Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN.

M DENGAN NON
INSULIN DEPENDEN DIABETES MELITUS (NIDDM) DI
RUANG NEW BOUGENVILLE 2 RS PELNI JAKARTA

Disusun Oleh :
1. Anisyah Pertiwi (16005)

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI


JAKARTA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Klien Tn. M dengan Non Insulin Dependen Diabetes Melitus
(NIDDM) di Ruang New Bougenville II Rumah Sakit Pelni Jakarta”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan,
tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B, BTKV(K)Direktur Utama Rumah Sakit
Pelni.
2. Achmad Samdani, SKM Ketua Yayasan Samudra Apta.
3. Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM Direktur Akademi Keperawatan Pelni
Jakarta.
4. Ns. Sri Atun Wahyuningsih.,M.kep.,S.kep.J Dosen Penguji di Akademi
Keperawatn Pelni Jakarta.
5. Nur Amini,S.Kep, Kepala Ruangan di Ruang New Bougenville II Rumah Sakit
Pelni Jakarta sekaligus Perceptor di Ruang New Bougenville II Rumah Sakit Pelni
Jakarta.

Akhir kata kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua yang
membaca.

Jakarta, Desember 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit diabetes melitus adalah penyakit yang sering kita jumpai di


masyarakat kita, menurut Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun
2010-2011, penyakit diabetes melitus (DM) menempati urutan ke-5 dari
10 besar penyakit tidak menular penyebab rawat jalan rumah sakit di
indonesia dengan presentase sebesar 1,92% pada tahun 2009 dan sebesar
26% pada tahun 2010 (Kemenkes RI, 2012).

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang


banyak terjadi di dunia ini dan juga menjadi penyebab utama dalam
perkambangan penyakit kardiovaskuler (Wild et al, 2009). Prevalensi
menurut WHO (2013), bahwa lebih dari 382 juta jiwa orang di dunia
telah mengidap penyakit diabetes melitu, prevalensi DM di dunia dan
indonesia akan mengalami peningkatan secara epidemiologi,
diperkirakan bahwa tahun 2030 prevalesni diabetes meliitus (DM) di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang, selain itu diabetes melitus
menduduki peringkat ke enam penyebab kematian terbesar di Indonesia.

Di indonesia jumlah penderita diabetes minimal 2,5 juta pada tahun 2002
menjadi 4 juta dan tahun 2010 minimal 5 juta (Tjokroprawiri, 2006)
menurut data yang dipublikasikan dalam jurnal diabetes care tahun 2004,
penderita Diabetes Melitus diindonesia pada tahun 2000 mencapai 8,4
juta orang dan menduduki peringkat ke-4 setelah India dan China dan
Amerika Serikat. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat lebih dari
2 kalinya pada tahun 2030, yaitu menjadi 21,3 juta orang (wild et
al.,2014). Statistik meuunjukan bahwa kurva kejadian diabetes mencapai
puncaknya pada umur antara 40 sampai 60 tahun. Pada umur 44 sampai
70 tahun diabetes lebih banyak terdapat pada wanita, tetapi pada umur
yang lebih muda frekuensi diabetes lebih beasr dari pada pria (Haznam,
2004)

Prevalensi DM menurut Laporan Nasional tahun 2007 di daerah


perkotaan didapatkan presentase sebesar 6,8% di provinsi jawa timur.
Ditinjau dari segi pendidikan, prevalensi DM lebih tinggi pada
kelompok tidak sekolah dan tidak tamat SD. Menurut jenis pekerjaan,
prevalensi DM lebih tinggi pada kelompok ibu rumah tangga dan tidak
bekerja, diikuti pegawai dan wiraswasta. Berdasarkan tingkat
pengeluaran rumah tangga per kapita, prevalensi DM meningkat sesuai
dengan meningkatnya tingkat pengeluaran (Kemenkes RI, 2012) menurut
WHO (2011). Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Insulin
adalah hormon yang mengatur gula darah. Hiperglikemia atau gula darah
yang mengikat, merupakan efek umum dari diabetes yang tidak
terkontrol dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada
banyak sistem tubuh, kerusakan serius pada banyak sistem tubuh,
khususnya saraf dan pembuluh darah. Klafsifiasi DM menurut American
Diabetes Association (ADA) dan World Health Organization (WHO)
dikategorikan menjadi DM tipe 1, tipe 2, dan tipe lain. Dua tipe utama
DM adalah tipe 1 dan 2, namun bentuk tersering adalah DM tipe 2,
sekitar 85% dari kasus Dm (Sacher dan McPherson, 2010)

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidpsia, polifagia, penurunan


berat badan yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan gejala tidak
khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal,
pengelihatan kabur, disfungi ereksi pada pria , dan pruritus khas DM,
pemerikasaan glukosa darah abnormal hanya satu kali sudah cukup untuk
menegakan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM,
maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Diagnosis DM dapat ditegakan melalui tiga kriteria yaitu jika keluhan
klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM, jika keluhan klasik
ditemukan, dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa >126 mg/dL,
bila ada keteraguan perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO)
dengan mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum 75 g glukosa
(Purnamasari, 2009)

Kegawatan dari penyakit DM adalah semua penyulit yang timbul sebagai


akibat dari DM, baik sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lainnya.
Komlikasi DM terdiri dari komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Komplikasi kronis yang berhbungan dengan DM adalah penyakit
mikrovaskuler dan makrovaskuler. Kerusakan vaskuler merupakan gejala
khas sebagai akibat dari DM, dan dikenal dengan nama angiopati
diabetika. Makroangiopati (kerusakan makrovaskuler) biasanya muncul
sebagai gejala klinik berupa penyakit jantung iskemik, sroke dan
kelainan pembuluh darah perifer. Ataupu mikroangiopati (kerusakan
mikrovaskuler) memberikan manifestasi retinopati, neuropati, dan
nefropati (Tjokroprawiro, 2009).

Nefropati diabetik terjadi pada 30-40% penderita DM dan merupakan


penyebab utama terjadinya end-stage renal disease (ESRD). Risiko ND
sangat kuat kemunkinan ditentukan oleh genetik, yang dikaitkan dengan
tempat kromosom tertentu. Gen yang terlibat belum dapat diidentifikasi.
Onset dan perkembangan penyakit ginjal yang disebabkan DM sangat
berfariasi (Ritz, 1999).

Berdasarkan masalah tersebut perawat memberikan asuhan keperawatan


pada pasien dengan DM dan juga penatalaksanaan bagi pasien dengan
diabetes melitus, prinsip penatalaksanaan diabetes melitus secara umum
ada lima sesuai dengan konsensus pengelolaan DM di indonesia tahun
2006 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM adalah :
Jangka pendek : hilangnya keluhan tandda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya terget pengendalian glukosa darah. Jangka
panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan nauropati. Tujuan akhir
pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dangan mengajarkan paraeatan mandiri dan perubahan
perilaku.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus
Tipe II di ruang New Bougenville 2 Rumah Sakit Pelni Jakarta.

2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus Tipe II
b. Menentukan masalah keperawatan klien dengan Diabetes Melitus
Tipe II
c. Merencanakan asuhan keperawatan klien dengan Diabetes Melitus
Tipe II
d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan Diabetes
Melitus Tipe II
e. Melakukan evaluasi keperawatan kliendengan Diabetes Melitus
Tipe II
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktik
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi/ alternatif pemecahan masalah
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
Gastritis

C. Ruang Lingkup
Asuhan Keperawatan pada klien Tn.M dengan Diabetes Melitus Tipe II
di Ruang New Bougenville Rumah Sakit Pelni Jakarta dari tanggal 16
oktober sampai dengan tanggal 18 oktober tahun 2018.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan cara mengumpulkan, menganalisa, data serta menarik kesimpulan
kemudian di sajikan dalam bentuk narasi, informasi yang diperoleh
melalui study perpustakaan untuk memperoleh bahan makalah dengan
mempelajari buku-buku, sumber yang sangat membantu penulisan
makalah ini.

Adapun tehnik penulisan makalah ini adalah menggunakan studi kasus


dengan melakukan pengamatan dan memberi asuhan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan, dan menerapkan
asuhan keperawatan menggunakan teknik wawancara pada klien dan
keluarga, observasi, studi dokumentasi keperawatan medis dan non
medis yaitu mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Mellitus
Type II.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 5 bab, yaitu Bab I terdiri dari latar belakang,
tujuan, ruang lingkup, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab
II terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan medis,
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab
III terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,
perencanana, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. Bab IV terdiri dari
pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Bab
V terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit


yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang tidak mencukupi atau
tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormon ini memiliki peran
utama dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam darah (Fitria,
2009). Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan
metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (Brunner & Suddarth, 2014)

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua duanya (Henderina, 2010). Menurut PERKENI
(2011) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai
gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi
disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah
puasa ≥126 mg/dl.

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu keadaan hiperglikemia yang


disebabkan penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta pulau
langerhans dalam pankreas (Guyton, 2012). American Diabetes
Association (2012) Mendefinisikan diabetes mellitus adalah salah satu
kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena
gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan
hiperglikemia kronis dari diabete sberhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Berdasarkan beberapa
pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa diabetes mellitus
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang
tidak mencukupi atau tidak dapat bekerja secara normal, padahal hormon
ini memiliki peran utama dalam mengatur kadar glukosa (gula) didalam
darah

Klasifikasi DM adalah menurut Sylvia (2015), menyatakan bahwa


World Health Organization(WHO) membuat klasifikasi empat klinis
ganggua intoleransi glukosayaitu :

1. Insulin Depedent Diabetes Mellitus (IDDM) IDDM yaitu defisiensi


insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan
dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi
pada insulitis fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi
pada usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem
imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel
langerhans di pankreas.Kelainan ini berdampak pada penurunan
produksi insulin (Riyadi, 2008) IDDM tergantung insulin biasanya
terjadi pada masa anak-anak atau masa dewasa muda dan
menyebabkan ketoasidosis jika pasien tidak diberikan terapi insulin.
IDDM berjumlah 10% dari kasus DM ,
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus(NIDDM) NIDDM yaitu
Diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada
semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
kecenderungan familiar, mungkin perlu insulin pada saat
hiperglikemik selama stres.Wahyuni (2009), menyatakan bahwa DM
tipe 2 dijumpai sekitar 90% dari semua populasi diabetes, faktor
lingkungan sangat berperan dalam hal ini terutama peningkatan
kemakmuran suatu bangsa akan meningkatkan prevalensi DM tipe 2.
DM tipe 2 adalah jenis DM yang tidak tergantung insulin. Timbul
makin sering setelah berumur 40 tahun dengan catatan pada dekade
ketujuh kekerapan DM mencapai 3 sampai 4 kali lebih tinggi pada
orang dewasa.
3. Gestasional D iabetes Mellitus (GDM) Dikenali pertama kali selama
kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor
risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,
riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.
Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon y ang
mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan adalah suatu keadaan genetik.
4. Tipe Khusus Lain adalah:
a. Kelainan genetik dalam sel beta. Diabetes subtype ini memiliki
prevalensi familiar yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia
14 tahun. Pasien sering kali obesitas dan resisten terhadap
insulin.
b. Kelainan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom
resistensi insulin berat dan akantosis negrikans.
c. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis
kronik.
d. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali.
e. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta dan infeksi.

B. Etiologi

Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat


heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya
menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor –factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :

a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai


dengan terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara
lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan
kehamilan
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita/gangguan system
imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat

Menurut mary frances (2018) penyebab dan kondisi yang diketahui


memperparah ketidak seimbangan glukosa dan insulin :

a. Sebelunya tidak terdiagnosis atau baru terdiagnosis diabetes tipe 1


b. Asupan makanan dengan ketersediaan insuli yang berlebihan
c. Remaja dan pubetas
d. Olahraga pada diabetes takterkontrol
e. Stress terkait dengan penyakit dan, infekis dan trauma, atau distres
emosional

Diabetes tipe 1

a. Penyakit autoimun yang kemungkinan dipicu oleh fakor genetik dan


lingkungan, seperti oleh virus, toksin, stres
1. Menghancurkan sel beta dalam pankreas
2. Ketika 80-90% sel beta ddihancurkan, gejala yang tampak terjadi
b. Defisit insulin total; klien memerlukan insulin eksogen untuk
bertahan hidup
c. Karakterisik
1. Biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi terjadi di segala
usia
2. Insiden puncak terjadi selama pubertas
3. Awitan mendadak tanda ddan gejala hiperglikemi
4. Cenderung mengalami ketoasidosis
5. Lima persen penyandang diabtes mengalami tipe ini (ADA, 2013)

Diabetes tipe 2

a. Melibatkan penurunan kemampuan untuk menggunakan insulin yang


diproduksi oleh pankreas
1. Menurunkan sekresi insulin sebagai respon terhadap kadar
glukosa
2. Resistensi insulin menghambat sel untuk mengabsorbsi glukosa
3. Produksi gukosa berlebihan karena respon sekretori insulin yang
menurun
b. Mencakup kira-lira 90-95% dari semua diabetes di Amerika Serikat
c. Karakteristik
1. Biasanya terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi sekarang terjadi
pada anak dan remaja
2. Prevalensinya meningkat pada beberapa kolompok etnik—
Amerika-Afrika, Hispanik Latin, Amerika asli, Amerika-Asia,
dan orang kepulauan pasifik
3. Predisposisi genetik kuat
4. Sering kali obesitas
5. Tidak rentan terhadap ketoasidosis hingga kondisi lanjut atau
dengan hiperglikemia yang lama.

C. Patofisiologi
Terdapat dua tipe diabetes mellitus salah satunya yaitu diabetes tipe II
yang dimana terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, dan terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika
sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terijadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang mem pakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes
tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik (HHNK).

Gejala yang lazim terjadi pada penderita diabetes mellitus yaitu poliuri
atau banyak kencing hal ini disebabkan karena glukosa darah meningkat
sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
diuresis osmotik yang man gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing, polidipsi atau banyak minum
hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri sehingga untuk mengimbangi klien banyak minum,
polipagi atau banyak makan hal ini disebabkan karena glukosa tidak
sampai ke sel-sel mengalami starving (lapar) sehingga untuk memenuhi
klien akan terus makan tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja
makanan tersebut hanya akan berada di pembuluh darah.

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun - tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, poliphagi, luka pada kulit yang
lama sembuh-sembuh, kadar glukosa puasa tidak normal, lelah,
mengantuk, kesemutan, gatal, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien
(kurang-lebih 75%), penyakit diabetes tlpe II yang dideritanya ditemukan
secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan
laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya
penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi
diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer,
kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosis
ditegakkan, ketoasidosis, Stroke, kerusakan pembuluh arteri, hipertensi,
kolesterol infeksi saluran kemih, gangguan ereksi bagi pria.

Pertanganan primer diabetes tipe II adalah dengan raenurunkan berat


badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan
merupakan unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektivitas
insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan
tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan obat
oral dengan dosis maksimal tidak berhasil menurunkan kadar glukosa
hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat digunakan. Sebagian
pasien memerlukan. insulin untuk sementara waktu selama periode stres
fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Price, 2015)

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari diabetes melitus adaah peningkatan frekuensi buang
air kecil (poliuria), peningkatan rasa haus dan minum (polisipsi) dan
karena penyakit berkembang penurunan berat badan meskipun lapar dan
peningkatan makan (polifagi) (Black, 2015)
Menurut Price (2009) tanda gejala yang tidak khas:
1. Mudah lelah
2. Kesemutan pada jari tangan dan kaki
3. Gatal-gatal di daerah genital
4. Luka yang dukar sembuh
5. Pengelihatan kabur
6. Keputihan
7. Bisul hilang timbul
8. Mudah mengantuk
9. Peruritis vulva pada wanita

Kompilikasi
Komplikasi diabetes melitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Carpenito,)
1. Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes melitus yang
penting dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah
dalam jangka pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer,)
a. Diabetik ketoasidosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulinn berat ddan akut
dari suatu perjalanan penyakit diabetes melitus. Diabeteik
ketoasidosis dibabkan oleh rida adanya insulin atau tidak cukupnya
insulin yang nyata (Smeltzer,)
b. Koma Hipersomolar Nonketotik (KHHN)
KHHN merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. Salah
satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidal terdapatnya
ketoasidosis dan asidosisi pada KHHN
c. Hypoglikemik
Hypoglikemia (kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi
jika kaddar gulakosa dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin preparat oral yang
berlbihan, konsumsi makanan yang terlalu atau karena aktifitas fisik
yang terlaku berat (Smeltzer,)

2. Komplikasi Kronik
Diabetes Melitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati diabetik dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Mikrovaskuler
Perubahan-perubahan mikrovaskuler ditandai dengan penebalan dan
kerusakan membran basal pembuluh-pembulh kapiler, merupakan
hal unik pada diabetes. Perubahan-perubahan ini sering kali terjadi
pada penderita IDDM dan sering terjadi pada organ berikut :
1) Penyakit Ginjal (Nefron)
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Empat jenis
yang dapat ditimbulkan : Pyelonephritis, lesi-lesi glomerular,
arteriosklerosis arteri renalis, dan arterio afferen dan efferen, serta
lesi-lesi rubuler. Bila kadar glukosa darah menigkat, maka
mekanisme filtrasi ginjalakan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine (Smeltzer,)
2) Penyakit mata (retiniphati diabetik)
Penderita Diabetik melitus akan mengalami gejala pengelihatan
sampai kebutaan. Keluhan pengelihatan kabur tidak selalu
disebabkan karena retinopadi. Kataral disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjnagan yang menyebabkan
pembengkakan lensa nda kerusakan lensa (Long,1996)
3) Neuropati
Diabetes dapat mengenai saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
medulla spinalis, atau sisten saraf pusat, banyak dan berbagai
macam gejala dapat timbul, tergantung neuron yang terkena
akumulasi sorbitaldan perubahan-perubahan metabolik laindalam
sintesa atau fungsi myein yang dikaitkan dengan
hiperglikemiadapat menimbulkan perubahan kodisi saraf, jenis
neuropati yang lazim, adalah polineuropati, perifer simetris. Hal
ini terlihat pertama kali dengan hilangnya sesuai pada ujung-
ujung ekstremitas bawah kemudian hilangnya kemampuan
motoeik dan ekstremitas atas dapat terkena (Long, 1996)

D. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalaksanaan Medis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
a. Obat Hipoglikemik Oral
1) Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Efek
ekstra pankreas yaitu memperbaiki sensitivitas insulin ada, tapi
tidak penting karena ternyata obat ini tidak bermanfaat pada
pasien insulinopenik. Mekanisme kerja golongan obat ini
antara lain:
1. Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (Stored
insulin)
2. Menurunkan ambang sekresi insulin
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa (FKUI,
b) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu:
Repaglinid (derivate asam benzoat) dan Nateglinid (derivate
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati.(FKUI, 2011)
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin
a) Biguanid
Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah
metformin. Etformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap insulin pada tingkat selular, distal dari
reseptor insulin serta juga pada efeknya menurunkan produksi
glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa
oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan
menghambat absorbsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah
makan. (FKUI, 2011)
b) Tiazolidindion
Tiazolidindion adalah golongan obat yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sesitivitas insulin. Golongan obat
ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa dihati.( FKUI, 2011).
3) Penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
glukosidase alfa dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial.
Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabakan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar
insulin.(FKUI, 2011).
4) Incretin mimetic, penghambat DPP-4
Obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dan penekanan
terhadap sekresi glukagon dapat menjadi lama, dengan hasil kadar
glukosa dapat diturunkan. (FKUI, 2011)
b. Insulin
Insuin adalah suatu hormone yang diproduksi oleh sel beta dari pulau
Langerhanss kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang
bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa
darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide
penghubung (C-peptide)yang masuk kedalam aliran darah dalam
jumlah ekuimolar.

Secara keseluruhan sebanyak 20-25% pasien DM Tipe II akan


memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
Pada DM Tipe II tertentu akan butuh insulin bila:
1) Terapi jenis lain tida dapat mencapai target pengendalian kadar
glukosa darah.
2) Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan
pembedahan, infark miocard akut atau stroke. Pengaruh insulin
tehadap jaringan tubuh antara lain insulin menstimulasi pemasukan
asam amino ke dalam sel dan kemudian meningkatkan sintesa
protein. Insulin meningkatkan penyimpanan lemak dan mencegah
penggunaan lemak sebagai bahan energi. Insulin menstimulasi
pemasukan glukosa ke dalam sel untuk di gunakan sebagai sumber
energi dan membantu penyimpanan glikogen di dalam sel otot dan
hati.(FKUI,2011).

Tipe – tipe insulin :


1) Rapid – Acting Insulin
Rapid – Acting Insulin adalah jens insulin yang dikonsumsi, di pakai
sebelum atau sesudah penderita diabetes makan berfungsi untuk
mengontrol lonjakan gula darah. Tipe insulin ini biasanya dipakai
sebagai tambahan dalam mengkonsumsi insulin yang berkerja
lambat. Insulin ini berkerja secara tepat setelah dikonsumsi hanya
sekitar 15 menit sampai 30 hingga 90 menit dan mampu berkerja
selama 3 – 5 jam. Keuntungan insulin ini dapat berkerja dengan
sangat cepat.

2) Short – Action Insulin.


Insulin jenis ini biasanya memenuhi kebetuhan insulin saat makan
(bersamaan) biasanya dikonsumsi 30 sampai 1 jam sebelum makan.
Jenin insulin berlaku dalam waktu sekitar 30 menit sampai satu jam,
dan puncak segtelah dua sampai empat jam. Efeknya cenderung
terakhir sekitar lima sampai delapan jam. Keuntungan terbesar
insulin short – acting adalah bahwa anda tidak harus mengambil
setiap kali makan. Anda bisa mengambilnya saat sarapan dan makan
malam. Anda bisa mengambilnya saat sarapan dan makan malam
dan masih memiliki control yang baik karena berlangsung sedikit
lebih lama.

3) Intermediate – Acting
Intermediate – acting dapat mengontrol kadar gula darah selama
sekitar 12 jam atau lebih, sehingga dapat digunakan dalam semalam.
Ia mulai berkerja dalam waktu satu sampai empat jam, dan puncak
antara empat dan 12 jam, tergentung pada merek.

4) Long – Acting Insulin.


Long – acting insulin memiliki onset satu jam, dan berlangsung
selama 20 hingga 26 jam dengan tanpa puncak. Jenis insulin
bercenderung untuk menutupi kebutuhan insulin sehari penuh. Hal
ini sering diambil pada waktu tidur. Long – acting insulin ini
menyediakan cakupan 24 jam, dan telah membantu untuk mencapai
control gula darah baik pada diabetes tipe 2 hanya dengan sau obat.
5) Pre – Mixed Insulin
Jenis insulin ini menggabungkan menengah dan pendek – acting. Hal
ini sering diambil dua kali sehari sebelum makan. Ini harus diambil
10 menit sampai 30 menit sebelum makan.
Insulin campuran berlaku dalam 5 sampai 60 menit, dan waktu
puncaknya bervariasi yang memiliki efek hingga 10 hingga 16 jam.
Insulin campuran ini dirancang untuk menjadi lebih nyaman tetapi
tidak semua orang memiliki kebutuhan insulin yang sama, sehingga
mereka tidak cocok ke dalam kategori campuran.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada kasus DM Tipe II antara lain:
a. Memberikan penyuluhan tentang keadaaan penyakit, symptom, hasil
yang ditemukan dan alternative tindakan yang akan diambil pada
pasien maupun keluarga pasien.
b. Memberikan motivasi pada klien dan keluarga agar dapat
memanfaatkan potensi atau sumber yang ada guna menyembuhkan
anggota keluarga yang sakit dan menyelesaikan masalah penyakit
diabetes dan resikonya.
c. Konseling untuk hidup sehat yang juga dimengerti keluarga dalam
pengobatan dan pencegahan resiko komplikasi lebih lanjut
d. Memberikan penyuluhan untuk perawatan diri, budaya bersih,
menghindari alkohol, penggunaaan waktu luang yang positif untuk
kesehatan, menghilangkan stress dalam rutinitas kehidupan atau
pekerjaan, pola makan yang baik
e. Memotivasi penanggung jawab keluarga untuk memperhatikan
keluhan dan meluangkan waktu bagi anggota keluarga yang terkena
DM atau yang memiliki resiko
f. Mengawasi diit klien DM Tipe II, bila perlu berikan jadwal latihan
jasmani atau kebugaran yang sesuai.
3. Penatalaksanaan Diet
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatakan control
metabolic yang lebih baik, dan beberapa tambahan tujuan khusus yaitu:
a. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin(endogen/eksogen) atau
obat hipoglikemik oral dan tingkat aktifitas.
b. Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
c. Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai pada orang dewasa
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada anak
dan remaja, untuk peningkatan kebutuhan metabolik selama
kehamilan dan laktasi atau penyambuhan dari penyakit metabolik.
d. Dapat mempertahankan berat badan yang memadai.
e. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan diabetes
yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit jangka
pendek, komplikasi kronik diabetes seperti penyakit ginjal, hipertensi,
neuropati autonomik dan penyakit jantung.
f. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan ideal. Komposisi energi adalah 45 – 65% dari karbohidrat, 10 –
20% dari protein dan 20 – 25% dari lemak. Ada beberapa cara untuk
menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan orang dengan diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori
basal yang besarnya 25– 30 kalori/kg BB ideal, ditambah dan dikurangi
bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas,
kehamilan / laktasi, adanya komplikasi dan berat badan. Cara yang lebih
gampang lagi adalah dengan cara pegangan kasar, yaitu untuk pasien
kurus 2300–2500 kalori, normal 1700–2100 kalori dan gemuk 1300–1500
kalori (Soegondo, dkk, 2009:54). Kebutuhan kalori penyandang diabetes
dapat dilihat di tabel berikut :
Kebutuhan zat gizi penderita DM Tipe II
a. Protein.
Menurut consensus pengelolaan diabetes di Indonesia tahun 2006,
Kebutuhan protein untuk penyandang diabetes sebesar 10-20%
energi dari protein total.
b. Total lemak.
Asupan lemak di anjurkan <7% energy dari lemak jenuh dan tidak
lebih 10% energy dari lemak titk jenuh ganda, sedangkan selebihnya
dari lemak tidak jenuh tunggal. Anjuran asupan lemak di Indonesia
adalah 20-25% energi.
c. Lemak jenuh dan kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolesterol
adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh
karena itu <7% asupan energy sehari seharusnya dari lemak jenuh
dan asupan kolesterol makanan tidak lebih dari 300mg per hari.
d. Karbohidrat dan pemanis.
Anjuran konsumsi karbohidrat untuk penderita diabetes di Indonesia
adalah 45-65% energy.
e. Sukrosa.
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk control glukosa darah pada
individu dengan diabetes.
f. Pemanis.
Fruktosa menaikkan glikosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan
kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan. Sakarin, aspartame,
acesulfame K adalah pemanis tak bergizi yang dapat di terima sebagai
pemanis pada semua penderita DM.
g. Serat.
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetessama dengan
untuk orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonnsumsi 20-
35 gr serat makanan dari berbagai sumber makanan. Di Indonesia
anjurannya adalah kira-kira 25gr /1000 kalori perhari dengan
mengutamakan serat larut.
h. Natrium.
Asupan untuk orang diabetes sama dengan orang biasa yaitu tidak
lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi penderita hipertensi ringan
sampai sedang di anjurkan 2400 mg natrium perhari.
i. Alkohol.
Asupan kalori dari alkohol di perhitungkan sebagai bagian dari
asupan kalori total dan sebagai penukar lemak ( 1 minuman alkohol =
2 penukar lemak)
j. Mikronutrien: vitamin dan mineral.
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplemen
vitamin dan mineral. Walaupun ada alasan teoritis untuk memberikan
suplemen antioksidan pada saat ini hanya sedikit bukti yang
menunjang bahwa terapi tersebut menguntungkan.( FKUI, 2011 )

E. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan dan
pendidikan peritonitis biasanya lebih sering terjadi pada usia dewasa.
2. Riwayat Kesehatan
3. Aktivitas/Istirahat
Lemah, letih sulit nergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur/istirahat, ditandai dengan takikardia dan takipnea pada
keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Latergi/disorientasi, koma.
Penurunan kekuatan otot.
4. Sirkulasi
Adanya rimayat hipertensi, klaudikasi, kebas, dan kesemutan pada
eksremitas, ditandai dengan takikardia, perubahan tekanan darah postural,
nadi yang menurun/tak ada, disritmia, krekels ; DVJ (GJK), kulit panas,
kering, dan kemerahan; bola mata cekung.
5. Integritas Ego
Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi, ditandai dengan ansietas, peka rangsangan.
6. Eliminasi
Perubahan pola kemih (poliuri), nokturia. Rasa nyeri/terbakar, kesulitan
berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare,
ditandai dengan Urine encer, pucat, kuning; poliuri ( dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hypovolemia berat). Urine berkabut,
bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya ansietas. Bising usus lemah
dan menurun; hiperaktif (diare).
7. Makanan/Cairan
Hilang napsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet ; peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode
hari/minggu, haus ditandai dengan kulit kering/bersisik, turgor kulit jelek,
kekakuan abdomen/distensi, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan
kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah), bau
halitosis/manis, bau buah (napas bau keton).
8. Neurosensori
Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan otot,
paresthesia, gangguan penglihatan ditandai dengan Disorientasi;
mengantuk, latergi, stupor/koma, gangguan memori (baru, masa lalu),
kacau mental. Reflex tendon dalam (RTD) menurun (koma), aktiitas
kejang.
9. Nyeri/Keamanan
Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat) ditandai dengan wajah
meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
10. Pernapasan
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulent
(tergantung adanya infeksi atau tidak).
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit ditandai dengan Demam, diaphoresis, kulit
rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak.
Paresthesia/paralisis otot termasuk otot – otot pernapasan (jika kadar
kalium meurun dan cukup tajam.
12. Seksualitas
Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria; kesulitan
orgasme pada wanita.
13. Penyuluhan/Pembelajaran
Factor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi.
Peyembuhan yang lambat, penggunaan obat steroid, diuretic (tiazid);
fdilantin dan fenobarbital (dapat meningkatan kadar gula darah), mungkin
atau tidak memerlukan obat diabetic sesuai resep. Pertimbangan DRG
menunjuka rata – rata lama dirawat : 5 – 9 hari. Rencana pemulangan
mungkin memerluka bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantuan terhadap glukosa.

15. Pemeriksaan Diagnostik


a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurangan dari 330
mOsm/l.
e. Elektrolit
Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya mengikat 2 – 4 lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru).
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiatorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsetrasi, merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum/kreatinin : mungkin meningkat atau normal
(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal).
j. Amalise darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dar DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe
I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan
infusiensi insulin/gangguan dalam penggunaanya (endogen/eksogen).
Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody (autoantibodi).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid tanpa
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif ; berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih , infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan diuresis osmotik (dari
Hiperglikemia).
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan ketidak cukupan insulin ,
peurunan pemasukan oral ; anoreksia , mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran, hipermetabolisme.
3. Resiko tinggi terhadapa infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi,
infeksi salular pernapasan, atau ISK.
4. Perubahan sensori - perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen , ketidak seimbangan glukosa/insulin.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic,
perubahan kimia darah; infusiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy:
status hipermetabolik/infeksi.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif
yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang lain.
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang
pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi.
8. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan ( nekrosis luka gangren)
9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik dan kelemahan fisik.

G. Perencanaan Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan diuresis osmotic (dari
Hiperglikemia).
Tujuan : Volume cairan terpenuhi/adekuat.
Kriteria hasil : Tanda – tanda vital normal, nadi perifer dapat diraba,
turgor kulit dan pengisisan kapiler baik, haluaran urine tepat secara
individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Perencanaan :
a. Dapatkan riwayat pasien/orang terdekat sehubungan dengan
lamanya/intesitas deari gejala seperti muntah, pengeluaran urine yang
sangat berlebih.
b. Pantau tanda – tanda vital.
c. Kaji nadi perifer pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
d. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine.
e. Pertahankan untuk meberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditolerasni jantung jika pemasukan cairan
melalui oral sudah dapat diberikan.
f. Catat hal – hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah
dan distensi lambung.
g. Kolaborasi terapi cairan sesuai indikasi.
h. Pasang/pertahankan kateter urine
i. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
j. Pantau pemeriksaan lab seperti Ht, kreatinin, natrium, kalium.
k. Berikan bikarbonat jika pH kurang dari 7,0.
l. Berikan kalium atau elektrolit yang melalui IV atau melalui oral
sesuai indikasi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan ketidak cukupan insulin ,
peurunan pemasukan oral ; anoreksia , mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran, hipermetabolisme.
Tujuan : nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : mencerna jumlah kalori/ nutria yang tepat, berat badan
stabil atau penambahan kearah yang diingikan dengan nilai lab normal.
Perencanaan :
a. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut, kembung
mual, muntah.
b. Timbang berat badat setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan pasien.
d. Observasi tanda –tanda hiperglikemia seperti perubahan tingkat
kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan.
e. Kolaborasi pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “ finger
stick”.
f. Pantau pemeriksaan labyy seperti gula darah, aseton, pH, dan HCO3.
g. Kolaborasi pemberian obat insulin secara intermiten atau kontinu.
h. Lakukan konsultasi dengan ahli diet.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar


glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi,
infeksi salular pernapasan, atau ISK.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : klien dapat mengindetifikasi intervensi untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi, mendemontrasikan teknik,
perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Perencanaan:
a. Observasi tanda – tanda peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus luka pada luka, sputum purulent, urine warna keruh atau
berkabut.
b. Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasiennya sendiri.
c. Pertahankan tehnik asptik pada prosedur invasive (seperti
pemasangan infus), pemberian obat intravena dan memberikan
perawatan pemeliharaan.
d. Pasang kateter/laukan perawatan parineal dengan baik.
e. Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh – sungguh,
massage daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering.
f. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler.
g. Lakukan perubahan posisi dan anjurkan untuk bantuk efektif/napas
dalam jika pasien sadar dan kooperatif. Lakukan penghisapan lendir
pada jalan napas dengan menggunakan teknik steril sesuai keperluan.
h. Bantu pasien untuk melakukan oral hygene.
i. Kolaborasi pemeriksaan kultur dan sesivitas sesuai dengan indikasi.
j. Berikan obat antibiotic yang sesuai.

4. Perubahan sensori - perseptual berhubungan dengan perubahan kimia


endogen , ketidak seimbangan glukosa/insulin.
Tujuan : tidak terjadi perubahan sensori.
Kriteria hasil : mempertahankan mental, mengenali dan mengkompensasi
adanya kerusakan sensori.
Perencanaan :
a. Pantau tanda – tanda vital.
b. Pnggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhnnya.
c. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong
melakukan kegiatan sehari – hari sesuai kemampuannya.
d. Lindungi pasien dari cedera (gunakan pengikat) ketika tingkat
kesadaran pasien terganggu.
e. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.
f. Kolaborasi pemeberian obat bloker saraf setempat, mempertahankan
unit TENS.

5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolic,


perubahan kimia darah ; infusiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energy : status hipermetabolik/infeksi.
Tujuan : kelelahan berkurang atau hilang.
Kriteria hasil : mengungkapkan peningkatan tingkat energy, menunjukan
perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Perencanaan :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal
perencanaan denga pasien dan idetifikai aktivitas yang menimbulkan
kelelahan.
b. Berikan aktivitas alternative denga periode istirahat yang
cukup/sesudah melakukan aktivitas.
c. Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah sebelum/dan
sesudah melakukan aktivitas.
d. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktiitas sehari – hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.

6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka


panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan orang
lain.
Tujuan : ketidakberdayaan tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengakui perasaaan putus asa, mengidentifikasi cara –
cara sehat untuk menghadapi perasaan , membantu dalam merencanakan
perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab
untuk aktivitas perawatn diri.
Perencanaan :
a. Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
tentang perawatn dirumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.
b. Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
c. Tentukan tujuan/harapan dari pesien/keluarga.
d. Tentukan apakah perbuahan yang berhubungan dengan orang
terdekat.
e. Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya, seperti ambulasi, waktu beraktivitas, dll.
f. Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam
perawatan dirinya dan berikan umpan balik postif sesuai dengan
usaha yang dilakukannya.

7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang


pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi.
Tujuan : kurang pengetahuan tidak terjadi.
Kriteria hasi : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit,
mengidentifikasi hubungan tanda gejala degan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan factor penyebab, melakuka perubahan
gaya hidup dan berpastisipasi dalam program pengobatan.
a. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengakan penuh
perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
b. Pilih berbagai strategi belajar, seperti teknik demonstrasi yang
memerlukan keterampilan dan biarkan pasie mendemostrasikan
ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit
sehari – hari.
c. Deonstrasikan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan
“finger stick” dan berikan kesempatan pasien untuk
mendemostrasikan kembali.
d. Diskusikan tentan rencana diet, penggunaan makanan tiggi serat dan
cara untuk melakukan maka di luar rumah.
e. Tinjau kembali pemberian insulin oleh pasien sendiri dan perawatan
terhadap peralatan yang digunakan.
f. Identifikasi gejala hipoglikemia seperti lemas, lapar, pucat, takikadia,
tremor, sakit kepala, pusing, dan jelaskan penyebabnya.

8. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan


jaringan ( nekrosis luka gangren)
Tujuan : mencegah terjadinya kerusakan pada kulit
Kriteria Hasil : perfusi jaringan normal, tidak ada tanda-tanda infeksi,
ketebalan dan tekstur jaringan normal,menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera, menunjukkan
terjadinya proses penyembuhan luka
Perencanaan :
a Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
c Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
d Berikan posisi yang nyaman yang mengurangi tekanan pada luka
e Anjurkan klien kelurgan klien untuk menjaga area luka agar tetap
bersih dan kering
f Kaji adanya sianosis atau tidak

9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi


metabolik dan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien menunjukan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria Hasil : Aktivitas fisik meningkat, ROM normal, melaporkan
perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak, klien bisa
melakukan aktivitas sesuai kemampuan, kebersihan diri klien terpenuhi
walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga
Perencanaan :
a Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
b Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk
menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
c Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai
kemampuan
d Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
e Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

H. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
(Nursalam, 2001).
1. Tahapan tindakan perawatan terdapat dua tahap dalam
tindakankeperawatan
a. Tahap Persiapan
Mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan :
1) Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan
3) Mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang mungkin
timbul
4) Menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan
5) Mempersiapkan lingkungan yang kognitif sesuai tindakan yang
akan dilaksanakan
6) Mengidentifikasikan aspek-aspek hukum dan etik terhadap resiko
dan potensial tindakan.
b. Tahap Intervensi
Fokus terhadap pelaksanan tindakan keperawatan adalah kegiatan
pelaksanan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan dibedakan
berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab secara profesional
sebagaimana terhadap dalam standar praktek keperawatan meliputi
tindakan :
1) Independen
Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk
dan perintah dari dokter atau dari tenaga kesehatan lainnya. Tipe
dari tindakan keperawatan Independen dikatagorikan menjadi 4
yaitu :
a) Tindakan Diagnostik meliputi : Wawancara denga klien,
observasi dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
b) Tindakan Terapeutik : Untuk mengurangi, mencegah dan
mengatasi masalah klien
c) Tindakan Edukatif : Untuk merubah perilaku klien melalui
promosi kesehatan dam pendidikan kesehatan pada klien
d) Tindakan Merujuk : Ditekankan pada kemampuan perawat
dalam mengambil keputusan klinik tentang keadaan klien dan
kemampuan melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan
lainnya.
2) Interdependen
Tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang
memerlukan kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya.
Misalnya tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi dan dokter.
3) Dependen
Tindakan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencan
tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suau cara dimana
tindakan medis dilaksanakan.
4) Tahap Dokumenter
Pelaksanan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan.

I. Evaluasi keperawatan

A. Pengertian
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009)

B. Tahap-tahap Evaluasi:
1. Mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi
2. Mengumpulkan data untuk menentukan apakah kriteria dan standar
telah terpenuhi
3. Menginterpretasikan dan meringkas data
4. Mendokumentsikan temuan dan setiap pertimbangan klinik
Mengihentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan (Potter
& Perry, 2009)
C. Macam-macam Evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawata yang telah dilaksanakan.
Perumus evaluasi dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa
keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan.

2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif aalah evaluasi yang dilakaukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhann keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi
jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan,
menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan keperawtaan,
melakukan pertemuan pada akhir layanan.
a. Tujuan tercapai jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau klien measih dalam proses
pencapaian tujuan jika klien menunjukan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien menunjukan sedikit perubahan
dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah
baru. (Nursalam, 2009)
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Klien
Tn.M usia 49 tahun jenis kelamin laki-laki datang ke RS Pelni Jakarta
dengan diagnosis Diabetes Melitus, Type II. Status perkawinan sudah
menikah agam islam. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa
indonesia suku bangsa Jawa. Pendidikan terakhir SMP. Pekerjaan sebagai
pegawai PLN, alamat di Kp srengseng Rt/Rw 009/005 No 36 Kelurahan
Kembangan, Kecematan Palmerah, Jakarta Barat. Sumber biaya yang klien
gunakan untuk membayar biaya pengobatannya adalah JKN-BPJS. Sumber
informasi yang penulis dapatkan berasal dari klien.

2. Resume
Pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 08.00 WIB pasien datang ke IGD RS
PELNI dengan keluhan utama merasa pusing, lemas, mudah lelah, mual,
dan disertai muntah 1 kali berisi makanan, sering BAK pada malam hari.
Kesadaran compos metis dengan GCS 15 E: 4, M: 6, V: 5. Keluarga
mengatakan pasien mempunyai riwayat DM sudah 4 tahun. Ditemukan
masalah resiko kekurangan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Dilakukan tindakan keperawatan mandiri
pemeriksaan TTV dengan hasil TD: 115/73 mmHg, N: 68x/menit, RR:
19x/menit, S: 36,0 C. Hasil GDS 496 mg/dl. Dilakukan tindakan kolaborasi
pemasangan iv cath dan treway Nacl 0,9% 8 jam/kolf, terapi injeksi sc
navorapid 8 unit insulin. Dilakukan cek dpl dengan hasil terlampir. Evaluasi
secara umum pasien pasien mengatakan masih lemas, pusing, dan mual.
Pada pukul 15.00 WIB pasien dipindahkan ke ruang perawatan New
Bougenville 2 RS PELNI.
Di ruang New Bougenville 2 pada tanggal 15 Oktober 2018 pukul 15.30
dilakukan pengkajian oleh perawat ruangan dengan kesadaran compos
metis, KU sedang, GCS 15 E: 4, M:6, V:5 hasil TTV, TD: 108/67 mmHg,
N: 64x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,7 C. Diberikan obat sesuai instruksi
DPJP yaitu pumpisel 40 mg 2x1 (06.00 dan 18.00), injeksi navorapid 3x8
unit, cernevit injeksi 1x1 (06.00). hasil laboratorium tanggal 15 Oktober
2018 Hemoglobin= 13,0 g/dL (13.5 ~ 18), Leukosit= 4,80 /uL (5.0~10.0),
Limfosit= 24% (20~30), MXD (Baso, Eos, Mono)= 19% (2~11), Neutrofil=
57% (50~70), Trombosit=135/ul (150~450), Hematokrit= 35.7% (38~54),
Eriitrosit= 4,39/ul (4.3~5.5),MCV= 90,4 fL (82~92), MCH= 29,6 pg
(27~31), MCHC= 32.8 (32~36), LED 59 mm/jam (<10), Ureum 48mg/dl
(19-44), Creatinin 1,1mg/dl ( 0,7-1,2), eGFR 54 ml/menit/1,73 m2 (60-90),
Asam urat 3,7 mg/dl (3.5-7,2), Natrium 139 mmol/L (134-146), Kalium 3,8
mmol/L (3,4-4,5), Clorida 103 mmol/L (36-108), Gula darah puasa: 269
mg/dl (80-110), Gula darah 2 jam PP: 487 mg/dl (<140), Gula darah
sewaktu: 480 mg/dl. Pada tanggal 16 Oktober pukul 09.00 dilakukan
pengkajian keperawatan.

3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh pusing, lemas, dan mual, sering BAK pada malam hari,
faktor pencetus karena tinggi nya gula darah dengan hasil 480mg/dl,
timbulnya keluhan mendadak, lamanya berjam-jam dan tidak menentu,
klien mengatakan upaya mengatasi dengan tidur.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan sbelumnya mempunyai riwayat penyakit DM tipe 2
sejak 4 tahun yang lalu, dan sebelumnya pernah dirawat karena DM nya.
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat ataupunn makanan,
riwayat pemakaian obat dirumah domperidone 10 mg dan injeksi lantus.
c. Riwayat kesehatan keluarga

Keterangan:
: Meninggal :Perempuan
: Sehat :Garis pernikahan
: Laki-laki : Garis keturunan
: Tinggal serumah : Klien
Tn. M adalah anak ke empat dari lima bersaudara, setelah menikan
dikaruniai lima orang anak, anak pertama laki-laki dan sudah menikah
dikaruniai satu orang anak, anak kedua perempuan sudah bekerja anak
ketiga dan keempat perempuan masih kuliah dan sekolah, anak kelima
laki-laki masih sekolah. Dirumah klien tinggal bersama isteri, kelima
anaknya beserta menantu dan cucunya. Penyakit yang pernah di derita
pada keluarga dan menjadi faktor pencetus tidak ada.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual

Orang terdakat dengan klien adalah istri klien karena anak-anaknya sibuk
bekerja dan kuliah, pola komunikasi dalam keluarga baik yaitu dengan
bermusyawarah dan berunding, pembuat keputusan dalam keluarga yaitu
pasien sendiri karena dia adalah kepala keluarga, kegiatan masyarakat
yang pernah dilakukan oleh klien tidak ada, dampak penyakit klien pada
keluarga istri klian harus menunggu klien.
Masalah yang mempengaruhi klien
1) Konsep diri
a) Gambaran diri, klien mengatakan senang dengan semua bagian
tubuhnya, dan tidak ada anggota tubuh yang tidak disukai.
b) Identitas diri, peran klien adalah kepala keluarga, klien sangat puas
dengan posisi tersebut.
c) Peran diri, kemampuan klien dalam melaksanakan tugas klien
merasa senang dengan posisinya dan melaksanakannnya dengan
sungguh-sungguh.
d) Ideal diri, harapan klien terhadap penyakitnya klien berharap bisa
sembuh dari penyakitnya dan tidak kambuh kembali dan klien
berharap agar seluruh keluargnya mau mengurus klien di hari
tuanya.
e) Harga diri, didalam keluarga rumah tangga klien cukup harmonis di
dalam kelompok dan masyarakat klien sangat baik.
2) Hubungan sosial
Orang yang paling berarti dalam kehidupan klien sebagai tempat
mengadu, bicara, dan meminta bantuan adalah isteri klien, klien tidak
terlibat dalam kegiatan kelomok atau masyarakat, hambatan dalam
berhubungan dengan kelompok atau masyarakat karena klien masih
sibuk bekerja dan klien suka sakit dan dirawat karena penyakitnya.
Mekanisme koping klien terhadap stres dengan tidur dan mencari
pertolongan, hal yang sangat dipikirkan klien saat ini klien ingin
segera sembuh dan dapat berkumpul bersama keluarga di rumah, klien
berharap penyakit nya tidak kambuh dan gula darah nya dapat
terkontrol, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit merasa cepat
lelah dan mengantuk. Tidak ada nilai kepercayaan yang bertentangan
dengan kesehatan, aktivitas agama yang dilakukan sholat 5 waktu, dan
pengajian. Lingkungan rumah bersih dan baik, tidak mempengaruhi
kondisi kesehatan saat ini.

4. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
Berat badan saat ini 63 kg, berat badan sebelum sakit 65 kg, tinggi badan
167 cm, keadaan umum sedang, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening.

b. Sistem Penglihatan
Otot-otot mata tidak ada kelainan, kelopak mata normal, pergerakan bola
mata normal, konjungtiva merah muda, kornea normal, skelara anikterik,
pupil isokor, fungsi penglihatan kabur, tidak ada tanda-tanda radang,
tidak memakai kaca mata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap
cahaya baik.

c. Sistem Pendengaran
Karakterisitik serumen warna kecoklatan, konsistensi setengah padat, bau
normal, kondisi telinga tengah normal, tidak ada cairan di telinga, tidak
ada perasaan penuh di telinga, tidak ada tinitus, tidak ada otalgia, fungsi
pendengaran normal, tidak ada gangguan keseimbangan, tidak memakai
alat bantu.

d. Sistem Wicara
Sistem wicara normal

e. Sistem Pernapasan
Jalan napas bersih, pernapasan tidak sesak, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan, frekuensi 19 x/menit, irama teratur, jenis pernapasan
spontan, kedalaman napas dalam, batuk tidak, sputum tidak ada, palpasi
dada tidak ada nyeri tekan, perkusi dada sonor, suara napas vesikuler,
tidak ada nyeri saat bernapas, tidak ada penggunaan otot bantu napas,
tidak ada penggunaan oksigen.

f. Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi perifer nadi 67x/menit, tekanan darah 110/73 mmHg, irama
teratur, denyut nadi kuat, tidak ada distensi vena jugularis kanan dan kiri,
tempratur kulit hangat dengan suhu 36,70C, warna kulit pucat, pengisian
kapiler 2 detik, tidak ada edema. Kecepatan denyut apical 71x/menit,
tidak ada kelainan bunyi jantung, tidak ada nyeri dada.

g. Sistem Hematologi
Tidak tampak pucat, tidak ada perdarahan.

h. Sistem Syaraf Pusat


Kepala terasa pusing, tingkat kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5,
tidak ada tanda peningkatan TIK, reflek fisiologis normal.

i. Sistem Pencernaan
Tidak ada caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada stomatitis,
lidah tidak kotor, selera makan kurang karena mual dan pusing, mual
ada, muntah tidak ada, tidak ada nyeri pada daerah perut, hepar tidak
teraba, abdomen lembek, pola kebiasaan makan dirumah 3 kali sehari.
Bising usus 8x/menit, tidak ada diare, warna feses kuning, konsistensi
setengah padat, tidak ada konstipasi, tidak ada penggunaan laxatif, pola
kebiasaan BAB di rumah satu kali sehari.

j. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, ada
poliuri, polidipsi, tidak ada polipaghi, tidak ada luka.

k. Sistem Urogenital
Intake cairan klien sebanyak 1700 ml, antara lain minum lewat oral
sebanyak 1200ml, dan cairan parenteral lewat IVFD 500 ml. Sedangkan
output cairan sebanyak 1830ml dengan urine 1200 ml dan IWL 630ml
jadi balance cairan yaitu -130ml. Perubahan pola berkemih nocturia,
warna urine kuning jernih, tidak ada distensi ketagangan kandung kemih,
tidak akda keluhan sakit pinggang, tidak menggunakan alat bantu kateter.

l. Sistem Integumen
Turgor kulit elastis, tempratur kulit hangat, warna kulit pucat, keadaan
kulit baik, tidak ada kelainan kulit, kondisi kulit daerah pemasangan
infus baik tidak ada plebitis, keadaan rambut baik, rambut bersih, pola
kebiasaan personal hygiene di rumah mandi 2 kali sehari.

m. Sistem Muskuloskeletal
Tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit pada tulang dan
sendi, tidak ada fraktur, 5555 5555

5555 5555

Data tambahan (pemahaman tentang penyakit) : klien sudah memahami


tetang penyakit yaitu mengenai apa itu diabetes melitus dan sudah mau
menjaga pola makan.

5. Data Penunjang
Laboratorium : hasil laboratorium tanggal 15 Oktober 2018 Hemoglobin=
13,0 g/dL (13.5 ~ 18), Leukosit= 4,80 /uL (5.0~10.0), Limfosit= 24%
(20~30), MXD (Baso, Eos, Mono)= 19% (2~11), Neutrofil= 57% (50~70),
Trombosit=135/ul (150~450), Hematokrit= 35.7% (38~54), Eriitrosit=
4,39/ul (4.3~5.5),MCV= 90,4 fL (82~92), MCH= 29,6 pg (27~31), MCHC=
32.8 (32~36), LED 59 mm/jam (<10), Ureum 48mg/dl (19-44), Creatinin
1,1mg/dl ( 0,7-1,2), eGFR 54 ml/menit/1,73 m2 (60-90), Asam urat 3,7
mg/dl (3.5-7,2), Natrium 139 mmol/L (134-146), Kalium 3,8 mmol/L (3,4-
4,5), Clorida 103 mmol/L (36-108), Gula darah puasa: 269 mg/dl (80-110),
Gula darah 2 jam PP: 487 mg/dl (<140), Gula darah sewaktu: 480 mg/dl.

6. Penatalaksanaan (terapi/pengobatan termasuk diet)


a. Pumpisel 40 mg IV 2x1 hari pada pukul 06.00 dan 18.00
b. Injeksi navorapid 3x8 ui SC 3xi hari pada pukul 06.00, 12.00, dan 18.00
c. Cernevit injeksi IV 1x1 hari pada pukul 06.00
d. Terapi infus NaCl 0,9% 8 jam/kolf 20 tpm
e. Diet : Bubur DM 1700 kalori

7. Data Fokus
a. Data subjektif
Klien mengatakan minum sedikit, kadang merasa haus selalu, BAK 8-9x
dalam sehari, sering BAK pada malam hari, warna urine kuning jernih,
klien mengatakan badan terasa lemas, cepat lelah, kurang nafsu makan,
klien merasa mual, dan muntah 1 kali, sebelum sakit makan habis 1 porsi,
setelah sakit hanya ½ porsi, klien mengatakan merasa sulit beraktivitas
dan kepala terasa pusing.

b. Data objektif
KU baik, kesadaran composmentis, GCS E4M6V5, BB 63 kg sebelum
sakit 65 kg, TB 167 cm, klien tampak lemas, tidak kuat berdiri lama,
mukosa bibir kering, hasil TTV, TD : 110/73 mmHg, N: 67x/menit, S:
36,7OC, RR: 19x/menit, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak
berbau keton, ada poliuri, polidipsi, tidak ada polipaghi, tidak ada luka,
hasil laboratorium tanggal 15 Oktober 2018 Hemoglobin= 13,0 g/dL
(13.5 ~ 18), Leukosit= 4,80 /uL (5.0~10.0), Limfosit= 24% (20~30),
MXD (Baso, Eos, Mono)= 19% (2~11), Neutrofil= 57% (50~70),
Trombosit=135/ul (150~450), Hematokrit= 35.7% (38~54), Eriitrosit=
4,39/ul (4.3~5.5),MCV= 90,4 fL (82~92), MCH= 29,6 pg (27~31),
MCHC= 32.8 (32~36), LED 59 mm/jam (<10), Ureum 48mg/dl (19-44),
Creatinin 1,1mg/dl ( 0,7-1,2), eGFR 54 ml/menit/1,73 m2 (60-90), Asam
urat 3,7 mg/dl (3.5-7,2), Natrium 139 mmol/L (134-146), Kalium 3,8
mmol/L (3,4-4,5), Clorida 103 mmol/L (36-108), Gula darah puasa: 269
mg/dl (80-110), Gula darah 2 jam PP: 487 mg/dl (<140), Gula darah
sewaktu: 480 mg/dl.
8. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS: klien mengatakan Resiko kekurangann Diureis osmotik
minum sedikit, selalu volume cairan
merasa haus, BAK dalam
sehari 8-9 ksli, sering BAK
pada malam hari
DO: kesadaran
composmentis, pasien
tampak lemas, mukosa bibir
kering, wajah tampak
pucat, TTV:
TD: 110/73 mmHg, N:
67x/menit, RR: 19x/menit,
S: 36,7oC, intake: 1700 cc,
minum 1200 cc, infus 500
cc, output: 1830 cc, urine
1200 cc, IWL 630 cc,
balance -130 cc,
hematokrit: 35,7% (38-54),
natrium 139 mmol/L (134-
146), kalium 3,8 mmol/L
(3,5-4,5), ureum 48 m/dl
(19-44), eGFR
54ml/menit/1,73 m2 (60-90)
2 DS: klien mengatakan Ketidakseimbangan Ketidakcukupan
badan terasa lemas, kepala nutrisi kurang dari insulin
terasa pusing, mual dan kebutuhan tubuh
muntah 1 kali berisi cairan,
nafsu makan berkurang,
makan habis 1/2 porsi
DO: pasien tampak lemas,
wajah terlihat pucat, BB
sebelum sakit 65 kg, BB
setelah sakit 63 kg, TTV:
TD: 110/73 mmHg, N:
67x/menit, RR: 19x/menit,
S: 36,7oC, Gula darah
puasa: 269 mg/dl, gula
darah 2 jam PP: 487 mg/dl,
GDS pukul 10.00:
480mg/dl, HB: 13,0 g/dl
(13,5-18)
3 DS: klien mengatakan Kelelahan Penurunan energi
badan cepat lelah, sulit metabolik
beraktivitas
DO: klien tampak lemah,
klien tidak kuat berdri
lama, kekuatan otot 5555,
TTV: TD: 110/73 mmHg,
N: 67x/menit, RR:
19x/menit, S: 36,7oC, GDS
pukul 10.00: 480 mg/dl

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
keidakcukupan insulin
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik

C. Prencanaan Keperawatan
1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Data Subjektif : klien mengatakan minum sedikit, selalu merasa haus, BAK
dalam sehari 8-9 ksli, sering BAK pada malam hari.
Data Objektif : kesadaran composmentis, pasien tampak lemas, mukosa bibir
kering, wajah tampak pucat, TTV: TD: 110/73 mmHg, N: 67x/menit, RR:
19x/menit, S: 36,7oC, intake: 1700 cc, minum 1200 cc, infus 500 cc, output: 1830
cc, urine 1200 cc, IWL 630 cc, balance -130 cc, hematokrit: 35,7% (38-54),
natrium 139 mmol/L (134-146), kalium 3,8 mmol/L (3,5-4,5), ureum 48 m/dl (19-
44), eGFR 54ml/menit/1,73 m2 (60-90).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan kepeeawatan selama 3x24 jam kebutuhan
cairan terpenuhi
Kriteria hasil: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda – tanda
vital stabil, nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,.
haluaran urine tepat secara individu
Rencana tindakan :
a. Ukur tanda – tanda vital setiap 4 jam setiap pukul (05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan pengeluaran. catat berat jenis urine.
d. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan.

Pelaksanaan :
Selasa, 16 Oktober 2018
Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 115/78 mmHg, N 86x/m, RR
19x/m, S 36.7oC. pukul 06.45 memberikan injeksi novorapid 1 x 8 unit dengan
hasil obat masuk dengan lancar. Pukul 06.50 memberikan pumpisel IV dengan
hasil obat masuk dengan lancar. Pukul 06.50 memberikan obat cermevit injeksi
dengan hasil obat masuk dengan lancar, pukul 09.00 mengobservasi klien, hasil
akral hangat, klien tampak rileks. klien tampak pucat, mukosa bibir kering, turgor
kulit elastis, pasien tampak lemas. Pukul 08.45 mengganti linen klien, hasil : klien
merasa nyaman. Pukul 10.15 mengganti cairan infus 8 jam/ kolf/ 20 tts /menit, hasil
tetesan infus lancar. Pukul 11.00 mengukur TTV hasil 110/70 mmHg, nadi:
80x/mnt, RR : 19 x/mnt, suhu : 36,8◦C. Pukul 11.00mengukur GDS hasil 287
mg/dl. Pukul 11.25 memantau pemasukan dan pengeluaran cairan, hasil : minum
500 cc, infus masuk 200 cc, urine 930 cc. Pukul 12.00 memberikan injeksi
novorapid 1x 8 unit. Pukul 15.00 mengukur TTV hasil TD 120/80 mmHg N
71x/mnt respirasi 19x/mnt suhu 37.6 oC. Pukul 18.00 memberikan obat pumpisel
dengan hasil obat masuk dengan lancar. Pukul 19.00 mengukur TTV 130/80 mmhg,
Nadi : 80 x/m, pernafasan: 20x /m, suhu 36.5oc.. Pukul 23.00 mengukur TTV , hasil
: TD : 120/80 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 37,7◦C.

Rabu, 17 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 112/73 mmHg N: 83x/m, RR
19x/m, S 36,6oC. pukul 06.00 memberikan obat pumpisel injeksi dengan hasil obat
masuk dengan lancar. Pukul 06.45 memberikan injeksi navorapid 8 unit dengan
hasil obat masuk dengan lancar. Pukul 08.00 mengobservasi klien dengan hasil
kesadaran compos mentis, akral hangat, klien tampak rileks, tenang, lemas, pucat
berkurang, membran mukosa kering, infus menetes lancar. Pukul 09.30 mengganti
cairan infus NaCl 8 jam/kolf dengan hasil infus menetes lancar, tidak ada plebitis.
Pukul 10.00 mengobservasi klien, hasil akral hangat, klien tampak rileks. klien
tampak pucat, mukosa bibir kering, turgor kulit elastis. Pukul 11.00 mengganti
cairan infus NaCl 8 jam/kolf/ 20 tts /menit, hasil tetesan infus lancar. Pukul 11.00
mengukur TTV hasil 123/68 mmHg, nadi : 78 x/mnt, RR : 19 x/mnt, suhu : 36.7◦C.
Pukul 11.00 mengukur GDS dengan hasil 236 mg/dl Pukul 12.00 memberikan
injeksi novorapid 1x8 unit. Pukul 13.00 memantau pemasukan dan pengeluaran
cairan, hasil : minum 750 cc, infus masuk 200 cc, urine 1150 cc. Pukul 15.00
mengukur TTV hasil TD 107/68 mmHg N 68x/mnt, respirasi 19 x/mnt suhu 36.8 C.
pukul 18.00 memberikan obat pumpisel injeksi dengan hasil obat masuk dengan
lancar. Pukul 19.00 mengukur TTV 115/78 mmhg, Nadi : 82 x/m, pernafasan : 19x
/m, suhu 36.1oc. Pukul 23.00 mengukur TTV , hasil : TD : 120/80 mmHg, nadi : 76
x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.

Kamis, 18 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 109/67 mmHg, N 73 x/m RR 19
x/m, S 36.3oC. pukul 06.00 memberikan obat pumpisel injeksi dengan hasil obat
masuk dengan lancar. pukul 06.00 memberikan obat cernevit injeksi dengan hasil
obat masuk dengan lancar. Pukul 06.30 memberikan injeksi novorapid 1x8 unit
dengan hasil obat masuk dengan lancar. pukul 07.15 mengganti cairan infus NaCl 8
jam/kolf dengan hasil infus menetes lancar, tidak ada plebitis. Pukul 08.00
mengobservasi klien dengan hasil kesadaran compos mentis, akral hangat, klien
tampak rileks, klien tampak pucat. Pukul 11.00 mengukur TTV hasil 112/74
mmHg, nadi: 76 x/mnt, RR: 19 x/mnt, suhu: 36.4◦C. pukul 11.20 mengukur GDS
dengan hasil 144 mg/dl. Pukul 12.00 memberikan injeksi navorapid 8 unit dengan
hasil obat masuk dengan lancar. Pukul 12.30 memantau pemasukan dan
pengeluaran cairan, hasil : minum 500 cc, infus masuk 300 cc, urine 930 cc. Pukul
15.00 mengukur TTV hasil TD 120/80 mmHg N 71x/mnt respirasi 19x/mnt suhu
36,7 C. Pukul 18.00 memberi obat pumpisel injeksi dengan hasil obat masuk
dengan lancar. pukul 18.20 memberikan injeksi navorapid 8 unit dengan hasil obat
masuk dengan lancar. Pukul 19.00 mengukur TTV 115/65 mmhg, Nadi: 78 x/m ,
pernafasan: 19x/m, suhu 36.2oC. Pukul 23.00 mengukur TTV hasil : TD : 120/80
mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.

Evaluasi :
Selasa, 16 Oktober 2018
S : klien mengatakan minum banyak, dan sering BAK terutama saat malam
O : klien tampak lemas, pucat, membran mukosa kering, TTV dengan hasil TD :
115/73 mmHg, nadi : 74 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,3◦C, intake 1600 cc output
1500 cc.
A : tujuan belum sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Ukur tanda – tanda vital setiap 4 jam setiap pukul (05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan pengeluaran. catat berat jenis urine.
d. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan.

Rabu, 17 Oktober 2018


S : klien mengatakan minum banyak, dan sering BAK
O : TTV , hasil : TD : 130/80 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 37,7◦C.
intake 2.050 cc, output 2.100 cc. Turgor kulit membaik.
A : tujuan teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Ukur tanda – tanda vital setiap 4 jam setiap pukul (05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan pengeluaran. catat berat jenis urine.
d. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan.

Kamis, 18 Oktober 2017


S : klien mengatakan badan masih lemas, banyak minum, sering BAK
O : TTV , hasil : TD : 120/90 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 37,7◦C.
Intake 2.400 cc, output 2.3000 cc. mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis.
A : tujuan tercapai sebagian.
P : intervensi dilanjutkan
a. Ukur tanda – tanda vital setiap 4 jam setiap pukul (05.00, 11.00, 15.00, 19.00,
23.00)
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan pengeluaran. catat berat jenis urine.
d. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


keidakcukupan insulin
Data Subjektif : klien mengatakan badan terasa lemas, kepala terasa pusing,
mual dan muntah 1 kali berisi cairan, nafsu makan berkurang, makan habis 1/2
porsi.
Data Objektif : pasien tampak lemas, wajah terlihat pucat, BB sebelum sakit
65 kg, BB setelah sakit 63 kg, TTV:
TD: 110/73 mmHg, N: 67x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,7oC, Gula darah puasa:
269 mg/dl, gula darah 2 jam PP: 487 mg/dl, GDS pukul 10.00: 480mg/dl, HB: 13,0
g/dl (13,5-18)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria Hasil: makan habis 1 porsi, nafsu makan baik, mual tidak ada lemas
hilang/ berkurang, gula darah sewaktu dalam batas normal (80-
140 mg/dl)

Intervensi
a. Observasi tanda-tanda hipoglikemia.
b. Timbang berat badan setiap 1 kali dalam seminggu
c. Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai
d. Berikan insulin novorapid 8 unit setiap 15 menit sebelum makan
e. Berikan makan dengan diit DM 1700 kalori
f. Pantau pemeriksaan laboratorium. seperti glukosa darah, aseton. pH, dan
HCO3.

Pelaksanaan
Tanggal 16 Oktober 2018
Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 115/78 mmHg, N 86x/m, RR
19x/m, S 36.7oC. Pukul 06.00 mengukur GDS harian dengan hasil 330mg/dl.
pukul 06.50 memberikan injeksi novorapid 1x8 unit dengan hasil obat masuk
dengan lancar. Pukul 07.00 memberikan klien makan dengan diit DM 1700 kalori,
mengobservasi keadaan klien, klien tampak lemas. Pukul 11.00 mengukur TTV
hasil 110/70 mmHg, nadi : 80 x/mnt, RR : 19 x/mnt, suhu : 36,8◦C. Pukul 11.00
mengukur GDS harian dengan hasil 287mg/dl. Pukul 11.50 memberikan obat
insulin novorapid 8 unit melalui subcutan. Pukul 12.00 memberikan klien makan
dengan diit DM 1700 kalori dengan hasil makan habis ½ porsi, mual masih ada.
15.00 mengukur TTV hasil TD 120/80 mmHg N 71x/mnt respirasi 19x/mnt suhu
37.6 oC. Pukul 16.00 mengukur GDS harian dengan hasil 315mg/dl. Pukul 18.00
memberikan klien makan dengan diit DM 1700 kalori dengan hasil : makan habis
½ porsi, mual masih ada. Pukul 19.00 mengukur TTV 120/85 mmhg , Nadi: 76
x/m, pernafasan: 19x/m, suhu 36.5oc. Pukul 20.00 evaluasi kondisi klien hasilnya :
nafsu makan masih kurang, badan masih lemas. Pukul 23.00 mengukur TTV ,
hasil : TD : 120/80 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.
Tanggal 17 Oktober 2018
Pukul 05.00 mengukur TTV dengan hasil TD 112/73 mmHg N: 86x/m, RR
19x/m, S: 36,6oC Pukul 06.00 mengukur GDS harian dengan hasil 330mg/dl.
Pukul 06.50 memberikan injeksi novorapid 1x8 unit. Pukul 07.00 memberikan
klien makan dengan diit DM 1700 kalori dengan hasil : makan habis 1/2 porsi,
mual masih ada kadang – kadang. Pukul 07.30 mengobservasi keadaan klien,
klien masih tampak lemas. Pukul 11.00 mengukur TTV dengan hasil TD 123/68
mmHg, nadi: 78 x/mnt, RR: 19 x/mnt, suhu: 36.7◦C. Pukul 11.10 mengukur GDS
harian dengan hasil 287mg/dl. Pukul 11.50 memberikan obat insulin novorapid 8
unit melalui subcutan. Pukul 12.00 memberikan klien makan dengan diit DM
1700 kalori dengan hasil makan habis 3/4 porsi, mual masih ada kadang – kadang.
Pukul 15.00 mengukur TTV dengan hasil TD 107/68 mmHg N: 68x/mnt respirasi
19x/mnt suhu 36.8oC. Pukul 16.00 mengukur GDS harian dengan hasil 376mg/dl.
Pukul 17.50 memberikan obat insulin novorapid 14 unit melalui subcutan. Pukul
18.00 memberikan klien makan dengan diit DM 1700 kalori dengan hasil makan
habis 3/4 porsi. Pukul 19.00 mengukur TTV 115/78 mmhg , Nadi : 82 x/m,
pernafasan: 19x /m, suhu 36.1oc. Pukul 23.00 mengukur TTV , hasil : TD : 120/80
mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.

Tanggal 18 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 140/100 mmHg, N 89 x/m RR
20 x/m , S 36.8oC. Pukul 06.00 mengukur kurve harian dengan hasil 324mg/dl.
Pukul 06.50 memberikan injeksi novorapid 1 x 14 unit dengan hasil obat masuk
dengan lancar. Pukul 07.00 memberikan klien makan dengan diit DM 1700 kalori
dengan hasil makan habis 1 porsi, mual tidak ada. Pukul 07.30 mengobservasi
keadaan klien, klien masih tampak lemas. Pukul 11.00 mengukur TTV dengan
hasil TD 112/74 mmHg, nadi: 76 x/mnt, RR : 19 x/mnt, suhu : 36.4◦C. Pukul
11.00 mengukur GDS harian dengan hasil 144mg/dl. Pukul 11.50 memberikan
obat insulin novorapid 8 unit melalui subcutan. Pukul 12.00 memberikan klien
makan dengan diit DM 1700 kalori dengan hasil makan habis 1 porsi, mual tidak
ada. Pukul 15.00 mengukur TTV dengan hasil TD 110/70 mmHg N: 71x/mnt
respirasi 19x/mnt suhu 36.7 C. Pukul 16.00 mengukur GDS harian dengan hasil
256mg/dl. Pukul 18.20 memberikan obat insulin novorapid 8 unit melalui
subcutan. Pukul 18.00 memberikan klien makan dengan diit DM 1700 kalori
dengan hasil makan habis 1 porsi. Pukul 19.00 mengukur TTV 115/65 mmhg,
Nadi: 78 x/m , pernafasan : 19 x/m, suhu 36.2oC. Pukul 23.00 mengukur TTV ,
hasil : TD : 120/90 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.

Evaluasi
Tanggal 16 Oktober 2018
S : klien mengatakan lemas, pusing, mual masih ada, berat badan sebelum sakit
65kg
O : klien tampak lemah, pucat, makan habis ½ porsi GDS 287 mg/dl
A : tujuan tercapai sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Timbang berat badan setiap 1 kali dalam seminggu
b. Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai
c. Lakukan pemeriksaan dula darah (dag curve) Setiap hari
d. Berikan insulin novorapid 8 unit setiap 15 menit sebelum makan
e. Berikan makan dengan diit DM 1700 kalori

Tanggal 17 Oktober 2018


S : klien mengatakan masih lemas, mual kadang-kadang, pusing, nafsu makan
naik
O : klien tampak lemah, makan habis ½ porsi
A : tujuan tercapai sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Timbang berat badan setiap 1 kali dalam seminggu
b. Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai
c. Lakukan pemeriksaan dula darah (dag curve) Setiap hari
d. Berikan insulin novorapid 8 unit setiap 15 menit sebelum makan
e. Berikan makan dengan diit DM 1700 kalori

Tanggal 18 Oktober 2017


S : klien mengatakan sudah tidak lemas, mual tidak ada, nafsu makan naik
O : klien tampak bertenaga, makan habis 1 porsi GDS 144 mg/dl
A : tujuan tercapai sebagian
P : intervensi dilanjutkan
a. Timbang berat badan setiap 1 kali dalam seminggu
b. Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai
c. Lakukan pemeriksaan dula darah (dag curve) Setiap hari
d. Berikan insulin novorapid 8 unit setiap 15 menit sebelum makan
e. Berikan makan dengan diit DM 1700 kalori

3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik


Data Subjektif : klien mengatakan badan cepat lelah, sulit beraktivitas
Data Objektif : klien tampak lemah, klien tidak kuat berdri lama, kekuatan
otot 5555, TTV: TD: 110/73 mmHg, N: 67x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,7oC,
GDS pukul 10.00: 480 mg/dl
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
klien terpenuhi, kelelahan berkurang
Kriteria Hasil: lemas berkurang atau hilang, klien dapat memenuhi kebutuhan
dengan mandiri, mengungkapkan peningkatan energi.
Perencanaan
a. Pantau TTV setiap pukul 05.00,11.00, 15.00, 19.00, 23.00
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas (makan, eliminasi, mandi)
c. Observasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan
d. Berikan klien posisi semi fowler

Pelaksanaan :
Tanggal 16 Oktober 2018
Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 115/78 mmHg, N 86x/m, RR
19x/m, S 36.7oC. pukul 05.30 membantu keluarga memandikan klien dan
mengganti baju klien dengan hasil klien tampak segar. Pukul 07.20 memberikan
klien posisi semi fowler dengan hasil klien tampak nyaman dengan posisinya.
Pukul 09.00 mengobservasi klien, klien mengatakan badan masih lemes, cepat
lelah, sulit dalam beraktivitas. Pukul 11.00 mengukur TTV hasil 110/70 mmHg,
nadi: 80 x/mnt, RR: 19 x/mnt, suhu: 36,8◦C. pukul 14.00 mengobservasi klien,
klien mengatakan badan masih lemes, cepat lelah, sulit dalam beraktivitas. 15.00
mengukur TTV hasil TD 120/80 mmHg N 71x/mnt respirasi 19x/mnt suhu 37.6
o
C. Pukul 19.00 mengukur TTV 120/85 mmhg, Nadi: 76 x/m, pernafasan: 19x /m,
suhu 36.5oc. pukul 20.00 mengobservasi klien , klien mengatakan badan masih
lemes, cepat lelah, sulit dalam beraktivitas. Pukul 23.00 mengukur TTV , hasil :
TD : 120/80 mmHg, nadi : 76 x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 37,7◦C.

Tanggal 17 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengukur TTV dengan hasil TD 112/73 mmHg N 83x/m, RR 19x/m,
S 36,6oC. pukul 05.30 membantu keluarga memandikan klien dan mengganti baju
klien dengan hasil klien tampak segar. Pukul 07.20 memberikan klien posisi semi
fowler dengan hasil klien tampak nyaman dengan posisinya. Pukul 09.00
mengobservasi klien, klien mengatakan badan masih lemes, cepat lelah, sulit
dalam beraktivitas. Pukul 11.00 mengukur TTV dengan hasil TD 123/68 mmHg,
nadi: 78 x/mnt, RR: 19 x/mnt, suhu: 36.7◦C. Pukul 14.00 mengobservasi klien,
klien mengatakan badan masih lemes, cepat lelah, sulit dalam beraktivitas. Pukul
15.00 mengukur TTV dengan hasil TD 107/68 mmHg N: 68x/mnt respirasi 19
x/mnt suhu 36.8oC. Pukul 19.00 mengukur TTV 115/78 mmhg ,Nadi: 82x/m,
pernafasan: 19x /m, suhu 36.1oC. pukul 20.00 mengobservasi klien, klien
mengatakan badan masih lemes, cepat lelah, sulit dalam beraktivitas. Pukul 23.00
mengukur TTV , hasil : TD : 120/80 mmHg, nadi: 76 x/mnt, RR: 19x/mnt, suhu:
36,7◦C.

Tanggal 18 Oktober 2018


Pukul 05.00 mengukur tanda-tanda vital hasil TD 109/67 mmHg, N 73 x/m RR 19
x/m, S 36.3oC. Pukul 07.20 memberikan klien posisi semi fowler dengan hasil
klien tampak nyaman dengan posisinya. Pukul 09.00 mengobservasi klien, klien
mengatakan lemas berkurang. Pukul 11.00 mengukur TTV dengan hasil TD
112/74 mmHg, nadi: 76 x/mnt, RR: 19 x/mnt, suhu: 36.4◦C. Pukul 14.00
mengobservasi klien , klien mengatakan lemas berkurang. 15.00 mengukur TTV
dengan hasil TD 110/70 mmHg N 71x/mnt respirasi 19x/mnt suhu 36.7 C. Pukul
19.00 mengukur TTV 115/65 mmhg , Nadi: 78 x/m, pernafasan: 19 x/m, suhu
36.2oC. Pukul 20.00 mengobservasi klien dengan hasil klien mengatakan lemas
sudah berkurang. Pukul 23.00 mengukur TTV, hasil: TD: 120/80 mmHg, nadi : 76
x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,7◦C.
Evaluasi
Tanggal 16 Oktober 2018
S : klien mengatakan badan lemas, mudah lelah, susah beraktivitas
O : klien tampak lemas, ADL dibantu keluarga. TTV: TD: 115/73 mmHg, N: 74
x/menit, RR: 19x/menit, S: 36,30C
A : tujuan belum tercapai
P : intervensi di lanjutkan
a. Pantau TTV setiap pukul 05.00,11.00, 15.00, 19.00, 23.00
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas (makan, eliminasi, mandi)
c. Observasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan
d. Berikan klien posisi semi fowler

Tanggal 17 Oktober 2018


S : klien mengatakan badan lemas berkurang, mudah lelah, susah beraktivitas
O : klien tampak lemas, ADL dibantu keluarga
A : tujuan tercapai sebagian
P : intervensi di lanjutkan
a. Pantau TTV setiap pukul 05.00,11.00, 15.00, 19.00, 23.00
b. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitas (makan, eliminasi, mandi)
c. Observasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan
d. Berikan klien posisi semi fowler

Tanggal 18 Oktober 2018


S : klien mengatakan lemas berkurang, sudah dapat beraktivitas mandiri
O : ADL tidak dibantu
A : tujuan tercapai
P : intervensi di hentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terjadi
antara teori dan kasus yang penulis dapatkan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien Tn M dengan Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) diruang New Bougenville 2 Rumah Sakit Pelni Jakarta
selama 3 hari mulai tanggal 16 Oktober – 8 Oktober 2018 melalui Asuhan
Keperawatan yang terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan, dan
Evaluasi Keperawatan.

A Pengkajian Keperawatan
Penyebab dari NIDDM pada klien sudah sesuai dengan teori yaitu karena
faktor usia serta diperberat dengan gaya hidup yang serig minum teh
hampir 3x sehari. Manifestasi klinis yang ada pada teori adalah polidipsi,
poliuri, polifagi, dan penurunan berat badan. Sedangkan yang ada pada
kasus yaitu penurunan berat badan, poliuri, polidipsi, polifagi. tetapi ada
manifestasi klinis yang ada pada teori namun tidak ada pada kasus yaitu
luka sukar sembuh karena klien tidak ada luka.

Pemeriksaan diagnostik pada kasus yang sudah sesuai dengan teori yaitu
dilakukan pemeriksaan gula darah kurve, trombosit darah (HT dan
Leukosit), ureum-creatinin, elektrolit (natrium, kalium, clorida).

Dan pemeriksaan yang ada pada teori namun tidak ada pada kasus yaitu
tidak dilakukan pemeriksaan amilase darah karena pada klien tidak
terdapat tanda - tanda pankreatitis dan pada klien dengan NIDDM tidak
terjadi DKA (Diabetik Ketoasidosis), pemeriksaan fungsi tyroid tidak
dilakukan karena pada klien tidak ditemukan tanda- tanda pembesaran
kelenjar tyroid. Pemeriksaan urine : gula dan keton tidak dilakukan karena
sudah cukup dilakukan dengan pemeriksaan gula darah untuk menegakkan
diagnosa.
Penatalaksanaan medis pada kasus yang sudah sesuai dengan teori yaitu
pemberian obat antidiabetik yaitu injeksi novorapid 3x8 unit sebelum
makan yaitu pukul 06.50, 11.50, 16.50 terapi ini diberikan karena klien
sudah terinfeksi dan gula darah meningkat. Perencanaan diit yang sudah
disesuai yaitu diit DM 1700 kalori, Pemeriksaan kurve harian.

Faktor pendukung pada saat penulis melakukan pengkajian adalah klien


kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan sehingga saat
pengkajian tidak ditemukan kesulitan yang berarti. Sedangkan faktor
penghambat yaitu kurangnya ketelitian penulis dalam melakukan
pengkajian.

B. Diagnosa Keperawatan
Secara teori terdapat tujuh diagnosa keperawatan yaitu : Kekurangan
volume cairan berhubungan diuresis osmotik (dari Hiperglikemia), Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan ketidak cukupan insulin , peurunan
pemasukan oral ; anoreksia , mual, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran, hipermetabolisme, Resiko tinggi terhadapa infeksi
(sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulasi, infeksi salular pernapasan, atau ISK,
Perubahan sensori - perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen , ketidak seimbangan glukosa/insulin, Kelelahan berhubungan
dengan penurunan produksi energy metabolic, perubahan kimia darah;
infusiensi insulin, peningkatan kebutuhan energy: status
hipermetabolik/infeksi, Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit
jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan dengan
orang lain, Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan
kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interprestasi informasi,
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan ( nekrosis luka gangren), Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan penurunan produksi energi metabolik dan kelemahan fisik.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus yang sesuai dengan
teori ada tiga diagnosa keperawatan yaitu : Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan keidakcukupan insulin,
Kelelahan berhubungan dengan penurunan energi metabolik. Sedangkan
diagnosa keperawatan yang ada pada teori tapi tidak ada pada kasus ada
enam diagnosa yaitu: Resiko tinggi terhadapa infeksi (sepsis) berhubungan
dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada
sirkulasi, infeksi salular pernapasan, atau ISK, Perubahan sensori -
perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen, ketidak
seimbangan glukosa/insulin, Ketidakberdayaan berhubungan dengan
penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati,
ketergantungan dengan orang lain, Kurang pengetahuan mengenai
penyakit berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan
interprestasi informasi, Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
nekrosis kerusakan jaringan ( nekrosis luka gangren), Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik dan kelemahan.

Faktor pendukung pada saat penulis menentukan diagnosa adalah sudah


banyak refrensi diagnosa dari berbagai sumber dan klien yang koperatif
saat di kaji dan observasi

C. Perencanaan Keperawatan
Pada tahap perencanaan diagnosa prioritas menurut teori yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik tujuan dan kriteria
hasil terpenuhi dalam 3x24 jam perawatan, tanda tanda vital dalam batas
normal, intake dan output seimbang, turgor kulit elastis, pengisian kapiler
baik dengan perencanaan pantau masukan dan haluaran selama 24 jam,
pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah, pantau suhu, warna
kulit dan membrane mukosa, ukur berat badan setiap satu
minggu,tingkatkan lingkungan yang dapat menimbulkan rasa nyaman,
pantau pemeriksaan laboratorium seperti HT, Na, K, CL, berikan terapi
cairan sesuai indikasi. Sedangkan diagnosa prioritas yang ada pada kasus
yaitu resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik tujuan dan kriteria hasil yaitu kebutuhan cairan seimbang setelah
3x24 jam perawatan tanda – tanda vital dalam batas normal (TD 110-
120/70-90 mmHg, Nadi 60-80 x/mnt, pernapasan 16-20 x/mnt, suhu 36.0-
37,5 oC), nadi perifer dapat teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
ureum creatinin dalam batas normal (ureum 13-49 mg/dl, creatinin 0.7-1.3
mg/dl) dengan perencanaan lanjutkan tirah baring, pantau intake dan
output cairan selama 24 jam, ukur tanda tanda vital (05.00, 11.00, 15.00,
19.00, 23.00), timbang BB tiap 1 x dalam seminggu, kolaborasikan
pemeriksaan ulang laboratorium ureum, creatinin, natrium, kalium,
clorida.

Diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, tujuan dan kriteria hasil
kriteria hasil yang ada pada kasus sudah sesuai dengan teori. Perencanaan
yang ada pada kasus sudah sesuai dengan yang ada pada teori. Sehingga
tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.

Diagnosa ketiga yaitu kelelahan berhubungan dengan penurunan energi


metabolik, tujuan dan kriteria hasil yang ada pada kasus sudah sesuai
dengan teori. Perencanaan yang ada pada teori yaitu Pantau TTV setiap
pukul (05.00,11.00, 15.00, 19.00, 23.00), Bantu klien memenuhi
kebutuhan aktivitas (makan, eliminasi, mandi), Observasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan. Untuk perencanaan yang ada pada kasus tetapi
tidak ada pada teori yaitu berikan posisi semi fowler karena sesuai dengan
keadaan klien, klien nyaman dengan posisi semi fowler.

Penulis sudah membuat perencanaan sesuai antara teori dan kasus.


Penentuan pembuatan rencana tiap – tiap diagnosa penulis tentukan sesuai
dengan diagnosa pada kasus. Faktor pendukung yang penulis dapatkan
yaitu adanya referensi untuk pembuatan perencanaan, tidak ada faktor
penghambat yang penulis temukan.

D. Pelaksanaan Keperawatan
Diagnosa pertama resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik. Rencana yang sudah dilakukan yaitu mencatat intake dan
output dalam 24 jam, mengukur TTV setiap pukul (05.00, 11.00, 15.00,
19.00, 23.00), mengkaji nadi perifer: pengisian kapiler, turgor kulit,
memberikan terapi cairan NaCl 0,9% 8 jam / kolf / 20 tetes/ menit,
melakukan pemeriksaan gula darah , memberikan terapi insulin novorapid
3x8 unit setiap ( pkl. 06.50, 11.50, 16.50 ) sebelum makan. Rencana yang
tidak dilakukan yaitu mengkaji adanya muntah, pengeluaran urine berlebih
dan diare, melakukan kolaborasi pemeriksaan ulang laboratorium darah :
Ht, NaKcl dan gula darah untuk evaluasi setelah pemberian terapi selama
perawatan, hal ini tidak dilakukan karena tidak ada indikasi untuk
pemeriksaan ulang laboratorium.

Diagnosa kedua : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, tujuan dan kriteria hasil
sudah sesuai antara teori dan kasus, pelaksanaan yang terlaksana sesuai
dengan perencanaan, sedangkan yang tidak terlaksana yaitu menimbang
BB setiap satu minggu sekali, tidak dilaksanakan karena klien tidak dapat
turun dari tempat tidur. Dan memantau pemeriksaan laboratorium total
protein, albumin, globulin, karena tidak di indikasikan untuk pemeriksaan
laboratorium ulang.

Diagnosa ketiga : kelelahan berhubungan dengan penurunan energi


matabolik. Tujuan dan kriteria hasil sudah sesuai. Semua rencana tindakan
sudah terlaksana sesuia dengan teori.

Faktor pendukung saat penulis melakukan pelaksanaan yaitu klien


kooperatif dengan perawat sehingga memudahkan untuk melakukan
tindakan keperawatan, tidak ada faktor penghambat yang ditemukan.

E. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi keperawatan ini mengacu pada tujuan dan kriteria
hasil yang terdapat pada perencanaan, pada diagnosa resiko kekurangan
volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, tujuan tercapai
sebagian dibuktikan dengan klien mengatakan masih terasa lemas, banyak
minum, sering BAK, TTV dengan hasil TD : 115/73 mmHg, nadi : 74
x/mnt, RR : 19x/mnt, suhu : 36,3◦C, intake 2200cc output 2130cc. mukosa
bibir lembab, turgor kulit elastis.
Pada diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakcukupan insulin. Tujuan tercapai sebagian
dibuktikan dengan klien mengatakan klien mengatakan masih sedikit
lemas, mual tidak ada, berat badan sebelum sakit 65kg, klien tampak
lemah, makan habis 1 porsi GDS 144 mg/dl.

Pada diagnosa kelelahan berhubungan dengan penurunan energi


metabolik. Tujuan tercapai sebagian dibuktikan dengan klien mengatakan
lemas berkurang, ADL tidak dibantu.

Faktor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya acuan tujuan dan
kriteria hasil pada tahap perencanaan sehingga dapat menjadi tolak ukur
asuhan keperawatan berhasil atau tidak. Sedangkan faktor penghambat
tidak ditemukan oleh penulis pada tahap evaluasi.
BAB V
PENUTUP

Setelah penulis melaukan asuhan keperawatan selama 3 hari pada Ny.S dengan Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus di Ruang Cempaka Dewasa Rumah Sakit Pelni
Jakarta maka penulis manyimpulkan dan memberi saran yang sekiranya dapat
diterima oleh pembaca.

A. Kesimpulan
Pengkajian keperawatan : penyebab dan faktor resiko terjadinya Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus adalah faktor usia yang diperberat dengan gaya
hidup. Manifestasi yang ditemukan adalah adanya kelemahan, cepat lelah,
poliuria, penurunan berat badan. Pemeriksaan diagnostik yang di lakukan yaitu
glukosa darah, elektrolit, hemoglobin, ureum, dan kreatinin. Penatalaksanaan
yang dilakukan yaitu pumpisel 40 mg IV, injeksi navorapid 3x8 ui SC, cernevit
injeksi IV, terapi infus NaCl 0,9% 8 jam/kolf 20 tpm, diet : Bubur DM 1700
kalori

Diagnosa Keperawatan yang ada yaitu : resiko kekurangan volume cairan


berhubungan dengan diuresis osmotik, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan keidakcukupan insulin, kelelahan
berhubungan dengan penurunan energi metabolik.

Perencanaan yang dilakukan pada diagnosa prioritas untuk mengatasi diagnosa


utama yaitu tujuan dan kriteria hasil yaitu kebutuhan cairan seimbang setelah
3x24 jam perawatan tanda – tanda vital dalam batas normal, nadi perifer dapat
teraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, ureum creatinin dalam batas
normal dengan perencanaan lanjutkan tirah baring, pantau intake dan output
cairan selama 24 jam, ukur tanda tanda vital (05.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00),
timbang BB tiap 1 x dalam seminggu,

64
65

kolaborasikan pemeriksaan ulang laboratorium ureum, creatinin, natrium, kalium,


clorida.

Pelaksanaan yang dilakukan mengacu pada perencanaan yang sudah dibuat yaitu
mengukur TTV, memantau hasil laboratorium, mengobservasi dan
mengidentifikasi klien, dan mengukur gula darah.

Evaluasi dari ketiga diagnosa keperawatan mengacu pada tujuan dan kriteria hasil
yang terdapat pada perencanaan. Pada evaluasi dua diagnosa keperawatan tercapai
sebagian, dan satu diagsona tercapai.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberi saran sebagai berikut :
1. Diharapkan perawat ruangan berkolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium
ulang.
2. Diharapkan penulis dan perawat mampu meningkatkan kerja sama yang lebih
baik dalam melaksanakan tindakan keperawatan khususnya bagi klien dengan
NIDDM.
3. Diharapkan penulis dan perawat mampu meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang baik kepada klien dan keluarga.
66

Anda mungkin juga menyukai