Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang mengancam kesehatan


masyarakat dan menjadi penyebab kematian utama di dunia. World Health Organization
(WHO) menyatakan pada tahun 2012 sekitar lebih dari 17,5 juta jiwa meninggal akibat
penyakit kardiovaskular (31% dari seluruh kematian) dan >75% diantaranya merupakan
penduduk di negara berkembang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyumbang
terbesar penyakit kardiovaskular. Tahun 2020 diperkirakan PJK menjadi penyebab utama
kematian yaitu sebesar 36% dari seluruh kematian (PERKI, 2015; Gomar et al., 2016; WHO,
2016).

Penyakit jantung koroner terjadi karena adanya penyempitan dan penyumbatan pada
pembuluh arteri koroner yang terdapat di jantung. Hal ini terjadi karena aterosklerosis yang
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah koroner (stenosis arteri koroner).
Penyempitan tersebut menyebabkan gangguan aliran darah sehingga sel otot jantung
kekurangan pasokan oksigen dari pembuluh darah yang terkena (Overbaugh, 2009; Smith et
al., 2015).

Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak pada arteri tunika intima.


Aterosklerosis didefinisikan sebagai pengerasan dan penyempitan arteri secara progresif
akibat timbunan lemak disertai peradangan. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap
yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol low density lipoprotein (LDL) ke tunika intima,
respons inflamasi, dan pembentukan kapsul fibrosis (Andre et al., 2014; Cunne et al., 2015).

Awal mula proses aterosklerosis dapat terjadi pada masa kanak-kanak dan akan
menjadi besar dalam waktu bertahun-tahun. Plak aterosklerotik dapat terbentuk karena
respons terhadap dinding endotel yang terjadi cedera. Disfungsi endotel ini muncul pada awal
aterogenesis dan memungkinkan lipoprotein terakumulasi di dalam intima. Faktor risiko
utama aterosklerosis diantaranya adalah dislipidemia (Kathryn LM,2006). Dislipidemia
merupakan suatu kondisi dimana terjadi abnormalitas kadar lipid di dalam darah, diantaranya
peningkatan kadar kolesterol,LDL (Low Density Lipoprotein), dan kadar Trigliserida, serta
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) (Dorland,2002).
Lipid, khususnya low density lipoprotein (LDL) saat ini mulai banyak diteliti sebagai
nilai prediksi pada PJK, mengingat perannya dalam proses aterogenesis (Mirjana
D,dkk,2006). LDL yang teroksidasi (kolesterol yang telah dioksidasi oleh radikal bebas)
dapat mengendap di dinding pembuluh dan mengakibatkan aterosklerosis yang berdampak
terjadinya penyakit jantung koroner (Tjay & Rahardja, 2007). Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kadar LDL >130 mg/dL dengan
risiko PJK. Menurut penelitian kedokteran molekuler terbaru, didapatkan bahwa jenis
dislipidemia yang paling berbahaya adalah dislipidemia aterogenik. Deposit kolesterol LDL
dislipidemia aterogenik pada dinding pembuluh darah arteri menjadi salah satu penyebab
terjadinya disfungsi endotel sebagai proses awal terbentuknya plak aterosklerosis (Sany
RS,2009).

Apolipotein B merupakan protein utama dalam partikel lipoprotein yang potensial


mengakibatkan jantung PJK. Apolipoprotein B (apoB) merupakan faktor risiko terjadinya
aterosklerosis, komponen utama dari lipoprotein aterogenik, yaitu very low density
lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), dan low density lipoprotein
(LDL), yang bertanggung jawab untuk membawa kolesterol ke jaringan. Tiap lipoprotein
mengandung 1 molekul apoB, dan konsentrasi apoB plasma mencerminkan jumlah
lipoprotein aterogenik yang beredar dalam sirkulasi. Peningkatan Apo B berkaitan dengan
peningkatan jumlah partikel lipoprotein yang potensial mengaibatkan aterosklerosis dan
peningkatan risiko PJK (Williams K, dkk, 2003).

High Sensivity C-Reactive Protein (hs-CRP) merupakan protein fase akut pertama
yang ditemukan dan kadarnya akan meningkat tinggi pada proses keradangan serta kerusakan
jaringan (Herrera JA,dkk,2007). Peradangan ini berkaitan dengan aterosklerosis yang terjadi
pada pasien penyakit jantung koroner yang kemudian akan menimbulkan respon imun tubuh.
Peningkatan marker inflamasi mencerminkan adanya respon fase akut. Kadar CRP pada PJK
berkorelasi dengan luasnya kerusakan jaringan dan juga terlibat dalam “causa pathway”
penyakit. Berbagai riset menyatakan bahwa inflamasi merupakan bagian integral dari PJK
(Lind L,2003). Meningkatnya konsentrasi CRP dalam referensi batas dapat digunakan
sebagai biomarker penyakit jantung koroner (Setiawan I,2011).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar
Apoprotein B dan hs-CRP terhadap kadar kolesterol LDL yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan antara kadar Apoprotein B dan hs-CRP terhadap kadar
kolesterol LDL yang tinggi.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara kadar Apoprotein B dan hs-CRP terhadap kadar


kolesterol LDL yang tinggi.

1.3.2 Tujuan khusus

Memberikan wawasan serta pengetahuan mengenaihubungan antara Apoprotein B,


hs-CRP dan kolesterol LDL yang tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa

Memberikan wawasan serta serta pengetahuan tentang gambaran hubungan kadar


Apoprotein B dan hs-CRP terhadap kadar kolesterol LDL

1.4.2 Manfaat Bagi Akademik

Untuk menambah kepustakaan bagian akademisi dan dapat menjadi referensi untuk
penelitian lebih lanjut.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada pembaca dan masyarakat luas tentang bahaya yang
diakibatkan oleh kadar LDL tinggi.

Anda mungkin juga menyukai