Anda di halaman 1dari 8

Nama : Adi Parmanto Sagala

Kelas : 13 TI 1
NIM : 11S16019

CROWDE Hadir untuk Atasi Masalah Pendanaan Bagi Petani

Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian penduduknya bermata pencaharian


di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini diuntungkan karena dikaruniai kondisi alam yang
mendukung, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melinpah, serta beriklim tropis
dimana sinar matahari terjadi sepanjang tahun sehingga bisa menanam sepanjang tahun. Realita
sumber daya alam seperti ini sewajarnya mampu membangkitkan Indonesia menjadi negara
yang makmur, tercukupi kebutuhan pangan seluruh warganya. Meskipun belum terpenuhi,
pertanian menjadi salah satu sektor riil yang memiliki peran yang sangat nyata dalam
membantu penghasilan devisa negara. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat
Statistik) Tahun 2009, jumlah petani mencapai 44 % dari total angkatan kerja di Infonesia, atau
sekitar 46,7 juta jiwa. Hal itulah yang mendorong Crowde bertekad untuk memberikan dampak
positif kepada para petani dan masyarakat Indonesia secara luas dengan membuat platform
terbuka bagi masyarakat untuk berinvestasi. Caranya dengan memberikan modal kepada para
petani.

Sistem peminjaman dari bank di Indonesia seperti yang kita ketahui masih sulit untuk
diakses oleh para petani. Hal tersebut yang menyebabkan tengkulak dengan mudah mengambil
keuntungan yang sangat banyak dari para petani. Kualitas petani menurun karena tidak bisa
menikmati hasil kerja keras mereka secara utuh akibat terlalu besarnya bunga pinjaman yang
diberikan oleh lintah darat tersebut.

Crowde hadir sebagai solusi untuk permasalahan di bidang agraria. Banyaknya


kesempatan yang menarik dan menguntungkan bagi Teman Crowde (begitu mereka
menyebutnya), yakni para investor, yang dapat turut membantu para petani untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Crowde memberkan kesempatan berinvestasi yang
menguntungkan bagi Teman Crowde maupu para petani dengan sistem bagi hasil setelah
panen, sesuai dengan persentase modal investasi yang diberikan.

Para co – founder Crowde, Yohanes Sugihtononugroho dan Muhammad Risyad Ganis,


meninisiasi sebuah platform untuk menghimpun dana dari masyarakat sebagai modal kerja
petani. Dengan metode crowd – lending. Crowde bergerak sebagai platform permodalan yang
mengelola dana masyarakat yang disalurkan pada proyek petani. Pada dasarnya prinsipnya

Page | 1
hasil proyek petani tersebut nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dengan nilai
permodalan berdasarkan skema hasil bagi. Menurut Yohanes (co – founer Crowde),
terbentuknya Crowde berawal dari keprihatinan Yohanes saat ia mengunjungi lahan pertanian
miliknya di Megamendung, Bogor. Saat itu, Yohanes yang merupakan lulusan Prasetiya Mulya
Business School jurusan Manajemen prihatin karena standar hidup petani di Indonesia masih
belum layak dan usaha mereka juga sering terkendala dengan masalah modal. Apalagi jumlah
petani yang mendapatkan dana dari bank masih sangat sedikit yaitu kurang dari 3%. Ditambah
lagi fakta jika banyak petani terbebani karena imbal hasil tengkulak yang meminta hasil sekitar
20 – 30 persen dari hasil panne petani sebagai ganti suntikan modal mereka.

Crowde lahir pada tahun 2015 yang berangkat dari kebutuhan untuk meningkatkan
kesejahteraan petani di Indonesia. Ide pendirian Crowde berawal dari masalah yang ada di
sektor pertanian di Indonesia. Begitu banyak petani di Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan. Hal ini diakibatkan oleh sistem pengelolaan hasil tani yang harus melalui
tengkulak untuk dapat dijual di pasaran. Crowde bekerja untuk mengupayakan pemerdayaan
petani menuju Agropreneur. Dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan petani, maka
Crowde hadir untuk menciptakan ekosistem pertanian yang efisien. Crowde juga terus
berupaya untuk menjadi platform permodalan pertanian dengan semangat gotong royong dan
terpercaya. Crowde yang juga merujuk pada crowd – investing juga menjadi wadah terbuka
masyarakat untuk dapat menananmkan investasi untuk membantu permodalan para petani.

Awalnya, Yohanes mengajak kolega dan keluarganya untuk meminta bantuan


menyalurkan langsung kepada petani. Beliau mendapatkan 9 orang yang mau ikut pada saat
itu. Dari situ, usahanya terus berkembang dan pada awal tahun 2018 mereka meluncurkan
aplikasi yang mempermudah investor untuk berinvestasi. Hal itu tentu saja untuk membantu
mempermudah petani. Jumlah yang bisa dibantu hingga 100 ribu petani di seluruh Indonesia.
Angka tersebut naik dari pencapaian sebelumnya, yaitu 50 ribu petani yang berada di 276 desa
di lima pulau di Indonesia. Adapun, nilai realisasi penyaluran diharapkan dapat mencapai Rp
100 miliar, yng naik dari sebelumnya Rp 15 miliar. Sedangkan total investor yang ingin
dihimpun oleh Crowde dapat mencapai 30 ribu hingga 50 ribu investor, yang naik dari
sebelumnya yaitu 10 ribu investor. Crowde sendiri menawarkan imbal kepada investor sekitar
15,6 % secara rata per tahunnya. Mereka juga berencana menambah rekanan dari koperasi dan
universitas untuk membantu dalam hal control dan monitoring petani.

Page | 2
Walaupun saat ini nama Crowde sedang naik daun karena memberikan keuntungan bagi
petani dan investor, pada awal kemunculannya, Crowde rupanya mendapatkan banyak kendala,
seperti kegagalan dalam proyek yang menyebabkan kerugian hingga Rp 100 juta hingga
difitnah yang berakhir dibakarnya kantor cabang mereka di Bogor. Menurut Yohaseptenes
kerugiannya memang tidak seberapa, akan tetapi mental bisnis merekalah yang terkena
imbasnya dan mengakibatkan bimbang untuk meneruskan bisnis Crowde tersebut. Selain itu,
penyebab kantor perwakilan Crowde di Bogor yang dibakar berasal dari adanya fitnah yang
bermunculan di kalangan para tengkulak. Ternyata, ada yang mengatasnamakan agen Crowde
dan menawarkan para petani untuk bergabung, namun dengan syarat harus bayar hingga ada
potongan biaya modal.

Yohanes ingin mengubah peran tengkulak menjadi lebih baik. Karena, menurut
Yohanes, tengkulak memiliki sisi positif, yaitu sebagai pembeli untuk membantu para petani.
Alasannya, tengkulak merupakan orang yang mengerti pasar lokal, lalu tengkulak merupakan
orang pertama bila petani memiliki masalah. Mungkin ada peran – peran tertentu di
ekosistemnya Crowde yang cocok dengan tengkulak, seperti grading, memilih petani yang
bagus, dan memastikan distribusi. Jadi, pihak Crowde sendiri tidak memutus jalur tengkulak.
Selain mengubah peran tengkulak, Yohanes sadar akan banyaknya risiko kegagalan yang
menghantui dirinya dan Risyad dalam menjalankan investasi modal petani, seperti gagal total,
bangkrut, ide yang tidak jalan, hingga produknya tidak ada yang ingin memakainya. Walaupun
demikian, mereka tetap berkomitmen untuk menjalankan Crowde demi membantu para petani
Indonesia.

Strategi perusahaan Crowde menembus pasar ketika pertama kali hadir sebagai
platform, Crowde memiliki dua customer yaitu petani dan pemodal (investor). Dari sisi petani,
yang mereka butuhkan hanyalah satu orang petani yang berani untuk mencoba menggunakan
Crowde. Setelah itu, mereka coba mengubah hidupnya ke arah yang lebih baik. Dari sana,
dengan sendirinya, para rekannya mulai melihat perubahannya dan mulai tertarik untuk
mencoba. Sementara itu, dari sisi investor, mereka mulai dari teman dan keluarga dulu,
kemudian menggunakan berbagai forum di media sosial untuk mulai mempromosikan
konsepnya.

Crowde mengatakan bahwa mereka merupakan platform P2P lending untuk


permodalan petani dengan semangat gotong royong dengan memberikan keuntungan yang
menjanjikan bagi investor dan juga modal yang dimulai dari Rp 10.000. Peer to Peer Lending

Page | 3
(P2P Lending) adalah praktek atau metode memberikan pinjaman uang kepada individu atau
bisnis dan juga sebaliknya, mengajukan pinjaman kepada pemberi pinjaman, yang
menghubungkan antara pemberi pinjaman dengan peminjam atau investor secara online.

Peer to Peer Lending (P2P Lending) memungkinkan setiap orang untuk memberikan
pinjaman atau mengajukan pinjaman yang satu dengan yang lain untuk berbagai kepentingan
tanpa menggunakan jasa dari lembaga keuangan yang sah sebagai perantara. Ketimbang
mengajukan pinjaman melalui lembaga resmi seperti bank, koperasi, jasa kredit, pemerintah
dan sebagainya yang prosesnya jauh lebih kompleks, sebagai alternatif, masyarakat bisa
mengajukan pinjaman yang didukung oleh orang-orang awam sesama pengguna sistem P2P
Lending; dan oleh karena itulah maka disebut “peer-to-peer”.

Pada dasarnya, sistem P2P Lending ini sangat mirip dengan konsep marketplace online,
yang menyediakan wadah sebagai tempat pertemuan antara pembeli dengan penjual. Maksud
dari P2P lending bisa dibayangkan sebagai sebuah perusahaan yang mempertemukan para
pemberi pinjaman (investor) dengan para pencari pinjaman (borrower) menjadi satu. P2P
lending ini juga menjadi tempat para investor untuk mengetahui lebih mendalam bahwa para
borrower yang di pasang di website P2P lending adalah peminjam dengan kualitas terbaik.
Perusahaan P2P lending dengan sangat baik telah menyaring dan menganalisis para borrower
ini. Dengan demikian, para investor akan merasa nyaman dengan produk pinjaman dari
perusahaan P2P lending ini, dan itu pula sebabnya perusahaan seperti Crowde juga menaruh
profit yang cukup menjanjikan bagi para investor yaitu hingga 15 % dari total dana yang
diinvestasikan oleh investor. Hal ini merupakan ide yang sangat bagus yang dapat dijadikan
Crowde sebagai salah satu Value Proposition yang mereka miliki dalam mengalahkan para
kompetitornya. Namun, investor dalam menjadikan modalnya tersebut memiliki risiko juga
karena keuntungan yang diperoleh oleh investor itu tergantung kepada hasil panen dari petani
yang dimodali dan juga tergantung dengan profil risiko yang dipilih oleh investor. Dan juga
keuntungan yang diperoleh petani juga bergantung kepada hasil panen yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor, misalnya kondisi alam ataupun sistem pertanian yang mereka gunakan.
Sehingga banyak investor yang tidak mengetahui adanya Value Proposition yang diberikan
oleh Crowde. Sehingga dapat membuat Crowde sama saja dengan kompetitor lainnya.

Selain itu ada Value Proposition lain dari Crowde, dari sisi petani mereka berupaya
menjadi partner mereka mulai dari pengembangan pola pikir petani, pendanaan, dan
pembentukan ekosistem pertanian secara lokal. Hal ini untuk membantu petani menjual kepada

Page | 4
para end user sehingga mendapat margin yang lebih baik. Kemudian dari sisi investor
(pemodal) mereka terus berupaya meningkatkan layanan dengan melakukan transparansi pada
setiap kegiatan yang terjadi sehingga investor dapat dengan jelas melihat kemana uang mereka
digunakan.

User Interface juga menjadi salah satu yang perlu di sorot pada website Crowde, karena
secara interface yang mudah dan indikator – indikator yang sederhana dan mudah dipahami,
pemodalan bisa dilakukan dengan mudah. Selain itu, semua jenis proyek pertanian di urutkan
atas lima kategori, yakni Rekomendasi, Progress Pendanaan, Total Profit, Periode Permodalan
dan Risiko Proyek. Sedangan berdasarkan finansial, Crowde membuat 3 kategori yakni,
Syariah, Pinjaman dan Hasil Bagi. Pada bagian header navigasi sudah disusun rapih, pada
bagian Menu sudah disertakan fitur menu drop down list dan pada bagian akun juga sudah
disertakan. Sehingga, untuk navigasi pada website tersebut sudah rapih. Namun, ada baiknya
background dari interface Crowde berubah – ubah setiap beberapa waktu semisal apabila ada
hari besar di Indonesia, website tersebut menyesuaikan agar customer tidak merasa bosan.
Selain itu tidak adanya fitur Search pada website tersebut. Hal itu merupakan masalah yang
cukup fatal karena dengan tidak adanya fitur Search maka investor yang ingin mencari jenis
pertanian yang mungkin diinginkan olehnya akan menjadi lebih sulit. Selain itu, investor juga
menjadi menggunakan waktu yang cukup banyak dalam hal mencari satu persatu jenis
pertanian yang diinginkannya. Crowde perlu menangani hal itu, khususnya tim web developer
untuk dapat menangani kasus ini.

Website aplikasi Crowde saat ini bukan hanya dapat diakses melalui desktop saja,
namun Android dan juga Apple (namun pada platform iOS mereka masih melakukan
development). Seharusnya adanya aplikasi di platform Android mempermudah customer akan
tetapi realitanya masih banyaknya customer yang mengalami kendala. Karena banyak
customer yang melakukan pemesanan dan transaksi dengan smartphone Crowde juga dapat
belajar dari para competitor dalam pemanfaatan aplikasi di smartphone. Ada beberapa yang
perlu ditambahkan pada aplikasi tersebut dan yang terpenting aplikasi harusnya mempermudah
customer. Saran saya, kalau bisa di proyek diupdate statusnya jika lewat dari timeline yang
sudah ditentukan. Kemudian dari segi Customer Service kurang responsif. Lalu, mungkin juga
bisa ditambahkan fitur asuransi, untuk melindungi dari hal gagal panen atau hal lain yang tidak
diinginkan sehingga membuat investor merasa lebih aman. Dan juga bug yang terdapat pada
aplikasi di platform Android harus ditangani secara berkala agar dapat membuat customer tidak
merasa ditipu atau dirugikan. Dan saran saya sebaiknya Crowde dengan cepat meluncurkan

Page | 5
aplikasi mereka di platform iOS karena banyak pengguna iOS yang berpenghasilan di atas rata
– rata dan merupakan pebisnis. Sehingga membuka skala investor dari para pebisnis dan juga
mempercepat proses pengerjaan proyek karena tidak perlu menunggu hingga dana tercapai.

Selain itu, sebaiknya Crowde bukan hanya menyediakan P2P lending saja. Saran
kepada tim Crowde alangkah lebih baik apabila mereka juga menyediakan platform yang dapat
mempermudah petani dalam hal pencarian bibit dan pupuk yang unggul namun dengan harga
yang masih masuk akal bagi para petani. Sehingga dapat mengurangi persentase risiko gagal
panen yang dapat membuat para investor juga merasa lebih aman.

Crowde juga dalam menjalin hubungan B2C dapat memberikan cara yang mudah untuk
investor Crowde membayar secara online sehingga pembayaran dapat dilakukan di mana pun
dan kapan pun juga. Namun, yang menjadi kendala yakni apabila kita ingin top – up wallet di
aplikasi Crowde, harus dilakukan terlebih dahulu proses pendaftaran akun bank yang dimiliki
oleh investor. Hal ini merupakan sedikit kendala bagi orang yang tidak ingin privasi akan
finansialnya diketahui oleh pihak lain, walaupun Crowde sudah menyertakan Terms &
Conditions – nya namun hal itu merupakan celah kecil yang menyebabkan mungkin sebagian
orang enggan untuk mendaftarkan akun banknya. Namun, dari sisi positifnya hal tersebut lebih
meningkatkan user friendly karena apabila adanya transaksi antar bank lebih mempermudah
investor dalam hal Top Up Wallet mereka dari berbagai bank yang mereka miliki.

B2C (business to customer) adalah bisnis yang melakukan pelayanan atau penjualan
barang atau jasa kepada konsumen perorangan atau grup secara langsung. Dengan kata lain,
bisnis yang dilakukan berhubungan langsung dengan konsumen bukan perusahaan atau bisnis
lainnya. Secara garis besar hampir semua produk B2C menjadi produk B2B, tetapi produk B2B
sangat sedikit digunakan oleh konsumen perorangan secara langsung. Strategi marketing dari
B2C kuncinya adalah bagaimana caranya Anda bisa memainkan emosi pelanggan, membuat
iklan yang menarik, harga yang bersaing serta kualitas produk yang bagus. Karena kepercayaan
pelanggan di dunia bisnis adalah nomor 1, tinggal bagaimana Anda bisa melakukan beberapa
strategi marketing untuk mendapatkan kepercayaan tersebut. Selain itu, Anda bisa membuat
iklan yang eye catching dan kalau bisa sangat menarik perhatian. Para pelanggan akan sangat
tertarik dengan iklan – iklan yang tidak biasa dan agak sedikit nyeleneh.

Crowde dapat dikatakan sebagai salah satu perusahaan yang menerapkan tipe B2C
(Business to Customer), karena Crowde bekerja sama dengan para petani di seluruh Indonesia
dan masyarakat Indonesia yang mau menjadi investor bagi para petani tersebut. Namun, seperti

Page | 6
yang dapat dilihat pada website Crowde, tidak terdapat indentitas lengkap para petani yang
memiliki kerja sama dengan Crowde. Crowde hanya memberitahukan nama vendornya tidak
dengan spesifik tempat dan daerah dimana vendor berada. Hanya disertakan “Petani
Terverifikasi” dan sedikit informasi mengenai dari daerah mana petani tersebut berasal.
Sehingga hal tersebut mengurangi rasa kepercayaan terhadap para investor.

Adapun juga yang menjadikan hubungan B2C masih perlu diperbaiki yakni peraturan
– peraturan yang dibuat oleh pihak Crowde dengan para petani tidak dipaparkan dengan jelas
dan spesifik pada websitenya. Padahal hal itu yang sangat dibutuhkan agar dapat diketahui oleh
para investor. Dan juga dari segi komunikasi antar pihak Crowde, para petani, dan investor
harus lebih baik lagi. Hal itu dikarenakan masih adanya laporan yang belum real time
disampaikan kepada para investor mengenai sudah seberapa jauh proses proyek yang sudah
dijalankan dan bagaimana proses dan hasil yang sudah diperoleh dalam jangka waktu tertentu.

Seperti halnya tujuan dari Crowde itu sendiri yaitu untuk bantu memajukan dan
berdayakan petani Indonesia demi kemajuan ekonomi, hal ini merupakan tujuan yang sangat
baik. Selain dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia khususnya para petani tetapi
juga dapat menaikkan perekonomian Indonesia karena meningkatkan pendapatan para petani
dalam meneri. Namun dengan kurangnya survei, penjangkauan, evaluasi dan maintenance
yang dilakukan Crowde membuat tujuan yang awalnya sangat baik menjadi belum tercapai.
Akan tetapi dengan melakukan perbaikan secara berkala dengan tim nya maupun dengan
customer dan para petani melalui berbagai kendala yang ada, Crowde dapat mencapai tujuan
tersebut. Crowde adalah platform P2P lending yanag tergolong masih muda, sehingga masih
membutuhkan banyak perbaikan. Sehingga dengan perbaikan yang ada dapat semakin
membangun dan memajukan bisnis ini tetap bertahan sesuai dengan perkembangan zaman.

Referensi:

https://www.crowde.co/

https://www.crowde.co/faq

https://www.duniafintech.com/crowde-hadir-untuk-atasi-masalah-pendanaan-bagi-petani/

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/08/07/crowde-bantu-modali-petani-indonesia

https://id.techinasia.com/startup-indonesia-social-venture-challenge-asia-2017

Page | 7
https://id.techinasia.com/crowde-pendanaan-tahap-awal

http://www.sindoweekly.com/business/magz/no-20-tahun-vii/jembatan-investasi-petani-
lewat-crowde

http://industri.bisnis.com/read/20180731/99/822519/yohanes-sugihtononugroho-tak-punya-
akses-modal-petani-hanya-jadi-pekerja

Page | 8

Anda mungkin juga menyukai