Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan informasi dari Scleroderma Foundation. Skleroderma adalah
sekelompok penyakit yang menyebabkan kulit dan organ kadang-kadang internal
untuk menjadi keras dan ketat. Sebenarnya, kata skleroderma sebenarnya berarti
"kulit keras”. Skleroderma terjadi ketika tubuh terlalu banyak membuat kolagen,
protein yang membentuk jaringan ikat atau Skleroderma dapat dikatakan sebagai
penyakit autoimun kronis yang ditandai oleh fibrosis (atau pengerasan),
perubahan pembuluh darah dan autoantibodi. Ini mempengaruhi pembuluh darah
kecil yang dikenal sebagai arteriol dalam semua organ. Penyakit ini ditemukan di
antara semua ras di seluruh dunia, tetapi perempuan empat kali lebih mungkin
mengembangkan skleroderma daripada pria. Di Amerika Serikat, sekitar satu
orang di 1.000 terpengaruh. Anak-anak jarang menderita jenis sistemik, tetapi
skleroderma lokal adalah umum. Penyakit ini memiliki tingkat tinggi di antara
suku Choctaw asli Amerika dan wanita Afrika-Amerika
Mengutip dari Info Sehat tabloid Nyata edisi April 2005, beberapa ahli
menduga penyakit ini disebabkan oleh faktor pencetus berupa hormon terutama
hormon estrogen, zat kimia seperti vinyl chloride atau trichloroehylene dan
infeksi virus seperti Human Cytomegalovirus dan Human Herpes Virus. Penyakit
ini diduga tidak menular dan tidak bersifat turunan. Faktor resiko terjadinya
skleroderma adalah pemaparan debu silika dan polivinil klorida. Para ilmuwan
memperkirakan bahwa sekitar 250 dari 1 juta orang mengalami beberapa bentuk
Skleroderma. Skleroderma dapat terjadi dalam keluarga yang memiliki
kecenderungan atau riwayat penyakit ini, tetapi dalam banyak kasus juga terjadi di
keluarga yang dikenal tidak memiliki kecenderungan untuk penyakit ini. Sekedar
pengetahuan, Skleroderma tidak dianggap menular, tetapi bisa sangat
mempengaruhi aktifitas penderita. Pada dasarnya Skleroderma merupakan hasil
dari overproduksi dan akumulasi kolagen dalam jaringan tubuh. Kolagen adalah
sejenis protein berserat yang membentuk tubuh jaringan penghubung, termasuk
kulit.

1
Walaupun dokter tidak yakin apa yang mendorong produksi kolagen yang
tidak normal ini, sistem kekebalan tubuh tampaknya memainkan peran. Untuk
alasan yang tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh berbalik melawan tubuh,
menghasilkan peradangan dan kolagen yang berlebih.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa defenisi skleroderma?
2. Apa etiologi dari skleroderma?
3. Bagaimana patofisiologi skleroderma?
4. Apa saja manifestasi klinik skleroderma?
5. Apa saja komplikasi pada skleroderma?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma?
7. Bagaimana penatalaksanaan untuk skleroderma?
8. Bagaimana konsep keperawatan skleroderma?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui defenisi skleroderma
2. Untuk mengetahui etiologi dari skleroderma
3. Untuk mengetahui patofisiologi skleroderma
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik skleroderma
5. Untuk mengetahui komplikasi skleroderma
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik untuk skleroderma
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk skleroderma
8. Untuk mengetahui konsep keperawatan skleroderma

2
BAB II
KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit).
Skleroderma, biasa juga disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit
autoimun kronis yang dapat mempengaruhi sejumlah sistem tubuh. Pada pasien
dengan skleroderma, sel-sel tertentu dalam tubuh menghasilkan kolagen secara
berlebihan. Kolagen merupakan suatu protein yang ditemukan dalam jaringan
ikat. Kelebihan kolagen akan disimpan di seluruh tubuh, menyebabkan
pengerasan pada kulit dan jaringan (fibrosis), merusak pembuluh darah, dan
mempengaruhi organ-organ dalam.
Skleroderma adalah penyakit yang cukup langka yang merupakan hasil
dari respon sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem
kompleks dari organ, sel, dan protein yang melindungi tubuh dari penyakit.
Sistem kekebalan tubuh akan menyerang organisme asing dalam tubuh,
mengidentifikasi dan menghancurkan sel-sel yang abnormal, serta membawa sel-
sel yang rusak dan mati keluar dari tubuh. Pada penyakit autoimun seperti
skleroderma, sistem kekebalan tubuh akan menyerang sel-sel normal pada tubuh,
menyebabkan kerusakan dan peradangan.Kelebihan produksi kolagen, kerusakan
pada pembuluh darah, dan terbentuknya antibodi yang abnormal (autoantibodi),
semuanya memainkan peranan yang penting dalam pengembangan skleroderma.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari skleroderma tidak diketahui hingga saat ini. Dengan alasan
yang masih belum jelas, terjadi proses autoimun dimana sistem imun tubuh
berbalik menyerang tubuh, menyebabkan peradangan dan menyebabkan produksi
kolagen yang berlebihan.
Faktor – faktor genetik dan lingkungan mungkin berperan dalam
pengembangan penyakit ini. Suatu antigen yang diwariskan, human leukocyte
antigen (HLA) dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya skleroderma.

3
Faktor risiko lain mencakup usia (biasanya 30-50 tahun), dan gender (lebih sering
pada wanita).
C. PATOFISIOLOGI
Seperti halnya dengan penyakit jaringan ikat difus lainnya, skleroderma
memiliki perjalanan penyakit yang beragam dengan remisi dan eksaserbasi,
kendati demikian, prognosisnya tidaklah seoptimis prognosis lupus. Penyakit ini
umumnya di mulai dengan gangguan pada kulit. Sel – sel mononuklear akan
berkumpul pada kulit dan menstimulasi limfokin untuk merangsang pembentukan
prokolagen. Kolagen yang insoluble akan terbentuk dan tertimbun secara
berlebihan dalam jaringan. Pada mulanya respon inflamasi menyebabkan
pembentukan edema dengan menimbulkan gambaran kulit yang tampak kencang,
licin dan mengkilap. Kemudian kulit tersebut mengalami perubahan fibrotik yang
menyebabkan hilangnya elastisitas kulit dan gangguan gerak. Akhirnya jaringan
itu mengalami degenerasi dan gangguan fungsional. Rangkaian peristiwa ini yang
dimulai dari inflamasi hingga degenerasi juga terjadi dalam pembuluh darah,
organ – organ utama dan berbagai sistem tubuh yang berpotensi untuk
menimbulkan kematian.
D. MANIFESTASI KLINIK
Skleroderma dimulai secara perlahan – lahan dan tidak jelas dengan
fenomena Raynaud serta pembengkakan pada tangan. Kulit dan jaringan subkutan
menjadi semakin keras serta kaku dan tidak dapat di cubit dari struktur di
bawahnya. Kerutan dan garis – garis kulit menghilang. Kulit menjadi kering
karena sekresi keringan di bagian yang sakit tersupresi. Eksteremitas menjadi
kaku dan kehilangan mobilitasnya. Keadaan tersebut akan menyebar secara
perlahan – lahan. Selama bertahun – tahun, semua perubahan ini dapat tetap
terlokalisasi pada kedua belah tangan dan kaki (skleroderma). Wajah menjadi
mirip topeng, immobile serta tanpa ekspresi, dan mulut menjadi kaku.
Perubahan di dalam tubuh, sekalipun tidak tampak secara langsung, jauh
lebih penting daripada perubahan yang nyata. Ventrikel kiri jantung akan terkena
sehingga terjadi gagal jantung kongesti, esofagus mengeras yang akan
mengganggu gerakan menelan, paru – paru terus membentuk jaringan parut

4
sehingga menghambat respirasi, gangguan cerna terjadi karena pengerasan
(sklerosing) mukosa intestinal dan kegagalan renal progresif dapat terjadi.
Pasien dapat memperlihatkan manifestasi dalam bentuk sejumlah gejala
yang di sebut sebagai sindrom CREST. Huruf CREST berarti calcinosis
(karsinosis/ pengendapan kalsium dalam jaringan), Raynaud’s phenomena
(fenomena Raynaud), esophageal hardening and dysfunctioning (pengerasan dan
gangguan fungsi esophagus), sclerodactyly (sklerodaktili/ skleroderma pada jari –
jari) dan telangiectasis (telangiektasis/ dilatasi kapiler yang membentuk lesi
vaskuler).
E. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi skleroderma meliputi : kerusakan otot halus di
saluran pencernaan, yang menyebabkan kekurangan gizi, jaringan parut pada otot
jantung, dapat menyebabkan kerusakan permanen, kerusakan ginjal dan
kegagalan, dan kurang percaya diri.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk diagnosis skleroderma tidak ada satu pun pemeriksaan yang dapat
menyimpulkan diagnosis tersebut. Anamnesis riwayat sakit dan pemeriksaan fisik
yang lengkap di lakukan untuk mencatat setiap perubahan fibrotik pada kulit, paru
– paru, jantung atau esophagus. Biopsi kulit dikerjakan untuk mengidentifikasi
perubahan seluler spesifik untuk skleroderma. Pemeriksaan pulmoner akan
memperlihatkan abnormalitas perfusi ventilasi. EKG menunjukkan efusi
perikardium (yang sering ditemukan bersama gangguan jantung). Pemeriksaan
esophagus memperlihatkan penurunan mortalitas pada 75% penderita
skleroderma. Tes darah dapat mendeteksi antibodi antinukleus (ANA) yang
menunjukkan kelainan jaringan ikat dan kemungkinan membedakan subkelompok
scleroderma. Hasil tes ANA yang positif lazim dijumpai pada skleroderma.
Gambaran ANA yang memperlihatkan pola antisentromer berkaitan dengan
sindrom CREST.
G. PENATALAKSANAAN
Terapi skleroderma bergantung pada manifestasi klinisnya. Semua pasien
memerlukan konseling pribadi dan dalam konseling tersebut, tujuan individual

5
yang realistis dapat ditentukan. Sampai saat ini belum ada program obat yang
terbukti efektif untuk mengendalikan skleroderma namun demikian, berbagai obat
dapat digunakan untuk mengobati gejalanya. Penisilamin pernah menjadi obat
yang paling menjanjikan dalam mengurangi penebalan kulit, menurunkan
kecepatan terjadinya kelainan organ visera yang baru, dan memperpanjang usia
penderita. Kaptopril dan preparat antihipertensi yang paten lainnya cukup efektif
untuk mengendalikan krisis hipertensi. Obat – obat anti–inflamasi dapat di
gunakan untuk mengontrol atralgia, kekakuan dan gangguan rasa nyaman
muskuloskeletal yang umum. Preparat vasodilator tidak terbukti efektif untuk
berbagai abnormalitas vaskuler. Tindakan suportif mencakup upaya untuk
mengurangi rasa nyeri dan membatasi disabilitas. Program latihan yang moderat
perlu di dorong untuk mencegah kontraktur sendi. Kepada pasien disarankan agar
menghindari suhu yang ekstrem dan menggunakan losion untuk mengurangi
kekeringan kulit.
Pertimbangan Keperawatan. Penilaian keperawatan dapat difokuskan pada
perubahan sklerotik kulit, kontraktur jari – jari tangan dan perubahan warna atau
lesi pada ujung – ujung jari tangan. Pengkajian gangguan sitemik memerlukan
peninjauan terhadap berbagai sistem dengan memberikan perhatian khusus kepada
gejala – gejala gastrointestinal, pulmoner, renal dan jantung. Keterbatasan pada
mobilitas dan aktivitas perawatan mandiri harus dikaji bersama dampak yang
telah atau yang akan ditimbulkan oleh penyakit pada citra tubuh.
Asuhan keperawatan bagi penderita skleroderma kulit harus dilaksanakan
berdasarkan rencana asuhan dasar.Masalah yang paling sering ditemukan pada
penderita skleroderma kulit mencakup gangguan integritas kulit, kurang
kemampuan dalam melaksanakan perawatan mandiri, perubahan nutrisi yang
membuat asupan nutrisi lebih kecil dari kebutuhan tubuh dan gangguan citra
tubuh. Pasien yang penyakitnya sudah lanjut dapat pula menghadapi masalah
dengan terganggunya pertukaran gas, berkurangnya curah jantung, gangguan
menelan dan konstipasi.

6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian dapat dilakukan dengan anamnesa, pengkajian riwayat, dan
pemeriksaan fisik.
b. Catat derajat scleroderma.
c. Catat adanya lesi inflamasi
d. Inspeksi kulit dengan meregangkan kulit secara perlahan, lihat adanya papul
dan kista.
e. Menilai persepsi klien yang memicu peningkatan intensitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidaknyamanan nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Gangguan citra diri berhubungan dengan rasa malu dan frustasi terhadap
penampilan diri.
c. Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
d. Program terapi tidak efektif berhubungan dengan pengetahuan yang tidak
memadai mengenai penyebab, jalannya penyakit, pencegahan, dan perawatan
kulit.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx I : Ketidaknyamanan nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : Nyeri klien hilang atau dapat terkontrol
Intervensi :
a) Kaji adanya nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui nyeri yang dirasakan.
b) Hindari bahan-bahan atau benda-benda yang menyebabkan nyeri.
Rasional : Mencegah timbulnya nyeri.
c) Kolaborasi medis pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi nyeri.
Dx II : Gangguan citra diri berhubungan dengan rasa malu dan frustasi terhadap
penampilan diri.
Tujuan : klien mampu menerima situasi secara realitas

7
Intervensi :
a) Berikan motivasi dan harapan kepada klien bahwa penyakit scleroderma dapat
diobati.
Rasional : Mengurangi kecemasan dan meningkatkan rasa percaya diri.
b) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : Mengurangi kecemasan.
c) Anjurkan klien untuk melakukan pengobatan secara konsisten.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
Dx III : Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
Tujuan : komplikasi dicegah/minimalkan
Intervensi :
a) Kaji derajat lesi untuk mengetahui seberapa parah lesi pada kulit.
Rasional : Mengetahui tingkat keparahan guna memberikan terapi yang tepat.
b) Anjurkan klien untuk menghindari garukan pada daerah yang mengeras.
Rasional : Mencegah lesi dan kerusakan integritas kulit.
c) Anjurkan klien untuk menghindari pemakaian kosmetik yang mengandung
bahan kimia.
Rasional : Mencegah kerusakan permukaan kulit.
d) Kolaborasi : pemberian terapi topikal dan sistemik.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
Dx IV : Program terapi tidak efektif berhubungan dengan pengetahuan yang tidak
memadai mengenai penyebab, jalannya penyakit, pencegahan, dan
perawatan kulit.
Tujuan : Kondisi/prognosis dan program terapi dipahami
Intervensi :
a) Beri pendidikan kesehatan tentang scleroderma secara umum.
Rasional : Menambah pengetahuan klien.
b) Motivasi pasien untuk meningkatkan kepatuhan dan pemahaman terhadap
terapi.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.

8
c) Evaluasi tingkat pemahaman klien tentang scleroderma.
Rasional : Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang scleroderma.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi yang ada.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Nyeri hilang atau berkurang.
b. Pasien tidak merasa malu lagi.
c. Kerusakan integritas kulit teratasi.
d. Pasien mencapai pengetahuan terhadap program terapi.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Scleroderma adalah penyakit langka kronis yang menyerang pertahanan
tubuh. Saat ini diperkirakan sekitar 150,000 sampai 500,000 orang Amerika telah
terjangkit penyakit ini. Terutama wanita berumur antara 30 sampai 50 tahun.
Penyakit ini menjangkit 30 orang per 100.000 dan perbandingan antara wanita dan
pria berkisar empat banding satu.
B. KRITIK DAN SARAN
Makalah kami masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kami.
Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://www.perkuliahan.com/makalah-kesehatan-keperawatan-tentang-penyakit-
scleroderma/#ixzz1sHvRomcZ
Doenges, Marilynn E. 2002.Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi ke 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Djuanda, Prof. Dr. Adhi. 2002.Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi ke 3. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, Ed4. Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai