Anda di halaman 1dari 11

BAB I

INFORMASI ARTIKEL JURNAL YANG DILAPORKAN


1.1 IDENTITAS ARTIKEL

Aspek Informasi
Judul
Pancasila Dasar Negara Indonesia

Jenis Jurnal Jurnal Hukum dan Pembangunan


Volume dan
Vol 3, 458-493
Halaman
ISSN -
Disetujui 3 Juli 2007
Penulis Astim Riyanto
Peninjau Khairun Fadhilah
Tanggal 10 November 2018

1.2 RELEVANSI KONTRIBUSI PEMAHAMAN MAHASISWA DENGAN


ARTIKEL JURNAL

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk


mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada
merupakan rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan
tujuan nasional yang diamanatkan Undang -Undang Dasar Tahun 1945, yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk:
1. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa
melalui revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar
Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia,

1
serta membimbing untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi
terhadap berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila
dan UUD NRI Tahun 1945.
4. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan
bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan,
dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi
dengan dinamika internal dan eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

2
BAB II
REVIEW
Dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pada Sistem Pemerintahan Negara, Angka I secara eksplisit
menyatakan "Indonesia ialah negata yang berdasarkan atas hukum (Recthsstaat)".
Pada Angka I-nya menegaskan ''Negara Indonesia berdasar atas hukum
(Recthsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat)". Pada
Angka II menyatakan "Sistem Konstitusional", yang kemudian pada Angka 2-nya
menandaskan "Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar),
tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas)". Penjelasan terse but,
selanjutnya dipertegas dengan Pasal I ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi ''Negara Indonesia
adalah negara hukum".
Dengan mengacu kepada Indonesia sebagai negara hukum, baik dalam
pengertian Rechtsstaat (istilah berasal dari tradisi hukum Eropa Konstinental yang
bersumber pada civil law system) maupun pengertian Rule of Law (istilah yang
berasal dari tradisi hukum Anglo Saxon yang bersumber pada common law
system), maka langkah-Iangkah yang diperlukan dalam mendudukkan Pancasila
dasar negara Indonesia adalah melakukan langkahlangkah sesuai dengan esensi
dari unsur-unsur negara hukum itu sendiri. Langkah-Iangkah yang diperlukan
dalam mendudukkan Pancasila dasar negara Indonesia tadi meliputi mengakui dan
melaksanakan jaminan hak asasi manusia dan warga negara, menerima dan
menerapkan pembagian dan pembatasan kekuasaan, menghormati dan
menegakkan hukum yang berlaku, serta menghargai dan mentaati putusan
kekuasaan kehakiman yang merdeka.
Dengan menempuh langkah-Ianglah tadi sekaligus dapat memantapkan
pelaksanaan Otonomi Daerah yang pada gilirannya memperkokoh semangat
persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berbentuk kepulauan yang luas dan posisi si lang strategis dengan penduduk yang
besar dan pluralis. Sebaliknya, apabila penegakan negara yang berdasarkan
hukum dan sistem konstitusional kurang diperhatikan atau diabaikan, maka
kepastian hukum tidak berjalan, kemakmuran masyarakat atau rakyat terabaikan,

3
rasa keadilan di masyarakat dapat terkesampingkan, dan hak asasi manusia - yang
menurut bapak hak asasi manusia John Locke meliputi hak hidup, hak bebas, dan
hak milik - dapat terlecehkan. Dalam suasana seperti ini, hukum akan lebih
diimplementasi-kan sebagai alat penertiban semata untuk merepresif pihak-pihak
di bawah pengaruh seseorang, sekelompok atau segolongan orang penguasa yang
secara subjektif dipandang atau diduga akan menghalangi atau menghambat
penetrasi dan akselerasi kelangsungan atau kelanjutan kekuasaan, kepentingan,
atau kepemimpinannya yang lebih bersifat pribadi atau ke lompok atall lebih luas
mungkin golongan tadi daripada untuk kepentingan umum, bangsa, dan negara.
Kalau sudah demikian halnya, maka dapatlah sinyalemen yang berupa peringatan
bijak seorang ilmuwan kerajaan lnggris bernama John Emerick Edwerd Dalberg
Acton yang akrab dipanggil Lord Acton yang menyatakan "Power tends to
corrupt, but absolute power corrupts absolutely" (Manusia yang mempunyai
kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya, tetapi manusia yang
mempunyai kekuasaan absolut sudah pasti akan menyalahgunakannya) menjadi
benar adanya.
Dalam situasi demikian, jika penegakan hukllm da lam mencapai citacita
dan tujuan nasional atau suatu lembaga lemah atau melemah, memungkinkan
munclllnya fenomena sentralisme, uniformisme, otoritarianisme, absolutisme,
diktatorisme, despotisme. Selanjutnya, memungkinkan pula timblllnya gejala
praktik-praktik nepotisme, primordialisme, monopoli, monopsoni, oligopoli, ol
igopsoni, kolusi, korupsi. Pemerintah (government) atau pimpinan elite suatu
lembaga secara perlahan dapat berubah dan mengental menjadi sepe rti sebuah
negara dalam negara.Terjadilah ekslusivisme.
Oleh karena menurut pandangan rezim (suatu varian/variant sistem
pemerintahan tertentll dan para pemimpin pendllkungnya) seperti partisipasi lebih
banyak mengganggu daripada membantu. Tentu saja pandangan seperti ini akan
terkesan benar adanya apabila dilihat dari kepentingan sempit dan serba jangka
sesaat bukan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

4
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia sebagai negara yang mempunyai dasar Negara yaitu pancasila
yang memiliki sebuah arti penting memiliki ideologi. Setiap bangsa dan negara
ingin berdiri kokoh, tidak mudah terombang-ambing oleh kerasnya persoalan
hidup berbangsa dan bernegara.Tidak terkecuali negara Indonesia. Negara yang
ingin berdiri kokoh dan kuat, perlu memiliki ideologi negara yang kokoh dan kuat
pula. Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh. Di era yang serba modern
ini, makna pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia sedikit
dilupakan oleh sebagian rakyat Indonesia dan digantikan oleh perkembangan
tekhnologi yang sangat canggih.

Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh


rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia
serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di
dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Bahwasanya Pancasila
yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan
kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.

Pancasila merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena dalam


masing-masing sila tidak bisa di tukar tempat atau dipindah. Bagi bangsa
Indonesia, pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia.
Mempelajari Pancasila lebih dalam menjadikan kita sadar sebagai bangsa
Indonesia yang memiliki jati diri dan harus diwijudkan dalam pergaulan hidup
sehari-hari untuk menunjukkan identitas bangsa yang lebih bermatabat dan
berbudaya tinggi. Untuk itulah diharapkan dapat menjelaskan Pancasila sebagai
ideologi negara, menguraikan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara dan
karakteristik Pancasila sebagai ideologi negara. Pengetahuan ideologi mempunyai
arti tentang gagasan-gagasan. Ideologi secara fungsional merupakan seperangkat

5
gagasan tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang
dianggap baik.

3.2 PERMASALAH YANG DIKAJI

Permasalahan yang dikaji pada jurnal ini yaitu bagaimana langkah-langkah


yang dapat digunakan untuk mendudukan “kembali” Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia. Hal ini bukan perkara mudah, karena sebagaimana hal nya telah
dijelaskan sebelumnya pada latar belakang jurnal ini yaitu pada masa sekarang ini
di era yang serba modern ini, makna pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara
Indonesia sedikit dilupakan oleh sebagian rakyat Indonesia dan digantikan oleh
perkembangan tekhnologi yang sangat canggih. Maka pada jurnal ini dijelaskan
langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk kembali mendududukan
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Dan juga di jurnal ini juga dibahas
mengenai kendala-kendala apa saja yang akan ditemui dalam mewujudkan
pendudukan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.

3.3 TEORI KONSEP YANG DIGUNAKAN


Teori konsep yang digunakan pada jurnal ini yaitu dengan memaparkan
teori-teori kajian mengenai Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini dapat dilihat
dengan banyaknya teori yang memaparkan konsep pancasila sebagai dasar negara
Indonesia dengan ditunjang oleh pemaparan dan pembahasan Undang Undang,
yaitu Undang Undang dasar 1945. Teori lainnya yang digunakan yaitu denagn
memaparkan beberapa pendapat dari para ahli-ahli yang termuka pada bidangnya.
Hal ini tentu saja sangat menunjang keakuratan jurnal ini.

3.4 METODE YANG DIGUNAKAN


Penulisan ini menggunakan metode pengumpulan data melalui penelitian
kepustakaan ( library research ) yaitu penelitian yang dilakukan melalui studi
literature, buku – buku yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas.
Selain itu juga mencari data dan informasi melalui media internet. Dengan
menggunakan elemen-elemen masyarakat sebagai subjek penelitian.

6
3.5 ANALISIS
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya bahwa jurnal ini mengkaji
permasalahan tentang bagaimana mendudukan kembali Pancasila sebagai dasar
negara. Dalam jurnal ini dipaparkan bahwa ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mendudukan Pancasila sebagai dasar negara. Langkah-langkah
yang dilakukan yaitu:

 Pertama, mengakui dan melaksanakan jaminan hak asasi manusia dan


warga negara.
 Kedua, menerima dan menerapkan pembagian dan pembatasan
kekuasaan.
 Ketiga, menghormati dan menegakkan hukum yang berlaku. Hukum yang
berlaku di sini dapat berupa hukum tertulis (yang terdiri atas peraturan
perundang-undangan, baik dikodifikasi maupun tidak dikodifikasi;
yurisprudensi; dan perjanjian-perjanjian internasional) dan hukum tidak
tertulis (yang berupa hukum kebiasaan dan hukum adat). Agar hukum itu
berdaya guna dan berhasil guna, maka hukum harus dijadikan sebagai
dasar, rangka, strategi, saran a, alur, dan arah pembaharuan dan
pembangunan, baik pembangunan fisik (material) maupun pembangunan
non-fisik (spiritual).
 Keempat, menghargai dan mentaati putusan kekuasaan kehakiman yang
merdeka. Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Rl Nomor 32
Tahun 2004 tanggal 15 Oktober 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
kewenangan peradilan tidak termasuk yang diserahkan kepada Daerah
Otonom melainkan berada pada Pemerintah Pusa!. Menurut Pasal 24 ayat
(I) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan : "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lainlain badan kehakiman menurut undang-undang".

Setelah memaparkan mengenai langkah-langkah dalam mendudukan kembali


Pancasila sebagai dasar negara, maka terdapat juga kendala-kendala yang
Mungkin Timbul Dalam Mendudukkan Pancasila Dasar Negara Indonesia yaitu:

7
 Pertama, dari aspek peraturannya. Peraturan atau peraturan
perundangundangan yang baik akan dibuat secara umum berdasarkan
pertimbangan ilosofis, yuridis, dan sosiologis.
 Kedua, dari aspek kelembagaannya. Suatu peraturan dapat diterapkan di
tengah-tengah kehidupan masyarakat apabila ada lembaga (institution)
penyeleng-garanya. Oleh karena itu, agar suatu peraturan dapat
dilaksanakan harus tersedia, disediakan atau kalau belum ada dibentuk
terlebih dulu lernbaga-Iembaga yang akan melaksanakan peraturan itu.
 Ketiga, dari aspek penegaknya. Yang isi dan misinya, semangatnya,
profesionalismenya, dan unsur lainnya yang berkaitan erat dengan
pelaksanaan tugas, kewajiban, dan wewenang dari penegak hukum bukan
saja akan mewarnai penegakan hukum (law enforcement), tetapi bahkan
sebagai in stansi terakhir di lapangan akan menentukan keberhasilan di
semua strata penegakan hukum dengan segala variasi dan dimensinya.
Oleh karena itu, yang harus menjadi catatan penting adalah dalam
rekruitmen para hakim agar dalam seleksi nya dan pengangkatan para
pejabat di lingkungan peradilan dan lembaga-Iembaga penegak hukum
lainnya melalui uji kelayakan dan kepatutan ifit and proper test) termasuk
dan diberi tekanan pada aspek-aspek loyalitas, komitmen, dedikas i,
keahlian, kesejawatan. kemampuan, kepemimpinan, dan kecerdasan
mendapat perhatian yang seksama dan khusus
 Keempat, dari aspek fasilitasnya. Aspek ini secara keseluruhan mungkin
bukan merupakan yang terpenting da lam pelaksanaan peraturan. Namun,
tanpa ada gedung, peralatan, kendaraan, dan lainnya termasuk pendanaan,
dapat saja terjadi suatu kegiatan peradilan atau kegiatan penegakan hukum
lainnya menjadi terganggu, terhambat, atau tidak jalan sama sekali. Oleh
karena itu, aspek fasilitas termasuk pendanaan ini penting juga dalam
kerangka melaksanakan suatu peraturan.
 Kelima, dari aspek masyarakatnya. Dari suatu masyarakat ke suatu
masyarakat yang lain memang bervariasi eara (usages), tradisi (traditions)
, adat istiadat (customs), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores),
pengertian /kesepahaman/ kesepakatan (understandings), konvensi

8
(conventions), bahasa, budaya, kaidah (norm), keyak inan dan agama, juga
bervariasi tingkat pendidikan, ekonomi, dinamika. kesadaran hukum. Rasa
keadilan dan ekspektasi kehidupannya. Oleh karena iru. Pelaksanaan
peraturan di lapangan harus memperhatikan variabel-variabel '(tersebut di
atas.

9
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Kita telah mempelajari pancasila sebagai ideologi dan dasar negara
Republik Indonesia. Panacasila dianggap baik dan cocok dengan kehidupan
bangsa Indonesia. Kita juga telah mempelajari ideologi lainnya seperti
liberalisme, dan sosialisme.

Kesimpulannya baik Pancasila dan Ideologi lainnya sama-sama digunakan


sebagai dasar negara. Pancasila digunakan oleh bangsa Indonesia, Liberalisme
digunakan oleh bangsa barat, dan sosialisme digunakan oleh negara-negara
sosialis. Sebenarnya tidak sulit atau bahkan sangat mudah atau akan berjalan
secara alamiah (natural) dalam mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi nasional itu, karen a ia digali dari dan bersumber pada kristalisasi
nilai-nilai dasar yang ada di nusantara dan pada budaya (kultur) yang bhinneka
bangsa Indonesia sendiri seandainya pemahaman implementasi ke arah itu cukup
memadai. Dalam hubungan dengan belum cukup memadai pemahaman
implementasi dari sementara kalangan masyarakat bangsa Indonesia terhadap
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional itulah upaya melestarikan
Pancasila harus diletakkan. Dengan segala upaya terurai di atas pada gilirannya
diharapkan pcrilaku kalangan masyarakat dan bangsa yang sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila dalam rentallg waktu tertentu dapat diwujudkan.

4.2 SARAN
Pengamalan Pancasila, rasa Nasionalisme dan Patriotisme, rasa Cinta
Tanah Air seharus nya ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar rasa terhadap
cinta tanah air tertananam di hatinya dan dapat menjadi manusia yang dapat
menghargai bangsa dan negaranya. Serta harus mempunyai sikap mental yang
kuat dan konsisten serta mampu mengeksplorasi diri adalah salah satu bentuk
konkrit yang dibutuhkan bangsa Indonesia pada saat ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Riyanto, A. (2007). Pancasila Dasar Negara Indonesia. Jurnal Hukum dan


Pembangunan, 458-493.

11

Anda mungkin juga menyukai