Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Pengertian dan


Sejarah Arbitrase

DIAJUKAN DALAM RANGKA MEMENUHI SALAH SATU


TUGAS MATA KULIAH ARBITRASE SYARIAH
Dosen Pengampu: Kholid Hidayatullah, M.H.I

Oleh:

Irma Ulfa Lailiana


Yeni Lestari

PROGRAM STUDI S1 HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU-LAMPUNG
TA.2019
ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rasa syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini yang merupakan

salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah Arbitrase Syariah.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Kholid Hidayatullah, M.H.I, selaku dosen mata kuliah Arbitrase


Syariah.

2. Rekan-rekan yang telah menyusun dan membantu makalah ini

Kami telah berupaya semaksimal mungkin untuk membuat yang terbaik, tetapi

kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua

kritik dan saran yang mendidik kami harapkan. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Pringsewu, Februari 2019


iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 2
1.3 Tujuan Makalah ........................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan ............... 3


2.2 Pengertian Arbitrase .................................................... 6
2.3 Sejarah Arbitrase ......................................................... 8

BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan .................................................................. 12


3.2 Saran ............................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dahulu boleh dikatakan orang lebih mengenal peradilan sebagai pranata


yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara para pihak
yang berselisih. Namun sesungguhnya jika kita buka lagi lembaran sejarah hukum
di Indonesia, akan kita temui bahwa ada alternatif penyelesaian sengketa yang
sesungguhnya telah dikenal sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya
dalam Reglement op de Burgerlijke Rechtvordering atau disingkat Rv. Ketentuan
mengenai penyelesaian sengketa alternatif ini diatur dalam pasal 615 sampai
dengan 651 Rv tersebut.

Sekarang ini kita mengenal adanya penyelesaian sengketa di luar lembaga


peradilan formal, yakni Penyelesaian Sengketa Alternatif yang didasarkan pada
kesepakatan para pihak yang bersengketa sebagai bentuk perjanjian kesepakatan
yang telah dicapai oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum
di luar pengadilan harus ditaati oleh para pihak.

Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan


umum yang mendasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa. Sengketa yang bisa dibawa ke arbitrase adalah
sengketa perdata yang bersifat hukum perdata dan hukum dagang.

Kegunaan menerapkan perjanjian arbitrase secara paksa pada umumnya


timbul ketika salah satu pihak mencoba untuk menghambat proses arbitrase.
Perlawanan yang tersedia bagi pihak lain adalah meminta kepada arbiter untuk
memberikan putusannya tentang keabsahan perjanjian arbitrase tersebut.1

1
http://syahranuddinsh.blogspot.com/2010/02/ruang-lingkup-arbitrase-menurut-undang.html
2

Dalam banyak hal, beberapa ketentuan positif yang mengatur pranata


penyelesaian sengketa di luar peradilan ada yang tidak singkron dan tidak sejalan
dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa (untuk selanjutnya disebut dengan UU Arbitrase).

Dengan tidak mengurangi adagium hukum yang mengatakan bahwa


senantiasa ada asas lex specialis derograt lex generalis (sebagaimana diatur dalam
UU Arbitrase) namun secara esensi, beberapa ketentuan khusus menyatakan
bahwa salah satu pihak dapat setiap saat menyatakan diri keluar dari forum atau
proses penyelesaian sengketa alternatif jelas bertentangan dengan jiwa pengakuan
akan keberadaan pranata alternatif penyelesaian sengketa itu sendiri.2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja penyelesaian sengketa di luar pengadilan?;


2. Apa pengertian dari Arbitrase?;
3. Bagaimana sejarah perkembangan Arbitrase?.

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui apa saja penyelesain sengketa di luar pengadilan;


2. Untuk mengetahui pengertian dari arbitrase;
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan arbitrase.

2
http://syahranuddinsh.blogspot.com/2010/02/ruang-lingkup-arbitrase-menurut-undang.html
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan

Menurut Pasal 1 angka 10 UU Arbitrase dan APS, Alternatif Penyelesaian

Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui

prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan

dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.3

Arbitrase sendiri adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa (Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase dan

APS).

Frans Winarta dalam bukunya (hal. 7-8) menguraikan pengertian masing-

masing lembaga penyelesaian sengketa di atas sebagai berikut:4

a. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak

tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan,

dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai

dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.

b. Negosiasi: suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui

proses pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar

kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.

3
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-penyelesaian-
sengketa-di-luar-pengadilan
4
Frans Hendra Winarta. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
4

c. Mediasi: cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.

d. Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan

kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima.

e. Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis

dan sesuai dengan bidang keahliannya

Akan tetapi dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di luar

pengadilan yang ternyata menjadi salah satu proses dalam penyelesaian yang

dilakukan di dalam pengadilan (litigasi). Kita ambil contoh mediasi. Dari pasal

tersebut kita ketahui bahwa mediasi itu adalah penyelesaian di luar pengadilan,

akan tetapi dalam perkembangannya, mediasi ada yang dilakukan di dalam

pengadilan.5

Rachmadi Usman, (Ibid, hal. vii-viii) mengatakan dengan diberlakukannya

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan, sebagai pengganti Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, maka setiap perkara perdata tertentu

yang akan diadili oleh hakim pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan

peradilan agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di

pengadilan.6

5
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-
penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan

6
Rachmadi Usman. 2012. Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
5

Lebih lanjut, Rachmadi Usman, sebagaimana ia kutip dari naskah

akademis yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan

Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia, mengatakan bahwa sebenarnya

lembaga mediasi bukanlah merupakan bagian dari lembaga litigasi, dimana pada

mulanya lembaga mediasi berada di luar pengadilan. Namun sekarang ini lembaga

mediasi sudah menyeberang memasuki wilayah pengadilan. Negara-negara maju

pada umumnya antara lain Amerika, Jepang, Australia, Singapore mempunyai

lembaga mediasi, baik yang berada di luar maupun di dalam pengadilan dengan

berbagai istilah antara lain: Court Integrated Mediation, Court Annexed

Mediation, Court Dispute Resolution, Court Connected ADR, Court Based ADR,

dan lain-lain.7

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa arbitrase, konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli merupakan alternatif

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Artinya, bukan merupakan bagian dari

lembaga litigasi meskipun dalam perkembangannya adapula yang menjadi bagian

dari proses litigasi, seperti mediasi yang dilakukan di pengadilan. Sedangkan yang

dimaksud dengan litigasi itu sendiri adalah penyelesaian sengketa antara para

pihak yang dilakukan di muka pengadilan.8

7
Rachmadi Usman. 2012. Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
8
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-
penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan
6

2.2 Pengertian Arbitrase

Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.9

Kata “arbitrase” berasal dari bahasa asing yaitu “arbitrare”. Arbitrase juga
dikenal dengan sebutan atau istilah lain yang mempunyai arti sama, seperti :
perwasitan atau arbitrage (Belanda), arbitration (Inggris), arbitrage atau
schiedsruch (Jerman), arbitrage (Prancis) yang berarti kekuasaan menyelesaikan
sesuatu menurut kebijaksanaan. Arbitrase di Indonesia dikenal dengan
“perwasitan” secara lebih jelas dapat dilihat dalam Undang-undang No. 1 Tahun
1950, yang mengaturtentang acara dalam tingkat banding terhadap putusan-
putusan wasit, dengan demikian orang yang ditunjuk mengatasi sengketa tersebut
adalah wasit atau biasa disebut “arbiter”.10
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.30 Tahun 1999, arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang
didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak
yang bersengketa.
Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam dua bentuk, yaitu:

1. Factum de compromitendo yaitu klausa arbitrase yang tercantum dalam


suatau perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa.

2. Akta Kompromis yaitu suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat


para pihak setelah timbul sengketa.

Sebelum UU arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalam


pasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasan pasal
3 ayat 1 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan
Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas
dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.

9
https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-dasar-hukum/
10
http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/makalah-tentang-arbitrase.html
7

Apabila para pihak pemilih penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah


sengketa terjadi, maka persetujuan mengenai hal tersebut harus dibuat dalam
perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak. Dalam hal ini para pihak
tidak dapat menandatangani perjanjian tertulis tersebut, maka perjanjian tersebut
harus dibuat dalam bentuk akta notaris.11

Jika para pihak telah membuat perjanjian arbitrase, maka Pengadilan


Negeri tidak memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa para pihak yang
telah terkait dalam perjanjian arbitrase dan para pihak yang bersengketa tidak lagi
berhak untuk mengajukan penyelesaian sengketanya atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri wajib
untuk menolak dan tidak ikut campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa
yang telah ditetapkan melalui arbitrase.12

Jenis sengketa yang bisa diselesaikan melalui arbitrase yaitu di bidang


perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan UU dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Jadi, sengketa-sengketa perdata di luar
perdagangan, seperti sengketa di bidang keluarga, tidak bisa diselesaikan melalui
arbitrase.13

11
Riduan Syahrani.2009. Buku Materi Dasar hukum Acara Perdata.PT Citra Aditya Bakti :
Bandung.
12
http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-arbitrase-dalam-hukum.html
13
http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-arbitrase-dalam-hukum.html
8

2.3 Sejarah Arbitrase


Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh
para pihak yang bersengketa (berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa). Adapun
pada saat berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 ini, ketentuan mengenai arbitrase
sebagaimana diatur dalam pasal 615 sampai 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal
705 Rbg tidak berlaku lagi. Adanya UU No. 30 Tahun 1999 telah berusaha
mengakomodir semua aspek mengenai arbitrase baik dari segi hukum maupun
substansinya dengan ruang lingkup baik nasional maupun internasional.
Di Indonesia sendiri, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur
arbitrase ini meningkat semenjak diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999
tersebut. Adapun beberapa hal yang menjadi keuntungan Arbitrase dibandingkan
menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi adalah :14
1. Sidang tertutup untuk umum ;
2. Prosesnya cepat (maksimal enam bulan) ;
3. Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi ;
4. Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang disengketakan,
dan memiliki integritas atau moral yang tinggi ;
5. Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, tetapi
tidak ada 'biaya-biaya lain' ; hingga
6. Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya
dihadapan Majelis Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat langsung
meminta klarifikasi oleh para pihak.

14
https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-salah-satu-
alternatif-penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat
9

Dalam ruang lingkup internasional, Indonesia maupun pihak-pihak dari


Indonesia juga acap kali menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase. Beberapa
contoh kasusnya adalah :15
1. Sengketa antara Cemex Asia Holdings melawan Indonesia yang
diselesaikan melalui International Centre for Settlement of Investment
Dispute (ICSID) pada 2004 sampai 2007 ;
2. Sengketa antara Pertamina melawan Commerz Asia Emerald yang
diselesaikan melalui Singapore International Arbitration Center (SIAC),
Singapore pada tahun 2008 ; 3) Sengketa terkait Bank Century dimana dua
pemegang sahamnya menggugat Pemerintah Indonesia yakni Rafat Ali
Rizvi dan Hesham Al Warraq yang diselesaikan melalui ICSID, Singapore
; hingga 4) Sengketa antara Newmont melawan Pemerintah Indoesia yang
diselesaikan di ICSID, Washington DC.
Seiring perkembangannya, penyelesaian sengketa melalui arbitrase
ini menemui beberapa permasalahan. Masalah utama adalah terkait dengan
pelaksanaan atau eksekusi putusan arbitrase. Dalam ruang lingkup
internasional, putusan arbitrase internasional dapat diakui dan
dilaksanakan di Indonesia apabila tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, serta apabila salah satu pihak dalam sengketa adalah Negara
Republik Indonesia maka hanya dapat dilaksanakan setelah ada eksekuatur
dari Mahkamah Agung - RI. Permasalahannya, pengadilan di Indonesia
seringkali "dicap" enggan untuk melaksanakan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional dengan alasan bahwa putusan tersebut bertentangan
dengan ketertiban umum. Lain permasalahan, dalam ruang lingkup
nasional pelaksanaan putusan arbitrase juga seringkali terhambat akibat
kurangnya kemampuan dan pengetahuan arbiter Indonesia yang berakibat
penundaan putusan arbitrase.

15
https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-salah-satu-
alternatif-penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat
10

BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) adalah lembaga independen


yang memberikan jasa beragam yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan
bentuk-bentuk lain dari penyelesaian sengketa di luar pengadilan. BANI didirikan
pada Tahun 1977 atas prakarsa tiga pakar hukum terkemuka, yaitu almarhum Prof
Soebekti S.H. dan Haryono Tjitrosoebono S.H. dan Prof Dr. Priyatna
Abdurrasyid, dan dikelola dan diawasi oleh Dewan Pengurus dan Dewan
Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dan sektor bisnis. BANI
berkedudukan di Jakarta dengan perwakilan di beberapa kota besar di Indonesia
termasuk Surabaya, Bandung, Pontianak, Denpasar, Palembang, Medan dan
Batam.
Dalam memberikan dukungan kelembagaan yang diperlukan untuk
bertindak secara otonomi dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan,
BANI telah mengembangkan aturan dan tata cara sendiri, termasuk batasan waktu
di mana Majelis Arbitrase harus memberikan putusan. Aturan ini dipergunakan
dalam arbitrase domestik dan internasional yang dilaksanakan di Indonesia. Pada
saat ini BANI memiliki lebih dari 100 arbiter berlatar belakang berbagai profesi,
30% diantaranya adalah asing.
Di Indonesia minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase mulai
meningkat sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum (UU Arbitrase).
Perkembangan ini sejalan dengan arah globalisasi, di mana penyelesaian sengketa
di luar pengadilan telah menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan
sengketa bisnis mereka. Selain karakteristik cepat, efisien dan tuntas, arbitrase
menganut prinsip win-win solution dan tidak bertele-tele karena tidak ada
lembaga banding dan kasasi. Biaya arbitrase juga lebih terukur, karena prosesnya
lebih cepat.16

16
http://syahranuddinsh.blogspot.com/2010/02/ruang-lingkup-arbitrase-menurut-undang.html
11

Keunggulan lain arbitrase adalah putusannya yang serta merta (final) dan
mengikat (binding), selain sifatnya yang rahasia (confidential) di mana proses
persidangan dan putusan arbitrase tidak dipublikasikan. Berdasarkan asas timbal
balik putusan-putusan arbitrase asing yang melibatkan perusahaan asing dapat
dilaksanakan di Indonesia, demikian pula putusan arbitrase Indonesia yang
melibatkan perusahaan asing akan dapat dilaksanakan di luar negeri :
a. Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia
menyelenggarakan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang terjadi
diberbagai sektor perdagangan, industri dan keuangan, melalui arbitrase
dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya antara lain di
bidang-bidang Korporasi, Asuransi, Lembaga Keuangan, Fabrikasi, Hak
Kekayaan Intelektual, Lisensi, Franchise, Konstruksi, Pelayaran/maritim,
Lingkungan Hidup, Penginderaan Jarak Jauh, dan lain-lain dalam lingkup
peraturan perundang-undangan dan kebiasaan internasional.
b. Menyediakan jasa-jasa bagi penyelenggaraan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase atau bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa
lainnya, seperti negiosiasi, mediasi, konsiliasi dan pemberian pendapat
yang mengikat sesuai dengan Peraturan Prosedur BANI atau peraturan
prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.
c. Bertindak secara otonom dan independen dalam penegakan hukum dan
keadilan.
d. Menyelenggarakan pengkajian dan riset serta program-program pelatihan /
pendidikan mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa.17

17
http://syahranuddinsh.blogspot.com/2010/02/ruang-lingkup-arbitrase-menurut-undang.html
12

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Menurut Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 (“UU
Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa.

BANI adalah lembaga independen yang memberikan jasa beragam yang


berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari penyelesaian
sengketa di luar pengadilan. BANI didirikan pada Tahun 1977 atas prakarsa tiga
pakar hukum terkemuka, yaitu almarhum Prof Soebekti S.H. dan Haryono
Tjitrosoebono S.H. dan Prof Dr. Priyatna Abdurrasyid, dan dikelola dan diawasi
oleh Dewan Pengurus dan Dewan Penasehat yang terdiri dari tokoh-tokoh
masyarakat. Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa Lainnya :

a. Konsultasi
b. Negosiasi dan Perdamaian
c. Mediasi
d. Konsiliasi dan Perdamaian
e. Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase.

3.2 Saran
Demikian makalah ini penulis kami sajikan kepada para pembaca.
Diharapkan kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan betapa
pentingnya memahami ilmu hukum yang berkaitan dengan karakteristik hukum
islam. Tentunya makalah ini masih kurang dari sempurna, maka penulis
mengharapkan saran dan kritik demi terciptanya kesempurnaan di dalam
penulisan maupun pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Winarta, Frans Hendra.2012.Hukum Penyelesaian Sengketa. Jakarta: Sinar


Grafika.

Usman, Rachmadi.2012.Mediasi di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

https://www.berandahukum.com/2016/05/sejarah-arbitrase-di-indonesia.html
(diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 10.34 wib)

https://www.hukumonline.com/talks/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-
salah-satu-alternatif-penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat
(diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 10.47 wib)

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/08/makalah-tentang-arbitrase.html
(diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 10.53 wib)

http://syahranuddinsh.blogspot.com/2010/02/ruang-lingkup-arbitrase-menurut-
undang.html (diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 10.57 wib)

https://blackangelinhell.wordpress.com/2010/06/08/arbitrase-pengertian-dan-
dasar-hukum/ (diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 11.02 wib)

http://www.pengertianpakar.com/2015/08/pengertian-arbitrase-dalam-hukum.html
(diakses pada tanggal 13 Februari 2019 pukul 11.13 wib)

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-
alternatif-penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan (diakses pada tanggal 13
Februari 2019 pukul 12.44 wib)

Anda mungkin juga menyukai