Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kehamilan Ektopik


1. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium
kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di saluran telur
(tuba fallopi) (Sarwono, 2014: 474). Kehamilan ektopik (ectopic
pregnancy, ectopic gestation dan eccecyesis) adalah kehamilan dengan
hasil konsepsi berimplantasi di luar endometrium rahim. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat
terjadi abortus atau pecah dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut
(Rustam Mochtar, 2013: 159).
2. Etiologi
Menurut Sarwono (2014: 476) faktor-faktor yang menyebabkan
kehamilan ektopik diantaranya :
a. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen
tuba menyempit atau buntu. Kerusakan tersebut menghalangi sel telur
yang telah dibuahi untuk masuk ke rahim sehingga akhirnya menempel
pada tuba fallopi.
b. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran
besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat
melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
c. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang
lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
lebih besar.
d. Faktor hormonal
Pil KB yang mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
3. Faktor Risiko
a. Pilihan alat kontrasepsi yaitu penggunaan kontrasepsi jenis
spiral(intrauterine device IUD) bertujuan untuk mencegah kehamilan.
Namun, apabila kehamilan tetap terjadi, kemungkinan besar kehamilan
bersifat ektopik.
b. Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya. Wanita
yang mengalami kondisi ini memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali
mengalaminya.
c. Mengidap infeksi atau inflamasi. Wanita yang pernah mengalami
inflamasi tuba fallopi atau penyakit radang panggul akibat penyakit
seksual menular,memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
kehamilan ektopik.
d. Proses sterilisasi pada saat pengikatan tuba atau pembukaan ikatan
tuba yang kurang sempurna juga beresiko memicu kehamilan ektopik.
e. Faktor merokok.
4. Gejala
Menurut Catrina M. Bain (2013: 321) gejala pada kehamilan ektopik
terganggu diantaranya :
a. Nyeri
Gejalanya bergantung apakah kehamilan ektopik telah
ruptur (robekan) atau belum. Gejala yang paling sering dirasakan
adalah nyeri abdomen dan pelvis. Gejala gastrointestinal dan pusing,
mual dan muntah atau kepala terasa ringan juga sering dijumpai,
terutama setelah terjadi ruptur. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat
iritasi diafragma yang disebabkan perdarahan.
b. Perdarahan
Mayoritas wanita melaporkan amenore dengan berbagai tingkatan
bercak atau perdarahan pervagina. Perdarahan uterus yang terjadi
dengan kehamilan pada tuba sering kali disangka menstruasi biasa.
Perdarahan pada kehamilan ini biasanya berbau, berwarna cokelat
gelap, dan dapat timbul secara intermitten (terus-menerus).
c. Amenore
Pasien mengeluhkan adanya spotting (bercak) pada saat haid yang
dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.
d. Sinkope
Pusing, pandangan berkunang-kunang.
e. Pingsan (kolaps)
Kehamilan ini akan menyebabkan nyeri dan pingsan akibat anemia.
Bila terjadi perdarahan hebat, maka gejala yang biasanya akan
didapatkan adalah kolaps dan syok.
f. Tekanan darah dan nadi
Sebelum ruptur, biasanya tanda-tanda vital normal. Tekanan darah
akan turun dan nadi meningkat apabila perdarahan berlanjut dan
terbentuk kondisi hipovolemia.
5. Tanda
Menurut Catrina M. Bain (2013: 321) gejala kehamilan ektopik terganggu
diantaranya :
a. Nyeri Tekan Abdomen
Nyeri hebat pada pemeriksaan abdomen dan vagina, terutama ketika
serviks digerakkan, dapat dilakukan pada lebih dari tiga perempat
wanita dengan kehamilan tuba yang ruptur. Namun, nyeri seperti ini
dapat tidak ada sebelum ruptur.
b. Nyeri Tekan Panggul
Lakukan pemeriksaan dengan hati-hati ketika memeriksa pasien untuk
memastikan bahwa kehamilan ektopik tidak mengalami ruptur proses
pemeriksaan.
c. Massa Adneksa
Massa adneksa adalah benjolan di jaringan dekat rahim, biasanya di
indung telur atau tuba fallopi. Lakukan palpasi bimanual dengan
lembut untuk mendapatkan adanya massa adneksa di panggul.
d. Perubahan Uterus
Karena hormon plasenta, uterus dapat membesar selama 3 bulan
pertama pada kehamilan tuba. Konsistensinya juga dapat serupa
dengan kehamilan normal. Uterus dapat terdorong ke satu sisi oleh
massa ektopik dan apabila ligamentum latum uteri terisi darah, uterus
dapat tergeser dan menyebabkan keluarnya serpihan. Serpihan tersebut
dapat disertai kram dan menimbulkan abortus spontan.
6. Klasifikasi
Menurut Sarwono (2014: 474) berdasarkan lokasi terjadinya,
kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5, yaitu :
a. Kehamilan tuba meliputi 95% yang terdiri atas :
1) Ampularis (55%)
2) Isthmus (25%).
3) Fimbrial (17%).
4) Interstisial (2%).
b. Kehamilan ovarial (0,5%)
c. Kehamilan abdominal (0,1%)
d. Kehamilan intraligamenter yaitu pertumbuhan janin dan plasenta
diantara lipatan ligamentum latum dan jumlahnya sangat sedikit.
e. Kehamilan servikal adalah kehamilan servikal jarang terjadi. Pada
implantasi di serviks, dapat terjadi perdarahan tanpa disertai nyeri, dan
kemungkinan terjadinya abortus spontan sangat besar. Jika kehamilan
tumbuh sampai besar, perdarahan atau rupture yang terjadi sangat
berat, sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total.
7. Manifestasi Klinis
Menurut Nanda NIC NOC (2015: 155) terdapat beberapa diagnosis
dan gejala-gejala klinik pada Ibu dengan gangguan kehamilan ektopik
diantaranya :
a. Anamnesis dan gejala klinis yaitu adanya riwayat terlambat
haid (amenorea), dijumpai keluhan hamil muda.
b. Jika terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) :
1) Bila terjadi rupture tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat
membahayakan jiwa si ibu.
2) Pada abortus tuba, keluhan dan gejala hanya rasa sakit di perut dan
perdarahan pervagina.
3) Tanda-tanda akut abdomen seperti nyeri tekan yang hebat (defance
musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus,
tensi rendah atau tidak terukur (syok).
4) Pemeriksaan dalam yaitu serviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri
pada uterus.
5) Pervagina keluar decidual cast.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Hb, hematokrit.
Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pemeriksaan hemoglobin
dan hematokrit dapat dilakukan secara serial dengan jarak 1 jam
selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan hemoglobin maka
dapat mendukung diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
b. Pemeriksaan leukosit
Penghitungan leukosit secara berturut-turut menunjukkan adanya
perdarahan bila leukosit meningkat. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dari infeksi pelvik, dapat diperhatikan jumlah leukosit yang
melebihi 20.000.
c. Kadar HCG (human chorionic gonadotropin ‘β-hCG’) menurun
Peningkatan kadar β-hCG yang berlangsung terus menerus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat. Normal kadar β-hCG
d. Tes kehamilan
1) Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan pemeriksaan
kadar β-hCG positif.
2) Pada kehamilan intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2
kali lipat setiap dua hari.
e. Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalamkavum douglasi ada darah. Jika ditemukan butiran darah warna
kecoklatan berarti positif dibrinasi yang menunjukkan
adanya hematoma retrouterina. Cara ini sangat berguna dalam
membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik
kuldosintesis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
2) Vulva dan vagina dibersihkan dengan antispetik.
3) Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
cunam serviks dengan traksi kedepan sehingga forniks posterior
tampak.
4) Suntikan jarum spinal no 18 ke cavum douglasi dan lakukan
penghisapan.
5) Bila pada penghisapan keluar darah berwarna cokelat sampai hitam
yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil merupakan
tanda hematokel retrouterina.
f. Pemeriksaan Ultrasonografi berguna pada 5-10% kasus bila
ditemukan kantong gestasi di luar uterus.(gambar)
g. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik
yang lain meragukan dan pemeriksaan laparoskopi lebih hemat biaya
dan masa penyembuhan nya lebih pendek.
9. Pemeriksaan USG :
a. Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
b. Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
c. Adanya massa kompleks di rongga panggul
10. Penatalaksanaan
Menurut Catrina M. Bain (2013: 324) ada 3 pengobatan kehamilan ektopik
terganggu, diantaranya :
a. Methotrexate
Sebagian besar perjalanan klinis kehamilan ektopik bersifat kronik dan
dapat di diagnosis dengan pasti menggunakan ultrasonografi dan
pemeriksaan kadar β-hCG. Untuk menghindari intervensi bedah,
pasien dapat ditawarkan pengobatan ini bila kadar β-hCG < 3000 dan
tidak ada gejala ruptur. Bila kadar β-hCG tidak turun, maka
membutuhkan suntikan tambahan berupa methotrexate dengan dosis
50mg/m2 di area permukaan tubuh melalui intravena. Efek samping
obat ini meliputi mual dan muntah. Sakit perut juga muncul pada 3
hari atau 1 minggu setelahnya.
Pemberian actinomycin melalui I.V berhasil menterminasi kehamilan
ektopik pada pasien dengan kegagalan terapi methotrexate
sebelumnya.
b. Salpingektomi
Tindakan pembedahan ini dapat dilakukan setelah penegakan
diagnosis. Sebelum pengangkatan tuba fallopi, perlu diperiksa keadaan
tuba lain nya karena apabila mengalami abnormal, maka pendekatan
bedah yang lebih konservatif perlu dilakukan. 1.
Merupakan pendekatan konservatif dari penanganan bedah untuk
kehamilan ektopik. Sebuah insisi dibuat di tepi antimesentrik tuba,
ektopik diangkat dan tuba dibiarkan menyembuh setelah hemostatis
diatasi.
11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu (Rustam Mochtar, 2013: 164) :
a. Pada pengobatan konservatif, bila kehamilan ektopik terganggu telah
lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan ulang.
b. Infeksi
c. Sterilitas

B. Metode Operasi Wanita (MOW)


1. Pengertian Metode Operasi Wanita (MOW)
Menurut BKKBN (2012) Metode Operasi Wanita (MOW) / Tubektomi
atau dapat juga disebut dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan
penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan
sel telur tidak dapat melewati saluran telur sehingga sel telur tidak dapat
bertemu dengan sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.
MOW adalah suatu tindakan prosedur bedah secara sukarela (atas
permintaan pasangan suami dan istri) untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) atau membatasi keturunan dalam jangka waktu yang tidak
terbatas dengan cara penutupan kedua saluran telur. Metode operasi wanita ini
biasanya dikenal dengan Tubektomi, yaitu pemotongan/pengikatan saluran
telur kanan dan kiri, sehingga sel telur tidak dapat melewati saluran tersebut.
MOW atau sterilisasi pada wanita adalah suatu cara kontrasepsi
permanen yang dilakukan dengan cara melakukan tindakan dengan cara
mengikat dan atau memotong pada kedua saluran telur
sehinggamenghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sperma. (Mochtar,
1998 dalam Fienalia, 2011)
MOW dapat dilakukan pada ibu – ibu pada usia lebih dari 26 tahun
dengan jumlah anak lebih dari 2 orang, yakin telah mempunyai jumlah
keluarga yang sudah sesuai dengan kehendaknya, kehamilannya akan
menimbulkan resiko yang serius, pascapersalinan dan pascakeguguran,
sudah memahai prosedur, sukarela serta setuju menjalaninya. (Pinem, 2009)

2. Persayaratan MOW
Persyaratan secara umum yang harus dilakukan agar bisa menjadi akseptor
kontrasepsi MOW, yaitu :
a. Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang
cara cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap
serta pengetahuan tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini
b. Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan
harmonis, umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang
kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun
c. Kesehatan
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat
memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau
kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap.
Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan
apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang
tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu
yang mengalamai peradangan dalam rongga panggul, obesitas
berlebihan dan ibu yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil.
3. Keuntungan MOW
Menurut Pinem (2009) ada beberapa keuntungan dari MOW antara lain,
yaitu:
1. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun
pertama penggunaan).
2. Permanen.
3. Tidak mempengaruhi produksi ASI dan proses menyusui.
4. Tidak dipengaruhi faktor senggama.
5. Baik bagi klien dimana kehamilan menjadi resiko yang serius.
6. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
7. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
8. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium).

4. Kerugian MOW
Beberapa kerugian dalam penggunaan MOW, yakni : pasangan harus
mempertimbangkan sifat permanen dari metode kontrasepsi ini, pasien
dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi kecil (meningkat apabia
digunakan anastesi umum), rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka
pendek setelah tindakan, tidak melindungi diri dari IMS dan HIV/AIDS.
(Meilani dkk, 2010)

5. Kontraindikasi MOW
Menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
MOW yaitu:
1. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol
4. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa
depan
5. Belum memberikan persetujuan tertulis.

6. Pelaksanaan MOW
Pelaksanaan MOW dapat dilaksanakan pada :
1. Setiap waktu selama siklus haid, bila diyakini akseptor tidak hamil.
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 siklus haid (fase proliferasi).
3. Pascapersalinan
Minilap, dalam 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
Sedanglan laparoskopi, tidak tepat untuk akseptor pascapersalinan.
4. Pascakeguguran
Triwulan pertama dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ditemukan
infeksi pelvis untuk minilap dan laparoskopi, triwulan kedua dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvis (untuk minilap saja).

7. Mekanisme MOW
Menurut Proverawati dkk (2010) mekanise dari MOW atau tubektomi
dapat dibagi berdasarkan atas :
1. Saat operasi :
a. Paska keguguran
Paska persalinan atau masa interval, dimana dianjurkan 24 jam atau
selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.
2. Cara mencapai tuba : Laparatomi, Laparatomi mini, dan
laparoskopi.
3. Cara penutupan tuba :
a . Pomeroy
Tuba dijepit pada pertengahannya, kemudian diangkat sampai
melipat. Dasar lipatan diikat dengan sehelai catgut biasa no. 0 atau
no. 1. Lipatan tuba kemudian dipotong di atas ikatan catgut tadi.
b . Kroener
Fimbria dijepit dengan sebuah klem. Bagian tuba proksimal dari
jepitan diikat dengan sehelai benang sutera, atau dengan catgut yanng
tidak mudah direabsorbsi. Bagian tuba distal dari dari jepitan dipotong
(fimbriektomi).
c . Irving
Tuba dipotong pada pertengahan panjangnya setelah kedua ujung
potongan diikat dengan catgut kromik no. 0 atau 00. Ujung potongan
proksimal ditanamkan didalam miometrium dinding depan uterus.
Ujung potongan distal ditanamkan di dalam ligamentum latum.
d . Pemasangan cincin falope
Pemasangan cincin falope dengan aplikator, bagian isthmus tuba
ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba tersebut. Sesudah
terpasang lipatan tuba tampak keputih- putihan oleh karena tidak
mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi fibrotik.

8. Keterbatasan
Keterbatasan dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati
dan Sujiyati (2009) yaitu antara lain:
1. Peluang kecil untuk memiliki anak kembali
2. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali.
3. Klien dapat menyesal dikemudian hari
4. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
5. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
6. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis
ginekologi atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
7. Tidak melindungi dari IMS, HIV/AIDS

9. Pra-Operasi MOW
Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum tindakan operasi tubektomi
antara lain :
1. Konseling perihal kontrasepsi dan menjelaskan kepada klien bahwa ia
mempunyai hak unutk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur
dilakukan.
2. Menanyakan riwayat medis yang mempengaruhi keputusan pelaksanaan
operasi atau anestesi antara lain : penyakit- penyakit pelvis, pernah
mengalami operasi abdominal/pelvis, riwayat diabetes mellitus, riwayat
penyakit paru-paru contohnya asthma, pernah mengalami problem
dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan pengobatan
yang dijalani saat ini.
3. Pemeriksaan fisik
Kondisi-kondisi yang memungkinkan dapat mempengaruhi keputusan
pelaksanaan operasi atau anestesi.
4. Pemeriksaan laboratorium sperti pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan urine dan pap smear.
5. Informed consent harus diperoleh
Standard consent form harus ditandatangani oleh suami atau isteri dari
calon akseptor sebelum prosedur dilakukan. Umumnya penandatanganan
dokemen Informed consent dilakukan setelah calon akseptor dan
pasangannya mendapatkan konseling. Dokumen juga dapat
ditandatanganin oleh saudara atau pihak yang bertanggungjawab atas
klien apabila klien kurang paham atau kurang kompeten secara kejiwaan.
Apabila calon akseptor buta huruf, maka dapat memberikan cap
jempolnya disertai seorang saksi yang tetap harus ikut menandatanganin
dokumen tersebut yang menyatakan bahwa calon akseptor tersebut telah
diberi penjelasan lisan mengenai kontrasepi.

10. Post-Operasi MOW


Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan Pada Wanita dengan Pre dan Post
MOW
1. Konseling
Konseling adalah suatu proses pemberian bantuan seseorang kepada
orang lain dan membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu
masalah melalui pemahaman terhadap fakta- fakta, harapan, kebutuhan
dan perasaan-perasaan klien.
Konseling merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan
kontap. Tujuannya ialah untuk membantu calon akseptor kontap
memperoleh informasi lebih lanjut mengenai kontap, dan pengertian
yang lebih baik mengenai dirinya, keinginannya, sikapnya,
kekhawatirannya dan sebagainya, dalam usahanya untuk memahami, dan
mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Kegiatan konseling
dengan demikian merupakan kegiatan penyelenggaraan suatu bentuk
percakapan yang dilaksanakan berdasarkan persyaratan tertentu. Hal ini
berarti setiap tenaga konselor perlu mengikuti pendidikan konseling
yang khusus diadakan untuk keperluan kontap ini.
Oleh karena pelayanan konseling merupakan bagian dari pelayanan
kontap secara menyeluruh, maka pelayanan konseling harus
diprogramkan dengan baik. Hal ini berarti bahwa pelayanan konseling
kontap tidak berhenti pada pra tindakan kontap itu saja, tetapi
dapat berlanjut pada saat tindakan itu sendiri dan sesudah tindakan
kontap tersebut dilaksanakan.
Secara khusus dapat dikatakan bahwa tujuan konseling pra tindakan
MOW bertujuan untuk :
a. Membantu suami istri untuk memilih salah satu cara kontrasepsi
yang paling baik digunakan mereka dalam kurun reproduksinya.
b. Mengenal dan menghilangkan keragu-raguan atau kesalahpahaman
mengenai kontrasepsi MOW itu sendiri.
c. Menjamin bahwa pilihan untuk memilih kontrasepsi MOW itu sendiri
sebagai kontrasepsi bagi dirinya adalah benar-benar sukarela tanpa
paksaan.
d. Memberikan informasi mengenai tata cara pelaksanaan kontrasepsi
MOW itu sendiri termasuk pengisian permohonan dan persetujuan
untuk dilaksanakan MOW pada dirinya, prosedur operasinya, follow
up nya.
e. Sesudah tindakan, maka tujuan konseling ialah :
1) Mengenal dan menghilangkan kesalahpahaman yang dikaitkan
dengan kontap yang diperolehnya.
2) Membantu meningkatkan keyakinan dan penerimaan akseptor
akan pelayanan kontap yang diperolehnya.
a) Konseling pre operatif MOW, terdiri dari :
(1) Menyambut klien dengan ramah
(2) Menjelaskan kontrapsepsi yang akan digunakan
(3) Menerangkan bahwa tindakan sterilisasi dilakukan ditempat
khusus yang klien tidak akan malu
(4) Memberitahu bahwa yang dibicarakan menjadi rahasia
(5) Menanyakan permasalahan, pengalaman klien mengenai alat
kontrasepsi dan kesehatan reproduksinya
(6) Menanyakan apakah klien mempunyai kontrasepsi yang akan
dipilih
(7) Konselor memberikan informasi yang lengkap tentang
kontrasepsi mantap tetapi ajukan pula metode lain
(8) Bantu klien untuk memilih kontrapsepsi yang tepat
(9) Konselor merasakan apa yang klien rasakan untuk memudahkan
dan memahami permasalahan klien
(10) Memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan apa yang
akan disampaikannya mengenai kontrapsepsi mantap
(11) Bantu klien untuk mengungkapkan apa yang ingin disampaikan
mengenai kontrasepsi mantap
(12) Jawab semua pertanyaan klien secara terbuka dan lengkap
(13) Memberitahu klien kapan kunjungan ulang dan mempersilahkan
klien untuk kembali kapan saja apabila klien ada keluhan
b) Konseling post operatif MOW, terdiri dari :
1) Istirahat selama 2-3 hari
2) Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras
selama 1 minggu.
3) Dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual selama 1
minggu, dan apabila setelah itu masih merasa kurang
nyaman, tunda kegiatan tersebut.
2. Persiapan untuk calon akseptor KB MOW
Persiapan pasien pra bedah dapat dibagi atas langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menerangkan bahwa untuk operasi ini diperlukan izin/persetujuan
penderita dan keluarga.
b. Pasien diminta untuk puasa 6-8 jam sebelum tindakan dilakukan
c. Diberi pencahar ringan Dulcolax (R) 2 tablet, apabila operasi akan
dilakukan, maksudnya agar usus-usus dalam keadaan kosong dan
tidak mengganggu jalannya operasi.
d. Rambut kemaluan dinding perut dicukur dan dibersihkan dengan
sabun.
e. Pasien terlebih dahulu diminta untuk BAB atau bila perlu diklisma
untuk merangsang defekasi.
f. Melakukan pengosongan kandung kencing.
g. Memasing infus cairan
3. Perawatan pre operasi MOW
a. Letakan pasien dalam posisi untuk pemulihan
1) Tidur miring kepala agak ekstensi untuk membebaskan jalan
napas
2) Letakan lengan atas dimuka tubuh agar mudah melakukan
tekanan darah
3) Tungkai bawah agak tertekuk, bagian atas lebih tekuk
daripada bagian bawah untuk menjaga keseimbangan
b. Segera setelah selesai pembedahan periksa kondisi pasien.
1) Cek tanda vital setiap 10 menit pada 1 jam pertama, 30 menit
pada 1 jam kedua, dan selanjutnya setiap 60 menit pada jam-jam
berikutnya.
2) Pantau pula keluhan pasien, perdarahan baik pada luka operasi
maupun dari kemaluan dan suhu badan.
3) Minum dan makan lunak dapat diberikan apabila pasien sudah
sadar betul . (Mochtar, 1998)
c. Mobilisasi
Mobilisasi pasien MOW yang bersamaan dengan sectio caesar
miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah penderita sadar. Latihan pernapasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua
penderita dapat didudukan selama 5 menit dan diminta untuk
bernapas dalam-dalam untuk melonggarkan pernapasan dan sekaligus
menumbuhkan kepercayaan pada diri penderita bahwa ia mulai
pulih kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah
duduk (posisi semi powler). Secara berturut-turut hari demi hari
penderita dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima
pasca bedah.
Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan
emboli sebaliknya, bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat
mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara
teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang paling
dianjurkan mobilisasi pasien MOW yang dilakukan setelah
keguguran duduk dan mencoba berdiri apabila tidak pusing lagi
4. Perawatan Pasca Operasi MOW
Setelah selesai operasi, dokter bedah dan anestesi telah membuat
rencana pemeriksaan (check-up) bagi penderita pasca bedah yang
diteruskan kepada dokter dan paramedis jaga baik di kamar rawat
khusus maupun setelah tiba di ruangan atau kamar tempat penderita di
rawat.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan
pengukuran diukur adalah sebagai berikut :
a. Tekanan darah
b. Jumlah nadi permenit
c. Frekuensi pernapasan permenit
d. Jumlah cairan masuk dan keluar (urin)
e. Suhu badan
Pemeriksaan dan pengukuran tersebut sekurang- kurangnya dilakukan
setiap 4 jam sekali dan dicatat dalam status penderita.
Menurut Mulyani dkk dalam Haloho (2015) beberapa hal yang
harus diperhatikan setelah tindakan tubektomi antara lain, yaitu :
1. Pada minggu pertama segeralah kembali jika ada demam tinggi, ada
nanah atau luka berdarah, nyeri, panas, bengkak, luka kemerahan,
diare, pingsan atau sangat pusing.
2. Jagalah luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepas.
3. Memulai aktivitas normal secara bertahap.
4. Hindari hubungan seks hingga merasa cukup.
5. Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama
1 minggu.
6. Jika sakit, minum analgesik untnuk mengurangi nyerinya.
7. Jadwal kunjungan ulang secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah
pembedahan.
8. Segera kembali jika merasa hamil, nyeri pada perut atau sering
pingsan atau merasa ada keluhan.

11. Hukum Islam Mengenai MOW


Berdasarkan hasil penelitian maupun pembahasan dan analisis data
yang telah dilakukan oleh Nur Laili Hidayati (2013) maka dapat
disimpulkan bahwa hukum asal vasektomi dan tubektomi sebagai cara ber-
KB dalam hukum Islam pada prinsipnya dilarang (haram), karena
vasektomi dan tubektomi ini menimbulkan akibat pemandulan yang tetap
sehingga seorang suami atau istri yang melakukannya tidak dapat memiliki
keturunan lagi. Dalam hukum Islam yang diperbolehkan adalah KB yang
merupakan bentuk dari tanzhim an-nasl (merencanakan keturunan) dan
bukan merupakan tahdid an-nasl (memutus keturunan, pemandulan). Dalam
hal ini vasektomi dan tubektomi adalah masuk dalam kategori tahdid an-
nasl (memutus keturunan, pemandulan) sehingga hukumnya adalah haram.
Tapi dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka berkembang pula suatu cara teknologi ilmu kedokteran dalam
melakukan vasektomi dan tubektomi ini yang kemudian tidak
menimbulkan akibat pemandulan selamanya. Yaitu bahwa kedua metode
tersebut dapat dibuka dan disambung kembali secara aman (rekanalisasi).
Sehingga perubahan fatwa hukum suatu masalah bisa dimungkinkan,
karena illat hukum yang menjadi alasan hukum ijtihad itu telah berubah,
atau karena zaman, waktu dan situasi kondisinya yang telah berubah pula.
Maka hukum mengenai vasektomi dan tubektomi ini pun juga
bergeser dari haram menjadi bergeser hukumnya. Juga dalam keadaaan
yang darurat maka vasektomi dan tubektomi ini boleh dilakukan, misalnya
seorang istri yang mengidap suatu penyakit yang dapat menurun jika hamil.
hukum vasektomi dan tubektomi ini adalah asalnya haram, kecuali :
1. Untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat
2. Tidak menimbulkan kemandulan permanen
3. Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan
fungsi reproduksi seperti semula
4. Tidak menimbulkan bahaya (mudharat) bagi yang bersangkutan, dan/atau
5. Tidak dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi mantap.

C. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan gabungan dari dua tindakan yaitu laparoskopi dan
oklusi tuba fallopi (Hanafi, 2010). Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan
endoskopik dari bagian dalam rongga peritoneum dengan alat laparoskop yang
dimasukkan melalui dinsing anterior abdomen. Laparoskopi digunakan untuk
diagnostic Non-chirurgis seperti infertilitas, second look pada karsinoma
ovum dan lain-lain. Diagnostik chirurgis seperti biopsi, aspirasi cairan, punki
folkuler cyst. Therapeutik chirurgis seperti kontrasepsi mantap wanita,
salpingolisis, koagulasi endometrosis. Berikut adalah prosedure laparoskopi :
a. Persiapan pre operatif
1) Pengosongan kandung kemih
2) Rambut pubis tidak perlu dicukur
b. Pemberian neurolept analgesia dan anastesi lokal
c. Insisi transversal 1-1,5 cm yang superfisial dari dinding kulit abdomen
pada pinggir bawah umbilikus atau sub umbilikal.
d. Pneumo peritoneum
Dimasukkan gas sejumlah 1- 3,5 liter dengan janrum Verres atau jarum
Tuohy melalui luka insisi superfisial tersebut.
e. Trocar dengan tabungnya distusukkan melalui luka insisi suoerfisial tadi
dengan arah kaudal, trocar dikeluarkan dan laparoskop dimasukkan.
f. Dalam posisi trendelenburg, dilakukan manipulasi uterus dengan cannula
khusus/ elefator uterus dan dilakukan oklusi tuba fallopi dengan cara
koagulasi, koagulasi + pemisahan atau pemotongan, koagulasi +
pemisahan atau pemotongan + pengangkatan suatu segmen dari tuba
fallopi, fallope ring atau dengan clips
g. Laparoskop dikeluarkan, gas di dalam rongga abdomen dikeluarkan
melalui tabung trocar, tabung trocar dikeluarkan, sisa sisa gas dikeluarkan
melalui luka insisi
h. Luka insisi ditutup.

Perawatam post operatif laparoskopi


1) Segera post-operatif, tanda-tanda vital dipantau
2) Ambulasi dini
3) Diet biasa
4) Keluar rumah sakit setelah 4-8 jam (rawat jalan
5) Luka operasi jangan sampai basah
6) Medikamentosa post-operatif : analgetika dan antibiotika bila
diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai