Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mesin Fluida.

Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros
menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida (energi kinetik
dan energi potensial) menjadi energi mekanik poros. Dalam hal ini fluida yang
dimaksud berupa cair, gas dan uap. Mesin fluida di dapat dibedakan, mesin fluida
sebagai mesin tenaga di artikan sebagai mesin fluida yang berfungsi mengubah
energi fluida (energi potensial dan energi kinetik) menjadi energi mekanis poros
seperti turbin, kincir air, dan kincir angin. Mesin fluida sebagai mesin tenaga
diartikan mesin yang berfungsi mengubah energi mekanis poros menjadi energi
fluida (energi potensial dan energi kinetik) seperti pompa, kompresor, kipas (fan).

2.1.1 Jenis Turbin Berdasarkan Aliran Air Masuk Runner.

Berdasaran model aliran air masuk runner, maka turbin air dapat dibagi menjadi
tiga tipe yaitu :

1. Turbin Aliran Tangensial

Pada kelompok turbinini posisi air masuk runner dengan arahtangensial atau
tegak lurus dengan poros runner mengakibatkan runner berputar, seperti turbin
pelton dan turbin cross-flow.

Gambar 2.1 Turbin Aliran Tangensial [4]

5
2. Turbin Aliran Aksial

Pada turbin ini air masuk runner dan keluar runner sejajar dengan poros runner,
turbin kaplan atau propelleradalah salah satu contoh dari tipe turbin ini.

Gambar2.2Model Turbin Aliran Aksial [4]

3. Turbin Aliran Aksial - Radial

Pada turbin ini air masuk ke dalam runner secara radial dan keluar runnersecara
aksial sejajar dengan poros. turbin francis adalah termasuk dari jenis turbin ini.

Gambar 2.3 Model Turbin Aliran Aksial-Radial [4]

2.1.2 Berdasarkan Perubahan Momentum Fluida Kerjanya.

Dalam hal ini turbin air dapat dibagi atas dua tipe yaitu :

1. Turbin Impuls.

Semua energi potensial air pada turbin ini dirubah menjadi menjadi energi kinetis
sebelum air masuk/menyentuh sudu-sudu runner oleh alat pengubah yang disebut
nozel. yang termasuk jenis turbin ini antara lain:turbinpelton dan turbin cross-
flow.

6
2. Turbin Reaksi.

Pada turbin reaksi, seluruh energi potensial dari air dirubah menjadi energi kinetis
pada saat air melewati lengkungan sudu-sudu pengarah, dengan demikian putaran
runner disebabkan oleh perubahan momentum oleh air. yang termasuk jenis
turbin reaksi diantaranya: turbinfrancis, turbin kaplan dan turbin propeller.

2.1.3 Berdasarkan Kecepatan Spesifik (ns)

Yang dimaksud dengan kecepatan spesifik dari suatu turbin ialah kecepatan
putaran runner yang dapat dihasilkan daya effektif 1 BHP untuk setiap tinggi
jatuh 1 meter atau dengan rumus dapat ditulis [4] :

ns = n . Ne 1/2 / Hefs5/4

diketahui :

ns = Kecepatan spesifik turbin

n = Kecepatan putaran turbin ( rpm)

Hefs = Tinggi jatuh effektif (m)

Ne = daya turbin effektif (HP).

Setiap turbin air memiliki nilai kecepatan spesifik masing-masing, tabel 2.1
menjelaskan batasan kecepatan spesifik untuk beberapa turbin kovensional

Tabel 2.1Kecepatan Spesifik Turbin Konvensional [4]

No Jenis Turbin Kecepatan Spesifik

1. Pelton dan kincir air 10 - 35

2. Francis 60 - 300

3. Cross-Flow 70 - 80

4. Kaplan dan propeller 300 - 1000

7
2.1.4 Berdasarkan Head dan Debit.

Dalam hal ini pengoperasian turbin air disesuaikan dengan potensi head dan debit
yang ada yaitu :

1. Head yang rendah yaitu dibawah 40 meter tetapi debit air yang besar, maka
turbinkaplanatau propeller cocok digunakan untuk kondisi seperti ini.
2. Head yang sedang antara 30 sampai 200 meter dan debit relatif cukup, maka
untuk kondisi seperti ini gunakanlah turbin francis atau cross-flow.
3. Head yang tinggi yakni di atas 200 meter dan debit sedang, maka gunakanlah
turbin impuls jenis Pelton.

Gambar 2.4 Empat Macam Runner Turbin Konvensional[4]

2.2 Perkembangan Teknologi Desain Pembangkit Listrik Tenaga


Mikrohidro.

Adapun beberapa konsep disain yang menjadi acuan dalam penelitian ini yang
akan di jadikan referensi adalah sebagai berikut :

2.2.1 Perkembangan Pembangkit Listrik Turbin Air Jenis Propeller

Pada tahuntahun 2013 Pribadyodan Dailami[5]dari program studi teknik mesin


universitas teuku umar telah mengembangkan satu unit turbin propeller untuk
PLTMH head rendah (Qd) = 0,07 m3/s, (H) = 3,5 m. Dimensi utama turbin
diameterrunner sebesar 0,30 m, diameter hub 0,06 m dengan jumlah sudu 4 buah.
Dari pengujian diperoleh daya maksimum keluaran turbin mencapai 2,53 KW

8
pada putaran turbin 1828 rpm dengan tegangan 220-240 volt, instalasi seperti
gambar 2.5.dibawah, namun hasil rancangan ini membutuhkan ivestasi yang
cukup besar dan tidak portable, head terlalu tinggi.

Gambar 2.5 Sketsa instalasi uji turbin [5]

Di cimahi jawa barat Cv Cihanjuang Inti Teknik[6] juga telah mengebangkan


turbin jenis turbo propeler produksi turbin tipe propeller tubular biasanya
digunakan untuk membangkitkan listrik dari aliran air yang memiliki perbedaan
ketinggian (head) sekitar 14 meter dan mampu membangkitkan listrik sebesar 70
kW

Gambar 2.6 Turbin Jenis Turbo Propeler [6]

Namun jenis tipe turbin jenis turbo propeller CV Cihanjuang inti teknik sabuk
dan puli sebagai transmisi sehingga akan terjadi loses yang mengakibat turunnya
efifiensi hidrolik dari turbin yang di pelopori oleh Eddy Permadi.

Teknologi pembangkit listrik turbin air propeller juga berkembang di Yuan China
dan Chile dengan tipe 3.0kW dengan tipe kaplan tubular turbine verital shaft.

9
1. VertikalTabular Turbine Type

Gambar2.7 VertikalTubular Turbine Type [7]

Tabel2.2 Spesifikasi Vertical Tubular Turbine Type GD-LZ[7]

Main Specifications
Turbine Remarks
Type GD-LZ-12-3KW Vertical Tubular Turbine
Rated Head 11m
Rated Flow 45 l/s
Power 3 kW
Efficiency 60%
Generator Remarks
Type SF3-4 Conforms to the IEC international electrician
committee standard & CE standard
Rated Power 3kW
Rated Voltage 230V
Rated Current 13.04 A
FQCY 50Hz
Rated Rotational 1500r/min
Phase 1
P.F. 0.9

10
2. Horizontal Tubular Turbine Type

Tabel2.3 Spesifikasi Utama Horizontal Tubular Turbine Type GD-LZ-12-


3kW [8]

Water Head Flow Output Speed Pipe


(m) (cb.m/s) (w) (rpm) (mm)
4 0.136 3000 1000 250
6 0.151 5000 1500 300
7 0.156 6000 1500 300
9 0.161 8000 1500 300
11 0.165 10000 1500 300

Gambar.2.8 Horizontal Tubular Turbine Type [8]

2.3 Perhitungan Karakteristik Utama Dari Turbin Jenis Propeller

Karakteristik utama adalah data utama untuk merancang sebuah turbinyang


digunakan untuk menghitung dimensi utama pada sudu turbin. Pada gambar (2.9)
menujukan sketsa turbin propeller yang menunjukan hal-hal utama yang
dibutuhkan dalam perancangan suatu turbin.

Gambar 2.9Seketsa Turbin Propeller[9]

11
2.3.1 Menentukan Diameter Luar Sudu Turbin

Menentukan diameter sudu turbin dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut:

Hn
De  84,5  (0,79  1,602  n QE )  (1)
60  n

2.3.2 Menentukan Diameter Dalam Turbin

Menentukan diameter sudu turbin dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut:

 0,951 
Di   0, 25    De
 n QE 
(2)

2.3.3 Kavitasi

Kavitasi adalah fenomena perubahan fasa uap dari zat cair yang sedang mengalir,
karena tekanannya berkurang hingga di bawah tekanan uap jenuhnya, pada turbin
air kavitasi berupa gelembung air yang dapat menyebabkan kerusakan pada sudu
turbin. Kavitasi dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

patm  pv c24
Hs      Hn (3)
 g 2g

Koefisien kavitasi, dihitung dengan pengujian, namunstatistik terkait koefisien


kavitasidengan kecepatan tertentu.Jadi σ untuk turbin propeller juga dapat
didirikan dengan persamaan berikut:

𝑐42
= 1.5241 x NQE 1,46 x (4)
2 .𝑔 .𝐻𝑛

2.4 PerancanganSudu Turbin

Untuk perancangan sudu, sudu tidak hanya tergantung pada analisis tegangan,
beberapafaktor lainnya juga mempunyai peran penting, yang paling utama adalah

12
segitiga kecepatan. Selain itu sudu harus menjadi setipis mungkin untuk
meningkatkan karakteristik kavitasi, segitiga kecepatan juga merupakan faktor
penting dalam mendefinisikan bentuk profil dan distorsi sudu.

2.4.1 Segitiga Kecepatan

Segitiga kecepatan, yang terjadi pada sudumempunyai peran penting dalam


menentukan kelengkungan sudu, dalam Gambar (2.10) ditunjukkan segitiga
kecepatan

Gambar 2.10 Segitiga kecepatan [9]

Gambar2.11 Sudut dan gaya-gaya pada profil sudu turbin propeller[9]

Dimana:
U1 = kecepatan tengensial air masuk sudu (m/s)
W1 = kecepatan relatif air masuk sudu (m/s)
C1 = kecepatan mutlak air masuk sudu (m/s)
U2 = kecepatan tengensial air keluar sudu (m/s)

13
W2 = kecepatan relatif air keluar sudu (m/s)
C2 = kecepatan mutlak air keluar sudu (m/s)
u   n  d (5)
H1  g
c ul 
u (6)
Wu1  Cu1 – u (7)
Wu1  Wu 2
Wu  
2 (8)
Q
Wm 
A (9)

W  Wu2  Wm2
(10)
Wu
  arccos
W (11)

2.4.2 Langkah-Langkah Menentukan Dimensi Utama Sudu

Untuk pemahaman yang lebih baik, bagian ini membahas prosedur yang tepat
untuk menentukan dimensi utama dari sudu turbin.[9]

Langkah 1:

Koefisien gayaangkat untuk setiap radius dapat ditentukan dengan persamaan


berikut:

 c2  c2 4 
w 2 2  w 2  2  g  (p /   Hs  p min /   s x  3 
a   2xg 
k  w 2 (12)
Dimana:
Patm = Tekanan atmosfer (m)
Hs = Tinggi hisapan (m)
Pmin = Tekanan minimal air (m)
ηs = Efesiensi energi (m)
c3 = Kecepatan keluaran sudu (m/s)

14
c4 = Kecepatan keluaran (m/s)
K = Nomor karateristik Profil

Hampir semua nilai diketahui baik perhitungan sebelumnya atau sebagian


diasumsikan. Nilai-nilai lain harus diasumsikan tetapi bisa ditemukan dalam
referensi dimana rentang untuk nilai-nilai yang diberikanini adalah sebagai
berikut:

Pmin = 2 - 2,5
ηs = 0,88 - 0,91
K = 2,6 – 3

Langkah 2:

Ketika koefisien angkat diketahui, rasio l/t dapat ditetapkan sebagai berikut:

l   g  H cm cos  1
   
t w u sin(180     ) a (13)
Dimana:
λ = angle of slip
(180-β∞) inflow angle

Dalam persamaan (13), sudut luncur (λ) harus diasumsikan, kisaran untukasumsi
sudut luncur adalah λ=2,5°÷3°.Dengan menggunakan asumsi ini, perkiraan nilai
rasio l/t dapat dibentuk.

Langkah 3:

Pada langkah 3, nilai timbal balik dari perbandingan l/t harus ditetapkan. Melalui
nilai timbal balik, rasio koefisien gaya angkat ζa/ζA dapat dibaca dalam
mengikuti Gambar (2.12). Menggunakan rasio ini maka koefisien ζA dapat
dibentuk

15
Gambar 2.12 Grafik perbandingan ζa/ζA dengan t/l [9]

Langkah 4:

Grafik pada gambar berikut memberikan informasi tentang hambatan koefisien


ζW dari profil yang berbeda. Berdasarkan grafik maka kita dapat menentukan
profil sudu yang akan dibuat, profil sudu dapat dipilih berdasarkan tingkat
kesulitan dari bentuk sudu tersebut dan berdasarkan dimensi turbin yang
direncanakan.

Gambar 2.13 Grafik perbandingan ζA dengan ζW[9]

Setiap kurva diatas merupakan salah satu profil sudu yang tercantum di samping
grafik. Pertamakita harus menentukan profil yang akan digunakan untuk
pembuatan sudu, koefisien drag profil ini dapat ditentukan dengan menggunakan
grafik (2.13).

16
Langkah 5:

Dengan persamaan berikut, sudut slip dapat dihitung:

λ = arctan ζ W/ Ζa (14)

Ini harus diperiksa apakah sudut slip yang diasumsikan dan sudut dihitung
tergelincir serupa atau tidak. Jika perbedaannya terlalu besar, prosedur perhitungan
harus dihitung ulang dengan menggunakan sudut slip yang lain dengan persamaan
(2.18). Langkah 2 sampai 5 harus diulang sampai sudut slip tidak berubah lagi,
sehingga menjadi pertimbangkan untuk memilih profil yang sama pada langkah 4.
Ketika λ sudut adalah tetap, dapat diasumsikan bahwa nilai akhir pada langkah 2
sampai 5 cukup akurat. Dengan demikian rasio l/t dan profil tersebut telah
ditetapkan.

Langkah 6:

Sudut serang (δ) dari profil yang dipilih sekarang dapat dibentuk dengan
menggunakan hasil perhitungan t/l Pada diameter 0.14 m, nilai koefisien lift ζA
begitu tinggi sehingga tidak ditunjukkan dalam gambar (2.15). Dengan demikian,
perkembangan lebih lanjut dari kurva digrafik ini harus diasumsikan untuk
mendapatkan koefisien drag dan sudut slip.

Gambar 2.15Grafik untuk menentukan sudut serang[9]

Untuk mendapatkan sudut yang akurat dari penyimpangan, sudut serang harus
dikurangkan dari sudut luncur (180-β ∞). Hasil ini dapat dilihat pada grafik di
atas.

17
2.5 Konstruksi Turbin
2.5.1. Perencanaan Poros

Poros merupakan bagian dari elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan
dari penggerak (driver) ke generator. Beban yang diterima poros adalah beban
aksial, berat hub cone dan poros berupa gaya tarik dan gaya tangensial berupa
momen puntir (Mp). Pada poros gaya sentrifugal tidak diproyeksikan karena
besarnya untuk setiap sudu sama dan saling menghilangkan.

2.5.2. Diameter Poros

Dimensi poros yang diizinkan apabila memiliki tegangan geser izin (τa) material
poros yang dipilih lebih besar dari tegangan geser yang dialami poros tersebut (τ).
Tegangan geser izin dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

B
a 
Sf1  Sf 2 (15)
τa = Tegangan geser yang diizinkan (kg/mm)2
σb = Kekuatan tarik bahan poros
Sf1 = faktor keamanan dimana standar
Sf2 = faktor koreksi dimana harga Sf2 antara 1,3 -3
Tegangan geser yang dialami oleh momen puntir (Mp) dan
diameter poros (ds)
5.1Mp
 (16)
(ds)3

Jika P adalah daya keluaran turbin, maka berbagai macam faktor keamanan
biasanya dapat diambil dalam perencanaan, sehingga koreksi pertama dapat
diambil kecil. Jika faktor koreksi fc maka daya rencana dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:

Pd = fc . P (17)
Dimana:
Pd = daya rencana (kW)

18
P = Daya Turbin
fc = faktor koreksi = 0,8 – 1,2

Tabel 2.4Faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan [9]

Daya yang akan ditransmisikan fc


Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5

Momen Rencana (T)


Momen rencana dihitung dengan persamaan:
Pth
T= 716,2 (18)
n

Dimana:
T = momen rencana (kg mm)
Pd = daya rencana (Hp)
N = putaran (rpm)
Diameter poros dapat dihitung dengan persamaan:

1/ 3
 5,1 
ds    K t  Cb  T 
 a  (19)

Dimana:
Ds =Diameter poros (mm)
τa =Tegangan geser yang diizinkan (N/mm2)
Kt = faktor koreksi momen puntir
Cb = faktor koreksi beban lentur
T = Torsi rencana (Nmm)

Dimana:
Cb = faktor beban lentur (1.2 s/d 3.0 dan 1.0 tidak mengalami
beban lentur).

19
K1 = faktor impact atau tumbukan (1,0 bila dikenakan secara halus,
1,0 -1,5 jika sedikit kejutan dan 1,5 -3,0 bila impact besar).

2.5.3. Gaya Yang Dialami Poros

Gaya yang bekerja pada poros terdiri dari gaya akibat putaran sudu gerakturbin,
gaya berat poros, serta gaya tumpuan poros.

1. Berat Poros

Volume poros dapat dihitung dengan persamaan:

π π
Vp =(4 (D1)2 CB ) + (4 (D2)2 AC) (20)

Dengan menggunakan massa jenis dan percepatan grafitasi bumi, didapatkan berat
poros sebesar dengan persamaan[14]:

Wp = Vp . ρporos .g (21)

2. Berat Sudu

Berat sudu pada perancangan adalah jumlah 3 sudu dikalikan dengan percepatan
grafitasi bumi seperti pada persamaan dibawah:

Wsudu = 4 sudu x msudu x g (22)


Jadi total gaya berat (W) = Wp +Wsudu

2.5.4. Pemeriksaan Kekuatan Poros

Tegangan yang mempengaruhi poros adalah tegangan dalam arah normal


tegangan aksial Fd dan momen lentur (Mp) serta tegangan geser.

Fd Fd
  (23)
A (Dp2 )

Setelah didapat gaya poros dilakukan pengujian terhadap tegangan maksimum


hasil pengujian lihat diagram peterson untuk poros bertingkat didapat pada nilai β

20
2.6 Perancangan Bantalan

Bantalan adalah elemen mesin yang mendukung mesin atau menumpu poros yang
berputar. Bantalan banyak digunakan untuk mesin-mesin berputar dengan arah
axial dan horizontal, bantalan Axial load thrust ball bearing yang mampu
menahan beban aksial.

2.6.1 Axial load thrust ball bearing

Bantalan jenis ini adalah bantalan yang paling bagus untuk menahan beban arah
aksial yang terdiri dari empat bagian utama yaitu: inner ring, outer ring, bola-bola
dan cangkang (cage). Untuk lebih jelasnya bentuk dari bantalan ini dapat kita lihat
pada Gambar (2.16).

Gambar 2.16Axial load thrust ball bearing[10]

P = C1 (XV1 Fr + Y Fa) (24)

Dimana:
Bila inner ring yang berputar ,maka V1 = 1
Bila outer ring yang berputar, maka V1 = 1,2
Umur bantalan (L atau L10) dipengaruhi oleh beban (P), putaran
(n) dan beban dinamik (C)

106 C3
L (25)
60  n  p3

Faktor beban C1 = 1,5 – 3,0

21
2.7 Draft Tube

Draft tube adalah suatu komponen akhir lintasan air dari pembangkit listrik tenaga
air. draft tube diperlukan untuk membawa air keluar dari runner turbin menuju
saluran bawah/tail-race. Air buangan tersebut akan bertemu kembali dengan
saluran utama.Draft tube berperan penting untuk merubah energi kinetik dari
aliran fluida menjadi energi potensial sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari
turbin air. Aliran fluida pada draft tube mempengaruhi unjuk kerja sebuah turbin
air. Rancang bangun draft tube yang sesuai akan meningkatkan sebagian dari
head kecepatan pada saat meninggalkan turbin tersebut. Hal ini dapat
meningkatkan energi dan efisiensi suatu turbin. Pemilihan dimensi merupakan
salah satu cara mengoptimalkan draft tube. Oleh karena itu diperlukan analisis
aliran fluida untuk mendapatkan dimensi draft tube yang optimal.Pada turbin air
aliran fluida diteruskan ke runner, didalam runner terjadi kehilangan energi
hingga minimum, aliran yang sampai pada runer mempunyai kecepatan rata-tata
(Vs) dan energi kinetik (Vs2/ 2g), dimana turbin akan kehilangan energi. Apabila
turbin di posisikan diatas tail race, energi potensial yang terjadi sebanding dengan
tingga draft tube (hs). Hal ini akan berlaku untuk semua turbin reaksi.

Hanschel berkebangsaan Jerman (1837), Leinbulon dan Parker dari USA (1840)
serta Joval berkebangsaan Prancis (1841) mengusulkan tabung silinder setelah
runer turbin reaksi. Pada salah satu ujing di posisikan setelah runner dan ujung
yang lain kearah bawah sebelum tail race seperti terlihat gambar dibawah.

Gambar 2.17Draft TubeProft.N.M[11]

22
Draft tube turbin yang paling sederhana adalah draft tube yang berbentuk
kerucut, hal ini biasanya dirancang vertikal yang mirip dengan kerucut terpotong
atau lebih dikenal dengan kerucut es krim terbalik. Awalnya turbin dirancang
belum menggunakan draft tube. Agar supaya runner dapat bekerja.
Efisiensiturbinreaksisecara signifikandipengaruhi oleh kinerjadraft tube -nya.
Efesiensi turbin reaksi jika tanpa draft ube berkisar pada 94% sampai 95%
sementara peningkatan terjadi jika turbin menggunakan draft tube yaitu menjadi
96,5% sampai 99%.

Gambar 2.18Tipe Losses pada Turbin Reaksi (a) Efesiensi-Beban[11]

Pada dasarnyadraft tubeTerdiri Atas 3 Berdasarkan Sumbu vertikal poros


runnerYaitustraight conical draft tube, bell mouth draft tube dan curve (elbow)
draft tube.

2.7.1 Straight Conical Draft Tube

Straight conical draft tube dibatasi pada diameter runner yang kecil sampai
menengah (sampai 2,5 m) karena mempertimbangkan biaya yang besar dari
konstruksi difuser vertikal panjang.

Gambar 2.19Straight Conical Draft tube[11]

23
Straight conical draft tube terdiri atas tiga bagian yaitu bagian awal dimulai dari
porosrunner blade, cone proper, dan ruangan exhaust. Straight conical draft
tubememiliki perbedaan diameter masukan lebih kecil dari diameter luaran.

2.7.2 Bell Mouth Draft Tube

Pada tahun 1920, bell mouth draft tube atau bend conical draft tube dikembangan
di Amerika Seriakt. Bell mouth draft tube merupakan tabung lurus yang sesumbu
dengan runner namun berbeda dengan straight conical draft tubeyang terbuat dari
metal atau beton kuat untuk diameter turbin yang besar.

Gambar 2.20Bell Mouth Draft Tube[11]

2.7.3 CurvedDraft Tube

Curved draft tube merupakan tipe dasar yang digunakan pada kapasitas turbin
menengah sampai sangat besar. Kaplan merupakan orang yang mengembangkan
elbow draft tube untuk diameter runner yang sangat besar sehingga mencapai 10
meter. Kekurangan utama dari curve draft tube adalah performanya sedikit
berkurang dari pada straight-conical draft tube khususnya pada condisi operasi
yang tidak optimum.

Gambar 2.21Curved Draft Tube[11]

24
Curve draf tube memiliki tiga bagian, yaitu initial cone, elbow, dan diffuser akhir.
Initial cone merupakan tabung lurus yang mengubungkan ruang turbin dengan
elbow tube tersebut. Pada elbow, aliran air di belokan dari arah vertical menjadi
arah horizontal. Aliran air dikembalikan ke tail race oleh diffuser akhir setalah
melewati elbow. Terutama, pada head rendah danlaju aliran yang cukup
tinggiadalahkerugiandraft tubecukupbesar(hingga 50%), seperti terlihat pada
Gambar dibawah

Gambar2.22Longitudinal Cross-Section Of Hydraulic Power Plant[11]

Tujuan utamanya adalahuntuk memulihkan beberapaenergi kinetik(kecepatan)


meninggalkanrunnermenjadi energitekanan, apabila tanpadraft tubeakanterjadi
kerugian yang sangat signifikan . Oleh karena itu,bentukutama daridraft tubepada
dasarnya adalahdiffuser. Selain itu,memungkinkanuntuk menempatkanturbindi
atassaluran pembuang tanpa kehilanganhead, danuntuk mengarahkanaliranke
dalam saluran buang .

2.8 Dasar - Dasar PerancanganDraft Tube

Asabernoulliyang terlihat pada gambar dibawah yaitu pada kondisi 1 dan 2.

𝑝1 𝛼1 𝑉12 𝑝 𝛼2 𝑉22
+ 𝑧1 + = 𝜌𝑔2 − 𝑧2 + + ℎ𝑓 (26)
𝜌𝑔 2𝑔 2𝑔

P =Tekanan Absolut
z =Ketinggian
α =Faktor koresi energi kinetic

25
v =Kecepatan
hf = losses hidrolik pada draft tube

Tekanan absolut p apada daerah 2 dapat ditunjukkan pada persamaan dengan patm
merupakan tekanan atmosfir. Asumsibahwa turbin diinstalasi pada ketinggian Hs
yang diperkirakan sama dengan z1, Pers. [1] menjadi :

p1 patm α1 V21 α2 V22


= − (Hs + ( − − hf )). (27)
ρg ρg 2g 2g

Sebuah interprestasi dari persamaan 2 menyatakan bahwa draft tube dapat


mengembalikan daerah yang bertekanan rendah di bawah runner dimanfaat
kembali oleh turbin. Tekanan rendah tersebut terdiri atas dua kondisi, yaitu
tekakan jatuh statik (Hs) dan tekanan jatuh dinamik (persamaan 2). Nilai tekanan
jatuh dinamik sangat bergantung pada debit dari fluida yang masuk ke daft tube.
Berbeda dengan tekanan jauh dinamik, nilai jatuh statik selalu bernialai konstan
yang meruppakan jarak antara instalasi turbin terhadap tail race.

Gambar 2.23Prinsip Hidrolik Dari Draft Tube (a) dengan (b) Tanpa [11]

Efesiensi dari draft tube (diffuser) pada umumnya digambarkan pada empat
performa matrik. Matrik tersebut adalah tekanan pulih (Cp), tekanan pemulihan
ieal (Cpi), efisiensi draft tube (cp) dan factor losses Matrik tersebut digambarkan
pada persmaan,

p2 −p1
Cp = α V (28)
ρ 1 1
2

α V 2 α A 2
Cpi = 1 − α2 (V2 ) = 1 − α2 (A1 ) (29)
1 1 1 2

26
𝛼 A 2
𝐶𝑃𝑖 − 𝐶𝑝 = 1 − 𝐶𝑃 − 𝛼2 (A1 ) (30)
1 2

dengan A adalah luas penampang masuk dan keluar. Efesiensi dari draft
tubesangat beragantung apada nilai tekanan pulih. Perangcangan draft tube harus
memperhatikan panjang dari draft tube (L) dan sudut ekspansi daridraft tube.
Semakin besar sudut ekspansi draft tube maka semakin kecil tekanan pulih akan
terjadi (𝐶𝑃 ) maka efisiensi draft tube semakin kecil dan apabila terlalu kecil sudut
ekspansi dari draft tube maka semakin tinggi losses antara dinding draft tube
dengan laju aliran (hf) yang akan berpengaruh terhadap efisiensi draft tube.
Sementara, pengaruh panjang pada draft tube juga akan mempegaruhi biaya
manufaktur komponen tersebut. Ekspansi dan panjang dari draft tube akan
memerlukan material yang cukup banyak yang akan berpengaruh terhadap biaya
tersebut.Gambar memperlihatkan terdapat nilai 𝐶P∗ dan 𝐶P∗∗ yang diperoleh dari
data Corkrell dan Markland (1963) yang dipresentasikan dalam grafik oleh Sovran
dan Klomp (1965)[13]. Nilai 𝐶P∗ merupakan nilai tekanan pulih maksimum untuk
mendapatkan nilai L/D dan nilai 𝐶P∗∗ merupakan nilai tekanan pulih maksimum
untuk mendapatkan nilai AR (Rasio Area) masukan dan keluaran dari draft tube.

Gambar 2.24Grafik Performa ConicalDiffuser[11]

2.9 Seleksi Material

Sifat dari material menjadikan material tersebut memiliki keterbatasan dalam hal
daya gunanya. Kita memerlukan suatu cara untuk dapat menelusuri sifat–sifatma
terial yang memang diperlukan dalam mengambil keputusan sebuah desain.

27
Sebuah sifat dari material dapat ditampilkan dalam sebuah diagram balok
(barchart). Biasanya sebuah komponen mesin mensyaratkan lebih dari satu sifat
material. Artinya komponen tersebut memiliki beberapa kombinasi dari sifat –
sifat material yangdiinginkan. Seperti rasio perbandingan sifat kekuatan terhadap
berat (stregth to weigth ratioσf / ρ) ataupun rasio perbandingan kekakuan terhadap
berat (stiffnes-to-weigth ratio E / ρ) yang dipersyaratkan pada sebuah desain
komponen yang ringan dan kuat.Salah satucara untuk menampilkan sifat–sifat ini
adalah dengan menggunakan diagram balok sepertiterlihat pada gambar dibawah.

Gambar 2.25. Diagram balok konduktifitas panas tiga macam benda padat.[12]

Banyak informasi tentang sifat material yang dapat ditampilkan dalam


bentukdiagram. Seperti pada diagram 2.26. Hubungan antara young modulus( E)
dengan density (ρ) dalam bentuk skala logaritma.

Gambar 2.26. Hubungan kelenturan dengan berat jenis dalam skala logaritma[12]

28
Diagram di atas adalah sebuah contoh yang sederhana untuk menggambarkan
hubungan antara density (berat jenis) dengan modulus young (kelenturan)
terhadap sifat kecepatan suara pada benda padat yang tergantung pada kedua sifat
tersebut. Hubungan antara kedua sifat tersebut dinyatakan sebagai V = ( E / ρ )1/2.
Modulus (kelenturan) dan berat jenis adalah dua sifat yang sangat umum dikenal
masyarakat. Baja adalah kaku, karet adalah kebalikannya. Hal ini adalah efek dari
mudulus (sifat kelenturan). Timah berat tetapi gabus sangat ringan. Ini adalah efek
dari berat jenis. Gambar 2.27. di bawah menyatakan seluruh lingkup dari young’s
modulus dan density untuk material teknik.

Gambar 2.27. Young’s modulus - Density Chart (asbhy diagram) [12]

Masing–masing kelas dikelompokkan dalam kamar–kamar yang berbeda. Densit


dari sebuah benda padat ditentukan oleh tiga faktor yaitu; berat atom, ukuran atom
danbentuk kemasannya. Ukuran atom tidak begitu banyak memiliki perbedaan,
rata-ratamemiliki ukuran 2 x 10-29 m3. Besaran density ditentukan oleh berat
atomnya, mulai dari 1(atom hidrogen) sampai seberat 238 untuk atom uranium.
Metal sangat padat karena dihunioleh atom yang berat, atomnya dikemas dalam
bentuk yang padat, berbeda dengan polimeryang susunan atomnya
ringan.Kelunturan (moduli) material tergantung dari dua faktor yaitu kekuatan
ikatan dandensity dari ikatannya per unit area. Ikatan atom ibarat sebuat per /
pegas (spring). Springmemiliki sebuah konstanta S (unit N/m) yang dinyatakan
dalam rumus young modulus :E = S/roDi mana ro adalah ukuran atom yang

29
berarti volume dari atom tersebut. Berbagai tingkatankelenturan material
disebabkan oleh besaran nilai ikatannya (S). Ikatan kovalen memilikisifat yang
sangat kaku karena nilai ikatannya (S) sekitar 20 – 200 N/m sedangkan
ikatanionik dan ikatan metalik memiliki kekuatan sekitar 15 – 100 N/m. Intan
memiliki nilai moduliyang sangat tinggi karena atom karbon yang dikandungnya
memiliki ukuran yang sangatkecil serta ikatannya memiliki nilai S = 200
N/m.Metal juga memiliki nilai moduli yang tinggi karena dikemas dalam ikatan
yang padatdan kuat, walaupun kekuatan ikatannya masih di bawah intan. Polimer
memiliki ikatanhidrogen atau van der waals dengan nilai S = 0,5 – 2 N/m. Hal
inilah yang membuat polimermudah dibentuk. Walaupun polimer memiliki
ukuran atom yang besar ( 3 x 10-10) tetapi diikatdengan ikatan yang lemah sekitar
S = 0,5 N/m. Bila dihitung besar kekuatan ikatannya;E = 0,5 / (3 x 10-10) = 1 Gpa
.Nilai ini adalah batas terendah di mana dikatakan material itu berbentuk padat
(true solid).

2.10 Metode AHP ( Analytical HierarchyProcess )

Pengambilan keputusan sudah menjadi bagian dalam kehidupan, kadangkala kita


diperhadapkan pada dua atau lebih pilihan, atau pilihan mudah hingga yang paling
sulit. Pada pengambilan keputusan yang melibatkan susutu sistem (sederhana atau
kompleks) atau keputusan yang sifatya menentukan perjalanan perusahaan /
organisasi bahkan negara maka keputusan tentu akan sulit jika hanya
mengandalkan intuisi, sehingga pengambilan keputusan dilakukan setelah suatu
melalui proses tertentu. Kemungkinan anda sudah pernah mendengar AHP atau
Analytic Hierarchy Process. AHP merupakan salah satu alat bantu (proses) dalam
pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty [13] pada
tahuh 70an.

1. Prosedur AHP

30
Terdapat tiga prinsip utama dalam pemecahan masalah dalam AHP menurut
Saaty, yaitu: Decompositiot, Comparative Judgement, dan Logical Concistency.
Secara garis besar prosedur AHP meliputi tahapan sebagai berikut:
1) Dekomposisi masalah;
2) Penilaian/pembobotan untuk membandingkan elemen-elemen;
3) Penyusunan matriks dan Uji consistensi;
4) Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki;
5) Sistesis dari prioritas; dan
6) Pengambilan/penetapan keputusan.

2. Dekomposisis Masalah/Menyusun Hirarki

Dekomposisi masalah adalah langkah dimana suatu tujuan (Goal) yang telah
itetapkan selanjutnya diuraikan secara sistematis kedalam struktur yang menyusun
rangkaian sistem hingga tujuan dapat dicapai secara rasional.Suatu tujuan (goal)
yang utuh, didekomposisi (dipecahkan) kedalam unsur penyusunnya. Apabila
unsur tersebut merupakan kriteria yang dipilih seyogyanya mencakup semua
aspek penting terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun kita harus tetap
mempertimbangkan agar kriteria yang dipulih benar-benar mempunyai makna
bagi pengambilan keputusan dan tidak mempunyai makna atau pengertian yang
yang sama, shingga walaupun kriteria pilihan hanya sedikit namun mempunyai
makna yang besar terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setelah kriteria ditetapkan,
selanjutnya adalah menentukan alternatif atau pilihan penyelesaian masalah.
Sehingga apabila digambarkan kedalam bentuk bagan hierarki seperti ditunjukkan
pada Gambar 2.28.

31
Gambar 2.28.Bagan Hierarki [13]
Hirarki utama (Hirarki I) adalah tujuan/ fokus/ goal yang akan dicapai atau
penyelesaian persoalah/ masalah yang dikaji. Hierarki kedua (Hirarki II) adalah
kriteria, kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif (penyelesaian)
agar layak untuk menjadi pilihan yang paling ideal, dan Hirarki III adalah
alternatif aatau pilihan penyelesaian masalah.

3. Penilaian / Pembandingan Elemen

Apabila proses dekomposisi telah selasai dan hirarki telah tersusun dengan baik.
Selanjutnya dilakukan penilaian perbandingan berpasangan (pembobotan) pada
tiap-tiap hirarki berdasarkan tingkat kepentingan relatifnya. Maka perbandingan
dilakkukan pada Hirarki III (antara alternatif), dan pada Hirarki II (antara kriteria).
Penilaian atau pembobotan pada Hirarki III, membandingkan nilai atau karakter
pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada. Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2,
pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1, selanjutnya antara pilihan 1 dan pilihan 3,
lebih penting pilihan 3 dan seterusnya hingga semua pilihan akan dibandingkan
satu-persatu (secara berpasangan). Hasil dari penilaian adalah nilai/bobot yang
merupakan karakter dari masing-masing alternatif.Penilaian atau pembobotan
pada Hierarki II, dimaksudkan untuk membandingkan nilai pada masing-masing
kriteria guna mencapai tujuan.Prosedur penilaian perbandingan berpasangan
dalam AHP, mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Thomas
L Saaty, sebagai berikut:

Tabel 2.5 Prosedur penilaian perbandingan berpasangan dalam AHP [13]

32
Dalam pembobotan tingkat kepentingan atau penilaian perbandingan berpasangan
ini berlaku hukum aksioma reciprocal, artinya apabila suatu elemen A dinilai
lebih esensial (5) dibandingkan dengan elemen B, maka B lebih esensial 1/5
dibandingakan dengan elemen A. Apabila elemen A sama pentingnya dengan B
maka masing-masing bernilai = 1. Dalam pengambilan data, misalnya dengan
menggunakan kuisioner, prosedur perbandingan berganda dapat dilakukan dengan
menggunakan kuisioner berupa matriks atau semantik difrensial.

Tabel 2.6 Kuisioner matriks

Banyaknya sell yang harus diisi adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal elemen
diagonalnya bernilai = 1.

3 Penyusunan Matriks dan Uji Konsistensi

Apabila proses pembobotan atau “pengisian kuisioner” telah selesai, langkah


selanjutnya dalah penyusunan matriks berpasangan untuk melakukan normalisasi
bobot tingkat kepentingan pada tiap-tiap elemen pada hirarkinya masing-masing.

33
Langkah pertama: adalah menyatukan pendapat dari beberapa kuisioner, jika
kuisioner diisi oleh pakar, maka kita akan menyatukan pendapat para pakar
kedangan menggunakan persamaan rata-rata geometri[13]:
(31)

Langkah kedua: menyusun matriks perbandingan, sebagai berikut:

Tabel 2.7 Kuisioner matriks [13]

Sebelum melangkah lebh jauh ketahapan iterasi untuk penetapan prioritas pada
pilihan alternatif atau penetapan tingkat kepentingan kriteria, maka sebelumnya
dilakukan terlebih dahulu uji konsistensi. Uji konsistensi dilakukan pada masing
kuisioner/pakar yang menilai atau memberikan pembobotan. Kuisioner atau pakar
yang tidak memenuhi syarat konsisten dapat dianulir atau dipending untuk
perbaikan. Prinsip dasar pada uji konsistensi ini adalah apabila A lebih penting
dari B, kemudian B lebih penting dari C, maka tidak mungkin C lebih penting dari
A. Tolak ukur yang digunakan adalah CI (Consistency Index) berbanding RI
(Ratio Index) atau CR (Consistency Ratio). Ratio Indeks(RI) yang umum
digunakan untuk setiap ordo matriks adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8 Ratio Indeks [13]

34
Langkah ketiga: uji konsistensi terlebih dahulu dilakukan dengan menyusun
tingkat kepentingan relatif pada masing-masing kriteria atau alternatif yang
dinyatakan sebagai bobot relatif ternormalisasi (normalized relative weight).
Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk
masing-masing elemen pada setiap kolom yang dibandingkan dengan jumlah
masing-masing elemen:

Tabel 2.9 Ordo Matriks [13]

Maka bobot relatif ternormalisasi adalah:


Tabel 2.10 Bobot Relatif[13]

Selanjutnya dapat dihitung Eigen faktor hasil normalisasi dengan merata-ratakan


penjumlahan tiap baris pada matriks di atas.

35
Tabel 2.11 Eigen faktor [13]

Selanjutnya tentukan nilai CI (consistency Index) dengan persamaan:

(32)
Dimana CI adalah indeks konsistensi dan Lambda maksimum adalah nilai eigen
terbesar dari matriks berordo n. Nilai eigen terbesar adalah jumlah hasil kali
perkalian jumlah kolom dengan eigen vaktor utaman. Sehingga dapat diperoleh
dengan persamaan:

(33)

Setelah memperoleh nilai lambda maksismum selanjutnya dapoat ditentukan nilai


CI. Apabila nilai CI bernilai nol (0) berarti matriks konsisten. Jika nilai CI yag
diperoleh lebih besar dari 0 (CI>0) selanjutnya diuji batas ketidak konsistenan
yang diterapkan oleh Saaty. Pengujian diukur dengan menggunakan Consistency
Ratio (CR), yaitu nilai indeks, atau perbandingan antara CI dan RI:

(34)

Nilai RI yang digunakan sesuai denan ordo n matriks. Apabila CR matriks lebih
kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak konsistenan pendapat masing dianggap
dapat diterima.

4 Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki

36
Penetapan prioritas pada tiap-tiap hierarki dilakukan melalui proses Iterasi
(perkalian matriks). Langkah pertama yang dilakukan adalah merubah bentuk
fraksi nilai-nilai pembiobotan kedalam bentuk desimal. Mengkuadratkan matriks
1 (jumlah baris x kolom) (Iterasi I).Selanjutnya jumlahkan angka dalam matriks
menurut barisnya. Langkah berikutnya adalah pengolahan bentuk Matriks 2
dengan jalan sama dengan Matriks 1 (Iterasi II), kemudian jumlahkan kembali
hasil perkalian silang matriks berdasarkan baris. Selanjutnya dihitung selisih
antara vektor Matriks 1 dan 2 dalam Iterasi IILekukan kembali iterasi untuk
Matriks 3. Langkah ini diulang, hingga nilai selisih antar iterasi tidak mengalami
perubahan (=0), nilai iterasi yang diperoleh tersebut selanjutan menjadi urutan
prioritas. Metode yang sama diteruskan pada tingkatan hierarki selanjutnya, atau
pilihan-pilihan alternatif.

5 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan mengakumulasi nilai/ bobot global yang


merupakan nilai sensitivitas masing-masing elemen. Kesimpulan utamanya adalah
aspek kekuatan perlu diperhatikan karena merupakan prioritas utama.

2.11.Perencanan Proses Manufaktur


1. Proses Pemotongan

Waktu potong Body Draft Tube (tp1)

𝐿
𝑡𝑝 =
𝑣
tp = Waktu potong (menit)
L = Panjang pemotongan (mm/menit)
v = kecepatan potong (mm/menit)

2. Proses gurdi
 Kecepatan Potong Penggurdian

37
kecepatan keliling dari penggurdi nya, secara matematis ditulis sebagai
berikut [14] :

dN  m 
Cs  (35)
1000  menit 

dengan: d = diameter benda kerja (mm), N = Putaran Mesin.

 Hantaran Penggurdi

Hantaran penggurdi dinyatakan dalam mm  . Secara umum,


 putaran
untuk operasi penggurdian, lebih tebal geram yang dipotong, maka akan
lebih efisien. Agar waktu pemesinan lebih cepat, maka dianjurkan
menyetel hantaran yang lebih dalam, bukan nya meningkatkan kecepatan
potong nya, karena hal ini justru dapat menurunkan umur pahat. Berikut
ini dapat dilihat tabel yang di anjurkan untuk proses penggurdian.

Tabel 2.12 Hantaran Gurdi [14]

Diameter benda kerja Hantaran (mm/putaran)


(mm)

3,3 0,03  0,05

3,2  6,4 0,05  0,10

6,4  12,7 0,10  0,18

12,7  25,4 0,18  0,38

 25,4 0,38  0,64

 Ukuran Lubang Yang di Gurdi

38
Biasanya penggurdi dengan dua galur akan menggurdi dengan sedikit
kelebihan ukuran. Sebagai contoh, untuk diameter penggurdi antara (3,2 
25) mm, dapat dihitung [14]:

Kelebihan ukuran rata-rata = 0,05 + 0,13 D

Kelebihan ukuran maksimum = 0,13 + 0,13 D

Kelebihan ukuran minimum = 0,03 + 0,08 D

dengan D = diameter nominal penggurdi (mm).

3. Proses Bubut
 Kecepatan Potong
keceptan potong; C S biasanya sudah tertera di text book, namun ada
baiknya lebih diperjelas lagi cara menghitungnya, yakni:

 .D.n  m 
CS = atau n 
1000 C s
rpm (36)
1000  menit   D

dengan D = diameter benda kerja mm n = putaran mesin rpm

 Kecepatan makan (v f )
v f= f .n; mm / menit(37)
f = gerak makan (mm/putaran)
n = putaran poros utama (putaran/menit)

 Waktu pemotongan
𝐿
𝑡𝑐 = 𝑣𝑐 (38)
𝑓

tc = Waktu potong (menit)


Lc = Panjang pemotongan (mm/menit)
vf = kecepatan potong (mm/menit)

4. Perencanaan Pengelasan

39
Daya yang dihasilkan dalam pengelasan busur didefinisikan dengan
persamaan :
HRw = f1 f2 I E = Um Aw v (39)
dimana :
E = tegangan, V; I = arus, A;
HRw = laju pembentukan panas pada las-an (rate of heat generation at the
weld), Watt atau Joule/sec. atau Btu/sec. Catatan : 1 Btu = 1055 J, Um
=energi peleburan logam (melting enrgy for metal), Btu/in3.
Aw=luarpermukaan las-an, mm2 atau in2v=kecepatan gerak pengelasan,
mm/sec. atau in/min.Laju volume pengelasan logam (volume rate of metal
welded, MVR), dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
MVR = HRw / Um , in.3/sec. (40)

2.12Perencanaan Biaya

Rancangan biaya berfungsi untuk mengetahui harga jual dari produk yang telah di
produksi. Rancangan biaya dapat di peroleh dengan persamaan :

Cu=Cm + Cp + Cplan + ∑Cp (Rp/ Produk) (41)

Cm merupakan harga bahan baku yang di pengaruhi oleh dua faktor faktor
langsung (Cmi) dan tak langsung (Cmo). Cmi adalah harga material sedangkan
Cmo biaya penyimpanan dan suku bunga, Cplan merupakan rancangan biaya
persiapan produksi, Cp adalah biaya produksi, Cm= Cmi + Cmo

2.13Effisiensi Turbin

Secara umum, istilah efisiensi didefinisikan sebagai rasio kerja terhadap energi,
Effisiensi turbin adalah merupakan perbandingan antara input (daya hydrolik)
dengan daya out put (daya poros), seperti diperlihatka persamaan berikut [15] :

1. Daya hidrolik :

40
𝑃 ℎ𝑖𝑑 = 𝜌𝑔 ℎ 𝑄 (42)

2. Daya poros :
𝑃𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠 = 𝑇 𝜔 (43)

3. Effisiensi:
𝑃 𝑝𝑜𝑟𝑜𝑠
𝐸𝑓𝑓 = 𝑥 100 % (44)
𝑃 ℎ𝑦𝑑

41

Anda mungkin juga menyukai