Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

JUDUL MAKALAH
PEMBELAJARAN PKN SD

Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Krisma Anugra Malaya (NIM A510160222)
2. Ardi Ade Sarjono (NIM A510160223)
3. Chusnul Shintya R. (NIM A510160228)
4. Alvia Billa S.L (NIM A510160251)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


SURAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik sampai selesai. Tak lupasaya
ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua saya dan semua orang-orang yang
turut membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini. Bantuan yang diberikan
baik berupa bantuan materi dan pikiran.

Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca
dan dapat memberikan insprasi kepada pembaca. Serta dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam membaca. Untuk kedepannya diharapkan
dapat menambahkan atau memperbaiki isi makalah agar menjadi makalah yang
lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu saya minta maaf yang
sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan yang menonjol. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Serta guna meningkatkan kemampuan kami dalam
menyusun makalah.

Surakarta, September 2017

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,
yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan Moral dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan nilai-nilai
luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda. (Abiyasa: 2013)
Banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas
pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang,
yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti
perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di
kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada
taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat
meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui
peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti. (Abiyasa:
2013)
Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan
moral adalah sebuah wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya
sebuah pendekatan yang akan membantu siswa atau peserta didik
memaknai dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Disampaikannya hal tersebut kepada calon pendidik,
khususnya seorang guru dan dijadikan sebagai pengetahuan dalam
menerapkan nilai dan moral pembelajaran PKn di Sekolah Dasar maupun
di tingkat selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar?
2. Apasaja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Pembelajaran
PKn di Sekolah Dasar?
3. Bagaimanakah karakteristik Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar?
4. Apakah tujuan dan fungsi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar?
5. Apasaja visi dan misi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar?
C. Tujuan
1. Supaya pembaca mengerti apa pengertian dari Pembelajaran PKn di
Sekolah Dasar,
2. Mengetahui faktor-faktor yang menunjang keberhasilan dalam
Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar,
3. Memahami apa karakteristik Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar,
4. Memahami apa tujuan dang fungsi dalam menerapkan Pembelajaran
PKn di Sekolah Dasar,
5. Mengetahui visi dan misi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar


Seperti yang kita ketahui, setiap suatu bangsa mempunyai sejarah
perjuangan dari para orang-orang terdahulu yang dinama terdapat banyak
nilai-nilai nasionalis, patriolis dan lain sebagainya yang pada saat itu
menempel erat pada setiap jiwa warga negaranya. Seiring perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi yang makin pesat, nilai-nilai tersebut
makin lama makin hilang dari diri seseorang di dalam suatu bangsa. Oleh
karena itu, perlu adanya pembelajaran untuk mempertahankan nilai-nilai
tersebut agar terus menyatu dalam setiap warga negara agar setiap warga
negara tahu hak dan kewajiban dalam menjalankan kehidupan berbangasa
dan bernegara. (Abiyasa: 2013)
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang
mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu
warga negara agar setiap hal yang dikerjakan sesuai dengan tujuan dan
cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan. Karena
dinilai penting, pendidikan ini sudah diterapkan sejak usia dini disetiap
jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan
tinggi agar menghasikan penerus–penerus bangsa yang berompeten dan
siap menjalankan hidup berbangsa dan bernegara. (Abiyasa: 2013)
Jadi, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah
program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan,
kewarganegaraan dalam hubungan Hakekat pendidikan kewarganegaraan
adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa
sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi
kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk menjadikan
siswa sebagai warga negara yang baik atau sering disebut to be good
citizenship, yakni warga yang memiliki kecerdasan baik intelektual,
emosional, sosial maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggung
jawab, dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air. (Abiyasa:
2013)
Secara istilah Civics Education oleh sebagian pakar diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh
Azyumardi Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education)
UIN Jakarta sebagai Pengembang Civics Education di Perguruan Tinggi
yang pertama. Sedangkan istilah Pendidikan Kewarganegaraan diwakili
oleh Zemroni, Muhammad Numan Soemantri, Udin S. Winataputra dan
Tim CICED (Center Indonesian for Civics Education), Merphin Panjaitan,
Soedijarto, dan pakar lainnya. (Abiyasa: 2013)

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PKn


Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan antara lain sebagai berikut:
1. Guru
Seorang guru yang profesional dituntut untuk mempunyai
kemampuan-kemampuan tertentu. Guru merupakan pribadi yang
berkaitan erat dengan tindakannya di dalam kelas, cara berkomunikasi,
berinteraksi dengan warga sekolah, dan masyarakat umumnya.
Membicarakan masalah guru yang baik, (S. Nasution dalam Amin
Suyitno, 1997:25) mengemukakan sepuluh kriteria yang baik adalah:
1) memahami dan menghormati siswa, 2) menguasai bahan pelajaran
yang diberikan, 3) menyesuaikan metode pengajaran dengan bahan
pelajaran, 4) menyesuaikan bahan pengajaran dengan kesanggupan
individu, 5) mengaktifkan siswa dalam belajar, 6) memberikan
pengetahuan sehingga terhindar dari sikap verbalisme, 7)
menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa, 8) mempunyai
tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikannya, 9) tidak
terikat oleh teks book, dan 10) tidak hanya mengajar dalam arti
menyampaikan pengetahuan saja kepada siswa melainkan senantiasa
membentuk pribadi anak. (Laksmini: 2013)
2. Siswa
Jika ditinjau dari siswa, maka banyak faktor-faktor yang perlu
mendapat perhatian, lebih-lebih hubungannya dengan belajar PKn.
PKn bagi siswa pada umumnya merupakan pelajaran yang kurang
disenangi. Karena itu dalam interaksi belajar mengajar PKn seorang
guru harus memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut siswa,
yaitu: 1) Apakah siswa cukup cerdas, cukup berbobot, dan siap belajar
PKn? 2) Apakah siswa berminat, tertarik dan mau belajar PKn? 3)
Apakah siswa senang dengan cara belajar yang kita berikan? 4)
Apakah siswa dapat menerima pelajaran dengan baik dan benar? 5)
Apakah suasana interaksi belajar mengajar mendorong siswa belajar?
Dengan faktor-faktor tersebut guru dapat menentukan strategi
pembelajaran yang seperti apa agar siswa berhasil dalam belajar.
(Laksmini: 2013)
3. Sarana dan Prasarana
Pembelajaran akan dapat berlangsung lebih baik jika sarana dan
prasaranya menunjang. Sarana yang cukup lengkap seperti
perpustakaan dengan buku-buku PKn yang relevan. Selain itu juga
anak bisa diajak untuk terjun langsung atau mencoba mempraktekkan
salah satu bab dan bisa dengan mudah menerima pembelajaran yang
diberikan. (Laksmini: 2013)
4. Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran PKn adalah strategi pembelajaran yang aktif.
Pembelajaran aktif ditandai oleh dua faktor yaitu 1) Adanya interaksi
antara seluruh komponen dalam proses pembelajaran terutama antara
guru dan siswa, dan 2) Berfungsi secara optimal seluruh sence siswa
yang meliputi indera, emosi, karsa, dan nalar. Dalam pembelajaran
siswa aktif, metode-metode yang dianjurkan antara lain metode tanya
jawab, drill, diskusi, eksperimen, pemberian tugas, dan lain-lain.
Pemilihan metode yang diterapkan tentu saja disesuaikan dengan mata
pelajaran, tujuan pembelajaran, maupun sarana yang tersedia.
(Laksmini: 2013)

C. Karakteristik Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar


Sebagaimana lazimnya semua mata pelajaran, mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaran memiliki visi, misi, tujuan, dan struktur
keilmuaan mata pelajaran. Visi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi
sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building)
dan pemberdayaan warga negara. Misi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik, yakni
warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajiban dalam
kehidupan bernegara, dilandasi oleh kesadaran politik, kesadaran hukum,
dan kesadaran moral. (Kusuma: 2010)
Sedangkan struktur keilmuan mata pelajaran mencakup dimensi
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan nilai (values).Sejalan
dengan hal tersebut telah berkembang wacana tentang pendidikan
kewarganegaraan paradigma baru (new civil education) yang menyatakan
bahwa struktur keilmuan mata pealajaran Pendidikan Kewarganegaraan
mencakup dimensi pengetahuan kewarganegaran (civic knowledge),
ketrampilan kewarganegaraan (civic skill), dan watak atau karater
kewarganegaraan (civic dispositions). (Kusuma: 2010)
Secara garis besar, dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge) yang tercakup dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan meliputi politik, hukum, dan moral. Dengan demikian,
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaran merupakan bidang kajian
antar disiplin. Secara lebih terperinci, materi pengetahuan
kewarganegaraaan meliputi pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab
warga negara, hak asasi manusia, prinsip-prinsip, dan proses demokrasi,
lembaga pemerintah, dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintahan
berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak
memihak, konstitusi, serta nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat.
(Kusuma: 2010)
Keterampilan kewarganegaran (civic skill) meliputi ketrampilan
intelektual (intelektual skill) dan keterampilan berpartisipasi (participatory
skill) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keterampilan intelektual
contohnya adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik
seperti perlu atau tidaknya kampanye secara massal. Keterampilan
berpartisipasi contohnya adalah keterampilan menggunakan hak dan
kewajibannya di bidang hukum, seperti perlu atau tidaknya melapor
kepada polisi atas terjadinya kejahatan yang diketahui. (Kusuma: 2010)
Watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition)
merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi watak atau karakter
dipandang sebagai “muara” dari kedua dimensi lainnya. Dengan
memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaran ditandai dengan penekanan dimensi watak, karakter,
sikap dan hal-hal lain yang bersifat afektif.
1. Pendidikan Karakter
Simon Philip dalam Qomari Anwar (2010) menyebutkan bahwa
karakter merupakan kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem,
yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan.
Memahami karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri, karakteristik atau sifat yang khas dari seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima lingkungan.
Winne dalam Qamarulhadi (1996) menyebutkan bahwa karakter
menunjukkan tindakan atau tingkah laku seseorang. Karakter erat
keitannya dengan personality, seseorang baru bisa disebut orang yang
berkarakter (a person character) apabila tingkah lakunya sesuai dengan
kaidah moral.
Menyikapi dari pengertian tersebut peran pendidikan sangat
penting dalam membentuk karakter seseorang. Pendidikan sebagai proses
internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan
sekadar transfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai
sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi).
Dalam proses pendidikan karakter, peserta didik harus mendapatkan
sekurang-kurangnya mencakup tiga hal, yaitu: (1) afektif yang tercermin
pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti
luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis, (2) kognitif yang
tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3)
psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan
keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
2. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Pembentukan Karakter
Seperti disebutkan di atas bahwa dimensi watak/karakter
merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sehingga perlu mendapat
penekanan yang lebih dibanding dimensi lainnya. Paradigma pendidikan
pada dewasa ini secara umum menekankan pada kompetensi (kemampuan)
yang harus dimiliki oleh peserta didik pada suatu jenjang pendidikan,
mencakup pengetahuan, keterampilan, dan penghayatan nilai-nilai.
Intelektualitas dianggap faktor utama yang akan membawa orang pada
kesuksesan dalam kehidupan. Hal dibantah oleh Goleman dalam
Turmudhi (2003) menyebutkan bahwa kepribadian/karakter yang jauh
lebih besar peranannya dibanding kemampuan intelektual dalam
mengantarkan kejayaan suatu bangsa. Goleman menunjukkan betapa
banyak orang yang secara intelektual tergolong pintar, tetapi gagal dalam
kehidupannya. Kemampuan intelektualnya tidak didukung dengan
kepribadian atau karakter yang baik, mengakibatkan timbulnya orang
pintar yang jahat. Kemampuan intelektualnya digunakan untuk
membodohi orang lain, sehingga muncul sikap-sikap berbuat curang,
menipu, berbohong, berkhianat, bertindak korup, dan sebagainya. Tak bisa
dipungkiri kondisi bangsa Indonesia yang dilanda krisis multi
dimensional, antara lain bersumber dari orang yang memiliki kemampuan
intelektual tinggi tetapi memiliki kepribadian yang baik, sehingga
menghasilkan moralitas-spiritualitas bangsa yang rendah. (Kusuma: 2010)
Pengasahan kemampuan manusiawi (human capability) dalam
pendidikan perlu memprioritaskan pencerdasan spiritual sebagai yang
utama, yang kedua pencerdasan emosionalitas, dan yang ketiga
pencerdasan intelektual (Turmudhi: 2003). Sebagai wahana pembentukan
karakter bangsa maka dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
perlu adanya perubahan paradigma. Orientasi kita yang lebih
memprioritaskan ranah pengetahuan (kognitif), kita balik dengan lebih
berorientasi pada ranah sikap (afektif) dan penerapan tingkah laku
(psikomotor).
Proses pembentukan karakter bukan semudah membalik telapak
tangan tetapi melalui proses yang meliputi pemberian informasi,
penanaman kepribadian, dan pembiasaan (Munif: 2008). Dalam kaitan ini
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan perlu menampilkan contoh-
contoh kepribadian yang baik pada akhirnya peserta didik akan meniru,
dan menjadi suatu keyakinan dalam pola hidup, kemudian menjadi suatu
kebiasaan dalam sikap dan tingkah laku.
Berdasarkan konsep tersebut perlu adanya pola pikir baru yang
diterapkan dalam pembelajaran mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain: misi pembentukan karakter peserta didik
harus dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan, peraturan,
program, maupun perillaku keseharian institusi sekolah, guru harus
menjadi contoh teladan bagi pengembangan moralitas-spiritualitas di
lingkungan sekolah, mata pelajaran harus didesain sedemikian rupa
sehingga bermuatan pencerdasan spiritual, emosional, dan intelektual
sekaligus, sekolah harus menjadi tempat pergaulan sosial yang nyata untuk
membiasakan atau membudayakan nilai-nilai spiritual, emosional dan
intelektual. Sikap dan perilaku serta hubungan antara guru, murid, dan
karyawan mencerminkan spiritualitas-emosionalitas-intelektualitas semua
sivitas akademika sekolah. (Kusuma: 2010)
Pembentukan karakter dalam Pendidikan Kewarganegaraan
bersumber pada lima pilar karakter luhur bangsa Indonesia yang mencakup
unsur transendensi (Ketuhanan Yang Maha Esa), humanisasi
(kemanusiaan yang adil dan beradab), kebinekaan (persatuan),
demokratisasi (kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan/perwakilan), keadilan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia). (Winataputra: 2014)
Selain mata pelajaran yang bentuk dan isinya secara sengaja
mengusung pendidikan karakter, seperti pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan, seluruh mata pelajaran diharapkan tidak hanya
mengajarkan ilmu dan keterampilan, tetapi juga membina sikap dan
perilaku siswa. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan
kematangan moral dan pembentukann karakter siswa secara optimal, maka
penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya
dilaksanakan secara terpadu di semua mata pelajaran dan dengan
mengunakan strategi dan model pembelajaran yang juga terpadu. Semua
guru mata pelajaran diberikan tugas tambahan untuk menganalisa semua
aspek yang diajarkan dan dihubungkan dengan pendidikan karakter.
Sebagai contoh, guru IPS mengajarkan tentang berbagai jenis budaya.
Materi ini akan ditambah dengan bagaimana siswa menghargai budaya
yang ada di Indonesia, bagaimana menjaga lingkungan sekitarnya.
Demikian juga bagi semua guru mata pelajaran yang ada di sekolah.
(Winataputra: 2014)
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Winataputra: 2014)
Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah:
1. PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS).
2. PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program
sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
3. PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela
negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan
bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial,
ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan
perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
4. PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek persatuan dan kesatuan
bangsa, norma, hukum dan peraturan, hak asasi manusia,
kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasan dan politik,
pancasila dan globalisasi.
5. PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu
mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak
bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga
negara.
6. PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program
pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta
esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
7. PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence
(kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi
spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility
(kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
bertanggung jawab dan Civic Participation (kemampuan
berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik
secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan).
8. PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual
(CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
9. PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value
Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu
teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral
(aspek afektif). (Winataputra: 2014)

D. Tujuan dan Fungsi Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar


Tujuan Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar
Permendiknas No. 22 tahun 2006:
1. Berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif dalam menangani isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, bertindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, serta anti korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri
berdasarkan nilai karakter budaya bangsa Indonesia–toleransi.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa yang ada di dunia dan pasih akan
teknologi/informasi komunikasi.

Fungsi bidang studi PKn di Sekolah Dasar:


1. Sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga Negara
Indonesia yang demokratis dan bertanggungjawab.
2. Sebagai sarana pembina watak bangsa (National Character Building)
dan pemberdayaan warga negara.
3. Sebagai suatu strategi untuk mengembangkan dan melestarikan nilai,
moral Pancasila secara dinamis dan terbuka dalam artian bahwa nilai
moral mampu menjawab tantangan yang terjadi di masyarakat tanpa
kehilangan jati diri bangsa yang merdeka dan berdaulat.
4. Sebai suatu solusi untuk mengembangkan dan membina manusia
Indonesia seutuhnya yang sadar politik dan konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia berlandaskan pada Pancasila dan UUD
1945.
5. Sebagai sarana pembinaan penanaman pemahaman dan kesadaran
terhadap hubungan antar warga negara dan negara.

E. Visi dan Misi dalam Melakukan Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar


Visi Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar:
Adapun visi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah
menghindari sistim pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga
negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Depdiknas: 2006)

Misi Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar:


Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warganegara
indonesia yang cerdas, terampil berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. (Depdiknas: 2006)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik atau
sering disebut to be good citizenship, yakni warga yang memiliki
kecerdasan baik intelektual, emosional, sosial maupun spiritual, memiliki
rasa bangga dan tanggung jawab, dan mampu berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tumbuh rasa kebangsaan dan
cinta tanah air. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran PKn di
Sekolah Dasar antara lain: Guru, Siswa, Sarana-Prasarana, dan Strategi
Pembelajaran.
Watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition)
merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dimensi watak atau karakter
dipandang sebagai “muara” dari kedua dimensi lainnya. Dengan
memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaran ditandai dengan penekanan dimensi watak, karakter,
sikap dan hal-hal lain yang bersifat afektif. Dengan tujuan dan fungsi yang
sudah tertera dalam Undang-undang. Serta memiliki visi dan misi tertentu
yang sudah menjadi patokan dalam melaksanakan Pembelajaran PKn di
Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Abiyasa, Bagawan. 2013. “Pelajaran PKn SD” (online),


(https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2013/05/16/pembelajaran-pkn-
di-sd/, diakses September 2017).

Kusuma, Putra. 2010. “Visi dan Misi Pelajaran Pendidikan PKn” (online),
(http://seputarpkn.blogspot.co.id/2010/03/visi-dan-misi-pelajaran-
pendidikan.html, diakses September 2017).

Laksmini, Ayu. 2013. “Pendidikan PKn SD” (online),


(https://ayulaksmini.wordpress.com/materi-kuliah/pendidikan-pkn-sd/,
diakses September 2017).
Winataputra, Udin S. 2014. Pembelajaran PKn di SD. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai