara

bersama-sama di dalam kelompok yang baru dibentuk. Model pembelajaran ini

juga berfungsi untuk menghargai pendapat teman, tenggang rasa anatara sesama

teman, dan saling menghormati antara satu dengan yang lainnya.

Adapun langkah-langkah kerja model pembelajaran corousel sebagai

berikut:

1. Guru menjelaskan konsep materi menggunakan media video.

2. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil, masing-masing

kelompok terdiri dari 4 orang dan diberikan nomor undian 1 - 4

3. Guru mengajukan pertanyaan.

4. Guru memanggil salah satu nomor.

5. Pada tempat dimana posisi kelompok baru yang akan dibentuk, siswa dengan

nomor yang dipanggil tetap duduk diam ditempat, sementara teman-temannya

dengan nomor yang berbeda bergeser mendekati kelompok yang lain.

16
6. Para siswa dengan nomor yang sama dari kelompok yang lain kemudian

datang ikut berkumpul dengan siswa yang tetap duduk diam tadi, dan

terbentuklah suatu kelompok baru.

7. Kelompok baru ini kemudian bertukar pikiran atau berdiskusi, bekerjasama

untuk mengerjakan soal-soal (memecahkan masalah) dan menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta membuat kesimpulan.

8. Kegiatan ini diulang lagi dengan memanggil nomor-nomor yang lain sampai

dengan pertanyaan yang disediakan guru habis, atau waktu yang tersedia bagi

pembelajaran habis.

A. Kelebihan Model Pembelajaran Corousel

Sebagai model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama siswa dalam

kelompok diskusi, model pembelajaran corousel memiliki beberapa kelebihan

seperti dikemukakan Cahyani (2010) sebagai berikut:

a. Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran yang

disampaikan oleh guru.

b. Melatih siswa untuk bersifat kritis terhadap materi yang diajarkan.

c. Melatih siswa untuk saling menghormati, dan menghargai pendapat teman.

d. Melatih siswa untuk bekerjasama dalam kelompok yang heterogen yang

berbeda latar belakang keluarga, minat belajar, kebiasaan belajar, dan

sebagainya.

B. Keterbatasan Model Pembelajaran Corousel

Selain kelebihan tersebut di atas, model pembelajaran corousel juga

memiliki beberapa keterbatasan diantaranya:

17
a. Suasana kelas akan menjadi ribut pada saat siswa yang nomor undiannya

sama dengan siswa yang nomor undiannya keluar/dipanggil, berpindah

tempat duduk untuk bergabung membentuk kelompok baru.

b. Membutuhkan waktu yang banyak untuk melakukan diskusi.

c. Siswa yang kurang mampu akan merasa tidak percaya diri karena bergabung

dengan siswa yang mampu.

d. Soal-soal yang diberikan oleh guru harus disesuaikan dengan jumlah

keseluruhan siswa.

2.7 Manfaat Penerapan Model Pembelajaran Corousel

Manfaat penerapan model pembelajaran corousel yang berdampak positif

bagi pembelajaran siswa diantaranya:

a. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyampaikan pendapatnya.

b. Dapat menumbuhkan keberanian dan rasa percaya diri ketika berbicara di

depan umum/orang banyak.

c. Melatih siswa untuk saling menghormati, dan menghargai pendapat teman.

d. Melatih siswa untuk menerima perbedaan latar belakang keluarga, minat

belajar, kebiasaan belajar dan sebagainya.

2.8 Konsep Materi Ikatan Kimia

1. Kecenderungan Elektron Untuk Mencapai Kestabilan

a. Konfigurasi Elektron Gas Mulia

Atom di alam pada umumnya tidak dalam keadaan bebas, tetapi

dalam bentuk senyawa. Hal ini dikarenakan atom berusaha memperoleh

kestabilan dan kestabilan diperoleh saat berikatan denga atom lain membentuk

18
senyawa. Senyawa terdapat gaya yang mengikat atom-atom dalam molekul atau

gabungan ion, yang disebut dengan ikatan kimia.

Ikatan kimia pertama kali dikemukakan oleh Gilbert Newton Lewis

dan Langmuir dari Amerika, serta Albert Kossel dari Jerman pada tahun 1916.

Konsep ikatan kimia diuraikan sebagai berikut :

1) Kenyataan bahwa gas-gas mulia (He, Ne, Ar, Kr, Xe, dan Rn) sukar

membentuk senyawa merupakan bukti bahwa gas-gas mulia memiliki

susunan elektron yang stabil.

2) Tiap atom mempunyai kecenderungan untuk memiliki susunan elektron

yang stabil seperti gas mulia. Susunan elektron yang stabil hanya dicapai

dengan cara berikatan dengan atom lain, yaitu dengan cara melepaskan

elektron, menerimap elektron, maupun pemakaian elektron secara bersama-

sama.

Tabel 2.1. Konfigurasi Elektron Unsur Gas Mulia

Nomor
Kulit
Periode Unsur Atom
K L M N O P
1 He 2 2
2 Ne 10 2 8
3 Ar 18 2 8 8
4 Kr 36 2 8 18 8
5 Xe 54 2 8 18 18 8
6 Rn 86 2 8 18 32 18 8

b. Aturan Oktet dan Duplet

1. Aturan Oktet

19
Aturan oktet adalah kecenderungan atom-atom untuk memiliki

struktur atau konfigurasi gas mulia (8 elektron valensi seperti Ne, Ar, Kr, Xe,

dan Rn) untuk mencapai kestabilan.

Contoh :

11Na : 2 8 1 (untuk mencapai oktet, maka natrium melepaskan 1 elektron).

Perhatikan gambar berikut.

2. Aturan Duplet

Aturan duplet adalah kecenderungan atom-atom untuk memiliki struktur

atau konfigurasi gas mulia (2 elektron valensi seperti He) untuk mencapai

kestabilan.

c. Lambang Lewis

Lambang Lewis dapat digambarkan dengan menggunakan lambang

Lewis. Lambang Lewis suatu unsur dinyatakan dalam lambang unsur serta

jumlah elektron valensi unsur tersebut yang digambarkan dengan tanda titik (.)

atau tanda lainnya seperti tanda silang (x).

20
Tabel 2.2 Lambang Lewis beberapa unsur dalam tabel periodik.

2. Ikatan Ion

Ikatan ion adalah ikatan yang terjadi antara atom logam dengan atom

nonlogam yang juga disebut dengan perpindahan elektron dari satu atom ke atom

yang lain dengan cara menerima dan melepaskan ion. Ikatan ion menghasilkan

ion-ion positif dan negatif yang berpisah. Muatan-muatan ini umumnya berkisar

antara -3e sampai dengan +3e.

a. Proses Terbentuknya Ikatan Ion

Dalam pembentukan ikatan ion, jumlah elektron yang dilepas harus

sama dengan jumlah elektron yang terima. Ion-ion yang berlawanan muatan

tersebut menyebapkan timbulnya gaya tarik-menarik atau gaya elektrostatis

yang kuat sehingga terjadi ikatan ion dan membentuk suatu senyawa yang

memiliki ikatan ion yang disebut senyawa ion.

Contoh :

1) Ikatan yang terjadi antara 11Na dengan 17Cl

Konfigurasi elektron : 11Na : 2 8 1 Melepaskan 1 elektron

21
17Cl :287 Menerima 1 elektron

Reaksi : Na → Na+ - e
𝐶𝑙 + 𝑒 → 𝐶𝑙¯
+
𝑁𝑎 + 𝐶𝑙 → 𝑁𝑎 + + 𝐶𝑙¯ → 𝑁𝑎𝐶𝑙

Lambang Lewis :

2) Ikatan yang terjadi antara 12Mg dengan 17Cl

Konfigurasi elektron : 12Mg : 2 8 2 Melepaskan 2 elektron

17Cl : 2 8 7 Menerima 1 elektron

Reaksi : Mg Mg2+ + 2e ......... 1)

Cl + e Cl- .......... 2)

Dalam pembentukan ikatan ion jumlah elektron yang dilepas harus

sama dengan jumlah elektron yang diterima. Secara matematis, reaksi 1

tetap sedangkan reaksi 2 dikalikan 2 sehingga hasilnya sebagai berikut :

Mg Mg2+ + 2e |x1| Mg Mg2+ + 2e

Cl + e Cl- |x2| 2 Cl + 2e 2 Cl-

Mg + 2Cl Mg2+ + 2Cl- MgCl2

Lambang Lewis :

22
Ikatan ion dapat terjadi antara :

a. Unsur yang mempunyai energi ionisasi rendah dengan unsur yang

mempunyai afinitas elektron tinggi

b. Unsur golongan IA, IIA,IIIA dengan golongan VIA, VIIA.

3. Ikatan Kovalen

Ikatan kovalen adalah ikatan kimia yang terjadi karena pemakaian elektron

secara bersam-sama oleh dua atom nonlogam dan nonlogam.

b. Proses Terbentuknya Ikatan Kovalen

Penggunaan bersama pasangan elektron dalam ikatan kovalen dapat

dinyatakan dengan stuktur Lewis atau rumus Lewis. Struktur Lewis

menggambarkan jenis-jenis atom-atom dalam molekul dan bagaimana atom-

atom tersebut terikat dengan atom yang lainnya.

Ada 2 macam pasangan elektron, yaitu :

1) Pasangan elektron ikatan (PEI), adalah pasangan elektron yang digunakan

bersama oleh dua atom yang berikatan.

2) Pasangan elektron bebas (PEB), adalah pasangan elektron yang tidak

digunakan bersama oleh kedua atom.

Berdasarkan banyaknya pasangan elektron ikatan (PEI) yang digunakan

bersama, ikatan kovalen dibedakan menjadi berikut :

1. Ikatan Kovalen Tunggal (–)

23
Ikatan kovalen tunggal terjadi jika terdapat satu pasangan elektron yang

digunakan bersama.

Contoh : ikatan antara 1H dengan 1H Pada molekul H2

1) Konfigurasi elektron : 1H : 1

Atom H memerlukan 1 elektron tambahan untuk mencapai konfigurasi

He (2). Aturan duplet dapat dipenuhi jika 1 atom bergabung dengan 1

atom H yang lain.

2) Struktur Lewis

H • + ◦ H → H •◦ H

Pasangan elektron ikatan (PEI) : 1

Pasangan elektron bebas (PEB) : 0

3) Rumus struktur : H – H

4) Rumus Molekul : H2

2. Ikatan Kovalen Rangkap Dua (=)

Ikatan kovalen rangkap dua terjadi jika terdapat dua pasangan elektron

digunakan bersama.

Contoh : Ikatan antara 8O dengan 8O pada molekul O2.

1) Konfigurasi elektron : 8O : 2 6

Atom O memerlukan 2 elektron tambahan untuk mencapai konfigurasi

elektron seperti gas mulia (10Ne). Aturan oktet dapat dipenuhi jika 1 atom

O bergabung dengan 1 atom O yang lain.

2) Stuktur Lewis

24
3. Ikatan Kovalen Rangkap Tiga ( )

Ikatan kovalen rangkap tiga terjadi jika terdapat tiga pasangan elektron yang

digunakan bersama.

Contoh : Ikatan antara 7N dengan 7N pada molekul N2.

a. Konfigurasi elektron : 7N = 2 5

Atom N memerlukan 3 elektron tambahan untuk mencapai konfigurasi

seperti gas mulia (10Ne). Aturan oktet dapat dipenuhi jika 1 atom N

bergabung dengan 1 atom N bergabung dengan 1 atom N yang lain.

b. Struktur Lewis

Pasangan elektron ikatan (PEI) : 3

Pasanga elektron bebas (PEB) : 2

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap sejumlah molekul, langkah-

langkah yang dapat digunakan dalam menuliskan struktur lewis adalah sebagai

berikut :

a. Menentukan kerangka (struktur) molekul.

b. Menjumlahkan elektron valensi setiap atom yang berikatan.

25
c. Menggunakan satu pasangan elektron untuk membentuk ikatan antara dua atom

yang berikatan.

d. Menggunakan sisa elektron untuk membuat semua atom terminal mencapai

aturan oktet (kecuali untuk hidrogen).

e. – jika masih ada elektron, ditambahkan apada atom pusat.

– jika atom pusat belum memenuhi aturan oktet, dilakukan pengaturan kembali

dengan membentuk ikatan rangkap dua atau tiga.

Contoh :

a. Struktur Lewis molekul CF4

1) Keterangan molekul

F—C—F
|
F

2) Konfigurasi elektron : 6C : 2s 4

9F :27

Elektron valensi : 1 atom C : 1 x 4 = 4

1 atom F : 4 x 7 = 28

Jumlah elektron valensi : 32

3) Menggunakan satu pasangan elektron untuk membentuk ikatan antara dua

atom yang berikatan.

26
4) Jumlah elektron valensi : 32

Jumlah elektron yang digunakan untuk berikatan : 8

Sisa elektron : 32 – 8 = 24. Sisa elektron yang ditambahkan pada atom

terminal atau atom pusat (F) sehingga mencapai aturan oktet. Setiap atom F

memerlukan tambahan 6 elektron.

5) Tidak ada elektron yang tersisa.

b. Struktur Lewis ion CN-

1) Kerangka molekul : [CN]-

2) Konfigurasi elektron 6C : 2 4

7N :25

Elektron valensi : 1 atom C = 1 x 4 =4

1 atom N = 1 X 5 =5

1 muatan negatif : 1 x 1 = 1

Jumlah elektron valensi : 10

3) Menggunakan satu pasangan elektron untuk membentuk ikatan antar dua

atom yang diberikan : [C •◦ N]-

4) Jumlah elektron valensi : 10

Jumlah atom yang digunakan untuk berikatan : 2

27
Sisa elektron : 10 – 2 = 8. Sisa elektron ditambahkan pada atom C dan N.

5) Pada stuktur di atas, atom C dan N hanya dikelilingi oleh 6 elektron

sehingga atom tersebut belum mencapai aturan oktet (kurang 2 elektron).

Aturan oktet dapat dipenuhi jika dilakukan pengaturan kembali dengan

menarik pasangan elektron bebas dari atom C dan N untuk membentuk

rangkap tiga sebagai berikut :

(Sumber: Buku kimia untuk SMA/MA kelas X oleh Candra Purnawan dan

Rohmatyah A.N, Percetakan: Masmedia Buana Pustaka)

4. Kepolaran Ikatan Kovalen

a. Ikatan kovalen polar.

Ikatan kovalen polar terjadi jika pasangan elektron ikatan tertarik lebih

kuat ke salah satu atom. Adanya kepolaran ikatan disebabkan oleh perbedaan

keelektronegatifan antara zat yang berikatan. Makin besar selisih pada

keelktronegatifannya, makin besar pula kepolaran ikatan.

Pada ikatan kovalen polar, pasangan elektron ikatan tertarik oleh atom

yang lebih elektronegatifan. Atom tersebut menarik pasangan elektron tertarik

membentuk kutub negatif. Adapun atom yang kurang elektronegatif,

membentuk kutub positif hingga terbentuk dwikutub (dipol) sehingga ikatan

kovalen polar dinamkan ikatan kovalen dwikutub.

Contoh : ikatan kovalen polar pada molekul HCl, H2O, dan HF.

Tingkat kepolaran molekul dapat diketahui dari momen dipolnya. Momen

dipol juga dipengaruhi oleh keelktronegatifan suatu unsur. Makin besar

28
perbedaan keelktronegatifan suatu unsur yang membentuk senyawa, maka

momen dipolnya semakin besar sehingga tingkat kepolarannya makin besar.

Tabel 2.4. Keelktronegatifan unsur


Unsur Keelektronegatifan Unsur Keelktronegatifan
H 2,1 Na 0,9
Li 1,0 Mg 1,2
Be 1,5 Al 1,5
B 2,0 Si 1,8
C 2,5 P 2,1
N 0,3 S 2,5
O 3,5 Cl 3,0
F 4

b. Ikatan kovalen nonpolar

Ikatan kovalen nonpolar terjadi jika pasangan elektron ikatan tertarik

sama kuat ke semua atom. Ikatan kovalen nonpolar memiliki momen dipol

sama dengan nol.

Cara menentukan polar atau tidak polarnya suatu molekul adalah sebagai

berikut :

1. Molekul yang mengandung suatu dua atom (dwiatom)

a) Suatu molekul membentuk ikatan nonpolar jika kedua atom sejenis.

Contoh : H2, Cl2, O2, dan Br2.

b) Suatu molekul membentuk ikatan kovalen polar jika kedua atom tidak

sejenis.

Contoh: HCl, HBr, HF, HI, H2O, NH3.

2. Molekul yang mengandung tiga atau lebih atom (poliatom)

29
a) Suatu molekul membentuk ikatan nonpolar jika atom pusat tidak

mempunya pasangan elektron bebas.

b) Suatu molekul membentuk ikatan polar jika atom pusat mempunyai

pasangan elektron bebas.

(Sumber: Buku kimia untuk SMA / MA kelas X oleh Tim Bimata, Penerbit: CV

Willian)

30
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yang

pelaksanaannya untuk mengkaji secara aktual tentang penyelesaian soal untuk

mengetahui seberapa besar persentase jumlah siswa yang melakukan kesalahan

dengan penerapan model corousel dan video dalam meningkatkan hasil belajar

siswa konsep materi ikatan kimia pada siswa kelas X SMA Negeri 3 Leihitu.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi pada SMA Negeri 3 Leihitu, Kab. Maluku Tengah.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2017 sampai dengan

27 April 2017 yaitu semester II (Genap), Tahun ajaran 2016/2017.

3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 3

Leihitu Kabupaten Maluku Tengah yang terdiri dari 4 kelas dengan jumlah

siswa sebanyak 83 siswa.

31
2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas X2 SMA Negeri 3

Leihitu Tahun Ajaran 2016/2017 berjumlah 20 siswa.

3.4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah variable tunggal, yaitu hasil belajar

siswa yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan

menggunakan media video, model corousel dan LKS.

3.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data penelitian ini, digunakan instrumen penelitian

sebagai berikut :

1. Lembaran Observasi

Lembaran observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa

selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung yang terdiri dari aspek

afektif dan aspek psikomotor.

2. Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (LKS) digunakan untuk mengevaluasi materi

yang telah diajarkan.

3. Soal Tes

Tes berupa soal-soal secara tertulis yang digunakan pada tes awal

dan tes akhir dalam bentuk uraian (essay).

32
3.6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teknik observasi, dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung,

yakni pada pertemuan 1 dan 2, dan dilakukan oleh satu orang pengamat

yaitu Bpk Hamza Paisuli, S.Pd., selaku guru mata pelajaran kimia kelas X

yang telah diberikan penjelasan untuk cara mengoperasikan lembaran

pengamatan oleh peneliti, dengan asumsi pengamat menilai secara objektif.

2. Daftar pertanyaan yang berada pada lembar kerja siswa (LKS),

dilaksanakan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung, yakni pada

pertemuan 1 dan 2.

3. Teknis tes, berupa tes awal (Diberikan pada awal kegiatan dan hasil tesnya

langsung dikumpulkan untuk dianalisis kemudian digunakan untuk

mengetahui kemampuan awal siswa dan untuk pembagian kelompok), dan

tes akhir (dilaksanakan setelah proses belajar mengajar selesai dengan

memanfaatkan media video pembelajaran dan menggunakan model

corousel) dan LKS bertujuan untuk mengetahui pencapaian indikator

pembelajaran.

3.7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif,


yaitu :
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
Persentase (100%) = X 100%.
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

33
Kemudian dikonversikan kedalam bentuk ukuran kuantitatif sesuai dengan

nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) SMA Negeri 3 Leihitu Tahun Ajaran

2016/2017 yang tertera pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 3.1. Konfersi Nilai KKM SMA Negeri 3 Leihitu Tahun Ajaran 2016/2017
Interval Nilai Nilai Huruf Kualifikasi

86 – 100 A Sangat Baik


76 – 85 B Baik
70 – 75 C Cukup
60 – 69 D Kurang
≤ 59 E Gagal
(Sumber : KKM SMA Negeri 3 leihitu)

1. Hasil Observasi

Penilaian selama kegiatan belajar mengajar, yakni dengan menggunakan

LKS untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa, serta lembar penilaian aspek

afektif dan psikomotor dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Nilai Rata-Rata Kognitif

Dengan skor perolehan LKS diperoleh dari:

𝑁𝐻𝑇𝐿𝐾𝑆1 + 𝑁𝐻𝑇𝐿𝐾𝑆2
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 𝐾𝑜𝑔𝑛𝑖𝑡𝑖𝑓 = … … (4)
2

Ket :

𝑁𝐻𝑇 LKS1 = Nilai Hasil Tes LKS1

𝑁𝐻𝑇 LK21 = Nilai Hasil Tes LKS2

34
b. Nilai Komponen Psikomotor

𝑁𝐻𝑇𝑃1 + 𝑆𝑃𝐾𝑃2
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑠𝑖𝑘𝑜𝑚𝑜𝑡𝑜𝑟 = … … (5)
2

Dimana:

NHTP = Skor Penilaian Komponen Psikomotor

c. Nilai Komponen Afektif (NKA)

𝑁𝐻𝑇𝐴1 + 𝑁𝐻𝑇𝐴2
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = … … (6)
2

Dimana :

NHTA = Skor Penilaian Komponen Afektif

2. Menentukan Distribusi Persentase

Untuk menentukan distribusi persentase diperoleh dengan rumus sebagai


𝑓
berikut: p =𝑁 x 100 %

Keterangan:

P = Angka persentase.

f = Frekuensi yang sedang dicari persentasinya.

N = Jumlah individu (Siswa). (Sudjana, 2006:43)

3. Nilai Proses

Peneliti dapat menetukan nilai proses pembelajaran pengetahuan kimia yang

mana diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

𝐾 (40 %) + 𝐴 (30 %) + 𝑃 (30 %)


NA= 3

(Supriyanto, 2005: 318).

35
Keterangan:

K : Diperoleh dari nilai komponen kognitif (NKK)

A : Diperoleh dari nilai komponen afektif (NKA)

P : Diperoleh dari nilai komponen psikomotor (NKP)

4. Nilai Akhir

Hasil belajar atau nilai akhir diperoleh melalui hasil tes akhir siswa.

Untuk mendapatkan skor perolehan tes akhir siswa diperoleh dengan rumus

sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛


𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 = 𝑥 100 % … … (1)
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Dari rumus di atas dapat diketahui nilai tes ahir sebagai berikut :

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑠 𝐴ℎ𝑖𝑟


𝑁𝑇𝐴 = 𝑥 100 % … … (2)
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

(Sudijono, 2009 : 35).

Setelah itu hasil pencapaian siswa kemudian disesuaikan dengan Kriteria

Ketuntasan Minimum (KKM) 70 untuk mata pelajaran kimia yang ditetapkan

di SMA Negeri 3 Leihitu

Tabel 3.2 Kriteria Ketuntasan Minimum Mata Pelajaran Kimia

Kriteria Ketuntasan Minimum Keterangan


Siswa
≥ 70 Tuntas
< 70 Tidak Tuntas
(Sumber: SMA Negeri 3 Leihitu)

36

Anda mungkin juga menyukai