Anda di halaman 1dari 16

PAPER

Proses Keperawatan Dasar dan Proses Pemeriksaan Kepala

Dosen pengampuh: Dwy Martha A, S.Kep. Ners

Kelompok 3

Nama kelompok:

1. Dominikus Rumengan 6. Normawati


2. Anes Amelia 7. Novia Sari
3. Dony Prasetyo 8. Rai Sinta
4. Jeni Anggraeni 9. Risman Sirait
5. Levina Oktarina 10. Winda Rizki

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan

Banjarmasin
BAB 1

Proses Dalam Askep

1. Proses keperawatan adalah alur atau langkah-langkah dalam proses keperawatan.


 Assessment
assessment adalah menentukan data dasar (database) dari klien mengenai
responsnya terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang dialaminya agar
asuhan keperawatan yang tepat baginya dapat diberikan.
 Nursing Diagnosa
Menganalisa atau mencari penyebab masalah dari data yang didapat.
 Planning
Setelah mendapat penyebab masalah makada dapat merencanakan penanganan
selanjutnya.
 Implementation
Setelah direncanakan maka dilakukan dan yang diperlukan adalah keterampilan
dan sobskill.
 Evaluasi
Berhasil atau tidak pengkajian,diagnose,rencana atau perenanaan dan
pelaksanaanya.

2. karekteristik data terdiri atas :

 Tujuan
Mempunyai tujuan yang jelas dalam meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien.
 Sistematik
Menggunakan suatu pendekatan yang terorganisasi untuk mencapai suatu
tujuan.
 Dinamik
Proses keperawatan ditunjukkan dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan klien yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
 Interaktif
Hubungan timbal balik antara perawat,klien,keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya.
 Fleksibel
a. Dapat diadopsi pada praktek keperawatan dalam situasi apapun.
b. Tahapannya bisa digunakan secara berurutan dan dengan persetujuan
kedua belah pihak.
 Teorotis
Proses keperawatan selalu didasarkan pada suatu ilmu yang luas.
3. Faktor yang menghambat pengumpulan data

Faktor-faktor dari Efek Tindakan Perawatan


klien

Kesulitan bahasa Distorsi dapat mengkomuni- Pakai penterjemah. Bicara


kasikan data-data yang pelan dan jelas.
penting

Sangat cemas Distorsi informasi, bicara Kurangi rasa cemas, bersikap,


sangat cepat tidak jelas. tenang, bicara pelan dan jelas

Takut penyakitnya Penyangkalan, Periksa ketidakcocokan data-


mengancam nyawa, menyembunyikan apa yang data yang diberikan klien
membuatnya cacat. dirasakannya. dengan hasil pemeriksaan.

Pengalaman- Tidak kooperatif. “Tidak ada Akuilah, petugas kesehatan


pengalaman negatif gunanya mereka tidak bisa bisa membuat kesalahan.
dari petugas- membantu saya”. Hargailah perasaan klien.
petugas kesehatan. Bertindak kompeten dan
jujur.
BAB 2

Proses Pemeriksaan Kepala

 PERSIAPAN ALAT
1. Sarung tangan
Sarung tangan terutama berfungsi sebagai alat proteksi diri dari penularan
mikroorganisme.Beberapa pemeriksaan mungkin tidak menggunakan sarung
tangan
2. Stetoskop
Stetoskop digunakan untuk mendengar (auskultasi) suara dalam tubuh seperti
denyut jantung da bunyi paru dan mengukur tekanan darah.
3. Sfigmomanometer
Berguna untuk mengukur tekanan darah.
4. Senter kecil
Menerangi bagian-bagian yang kurang pencahayaan (lubang hidung dan telinga)
juga memeriksa refleks mata
5. Surat kabar ( atau tulisan huruf cetak dengan ukuran pada tulisan Koran )
Digunakan untuk memeriksa fungsi dari penglihatan
6. Snellen chart
Digunakan untuk memeriksa fungsi dari penglihatan
7. Buku ishihara
Digunakan untuk memeriksa apakah klien mengalami buta warna
8. Kartu gambar (u/ klien anak-anak)
Alat pemeriksa untuk klien anak-anak apabila klien belum dapat membaca
9. Lidi kapas/cotton bud
Digunakan untuk tes rangsang
10. Arloji berjarum detik
Digunakan untuk penghitungan waktu dan terutama untuk memeriksa fungsi
pendengaran
11. Garpu tala
Digunakan untuk memeriksa fungsi pendengaran
12. Spekulum telinga
Digunakan untuk menginspeksi lubang telinga
13. Spekulum hidung
Digunakan untuk menginspeksi lubang hidung
14. Tongue spatel
Digunakan terutama untuk menahan lidah agar bagian dalam mulut dapat
terlihat
15. 2 buah penggaris
Digunaka terutama untuk pengukuran vena jugularis
16. Pelumas
Digunakan sebagai pelicin untuk prosedur invasif seperti pemeriksaan rektal.
17. Beberapa macam zat aroma (minyak kayu putih, kulit jeruk, dl)
Digunakan untuk memeriksa fungsi penciuman
18. Beberapa macam bahan perasa(gula, garam, kopi, dll)
Digunakan untuk memeriksa fungsi pengecap pada lidah
19. Air minum
Untuk menetralisir rasa dari bahan perasa yang dikecap oleh lidah
20. Patela (Termasuk jarum)
Bagian hammer berfungsi untuk memeriksa refleks otot, bagian jarum berfungsi
untuk ter rangsang.
21. Meteran
Digunakan untuk pengukuran bagian-bagian tubuh
22. Termometer ( bila menggunakan raksa, tambahkan 3 botol berisi masing2
larutan klorin/savlon, larutan sabun dan air bersih)
Termometer digunakan untuk mengukur suhu. Termometer raksa masa tunggu
hasil lebih lama dari termometer digital, namun lebih akurat.Untuk termometer
raksa dilakukan pembersihan setelah dipakai dengan urutan larutan klorin, larutan
sabun dan terakhir air bersih.
23. Kapas/kasa
Digunakan untuk tes rangsang dan sebagai alat pembersih
24. Handuk kecil
Digunakan sebagai alat pembersih
25. Wadah spesimen
Digunakan untuk menampung spesimen apakah itu sputum/dahak, urine
maupun feces.
 YANG PERLU DI PERHATIKAN PERSIAPAN FISIK PASIEN

• Pastikan kenyamanan fisik pasien


• Pastikan bahwa pasien memakai penutu dengan baik
• Pastikan bahwa pasien tetap hangat ( merasa nyaman dengan pemeriksaan )
• Atur posisi pasien sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan :
 Duduk : tegak ( fowler ), merebah ( semi fowler ), Merunduk Untuk pemeriksaan
Kepala dan leher, punggung, thorak, ketiak, vital sign dan ektremitas.
 Terlentang ( supinasi ) --> kepala ditinggikan 15-30 derajat Untuk pemeriksaan
Kepala dan leher, punggung, thorak, ketiak, vital sign dan ektremitas, abdomen.
 Dorsal rekumbet Untuk pemeriksaan Kepala dan leher, punggung, thorak, ketiak,
abdomen.
 Litotomi, genetalia dan traktus urianri wanit
 Sims ( miring )
• Rectum
 Tengkurap ( pronasi )
• Otot rangka
 Posisi Lulut dada
• Rectum.

 PERSIAPAN PSIKOLOGIS PASIEN

• Memulai pemerikasaan dengan menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan


• Gunakan dengan bahasa sederhana mudah dipahami
• Beri kesempatan pasien untuk bertanya atau menentukan keperluan yang
diinginkan
• Sebaiknya pemeriksa sesuai dengan jenis kelamin pasien
• Monitor respon emosional pasien selama pemeriksaan
• Kaji adanya ketakutan atau kecemasan
• Tidak memaksa klien untuk melaksanakn pemeriksaan.

 PEMERIKSAAN KEADAAN UMUM PASIEN


Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau
keadaan yang dirasakan pasien. Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan
penilaian. Yang dapat dilakukan saat kontak pertama, saat wawancara atau selama
melakukan pemeriksaan yang lain.
Hal – hal yang perlu dikaji dan dicatat :
• Penampilan umum :
– lemah, sakit akut/kronis.
– Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar
– warna kulit : pucat, sianosis, icterus
– Ekspresi wajah : Tegang, rileks, takut, cemas
• TB dan BB
• TTV
• TINGKAT KESADARAN

 TINGKAT KESADARAN

• Secara Kwantitas :
Komposmetis, Apatis, Somnolen, Delirium, Stupor, Supor-koma, Koma
Secara kwantitas Memakai nilai GCS ( Glasgow Coma Scale ) dinilai berdasarkan 3 respon
pasien :

1. Respon membuka mata


2. Respon verbal
3. Respon motorik

Cara Penulisan : GCS = MVK = 456

1. Respon membuka mata ( nilai 1-4 )

Cara :
– Dekati pasien dan perhatikan respon membuka mata pasien dan beri stimula si
perintah dan nyeri pada pemeriksaan berikutnya :
1. membuka spontan
2. dengan perintah
3. dengan rangsangan nyeri
4. dengan nangsangan nyeri tidak membuka mata

2. Respon verbal ( nilai 1-5 )

Cara :
Tanyakan kepada pasien dengan pertanyaan mudah dan sederhana :
1. orientasi baik ( sesuai pertanyaan dan kalimat baik )
2. tidak sesuai dengan pertanyaan, struktur kalimat baik
3. struktur kalimat kacau
4. hanya bersuara
5. tidak bersuara

3. Respon motorik ( nilai 1 – 6 )


Cara :

Perintahkan pasien untuk menggerakkan tangan dan beri stimulasi nyeri pada
pemeriksaan berikutnya :
1. dapat menggerakkan tangan sesuai perintah
2. Melokalisir dengan stimulasi
3. Menghindar/ menolak / meronta dengan stimulasi
4. Fleksi dengan stimulasi
5. Ekstensi dengan stimulasi
6. Tidak ada respon

 VITAL SIGN
• Tekanan Darah
Dengan mengunakan spignomanometer
Korokrof 1 systolik
Korokrof 4 dyastolik
Normal 100-140/70-90 mmHg
• Nadi / HR
Dilakukan dengan meraba nadi : Radialis, brachialis, karotis, maleolus lateraris,
dorsalis pedis.
Hal yang diperhatikan : Frekwensi, kuat lemah, Irama.
Normal 60 – 100 X/mnt
• RR
– Dengan cara menghitung gerak napas selama 1 menit
– Hal yang perlu diperhatikan : Frekwensi, irama dan kedalaman.
– Normal 16 – 24 X/mnt
• SUHU
– Dengan menggunakan termometer
– Tempat pengukuran : axila, rectar, oral
– Normal 36,5 – 37,5 derajat C

 TEHNIK PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan dengan 4 cara : Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi

 Inspeksi, memeriksa dengan melihat dan mengingat

 Palpasi ,Dengan perabaan, menggunakan rasa propioseptif ujung jari dan tangan.

– Jari telunjuk dan ibu jari menentukan besar/ukuran


– Jari 2,3,4 bersama menentukan konsistensi dan kualitas benda
– Jari dan telapak tangan merasakan getaran
– Sedikit tekanan menentukan rasa sakit

 Perkusi, Adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk permukaan badan dengan cara
perantara jari tangan, untuk mengetahui keadaan organ-organ didalam tubuh.

 Auskultasi, Adalah pemeriksaan mendengarkan suara dalam tubuh dengan


menggunakan alat Stetoskop.

 BAGIAN YANG PERLU DI PERIKSA DAN TEKHNIK PROSEDUR KERJA


A. Kepala
1. Atur posisi klien duduk atau berdiri.
Posisi ini memudahkan pemeriksa dalam melakukan pemeriksaa. Anjurkan
untuk melepas penutup kepala, kacamata, dll.
2. Area yang akan diperiksa harus jelas terlihat
Lakukan inspeksi dengan mengamati bentuk kepala, kesimetrisan, dan
keadaan kulit kepala. Normalnya kepala dalam posisi tegak dan stabil.Sedikit
ketidaksimetrisan merupakan hal yang normal. Namun ketidaksimetrisan juga
bisa berasal dari cedera maupun gangguan neurologis,mis. Cedera kepala dan
paralisis saraf fasial.Kulit kepala normalnya halus dan tidak elastis, sekalipun
dengan pewarnaan
3. Inspeksi penyebaran, ketebalan, kebersihan dan tekstur, lesi, serta warna rambut.
Normalnya distribusi rambut merata dan bersih. Gangguan seperti pada
demam, kelainan hormon dan kemoterapi dapat mengakibat kan distribusi yang
tidak merata, pertumbuhan rambut yang berlebih sampai kerontokan rambut
(alopesia).Usia juga dapat mempengaruhi perubahan distribusi dan warna
rambut.
4. Lakukan palpasi
Dengan gerakan memutar yang lembut menggunakan ujung jari, lakukan
mulai dari depan turun ke bawah melalui garis tengah kemudian palpasi setiap
sudut garis kepala. Rasakan apakah terdapat benjolan/massa, tanda bekas luka di
kepala, pembengkakan, nyeri tekan, dll.Jika hal itu ditemukan, perhatikan berapa
besarnya/luasnya, bagaimana konsistensinya, dan di mana kedudukannya,
apakah di dalam kulit, pada tulang atau di bawah kulit terlepas dari tulang.
Tengkorak kepala umunya bulat dengan tonjolan di area frontal anterior dan
area oksipital posterior.
B. Mata
1. Pemeriksaan Ketajaman penglihatan
2. Uji penglihatan dekat
3. Pastikan cahaya ruangan cukup terang.
4. Minta klien untuk membaca surat kabar/majalah/buku.
Ukuran tulisan dari surat kabar/majalah/buku dapat digunakan sebagai alat
pengukuran. Minta klien untuk membaca dengan keras untuk memastikan bahwa klien
tidak buta huruf. Klien buta huruf tidak dapat mengikuti tes ini
Perhatikan jarak naskah yang dipegang klien dengan matanya. Klien yang menjauhkan
naskah agar dapat terbaca mengindikasikan klien menderita rabun dekat, begitu juga
sebaliknya jika klien tidak bisa mengikuti, lanjutkan pemeriksaan ke tahap II.
5. Uji Snellen Chart
Siapkan kartu Snellen/kartu E untuk klien dewasa atau kartu gambar untuk anak-
anak.
6. Uji Hitung Jari
- Perawat berdiri sekitar 1 meter di depan pasien.
- Perawat menyuruh pasien untuk menutup mata kiri dan menunjukkan jari di
depan mata pasien secara acak, misalnya 5 kemudian 2,4, dan 3.
- Tes secara acak menghindari klien menghapal.
- Pasien ditanya berapa jumlah jari yang terlihat.
- Prosedur ini diulang minimal 5 kali. Jika klien dapat melihat, mundur dan ulangi
pemeriksaan sampai klien tidak dapat melihat atau sampai pemeriksaan berjarak 6
meter, jika pasien dapat menjawab benar 3 dari 5 perintah ketajaman dicatat sebagai
hitung jari jarak 1 meter atau jarak terjauh tempat pasien dapat menghitung jari. Jika
pasien dapat menghitung atau melihat jari pemeriksa dari jarak 6 meter, maka visus
adalah 6/60, atau jarak 5 meter dengan visus 5/60.
- Prosedur tersebut kemudian diulang untuk mata yang lainnya.
Jika klien tidak dapat menjalani tes, lanjutkan ke pemeriksaan berikutnya
7. Uji Gerak Tangan
- Perawat memodifikasi lingkungan dengan penerangan yang sedikit.
- Perawat berdiri 1 meter di depan klien.
- Satu mata klien ditutup dan kemudian sinar diarahkan pada tangan perawat.
- Perawat menunjukkan tiga kemungkinan perintah ketika tangan dapat digerakkan
selama uji ini.Perintah tersebut adalah tegak berhenti, kiri ke kanan, dan atas ke
bawah.Perawat menggerakkan tangan dengan perlahan (1 detik/gerakan) dan tanyakan
pada klien "ke arah mana tangan saya sekarang". Prosedur ini diulang minimal 5
kali.Jika klien dapat melihat, mundur dan ulangi pemeriksaan sampai klien tidak dapat
melihat atau sampai pemeriksaan berjarak 6 meter.
- Jika klien dapat menjawab benar 3 dari 5 perintah ketajaman pada jarak 1 meter,
maka visus adalah 1/300, atau sesuai jarak terjauh di mana klien dapat
mengidentifikasi mayoritas perintah gerakan.
8. Uji Persepsi Cahaya
- Perawat memodifikasi lingkungan dan menempatkan pasien dalam kamar gelap.
- Kamar gelap diperlukan agar cahaya terlihat jelas
- Perawat berdiri sekitar 1 meter di depan pasien.
- Satu mata pasien ditutup.
- Perawat mengarahkan sinar dari oftalmoskop indirek atau senter pada mata yang
tidak ditutup selama 1-2 detik.
- Pasien diinstruksikan untuk mengatakan 'hidup' pada saat sinar diterima dan
'mati' pada saat sinar padam.
- Prosedur ini diulang minimal 5 kali. Jika pasien dapat menjawab benar 3 dari 5
perintah ketajaman penglihatannya adalah LP (+) dan visus 1/-. Pasien yang tidak dapat
mendeteksi stimulus tersebut dengan benar disebut dengan no light perception (NLP).
9. Uji Penglihatan warna
- Siapkan kartu ichihara
- Instruksikan klien untuk menyebutkan gambar atau angka yang ada pada kartu
tersebut. Bila klien tidak dapat menunjukkan angka, minta klien untuk menyebutkan
warna yang ditunjuk oleh pemeriksa
- Tes ini berfungsi untuk mendiagnosis klien dengan buta warna merah, hijau,
namun tidak efektif untuk warna biru
10. Uji refleks pupil terhadap cahaya
- Sinari pupil klien dengan senter dari samping.
- Amati mengecilnya pupil yang sedang disinari.
- Konstriksi kedua pupil merupakan respons normal terhadap sinar
langsung.Meningkatnya cahaya menyebabkan pupil konstriksi, sedangkan penurunan
cahaya menyebabkan pupil dilatasi.
- Lakukan pada pupil yang lain.
11. Periksa refleks akomodasi
- Anjurkan klien untuk menatap suatu objek yang jauh (dinding yang jauh).
- Anjurkan klien untuk menatap objek pemeriksa (jari/pensil) yang dipegang 10 cm
dari batang hidung klien.
- Amati perubahan pupil dan akomodasi melalui konstriksi saat melihat objek yang
dekat. Pupil normalnya mengecil atau konstriksi dalam respons terhadap akomodasi
(perubahan fokus akibat berubahnya pandangan dari objek jauh ke dekat).
- Amati kedua bola mata apakah diam atau nistagmus (pergerakan secara spontan).
suatu gerakan involunter pada mata secara mendadak ireguler seperti gerakan lirikan
ke posisi lateral). Nistagmus mempunyai dua komponen; komponen cepat pada satu
arah atau arah lainnya dan komponen lanjutannya yang lebih lambat yang
mengembalikan mata ke posisi yang diharapkan. Namun, nistagmus pada lirikan lateral
ekstrem adalah temuan yang normal dan dapat dihindari dengan tidak meletakkan
benda terlalu jauh ke lateral. Ada banyak keadaan, seperti pada sklerosis multipel dan
tingginya kadar Dilantin (fenitoin) dapat menimbulkan nistagmus. Meskipun
kebanyakan keadaan tersebut bersifat jinak, namun ada juga yang mencerminkan
proses patologi yang berat.
- Amati bentuk, frekuensi (cepat/lambat), amplitudo (luas/sempit) bola mata, jika
ditemukan nistagmus.
- Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.
Deviasi kemungkinan berasal dari kelemahan otot
- Luruskan jari telunjuk dan dekatkan pada klien dengan jarak 15-30 cm.
- Instruksikan klien agar mengikuti gerakan jari pemeriksa ke-8 arah tatapan utama,
yaitu atas dan bawah, kanan dan kiri, diagonal ke atas dan ke bawah kiri, diagonal ke
atas dan ke bawah kanan. Normalnya klien dapat mengikuti jari pemeriksa.Tidak
normal bila terdapat paralelisme (konjugasi/hubungan) gerakan mata atau
penyimpangan pergerakan mata, seperti nistagmus yaitu gerakan bola mata tidak
seirama. Hal tersebut normal untuk pandangan lateral jauh yang dapat disebabkan oleh
inervasi abnormal atau berkurangnya pandangan/penglihatan yang lama. Gerakan
mungkin vertikal, horizontal, memutar atau kombinasi dua gerakan tersebut
(campuran).
- Jaga jari agar tetap dalam lapang pandang penglihatan normal.
12. Uji Lapang pandang
- Pemeriksa berdiri di depan klien kira-kira 60 cm.
- Tutup mata yang tidak diperiksa (pemeriksa ataupun klien).
- Instruksikan klien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik
pandang.
- Gerakkan jari pada jarak yang sebanding dengan panjang lengan di luar lapang
penglihatan.
- Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia melihat jari pemeriksa.
- Perlahan tarik jari pemeriksa mendekat.Jaga jari agar selalu tetap di tengah antara
pemeriksa dan klien.
- Kaji mata sebelahnya.
- Uji lapang pandang/Pemeriksaan medan penglihatan dapat menghasilkan informasi
yang mengungkapkan lesi di seluruh susunan optikus, mulai dari nervus optikus,
khiasma, traktus optikus, traktus genikulo-kalkarina pada tingkat lobus temporal,
parietal, dan oksipital. Di samping itu, pemeriksaan ini dapat menyumbangkan data
dalam penilaian visus, daya pengenalan warna dan penilaian gambaran papiledema
pada tahap dini
- Anjurkan klien untuk memejamkan mata.
- Palpasi kedua mata dengan jari telunjuk di atas kelopak mata sisi kiri dan sisi
kanan, dengan menekan-nekan bola mata, periksa nilai konsistensinya dan (adanya)
nyeri tekan. Pemeriksaan ini dapat mengetahui apakah konsistensi mata normal atau
terdapat kelainan seperti eksoftalmus, endoftalmus, juga tekanan intra okuler
C. Telinga
1. Bantu klien dalam posisi duduk, jika memungkinkan.
2. Posisi pemeriksa menghadap ke sisi telinga yang akan dikaji.
3. Atur pencahayaan dengan menggunakan auroskop, lampu kepala, atau sumber
cahaya lain sehingga tangan pemeriksa bebas bekerja.
4. Inspeksi telinga luar terhadap posisi, warna, ukuran, bentuk, higiene, (adanya)
lesi/massa, dan kesimetrisan. Umumnya telinga simetris antara kiri dan kanan.Kanal
telinga normalnya melengkung dengan panjang ±2,5 cm pada orang dewasa. Dilapisi
dengan kulit berbulu halus, ujung-ujung saraf, kelenjar yang menyekresi serumen.
Aurikula normalnya halus tanpa lesi.
5. Lakukan palpasi dengan memegang telinga menggunakan jari telunjuk dan jempol.
6. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis, yaitu dari jaringan lunak ke jaringan
keras dan catat jika ada nyeri. Jika palpasi telinga luar meningkatkan nyeri, maka
kemungkinan terjadi infeksi telinga luar.Jika palpasi aurikula dan tragus tidak
memengaruhi nyeri, maka klien mungkin saja mengalami infeksi telinga tengah.
7. Lakukan penekanan pada area tragus ke dalam dan tulang telinga di bawah daun
telinga. Nyeri tekan pada area mastoideus dapat mengindikasikan mastoiditis.
Terkadang, kista sebaseus dan tofus (deposit mineral subkutan) terdapat pada pinna.
Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya menunjukkan adanya dermatitis
sebore (dermatitis seborrheica) dan dapat terdapat pula di kulit kepala dan struktur
wajah.
8. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan.
9. Inspeksi lubang pendengaran eksternal dengan cara berikut.
a. Pada orang dewasa, pegang daun telinga/heliks dan perlahan-lahan tarik daun
telinga ke atas dan ke belakang sehingga lurus dan menjadi mudah diamati.
b. Pada anak-anak, tarik daun telinga ke bawah.
- Periksa adanya peradangan, perdarahan, atau kotoran/serumen pada lubang
telinga.
- Perawat menginspeksi lubang kanal telinga untuk ukuran dan adanya rabas. Rabas
dapat disertai bau. Meatus tidak boleh membengkak atau tersumbat. Zat lilin kuning
disebut serumen merupakan hal yang umum. Rabas kuning atau hijau, berbau busuk
dapat mengindikasikan adanya infeksi atau benda asing. Membran timpani sehat
berwarna mutiara keabuan dan terletak oblique pada dasar kanalis.
10. Pemeriksaan pendengaran
a. Menggunakan bisikan
- Atur posisi klien berdiri membelakangi pemeriksa pada jarak 4 -6 m.
- Instruksikan klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
- Bisikkan suatu bilangan, misal "tujuh enam".
- Minta klien untuk mengulangi bilangan yang didengar.
- Periksa telinga lainnya dengan cara yang sama. pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan.
- Bandingkan kemampuan mendengar telinga kanan dan kiri klien menggunakan
arloji
- Ciptakan suasana ruangan yang tenang.
- Pegang arloji dan dekatkan ke telinga klien.
- Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia mendengar detak arloji.
- Pindahkan posisi arloji perlahan-lahan menjauhi telinga dan minta klien untuk
memberi tahu pemeriksa jika ia tidak mendengar detak arloji. Normalnya, klien masih
mendengar Sampai jarak 30 cm dari telinga.

b. Menggunakan garpu tala


- Pemeriksaan Rinne
- Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan
yang berlawanan.
- Letakkan tangkai garpu tala pada prosesus mastoideus klien
- Minta klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi
- Setelah getaran tidak terasa,langsung angkat garpu tala dan dengan cepat
tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi garpu tala paralel
terhadap lubang telinga luar klien
- Instruksikan klien untuk memberi tahu apakah ia masih mendengar suara atau
tidak. Pada keadaan normal, pasien dapat terus mendengarkan suara, hal ini
menunjukkan bahwa konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi tulang. Pada
kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara;
begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak
mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya,
kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang dihantarkan melalui
udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk dan
segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
- Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
c. Pemeriksaan Weber
- Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan
yang berlawanan.
- Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala klien
- Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau
lebih jelas pada salah satu telinga. Individu dengan pendengaran normal akan
mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat
di tengah kepala. Bila ada kehilangan pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena
obstruksi akan menghambat ruang suara sehingga akan terjadi peningkatan konduksi
tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan mengalami lateralisasi ke
telinga yang pendengarannya lebih baik.
- Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
D. Hidung
1. Pemeriksa duduk berhadapan dengan klien.
2. Atur penerangan.
3. Amati bentuk dan tulang hidung bagian luar dari sisi depan, samping, dan atas.
Bentuk hidung normal simetris dengan struktur hidung yang keras dan stabil
4. Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan adanya pembengkakan.
Hidung normalnya halus, simetris, dan berwarna sama dengan wajah. Trauma pada
hidung menyebabkan edema dan perubahan warna.
5. Observasi pengeluaran dan pelebaran nares (lubang hidung) dan rongga hidung
dengan menggunakan senter.Jika terdapat pengeluaran (sekret, darah, dll.), jelaskan
karakter, jumlah, dan warnanya. Mukosa normalnya berwarna merah muda dan lembab
tanpa lesi. Mukosa yang pucat, rabas, dan jernih mengindikasikan adanya alergi. Pada
kasus alergi atau infeksi, sinus interior menjadi terinflamasi dan bengkak.Rabas mukoid
mengindikasikan adanya rhinitis.Infeksi sinus terjadi jika terdapat rabas kekuningan
atau kehijauan. Kebiasaan menggunakan kokain dan opioid intranasal dapat
menyebabkan pembengkakan dan peningkatan vaskularitas mukosa hidung. Untuk
klien yang memakai selang nasogastrik atau nasofaring, perawat secara rutin
memeriksa adanya kerusakan kulit lokal (ekskoriasi) pada lubang hidung yang ditandai
dengan kemerahan dan kelupasan kulit.
6. Lakukan palpasi lembut pada batang dan jaringan lunak hidung terhadap nyeri,
massa.
7. Letakkan satu jari pada masing-masing sisi arkus nasal dan memalpasinya dengan
lembut ke atas (mata)
8. Secara perlahan, mengarahkan tekanan ke atas dengan mudah akan memunculkan
adanya nyeri tekan bila terdapat iritasi sinus dan menunjukkan tingkat keparahan iritasi
sinus.
E. Mulut
- Atur duduk klien berhadapan dengan pemeriksa dan tingginya sejajar.
- Amati bibir klien untuk mengetahui warna bibir, kesimetrisan, kelembapan, dan
apakah ada kelainan kongenital, bibir sumbing, pembengkakan, lesi, atau ulkus.
Normalnya bibir berwarna merah muda, lembap, simetris, dan halus.Bibir yang pucat
dapat disebabkan oleh anemia, sedangkan sianosis disebabkan oleh masalah
pernapasan atau kardiovaskular.Lesi seperti nodul dan ulserasi dapat berhubungan
dengan infeksi, iritasi, atau kanker kulit.
- Instruksikan klien untuk membuka mulut guna mengamati gigi klien. Jika perlu
gunakan sudip lidah untuk menekan lidah sehingga gigi akan tampak lebih jelas.
- Amati keadaan gigi, jumlah, ukuran, warna, kebersihan, karies, Gigi yang sehat dan
normal berciri halus, putih, dan bercahaya. Perubahan warna seperti kapur pada email
merupakan indikasi dini pembentukan karies. Perubahan warna coklat atau hitam
mengindikasikan pembentukan karies.Pada lansia, gigi yang tanggal merupakan hal
yang umum terjadi karena peningkatan resorpsi tulang. Gigi lansia sering kali terasa
kasar pada saat enamel gigi mengeras.
- Amati keadaan gusi, (adanya) lesi, tumor, pembengkakan. Gusi yang sehat berwarna
merah muda, halus, dan lembap dengan tepian yang kuat pada setiap gigi. Pada lansia
gusi biasanya berwarna pucat. Gusi berongga yang mudah berdarah mengindikasikan
penyakit periodontal dan defisiensi vitamin C. Jika klien mengalami gigi rontok, gigi
goyang, gusi bengkak, atau kantong pada tepian gigi yang berisi debris, maka dicurigai
terjadi penyakit periodontal atau gingivitis.
- Observasi kebersihan mulut dan (adanya) bau mulut/halitosis.
- Bau mulut mengindikasikan oral hygiene yang buruk
- Amati lidah terhadap kesimetrisannya dengan cara meminta klien untuk
menjulurkan lidahnya, lalu amati warna, kesejajaran, atau (adanya) kelainan. Lidah
harus berwarna merah sedang atau merah pudar, lembap, sedikit kasar pada bagian
permukaan atasnya, dan halus sepanjang tepi lateral. Pada beberapa keadaan gangguan
neurologis akan didapatkan ketidaksimetrisan lidah akibat kelemahan otot lidah,
contohnya pada klien yang mengalami Miastenia gravis dengan tanda khas triple
forrowed
- Amati semua bagian mulut termasuk selaput lendir dan mukosa mulut dengan
memeriksa warna, sekresi, (adanya) peradangan, perdarahan, ataupun ulkus. Membran
mukosa yang normal berwarna merah muda, halus, dan lembap.Lesi kecil, putih kuning,
dan menonjol yang biasanya terlihat pada mukosa bukal dan bibir adalah bercak
Fordyce, kelenjar sebasea ektopik.Mukosa normal berkilau, merah muda, lunak, basah,
dan halus.Untuk klien dengan pigmentasi normal, mukosa bukal merupakan tempat
yang paling baik untuk menginspeksi adanya ikterik atau pucat.Pada lansia, keadaan
mukosa normalnya kering karena penurunan salivasi.Bercak putih dan tebal
(leukoplakia) dapat dilihat pada perokok berat dan alkoholik.Leukoplakia harus
dilaporkan karena dapat juga merupakan lesi prakanker.
- Beri klien kesempatan untuk beristirahat dengan menutup mulutnya, jika ia lelah
- Anjurkan klien untuk mengangkat kepala sedikit ke belakang dan membuka mulut
ketika menginspeksi faring. Tekan lidah ke bawah sewaktu klien berkata "ah". Amati
faring terhadap kesimetrisan ovula.Periksa tonsil apakah meradang atau tidak.
Normalnya ovula berada di tengah. Tonsil normalnya merah muda dan tidak menutupi
faring.
- Minta klien membuka mulut.Pegang pipi di antara ibu jari dan tangan (jari telunjuk
berada di dalam). Lakukan palpasi secara sistematis dan kaji adanya tumor,
pembengkakan atau adanya nyeri.
- Palpasi lidah dengan menginstruksikan klien untuk menjulurkan lidah dan lidah
dipegang dengan kasa steril menggunakan tangan kiri, Lakukan palpasi lidah, terutama
bagian belakang dan batas-batas lidah dengan menggunakan jari telunjuk kanan
F. Leher
- Atur pencahayaan dengan baik.
- Anjurkan klien untuk melepas baju atau benda apapun yang menutupi leher.
- Amati bentuk leher, warna kulit, (adanya) jaringan parut, pembengkakan, (adanya)
massa. Pengamatan dilakukan secara sistematis mulai dari garis tengah sisi depan leher,
samping, dan belakang.
- Pembengkakan dapat mengindikasikan pembesaran nodul.Bisa juga kemungkinan
terjadinya pembesaran kelenjar tiroid (hipertiroidism).
- Inspeksi tiroid dengan menginstruksikan klien untuk menelan dan mengamati
gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal. Normalnya, kelenjar tiroid tidak dapat
dilihat kecuali pada orang yang sangat kurus.
- Minta klien untuk memfleksikan leher dengan dagu ke dada, hiperekstensikan leher
sedikit ke belakang, dan gerakkan menyamping ke masing-masing sisi kemudian ke
samping sehingga telinga bergerak ke arah bahu. Hal ini dilakukan untuk menguji otot-
otot sternomastoideus dan trapezius.
- Untuk memeriksa nodus limfe, buat klien santai dengan leher sedikit fleksi ke depan
atau mengarah ke sisi pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot.
- Ketegangan klien mempengaruhi hasil pemeriksaan
- Gunakan bantalan ketiga jari tengah tangan dan memalpasi dengan lembut masing-
masing jaringan limfe dengan gerakan memutar.
- Periksa setiap nodus dengan urutan sebagai berikut:
- Nodus oksipital pada dasar tengkorak.
- Nodus aurikular posterior di atas mastoid.
- Nodus preaurikular tepat di depan telinga.
- Nodus tonsilar pada sudut mandibula.
- Nodus submental pada garis tengah beberapa cm di belakang Ujung m.indibula.
- Nodus submaksilaris pada garis tengah di belakang ujung mandibula.
- Nodus servikal superfisial, superfisial terhadap sternomastoideus.
- Nodus servikal posterior, sepanjang tepi anterior trapezius.
- Nodus supraklavikula, dalam suatu sudut yang terbentuk oleh klavikula dan
sternokleidomastoideus.
- Nodus limfe normalnya tidak mudah dipalpasi.Akan tetapi, nodus yang kecil, dapat
digerakkan, dan tidak nyeri tekan merupakan hal yang umum.Nodus limfe yang besar,
menetap, meradang, atau nyeri tekan mengindikasikan adanya masalah seperti infeksi
lokal, penyakit sistemik, atau neoplasma.Nyeri tekan biasanya terjadi akibat inflamasi.
a. Palpasi kelenjar tiroid, dengan cara:
- Letakkan tangan pada leher klien
- Palpasi fosa suprasternal dengan jari telunjuk dan jari tengah
- Instruksikan klien untuk minum atau menelan agar memudahkan palpasi. Jika
teraba kelenjar tiroid, pastikan bentuk, ukuran, konsistensi, dan permukaannya.
Normalnya, kelenjar tiroid kecil, halus, dan bebas dari nodul. Tetapi, pada individu yang
sangat kurus, tiroid lebih mudah dipalpasi.Pembesaran adalah manifestasi dari disfungsi
tiroid. Massa atau nodul dapat menjadi tanda penyakit keganasan, tetapi tidak semua
nodul bersifat ganas
b. Palpasi trakea dengan cara:
- Pemeriksa berdiri di samping kanan klien.
- Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan raba trakea ke atas, ke bawah,
dan ke samping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui. Normalnya trakea berada
di tengah.
KESIMPULAN

Proses keperawatan adalah alur atau langkah-langkah dalam proses keperawatan


didalamnya mencakup: Assessment, Nursing Diagnosa, Planning, Implementation dan Evaluasi.
Karakteristik data; Sistematik, Dinamik, Interaktif, Fleksibel, dan Teoritis dan dalam proses
pengupulan data itupun kadang kala perawat mendapatkan hambatan, misalnya saja; kesulitan
pasien dalam berbahasa atau pasien sedang dalam keadaan cemas.

Dalam proses pemeriksaan kepala kita sebagai tenaga kesehatan perlu melakukan
beberapa tahap diantaranya, kita perlu mempersiapkan alat yang akan digunakan dalam proses
pemeriksaan, melakukan pemeriksaan fisik pasien, memeriksa keadaan psikologis pasien,
memeriksa keadaan umu pasien, memeriksa vital sign pasien dan melihat dimana bagian-bagian
yang perlu diperiksa. Tujuannya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, pada
saat proses pemeriksaan dilaksanakan dan hal ini sangat perlu diperhatikan oleh tenaga
kesehatan apabila ingin melakukan pemeriksaan pada kepala pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Moorhouse, dan Burley (1995) Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan: ECG, Jakarta.

Buku Pemeriksaan Fisik, Reiley,P.J.

http://www.psychologymania.com/
http://head-inspection.blogspot.com/

. http://www.yoursurgery.com/ProcedureDetails.cfm?BR=1&Proc=80

Anda mungkin juga menyukai