Anda di halaman 1dari 4

Pembuangan normal urine merupakan suatu fungsi dasar yang sering dianggap enteng oleh

kebanyakan orang. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenernya
semua sistem organ akan terpengaruh. Klien yang mengalami perubahan eliminasi urine juga dapat
menderita secara emosional akibat perubahan citra tubuhnya.

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring
produk limbah dari darah untuk membentuk urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung
kemih. Kandung kemih menyimpan urine sampai timbul keinginan untuk berkemih. Urine keluar dari
tubuh melalui uretra. Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine
berhasil dikeluarkan dengan baik.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI

1. Pertumbuhan dan Perkembangan


Bayi dan anak mengekskresi urine dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan ukuran
tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6-8 kg
mengeksresi 400-500 ml urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari berat badan
orang dewasa, tetapi mengeksresi 33% urine lebih banyak dari pada urine yang dieksresikan
orang dewasa. Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunter sampai ia
berusia 18-24 bulan.
Orang dewasa dalam kondisi normal mengeksresikan 1500-1600ml urine setiap hari. Ginjal
memekatkan urine, mengeluarkan urine, yang berwarna keuningan individu dalam kondisi
normal tidak bangun utntuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ke ginjal menurun
selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun.
Perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemih juga sering terjadi seiring dengan proses
penuaan. Kecepatan filtrasi glomelurus menurun disertai penurunan keammpuan ginjal
untuk memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi yang
berlebihan pada malam hari). Kandung kemih kehilangan tonus otot dan daya tampungnya
untuk menahan urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena
kandung kemih tidak berkontraksi secara efektif, lansia sering menyisakan urine di dalam
kandung kemih setelah ia berkemih (residu urine). Pria lansia juga dapat menderita
hipertrofi prostat benigna, yang membuat mereka rentat mengalami retensi urine dan
invontinensia.
2. Faktor sosiokultura
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda, misalnya : masyarakat amerika utara
mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara beberapa
budaya eropa menerima fasilitas toilet digunakan secara bersama-sama.
3. Faktor psikologis
Ansietas dan stres emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi
berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk
berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya. Ansietas juga dapat
membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat
relaksasi otot abdomen dan otot prenium menjadi sulit.
4. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan
individu.
5. Tonus otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kandung kemih dan kontrol
sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak
dipakai, yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama
melahirkan, atrofi otot setelah mrnopouse, dan kerusakan otot akibat trauma.
6. Status volume
Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara resentesi dan eksresi cairan. Apabila
cairan dan konsentrasi elektrolit serta solut berada dalam keseimbangan, peningkatan
asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan
meningkatkan plasma yang bersikulasi di salam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat
glomelurus dan eksresi urine. Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan
makanan dan cairan. Jumlah volume urine yang terbentuk pada malam hari sekitar setengah
dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan penurunan
metabolisme.
7. Kondisi penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Adanya luka pada
saraf perifer yang menuju ke kandung kemih, berkurangnya sensasi, dan individu mengalami
kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya : diabetes melitus dan sklerosis mulipel
menyebabkan kondisi neuropatik yang bmengubah fungsi kandung kemih.
8. Prosedur bedah
Stres pembedahan pada awalnya memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis
posterior melepas sejumlah ADH meningkat, yang meningkatkan reabsorpsi air mdan
mengurangi haluaran urine. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
sebelum manjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa
prooperasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine. Respons stres juga
meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluaran urine dalam upaya
mempertahankan volume sirkulasi cairan.
9. Obat-obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran
urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik ( mis : atropin),
antihistamin (mis: sudafed), antihipertensi (mis: aldomet).
10. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur, seperti suatu
tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak diperbolehkan klien mengkonsumsi cairan
per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan peroral umumnya akan
mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan diagnostik (mis: sistoskopi) yang melibatkan
visualisasi langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada jalan
keluar uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih.

PERUBAHAN DALAM ELIMINASI URINE


Klien yang memiliki masalah perkemihan paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas
berkemihnya. Gangguan ini diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya
obstruksi pada aliran urine yang mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol
berkemih secara volunter. Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau
permanen dalam jalur normal eksresi urine .
1. Retensi urine
Adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
mengosongkan kandung kemih. Urine terus berkumpul di kandung kemih,
meregangkan dindingnya sehingga timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri
tekan pada simfis pubis, gelisah, dan terjadi diaforesis (berkeringat). Pada kondisis
normal produksi urine mengisis kandung kemih dengan perlahan dan mencegah
aktivitas reseptor regangan sampai distensi kandung kemih meregang pada level
tertentu. Refleks berkemih terjadi dan kandungan kemih menjadi kosong. Dalam
kondisi retensi urine, kandung kemih tidak mampu berespons terhadap refleks
berkemih sehingga tidak mampu untuk mengosongkan diri.
2. Infeksi saluran kemih bawah
Adalah infeksi didapat (infeksi nososkomial) di rumah sakit yang paling sering terjadi
di Amerika Serikat infeksi ini bertanggung jawab untuk lebih dari 5 juta kunjungan
dokter pertahun ( Johnson,1991). Bakteri dalam urine (bakteriuria) dapat memicu
penyebaran organisme ke dalam aliran darah dan ginjal.
Mikroorganisme paling sering masuk ke dalam saluran kemih melalui rute uretra
asenden. Bakteri menempati uretra distal, genitalia eksterna, dan vagina pada
wanita. Organisme masuk ke dalam meatus uretra dengan mudah dan naik ke
lapisan mukosa bagian dalam menuju kandung kemih. Wanita lebih rentan terhadap
infeksi karena kedekatan jarak anus dengan meatus uretra dan karena uretranya
pendek. Lansia dan klien yang menderita penyakit utama yang bersifat progresif
atau mengalami penurunan imunitas juga beresiko tinggi. Pada pria, sekresi prostat
yang mengandung substansi anti bakteri dan panjangnya uretra mengurangi
kerentanana terhadap ISK. Diperkirakan 20% sampai 30% lansia yang dirawat
dirumah sakit memiliki bakteriura yang signifikan ( Yoshikawa,1993).
3. Inkontinensia urine
Ialah kehilangan kontrol berkemih, inkontinensia dapat bersifat sementara atau
menetap. Klien tidak lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya
urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit-sedikit. Lima tipe inkontinensia
refleks (overlow), inkonentesia stres, inkontinensia urge, dan inkontinensia total.
Inkontinensia tidak harus selalu dikaitkan dengan lansia. Inkontinensia dapat dialami
setiap individu pada usia berapapun, walaupun kondisis ini lebih umum dialami oleh
lansia. Diperkirakan bahwa 37% wanita yang berusia 60 tahun atau lebih mengalami
beberapa tingkatan inkontinensia (Brooks,1993), inkontinensia dapat merusak citra
tubuh. Pakaian yang dapat menjadi basah oleh urine dan bau yang menyertainya
dapat menambah rasa malu, akibatnya klien yang mengalami masalah ini sering
menghindari aktivitas sosial.
4. Diversi urinarus
Stoma urinarus untuk mengalihkan aliran urine dari ginjal secara langsung ke
permukaan abdomen dilakukan karena beberapa alasan. Diversi urinarus dapat
bersifat sementra atau menetap.
Lengkung atau conduit ileum ( salah satu cara pendekatan tindakan diversi urinarius
yang umum dilakukan) melibatkan pemisahan sebuah lengkung usus halus bagian
ileum, lengkap dengan pembuluh darahnya yang utuh. Ahli bedah
mengimplantasikan ureter ke dalam segmen ileum yang telah dipisahkan, yang
kemudian menjadi jalan keluar urine. Issa ileum yang telah terpotong tersebut
disambungkan kembali ke saluran cerna yang tersisa. Segmen ileum kemudian
hanya dapat digunakan sebagai conduit dan urine akan keluar terus menerus atau
segmen tersebut dapat dibentuk menjadi sebuah reservoar (Moore, et al 1993).
Perkembangan terbaru dalam rekontruksi bedah usus sejauh ini telah menghasilkan
suatu teknik perkembangan untuk membangun suatu reservoar kontinen ( reservoar
yang mampu menahan urine), yang dibangun baik oleh usus besar atau usus kecil.
Sebuah kantung, yang dibentuk dari ileum, memungkinkan urine mengalir ke dalam
sebuah reservoar tanpa menyebabkan refleks. Bagian ileum yang dihubungkan
dengan dinding abdomen bekerja sebagai katup yang mampu menahan urien,
sehingga perlu dipasang kateter intermiten untuk setiap kali pengosongan. Kerugian
dari conduit ileum atau reservoar ialah bahwa apabila aliran urine yang keluar
terhambat sebagai akibat sekunder dari infeksi kronis atau hidronefrosis, kerusakan
yang ireversible pada ginjal dapat trerjadi.

Anda mungkin juga menyukai