Anda di halaman 1dari 21

POST TEST OBSTETRI

“POST PARTUM HAEMORRHAGE”

Tugas ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan klinik


Senior SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi di RSU Haji Medan
Provinsi Sumatera Utara

Oleh :
Mhd. Aulia Tamarona Nasution
71160891787

Pembimbing :
dr. H. Muslich Perangin - Angin, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas post test ini dengan judul
: “Postpartum Haemorrhage“. Penyelesaian tugas ini banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada dr. H.Muslich Perangin-angin,
Sp.OG selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk,
nasehat dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,


oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Allah SWT
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tugas
paper ini dapat disetujui dan ada manfaatnya dikemudian hari.

Medan, 23 Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Judul .............................................................................................. i

Kata Pengantar ............................................................................................... ii

Daftar Isi ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi ................................................................................................ 3

2.2 Epidemiologi ............................................................................................ 3

2.3 Etiologi ................................................................................................ 3

2.4 Klasifikasi ................................................................................................ 6

2.5 Faktor Risiko ............................................................................................ 7

2.6 Gejala Klinik ........................................................................................... 8

2.7 Diagnosis ................................................................................................ 9

2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 10

2.9 Pencegahan .............................................................................................. 14

2.10 Pengaruh Paritas terhadap perdarahan ................................................... 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah proses fisiologis normal yang didefinisikan dengan
keberadaan kompleks uteroplacental. Perubahan fisiologis karena kehamilan bisa
disebabkan karena kemampuan sistem organ yang terbatas mendapat beban lebih
dan mengakibatkan memburuknya keadaan fisik sebelumnya. Mengingat hal
tersebut, perlakuan khusus dan pengawasan yang adekuat harus diberikan kepada
pasien, baik dari trimester pertama kehamilan hingga penanganan postpartum
terhadap semua keadaan yang mungkin mengancam jiwa ibu dan/atau janin. Dari
semua keadaan tersebut, penyebab terbesar kematian ibu setiap tahunnya adalah
pendarahan.
Pendarahan post-partum didefinisikan oleh The World Health Organization
(WHO) sebagai keadaan kehilangan darah >500 ml pada 24 jam setelah
melahirkan.3 Beberapa pengertian lain menyebutkan >500 ml merupakan jumlah
darah yang hilang melalui persalinan normal, sedangkan >1000 ml untuk
seksiocaesarean. Definisi populer lainnya mengatakan penurunan 10%, baik
hemoglobin maupun hematokrit. Namun, definisi tersebut sering tidak
merefleksikan keadaan hemodinamik pasien.3 Menurut penelitian tahun 2008,
dikatakan setiap wanita meninggal tiap menitnya saat melahirkan, dimana 24%
disebabkan karena pendarahan berat. Sekitar 529.000 wanita meninggal saat
hamil setiap tahunnya dan hampir semuanya (99%) terjadi pada negara
berkembang. Empat puluh persen kematian karena pendarahan post-partum terjadi
pada 24 jam pertama dan 66% terjadi saat minggu pertama.
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan
perdarahan, karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal
(sectio cesarea) selalu disertai perdarahan. Pada persalinan pervaginam
perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun sesudah persalinan. Perdarahan
bersama-sama infeksi dan gestosis merupakan tiga besar penyebab utama
langsung dari kematian maternal. Kematian maternal adalah kematian seorang

1
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab
apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan,
yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan
lain sebagainya. Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah
tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc
pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
Untuk selanjutnya penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan pasca
persalinan pada persalinan perabdominal

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Post Partum Haemorrhage


Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum,
selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalah perdarahan 500 cc
atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir.(2) Menurut waktu terjadinya dibagi
atas dua bagian :
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu
5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
Peningkatan angka kematian di Negara berkembang Di negara kurang
berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan
transfusi, kurangnya layanan operasi.

2.2 Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :

1) Atonia Uteri

Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk


berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis

3
dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan
seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain
adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim, korioamnionitis,
endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia
karena resusitasi massif.

Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70%
kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun
persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih
tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal.

2) Laserasi jalan lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi.

Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan :

a. Derajat satu

Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

b. Derajat dua

Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.

4
c. Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan otot

sfingter ani eksternal.

d. Derajat empat

Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter
ani eksternal, dan mukosa rektum
3) Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi

waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum

lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.

Retensio plasenta merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan

postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini

karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis

utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio plasenta,

resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan normal.

Terdapat jenis retensio plasenta antara lain :

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta

sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki

sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus

lapisan serosa dinding uterus.

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus

serosa dinding uterus.

5
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,

disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

4) Koagulopati

Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan pada

pembekuan darah. Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul

dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan pembekuan darah

dapat pula menyebabkan PPP. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor

pembekuan dan penghancuran fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan

pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan

pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia, trombositopenia,

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP), HELLP syndrome (hemolysis,

elevated liver enzymes, and low platelet count), Disseminated Intravaskuler

Coagulation (DIC), dan Dilutional coagulopathy.

Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan beberapa kondisi

kehamilan lain seperti solusio plasenta, preeklampsia, septikemia dan sepsis

intrauteri, kematian janin lama, emboli air ketuban, transfusi darah

inkompatibel, aborsi dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang

sudah diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan gangguan

koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga persiapan untuk

mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan sebelumnya.

2.4 Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu :

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi

6
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum

primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir

dan inversio uteri.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi

setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder

disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta

yang tertinggal.

2.5 Faktor Risiko

Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan,

dan saat persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks

massa tubuh, dan riwayat perdarahan postpartum. Faktor risiko selama

kehamilan meliputi usia, indeks massa tubuh, riwayat perdarahan postpartum,

kehamilan ganda, plasenta previa, preeklampsia, dan penggunaan antibiotik.

Sedangkan untuk faktor risiko saat persalinan meliputi plasenta previa

anterior, plasenta previa mayor, peningkatan suhu tubuh >37⁰,

korioamnionitis, dan retensio plasenta.

Meningkatnya usia ibu merupakan faktor independen terjadinya PPP.

Pada usia lebih tua jumlah perdarahan lebih besar pada persalinan sesar

dibanding persalinan vaginal. Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa

ibu yang hamil kembar memiliki 3-4 kali kemungkinan untuk mengalami PPP.

Perdarahan postpartum juga berhubungan dengan obesitas. Risiko

7
perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh. Pada

wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2%

dengan persalinan normal.

2.6 Gejala Klinik Perdarahan Postpartum

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum hamil,

derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat persalinan.

Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan

darah untuk mengalami perubahan besar sampai terjadi kehilangan darah

sangat banyak. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda

syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,

ekstrimitas dingin, dan lain-lain.

Gambaran klinis pada hipovolemia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Gambaran klinis perdarahan obstetri

Volume darah
Tekanan darah Tanda dan Derajat syok
yang hilang (sistolik) gejala
500-1000 mL Normal Tidak ditemukan -
(<15-20%)
1000-1500 mL 80-100 mmHg Takikardi (<100 Ringan
(20-25%) kali/menit)
Berkeringat Lemah
1500-2000 mL 70-80 mmHg Takikardi (100- Sedang
(25-35%) 120 kali/menit)
Oliguria Gelisah

2000-3000 mL 50-70 mmHg Takikardi (>120 Berat


(35-50%) kali/menit)
Anuria
Sumber : B-Lynch (2006)

8
2.7 Diagnosis Perdarahan Postpartum

Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel

berikut ini :

Tabel 2. Diagnosis Perdarahan Postpartum

No. Gejala dan tanda Gejala dan tanda yang Diagnosis


yang selalu ada kadang-kadang ada kemungkinan
1. - Uterus tidak berkontraksi - Syok - Atonia Uteri
dan lembek
-Perdarahan segera setelah
anak lahir (Perdarahan
Pascapersalinan Primer
atau P3)
2. - Perdarahan segera (P3) - Pucat -Robekan
- Darah segar yang - Lemah jalan lahir
mengalir segera setelah - Menggigil
bayi lahir (P3)
- Uterus kontraksi baik
- Plasenta lengkap
3. - Plasentabelumlahir -Tali pusat putus akibat -Retensio
setelah 30 menit traksi berlebihan Plasenta
- Perdarahan segera (P3) -Inversio uteri akibat tarikan
- Uterus kontraksi baik -Perdarahan lanjutan

4. - Plasenta atau - Uterus berkontraksi tetapi -Tertinggalnya


sebagian selaput tidak tinggi fundus tidak sebagian
lengkap berkurang plasenta
- Perdarahan segera (P3)

5. - Uterus tidak teraba - Syok neurogenik -Inversio uteri


- Lumen vagina terisi - Pucat dan limbung
massa
-Tampak tali pusat
(jika plasenta
belum lahir)
- Perdarahan segera (P3)
- Nyeri sedikit atau berat

9
6. - Sub-involusi uterus - Anemia -Perdarahan
- Nyeri tekan perut bawah - Demam terlambat
- Perdarahan lebih dari 24 -Endometritis
jam setelah persalinan. atau sisa
Perdarahan sekunder plasenta
atau P2S. (terinfeksi
- Perdarahan bervariasi atau tidak)
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak
teratur) dan berbau (jika
disertai infeksi)
7. -Perdarahan segera (P3) - Syok -Robekan
(Perdarahan - Nyeri tekan perut dinding
intraabdominal dan -Denyut nadi ibu cepat uterus
atau vaginum) (ruptura
- Nyeri perut berat uteri)
Sumber : Saifuddin (2002)

2.8 Penatalaksanaan

Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu


resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok
hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan.
Keberhasilan pengelolaan perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen
secara simultan dan sistematis ditangani. Penggunaan uterotonika (oksitosin saja
sebagai pilihan pertama) memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan
perdarahan postpartum.
Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan resusitasi cairan
kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan asam traneksamat disarankan
pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika
terdapat perdarahan yang terus- menerus dan sumber perdarahan diketahui,
embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga berlangsung lebih
dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian oksitosin (10 IU)
IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika perdarahan
berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif
lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan lebih

10
lanjut. Mengenai penanganan perdarahan post partum berdasarkan penyebab
adalah sebagai berikut :

Pasien Dengan Perdarahan Banyak Setelah Melahirkan

Periksa darah
lengkap, golongan
Periksa darah
darah dan cross lengkap, golongan
test,periksa faktor darah dan cross
test,periksa faktor
koagulasi.
Predisposisi : koagulasi.

- atonia uteri
- retensio plasenta
- trauma jalan lahir Perhatikan vagina dan serviks apakah ada
- riwayat perdarahan trauma dan perdarahan evaluasi adanya atonia
uteri.

Perhatikan kelengkapan plasenta, eksplorasi


uterus bila diperlukan.
Atonia uteri Laserasi Terdapat
kelainan
koagulasi
Evakuasi
Kompresi
manual Pada
bimanual
Evakuasi serviks, Ruptur
Oksitosin
kuretase vagina, uteri
Eksplorasi
oksitosin vulva
manual
Prostaglandi
n

F2α
Perdarahan
Perbaika Histerektomi
tetap
berlangsung n laserasi

Kompresi uterus Plasma


Evaluasi beku segar,
perdarahan transfusi
Kompresi aorta trombosit
Perdarahan sedikit

11
Perdarahan banyak Infus vasogensia
Embolisasi, angiografi
Perdarahan teratasi

observasi
Tetap perdarahan
Ligasi arteri iliaka
interna bilateral
Gambar 1. Skema penatalaksanaan perdarahan postpartum

Penanganan Perdarahan Postpartum Primer


Ligasi arteri iliaka
interna bilateral
a. Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer
Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah
atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care
yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya
berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan
langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan
antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali
pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-


batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar
fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam
uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami
perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah
sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila
mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah
ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu
bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon
(sintometrin intravena). Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke

12
bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat
penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin
diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin
intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi
lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera
tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin
setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping)
terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena
atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio
plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya.

-Manajemen Aktif Kala III

Manajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang


direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan
kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan
menghindari atonia uteri, komponennya adalah

a. Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu


dua menit setelah kelahiran bayi

Penyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah


satu intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan
pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah
oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus perdarahan
pasca persalinan dan persalinan lama. Syntometrine (campuran ergometrine
dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine
dikaitkan dengan lebih banyak efek samping seperti sakit kepala, mual,
muntah, dan tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk

13
mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki
bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

b. Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkan

Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan
dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif
lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan
pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat
mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi.
Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin
yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh
anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi
pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari
darah pada kelahiran seperti HIV.

c. Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara


bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut

Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah


dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara
bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut
sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi
rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta
untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40
detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada
kontraksi rahim yang berikut.

2.9 Pencegahan

Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan


penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil
saat perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan,
semua kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah

14
satunya adalah PPP. Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif
kala III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika
segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan
plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran
dalam pencegahan perdarahan postpartum.
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III
persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin ( IM/IV 10 IU )
direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan
misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan
postpartum ketika oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan.
Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir
tidak disarankan

2.10 Pengaruh Paritas terhadap Perdarahan Postpartum Primer


Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi. Paritas adalah
keadaan seorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup.
Paritas dapat dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.
1. Primipara Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
yang cukup besar untuk hidup di dunia luar.
2. Multipara Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari
satu kali.
3. Grandemultipara Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan
5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam
kehamilan dan persalinan.
Kematian maternal lebih banyak terjadi dalam 24 jam pertama postpartum
yang sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Sebab yang
paling umum dari perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pascapersalinan
atau yang biasa disebut perdarahan postpartum primer adalah kegagalan rahim
untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah melahirkan, plasenta yang

15
tertinggal dan uterus yang turun atau inversi. Dari beberapa sebab perdarahan
tersebut, salah satu faktor pemicunya adalah paritas.
Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas
tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu
regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar

16
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak
melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada
sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab
terbesar kematian maternal. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secar massif
dan cepat, atau secara perlahan – lahan tapi secara terus menerus. Perdarahan
hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan pertolongan
sesuai penyebabnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fadlun, Feryanto Achmad. 2011. “Asuhan Kebidanan Patologis”. Jakarta:


Salemba Medika.

Fakultas Kedokteran UNPAD, Edisi ke-2, 2010, Ilmu Kesehatan Reproduksi


Obstetri Patologis. Bandung: EGC

Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan
Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer ,
Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek
Setiowulan.

Meidrin, Joni. Kejadian perdarahan postpartum Berdasarkan Etiologi di Rumah


Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang; 2009. Diakses pada tanggal 20
Mei 2012

Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi
Lutan, SpOG

Yayan A.Israr, Tengku A., Lestari., Apriani D. Perdarahan postpartum (Post


Partum Hemorrhagic); 2008. Diakses pada tanggal 17 Mei 2012

18

Anda mungkin juga menyukai