Anda di halaman 1dari 12

Hubungan Karakteristik ODHA Dengan Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV

Di Kabupaten Jember

People Living With HIV AIDS (PLWHA) Characteristics Associated With Loss to Follow Up ARV
Teraphy In Jember District

Yudhi Tri Gunawan1, Irma Prasetyowati2, Mury Ririanty3


1Mahasiswa Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember,
2Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Jember,
3Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Jember

e-mail: yudhi3g@yahoo.com

Abstract

Background: Human Immunodeficiency Virus or HIV is a virus that attacks white blood cells in the
body (lymphocytes) which resulted in the decline of the human immune. PLWHA who loss to follow up
or stop taking ARV will increase resistance to antiretroviral, increase the risk of transmitting HIV to
others, and increase the risk of death.
Objective: This study aimed to determine the factors of loss to follow-up of antiretroviral therapy in
Jember based on the PLWHA characteristic’s.
Method:This study was an observational analytic using case control study. Data were obtained through
interviews and kuosioner were then analyzed with chi-square and logistic regression test.
Results: The results showed that 65 PLWHA were loss to follow-up, 20 PLWHA willing to be the case
respondent sample aand the respondents control as many as 40 people. Based on the chi square test
were obtained a variable was statistically significant on the incidence of loss to follow-up that ethnic (p
= 0.020). PLWHA who was Madurese needs more attention.
Keywords: HIV, AIDS, Loss to Follow Up, ARV Therapy

Abstrak

Pendahuluan: Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus yang adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. ODHA yang loss to follow up atau berhenti memakai ARV akan meningkatkan resistensi
terhadap ARV, meningkatkan risiko untuk menularkan HIV pada orang lain, serta meningkatkan
risiko kematian.
Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab loss to follow up
terapi ARV di Kabupaten Jember berdasarkan karakteristiknya.
Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah observasional
analitik dengan pendekatan case control study. Data diperoleh dengan wawancara dan kuosioner yang
kemudian dianalisis dengan uji chi square dan uji regresi logistik.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan dari 65 ODHA yang loss to follow up, 20 orang
bersedia menjadi responden sampel kasus sehingga responden kontrol sebanyak 40 orang.
Berdasarkan uji chi square didapatkan satu variabel yang bermakna secara statistik terhadap
kejadian loss to follow up yaitu Suku (p=0,020. ODHA yang bersuku Madura perlu mendapat
perhatian lebih.
Kata kunci: HIV, AIDS, Loss to Follow Up, Terapi ARV
1. Yudhi Tri Gunawan Mahasiswa Peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember,
2. Irma Prasetyowati Staf Pengajar Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Jember,
3. Mury Ririanty Staf Pengajar Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas
Jember
53
54 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

Pendahuluan pada tahun 2014 yaitu sebesar 32.711


Human Immunodeficiency Virus atau kasus baru. Peningkatan jumlah kasus baru
HIV adalah virus yang menyerang sel darah AIDS selalu terjadi setiap tahunnya, hingga
putih di dalam tubuh (limfosit) yang puncaknya pada tahun 2013 tercatat
mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh 10.163 kasus kemudian terjadi penurunan
manusia. Orang yang dalam darahnya jumlah kasus baru pada tahun 2014 yaitu
terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan sebesar 5.494 kasus dengan jumlah
belum tentu membutuhkan pengobatan. kumulatif kasus AIDS sampai dengan akhir
Meskipun demikian, orang tersebut dapat 2014 sebesar 65.790 kasus.
menularkan virusnya kepada orang lain bila Penggunaan obat Antiretroviral
melakukan hubungan seks berisiko dan (ARV) kombinasi pada tahun 1996
berbagi penggunaan alat suntik dengan mendorong revolusi dalam pengobatan
orang lain (KPAD Kab. Jember, 2015). orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di
Acquired Immune Deficiency seluruh dunia. Meskipun belum mampu
Syndrome atau AIDS adalah sekumpulan menyembuhkan HIV secara menyeluruh
gejala penyakit yang timbul karena dan menambah tantangan dalam hal efek
kekebalan tubuh yang menurun yang samping serta resistensi kronis terhadap
disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat obat, namun secara dramatis terapi ARV
menurunnya kekebalan tubuh pada menurunkan angka kematian dan kesakitan,
seseorang maka orang tersebut sangat meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan
mudah terkena penyakit seperti TBC, meningkatkan harapan masyarakat,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah
paru, saluran penernaan, otak dan kanker. diterima sebagai penyakit yang dapat
(KPAD Kab. Jember, 2015). dikendalikan dan tidak lagi dianggap
Menurut data Kemenkes RI (2015), sebagai penyakit yang menakutkan
pada tahun 2010-2012 Jumlah kasus baru (Kemenkes RI, 2015).
HIV positif di Indonesia cukup stabil, Terapi ARV (ART) di Kabupaten
kemudian pada tahun 2013 dan 2014 Jember terdapat di RSD dr. Soebandi dan
kembali mengalami peningkatan secara RSD Balung selaku fasilitas layanan
signifikan. Pada tahun 2010 jumlah kasus kesehatan yang ditetapkan sebagai layanan
baru HIV positif sebesar 21.591 kasus Care-Support treatment (CST). Layanan CST
kemudian meningkat secara signifikan adalah fasilitas layanan kesehatan yang
Yudhi Tri Gunawan: Hubungan Karakteristik... 55

berfungsi sebagai layanan pemberi tingkatan program, LTFU dapat


dukungan, perawatan dan pengobatan bagi menyulitkan evaluasi hasil dari pengobatan
ODHA pada suatu wilayah. Berdasarkan dan perawatan.
data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tujuan penelitian ini adalah
Jember sampai bulan Maret 2016 jumlah menganalisis faktor penyebab terjadinya
kumulatif orang yang memenuhi syarat kejadian loss to follow up terapi ARV di
untuk ART sebanyak 1.424 orang, namun Kabupaten Jember.
orang yang mengikuti ART masih sebanyak
527 orang dan orang yang memenuhi Metode Penelitian
syarat untuk ART tetapi belum memulai Jenis penelitian ini adalah penelitian
ART sebanyak 500 orang. Jumlah kumulatif analitik dengan menggunakan pendekatan
ODHA yang loss to follow up sebanyak 65 case-control study. subjek penelitian ini
orang. adalah pasien yang terdaftar menjalani
Loss to follow-up (LTFU) merupakan terapi ARV di layanan CST di kabupaten
status responden dalam menjalani ART pada Jember yaitu di RSD dr. Soebandi dan RSD
3 bulan terakhir berturut-turut yang Balung pada bulan April sampai dengan Mei
menjelaskan status ART responden dalam 2016. Sampel kasus pada penelitian ini
keadaan rutin atau berhenti menjalani sebanyak 20 orang yang loss to follow up,
terapi ARV (Kemenkes RI, 2012). ODHA yaitu status pasien yang 3 bulan terakhir
yang sebelumnya telah menjalani terapi berturut-turut tidak kembali ke layanan CST
yang kemudian 3 bulan berturut-turut tidak untuk menjalani ART. Sampel kontrol pada
kembali ke layanan CST dikategorikan penelitian ini sebanyak 40 orang, yaitu
sebagai Loss to follow-up. Menurut Honge pasien yang 3 bulan terakhir berturut-turut
(2013), Loss to follow-up (LTFU) pada rutin menjalani terapi ARV (follow up).
ODHA yang menjalani terapi ARV Metode pengambilan sampel dilakukan
berhubungan erat dengan kepatuhan ART dengan cara simple random sampling.
dan menjadi peningkatan masalah pada Teknik pengumpulan data dengan
upaya perluasan program ART. LTFU pada menggunakan dokumentasi dan wawancara
pasien yang menerima ART dapat dengan didampingi oleh Manajer Kasus dan
menyebabkan konsekuensi serius seperti Pendamping ODHA. Data yang diperoleh
ketidak-berlanjutan pengobatan dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis
meningkatkan risiko kematian. Pada secara univariabel dan bivariabel
56 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

menggunakan uji chi-square dengan yang dilakukan sebelumnya, yaitu Loss to


α=0,05. follow up lebih besar pada ODHA yang
memiliki umur lebih muda. Menurut
Hasil Penelitian Widyanthini, hal tersebut kemungkinan
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui dikarenakan umur masih memiliki
bahwa pada kelompok kasus sebagian hubungan yang erat dengan kondisi
besar responden berumur >30 tahun (65%) psikologis seseorang. Usia yang lebih muda
dan ber-pendidikan rendah (85%) dengan membuat ODHA belum siap secara
proporsi responden laki-laki dan psikologis untuk mengikuti terapi ARV
perempuan sama (50%). Kelompok kasus secara teratur selain adanya penolakan
sebagian besar memiliki faktor risiko psikologis terhadap kondisi-nya. Hal lain
penularan heteroseksual (90%), sebagian yang kemungkinan berhubungan dengan
besar bekerja (60%) namun memiliki usia muda adalah mobilisasi. Penelitian
penghasilan yang defisit (55%). Suku pada yang dilakukan di Togo oleh Saka (2013)
kelompok kasus baik suku Jawa maupun dan di Guinea oleh Honge (2013) juga
suku Madura memiliki proporsi sama menyebutkan bahwa umur di bawah 30
(50%). tahun dan umur di bawah 35 tahun adalah
Pada kelompok kontrol sebagian faktor risiko untuk loss to follow up di
besar perempuan (60%), berumur >30 semua kelompok pasien.
tahun (65%) dan berpendidikan rendah
(60%). Sebagian besar kelompok kontrol
memiliki faktor risiko heteroseksual
(92,5%), tidak bekerja (52,5%) dengan
penghasilan yang defisit (57,5%). Sebagian
besar kelompok kontrol adalah suku Jawa
(82,5%).

Pembahasan
Umur tidak berhubungan secara
signifikan dengan kejadian loss to follow up
di Kabupaten Jember (p-value >0,05). Hal
tersebut tidak sesuai dengan penelitian
Yudhi Tri Gunawan: Hubungan Karakteristik... 57

Pada penelitian yang dilakukan di


Tabel 1. Hubungan karakteristik ODHA Kabupaten Jember tidak didapat pengaruh

Kasus Kontrol Confidence Interval


Variabel Bebas p-value OR
n % n % 95%
Karaktersitik Responden
Umur
15 – 30 tahun 7 35 14 35 1,000 1,0 0,33 – 3,08
> 30 tahun 13 65 26 65 1
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 50 14 35 0,402 1,8 0,62 – 5,53
Perempuan 10 50 26 65 1
Tingkat Pendidikan
Pendidikan Rendah 17 85 24 60 0,095 3,8 0,95 – 15,03
Pendidikan Tinggi 3 15 16 40 1
Faktor Risiko Penularan
Heteroseksual 18 90 37 92,5 1,000 0,7 0,12 – 4,76
Homoseksual 2 10 3 7,5 1
Pekerjaan
Bekerja 12 60 19 47,5 0,523 1,6 0,56 – 4,93
Tidak Bekerja 8 40 21 52,5 1
Penghasilan
Defisit 11 55 23 57,5 1,000 0,9 0,31 – 2,66
Surplus 9 45 17 42,5 1
Suku
Madura 10 50 7 17,5 0,020* 4,7 1,42 – 15,61
Jawa 10 50 33 82,5 1
* = signifikan (p-value < 0,05)

dengan kejadian loss to follow up di yang bermakna karena baik responden


Kabupaten Jember yang loss to follow up maupun yang follow
up memiliki sebaran yang sama (p=1,00).
58 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

Penelitian yang dilakukan Khrisnan dkk Tingkat pendidikan tidak


(2011) menyatakan bahwa usia muda lebih berhubungan secara signifikan dengan
mudah untuk loss to follow up karena kejadian loss to follow up di Kabupaten
mereka sering berpindah-pindah untuk Jember. Hal tersebut sesuai dengan
bekerja atau bersekolah . penelitian Rosiana (2014), bahwa tidak
Variabel jenis kelamin tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara
berhubungan secara signifikan dengan tingkat pendidikan terhadap loss to follow-
kejadian loss to follow up di Kabupaten up (p=0,587). Berbeda dengan hasil
Jember. Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Khrisnan dkk (2011), bahwa
yang dilakukan oleh Rosiana (2014), tidak risiko loss to follow up meningkat pada
terdapat pengaruh bermakna (p=0,934) responden yang memiliki masa pendidikan
dan sesuai dengan penelitian TAHOD yang rendah. Seseorang dengan pendidikan
(TREAT Asia HIV Observational Database) yang kurang mungkin memiliki hubungan
(p=0,446) antara jenis kelamin terhadap dengan isu pekerjaan karena tidak memiliki
loss to follow up. Pada penelitian ini waktu luang yang cukup untuk mendatangi
ditemukan responden laki-laki memiliki layanan. Responden yang lebih
kecenderungan untuk loss to follow up berpendidikan bisa jadi lebih termotivasi
dikarenakan ketidakpercayaan terhadap untuk menjaga terapi karena kemampuan
kondisinya, kesibukan, dan mencari mereka untuk memahami pelajaran
informasi sendiri di luar penjelasan petugas bermanfaat untuk memahami hasil
VCT terutama pada kelompok LSL (Laki-laki laboratorium dan sedikit informasi ilmiah
Seks dengan Laki-laki). Hal tersebut sesuai tentang HIV dan pengobatannya. Selain itu,
dengan penelitian Honge dkk (2013), menurut Roura dkk (2009),
didapat bahwa jenis kelamin laki-laki kesalahpahaman dan rumor (informasi
memiliki risiko 2,1 kali untuk mengalami yang salah) yang berkaitan dengan ARV
loss to follow up. Menurut Odafe dkk (2012), sendiri juga menghasilkan
laki-laki berisiko untuk menjadi loss to ketidakpercayaan dan kebingungan,
follow up (sHR1.24 [95% CI: 1.08-1.42]). pengaruh negatif yang mempengaruhi
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan motivasi pasien untuk menjalani terapi
oleh Saka dkk (2013), bahwa jenis kelamin ARV, dan juga berkontribusi mengganggu
perempuan memiliki risiko 1,8 kali lebih pengobatan pada pasien yang telah
berisiko untuk mengalami loss to follow up. terdaftar di program.
Yudhi Tri Gunawan: Hubungan Karakteristik... 59

Faktor risiko penularan tidak pekerjaan terhadap lost to follow-up tidak


berhubungan secara signifikan dengan terdapat pengaruh yang bermakna
kejadian loss to follow up di Kabupaten (p=0,727). Berbeda dengan penelitian yang
Jember. Hal tersebut berbeda dengan dilakukan oleh Larson dkk (2010), bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Widyanthini pasien yang bekerja lebih berisiko loss to
(2014), bahwa ODHA dengan riwayat follow up daripada pasien yang tidak
penasun memiliki risiko loss to follow up bekerja (RR 1.41; 95% CI 1.03–1.92).
lebih rendah 0,3 dibandingkan dengan Temuan di lapangan, responden yang
kelompok heteroseksual. Pada penelitian ini bekerja memiliki kecenderungan untuk loss
hanya terdapat dua faktor risiko penularan to follow up. Hal ini disebabkan oleh
pada responden yaitu penularan melalui beberapa faktor seperti responden tidak
hetero-seksual dan homoseksual. Hal ini bisa pergi ke layanan karena sibuk bekerja
dikarenakan proporsi penularan HIV di dan tetap bekerja tanpa memperhatikan
Kabupaten Jember terbanyak melalui kondisi kesehatannya. Responden merasa
heteroseksual dan homoseksual terganggu dengan efek samping yang
dibandingkan melalui transmisi penularan ditimbulkan oleh ARV jika diminum
lainnya. Hasil dari penelitian Mocroft dkk sebelum bekerja. Di samping itu, responden
(2008), mengungkapkan bahwa ada tidak mengurus rujuk keluar terapi ARV
proporsi tinggi yang signifikan pada IDU ketika bekerja di luar kota, sehingga loss to
dari Eropa Timur, dan pasien mungkin follow up. Kemudian responden yang sudah
hanya kembali ke klinik ketika mereka pulang bekerja dari luar kota tidak
memiliki gejala penyakit, meskipun meneruskan ART dengan alasan responden
pedoman klinis menyarankan untuk lebih masih merasa sehat dan biaya cek lengkap
sering mengakses klinik. awal yang dirasa cukup mahal. Kemudian
Pekerjaan tidak berhubungan secara setelah kondisi kesehatan responden
signifikan dengan kejadian loss to follow up semakin memburuk, responden tergerak
di Kabupaten Jember, hal ini dikarenakan untuk meneruskan ART kembali.
proporsi kelompok kontrol antara yang Penghasilan tidak berhubungan
bekerja dan tidak bekerja memiliki secara signifikan dengan kejadian loss to
proporsi yang hampir sama. Hal tersebut follow up di Kabupaten Jember. Hal
sesuai dengan penelitian yang dilakukan tersebut berbeda dengan penelitian yang
oleh Rosiana (2014), bahwa jenis dilakukan oleh Maru dkk (2007) di India
60 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

yang menunjukkan bahwa ODHA yang antara faktor suku dengan kepatuhan
memiliki pendapatan yang rendah akan pengobatan minum ARV, yaitu responden
lebih berisiko untuk loss to follow up, dan yang bukan suku Papua lebih patuh
ada pula interaksi yang signifikan antara terhadap pengobatan minum obatARV 7,75
pendapatan yang rendah dengan kadar CD4 kali daripada responden yang berasal dari
yang rendah saat memulai terapi. ODHA suku Papua. Responden yang bersuku
dengan kadar CD4 yang rendah dan dengan Madura lebih berisiko untuk loss to follow
pendapatan yang rendah akan lebih up sebesar 4,7 kali daripada suku Jawa.
meningkatkan risiko untuk loss to follow Berdasarkan proses pendampingan oleh
up dibandingkan pengaruh kedua faktor Buddies dan Manajer Kasus, suku Madura
ini secara mandiri. lebih sulit untuk dijelaskan mengenai
Temuan pada penelitian ini adalah proses terapi ARV karena lebih percaya
responden yang tidak bekerja pada kondisi tubuh yang dirasa masih
kebutuhannya dibantu oleh anggota sehat. Hal ini dikarenakan pola sosialisasi
keluarga lainnya untuk memenuhi orang Madura lebih memilih menciptakan
kebutuhan sehari-harinya. Responden yang individu yang mandiri, individualistik dan
berpenghasilan rendah terkendala biaya percaya diri sendiri dibandingkan dengan
transportasi untuk mengambil obat. orang jawa yang memiliki semangat
Responden yang loss to follow up kemudian komunalisme menghasilkan budaya
ingin terapi kembali harus tes kesehatan kebersamaan dan kooperatif .
lengkap (kondisi tubuh, jumlah CD4 dll), Karakterstik ODHA yang
sedangkan uang tidak ada sehingga menyebabkan responden loss to follow up
menunda untuk kembali terapi. Responden adalah variabel Suku. Hal tersebut sesuai
yang berpeng-hasilan lebih sering meminta dengan teori determinan perilaku
bantuan Manajer Kasus dan Buddies untuk kesehatan Lawrence Green (dalam
mengambilkan ARV-nya karena alasan Notoatmodjo, 2010:59), bahwa keyakinan,
jarak dan kesibukan. kepercayaan, nilai-nilai, dan tradisi dapat
Suku berhubungan secara signifikan mempermudah terjadinya perilaku
dengan kejadian loss to follow up di seseorang. Kepercayaan yang dianut oleh
Kabupaten Jember. Hal ini sesuai dengan responden suku Madura adalah tidak ada
hasil penelitian Ubra (2012) di Papua, yang penyakit yang tidak ada obatnya.
menunjukkan bahwa terdapat hubungan Responden yang bersuku Madura tidak
Yudhi Tri Gunawan: Hubungan Karakteristik... 61

mempercayai jika HIV tidak bisa menghentikan proses terapi dan beralih ke
disembuhkan, sehingga responden pengobatan alternatif seperti ke datang ke
menempuh pengobatan di luar medis kyai atau dukun yang memiliki kekuatan
seperti pergi ke kyai yang memiliki cara supranatural untuk menyembuhkan
pengobatan alternatif atau pergi ke dukun penyakitnya. Hasil dari penelitian Rosiana
yang dipercaya memiliki kekuatan (2014) menyatakan bahwa, pasien yang
supranatural. Selain itu, karakter responden beralih ke pengobatan alternatif mengakui
suku Madura sulit untuk diberi nasehat bahwa mereka menggunakan pengobatan
atau pemahaman tentang terapi ARV. Pada herbal dan darah ular. Pasien yang
akhirnya, hal tersebut membuat responden menggunakan pengobatan herbal mengaku
suku Madura lebih berisiko untuk terjadi bahwa ia ingin sembuh dari penyakitnya,
loss to follow up. namun karena saat awal tes kadar CD4
Kepercayaan responden terhadap hasilnya lebih dari 500 sel/mm3 maka
kekuatan supranatural yang menimpa dokter pemeriksa belum memberikan
tubuhnya mempengaruhi keberlanjutan terapi ARV dan menyarankan untuk
pengobatan. Pada penelitian yang dilakukan melakukan monitoring untuk kunjungan
oleh Roura (2009) di Kisesa-Afrika selanjutnya. Namun pasien tidak melakukan
menemukan bahwa, responden kunjungan ke Rumah Sakit lagi karena tidak
mempercayai bahwa HIV disebabkan oleh diberi tahu berapa bulan sekali harus
tukang sihir (dukun), dan hal tersebut melakukan pemeriksaan CD4 dan pada
dapat diobati melalui meditasi spiritual akhirnya beralih ke pengobatan herbal.
dan/atau dengan obat tradisional yang ada
di Kisesa dan di daerah semirural lainnya di Simpulan dan Saran
sub-Sahara, dan hal tersebut dapat Berdasarkan hasil analisis dan
melemahkan efektifitas ART. Menurut pembahas-an yang telah dilakukan dalam
Rosiana (2014), pasien yang memiliki penelitian ini, maka dapat disimpulkan
kepercayaan religi tertentu terhadap terapi terdapat pengaruh yang bermakna secara
ARV, mengatakan bahwa keyakinannya statistik antara variabel suku dengan
pada Tuhan bahwa Tuhan akan kejadian loss to follow up di Kabupaten
menyembuhkan penyakit HIV/AIDS tanpa Jember. Perlu dilakukan upaya untuk
harus minum ARV seumur hidup. mencegah dan menurunkan kejadian loss to
Responden cenderung follow up di Kabupaten Jember. Upaya
62 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

tersebut yaitu memberikan perhatian lebih /jdownloads/Publikasi%20Publication/


khususnya untuk ODHA yang bersuku petunjuk_teknis_pengisian_form_manual
Madura. Selain itu, perlu dilakukan _pencatatan_program_pengendalian_hiv-
penelitian lebih lanjut seperti menguji aids_dan_ims_2012.pdf. [19 Nopember
variabel lain terhadap kejadian loss to follow 2016]
up, penyebab ODHA belum terapi ARV, [5] Honge, Bo Langhoff, dkk. 2013.
perbandingan ODHA yang ikut KDS dengan Loss To Follow-Up Occurs At All Stages In
yang tidak, dan kinerja dari PMO. The Diagnostic And Follow-Up Period
Among HIV-Infected Patients In Guinea-
Daftar Pustaka Bissau: A 7-Year Retrospective Cohort
[1] Komisi Penanggulangan AIDS Study. BMJ open, 3(10). p.e003499.
Kabupaten Jember. 2015. Mengenal & https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
Menanggulangi HIV & AIDS Infeksi 24163204. [9 Desember 2015].
Menular Seksual dan Narkoba. Jember: [6] Zhou, Jialun, dkk. 2011. Loss to
Komisi Penanggulangan AIDS Followup in HIV-Infected Patients
Kabupaten Jember. fromAsia-Pacific Region: Results from
[2] Kementerian Kesehatan RI. 2015. TAHOD. AIDS research and treatment.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik 2012, p.375217.
Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
Pedoman Pengobatan Antiretroviral. 22461979. [9 Desember 2015].
[3] Kementerian Kesehatan RI. 2015. [7] Widyanthini, Desak Nyoman. 2014.
Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Kementerian Kesehatan RI. Dengan Loss To Follow Up Pada ODHA
http://www.depkes.go.id/resources/do Yang Menerima Terapi ARV Di Klinik
wnload/ pusdatin/profil-kesehatan- Amertha Yayasan Kerti Praja Bali Tahun
indonesia/profil-kesehatan-indonesia- 2002-2012. Skripsi. Denpasar:
2014.pdf. [27 Desember 2015].. Universitas Udayana.
[4] Kementerian Kesehatan RI. 2012. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_t
Pengisian Form Manual Pencatatan hesis/unud-1014-1942188305-
Program Pengendalian HIV-AIDS dan IMS. tesis_desak%20nym%20widyanthini.pdf.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. [9 Desember 2015].
http://www.kebijakanaidsindonesia.net [8] Saka dkk. 2013. Loss of HIV-
Yudhi Tri Gunawan: Hubungan Karakteristik... 63

infected patients on potent antiretroviral DI%20RSUP%20DR%20KARIADI%20S


therapy programs in Togo: risk factors EMARANG. [9 Desember 2015]
and the fate of these patients. The Pan [11] Odafe, Solomon. dkk. 2012. Patients
African medical journal. 15, p.35. A. demographic and clinical characteristics
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti and level of care associated wih lost to
cles/PMC3758855/. [9 Desember 2015] follow-up and mortality in adult patients
[9] Khrisnan, S. dkk. 2011. Incidence on first-line ART in Nigerian hospitals.
rate of and factors associated with loss- Journal of the Inernational AIDS Society.
to-follow-up in a longitodinal cohort of 15:17424.
anti-retroviral treated HIV-infected http://jiasociety.org/index.php/jias/arti
persons: an AIDS Clinical Trials Grup cle/viewFile/17424/808. [19 Nopember
(ACTG) Longitudinal Linked Randomized 2016]
Trials (ALLRT) analysis. HIV Clin Trials. [12] Roura, Maria. dkk. 2009. Barriers to
Juli 2011; 12(4): 190-200. Sustaining Antiretroviral Treatment in
doi:10.1310/HCTI1204-190. Kisesa, Tanzania: A Follow-Up Study to
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti Understand Attrition from the
cles/PMC3207266/pdf/nihms- Antiretroviral Program. AIDS Patient
322102.pdf. [19 Nopember 2016] Care STDS. Maret 2009; 23(3): 203-210.
[10] Rosiana, Alifa Nasyahta. 2014. Doi:10.1089/apc.2008.0129.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Loss https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
to Follow Up Pada Pasien HIV/AIDS cles/PMC2776987/pdf/ukmss-3956.pdf.
Dengan Terapi ARV di RSUP dr. Kariadi [19 Nopember 2016]
Semarang. Jurnal Media Medika Muda. [13] Mocroft, A. Dkk. 2008. Loss to follow-
Semarang: Universitas Diponegoro. up in an international, multicentre
http://download.portalgaruda.org/article. observational study. HIV Medicine
php?article=280302&val=4695&title=FA (2008), 9, 261-269.
KTOR%20%C3%A2%E2%82%AC%E2 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
%80%9C%20FAKTOR%20YANG%20M cles/PMC4424189/pdf/nihms677200.p
EMPENGARUHI%20LOST%20TO%20F df. [19 Nopember 2016]
OLLOW- [14] Larson, Bruce A. dkk. 2010. Early loss
UP%20PADA%20PASIEN%20HIV/AIDS to follow up after enrolement in pre-ART
%20DENGAN%20TERAPI%20ARV%20 care at a large public clinic in
64 Jurnal IKESMA Volume 12 Nomor 1 Maret 2016

Johannesburg, South Africa. Tropical


Medicine and International Health. Juni
2010; 15 (suppl. I) : 43-7.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
cles/PMC2954490/. [9 Desember 2015]
[15] Maru, D.S.R. dkk. 2007. Poor follow-
up rates at a self-pay northern Indian
tertiary AIDS clinic. International
journal for equity in health, 6, p.14. A.
https://equityhealthj.biomedcentral.com
/articles/10.1186/1475-9276-6-14. [9
Desember 2015]
[16] Ubra, Reynold R. 2012. Faktor-
Faktor Yang Berpengaruh Dengan
Kepatuhan Pengobatan Minum ARV
Pada Pasien HIV di Kabupaten Mimika
Provinsi Papua. Skripsi. Depok:
Universitas Indonesia.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308
533-T31089-Faktor%20yang.pdf. [27
Juli 2015]
[17] Rochana, Totok. 2012. Orang
Madura: Suatu Tinjauan Antropologis.
Universitas Negeri Semarang.
http://download.portalgaruda.org/article
.php?article=24998&val=1543. [19
Nopember 2016]
[18] Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.
Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai