Oleh :
Mhd. Aulia Tamarona Nasution
71160891787
Pembimbing :
dr. H. Muslich Perangin - Angin, Sp.OG
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas post test ini dengan judul
: “Postpartum Haemorrhage“. Penyelesaian tugas ini banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada dr. H.Muslich Perangin-angin,
Sp.OG selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan ilmu, petunjuk,
nasehat dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab
apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2 golongan,
yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan,
persalinan dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan
lain sebagainya. Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah
tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc
pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
Untuk selanjutnya penulis akan membahas lebih banyak tentang perdarahan pasca
persalinan pada persalinan perabdominal
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu
5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.
Peningkatan angka kematian di Negara berkembang Di negara kurang
berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan
transfusi, kurangnya layanan operasi.
2.2 Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
1) Atonia Uteri
3
dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar
pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok hipovolemik. Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau
persalinan yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan
seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium. Penyebab lain
adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim, korioamnionitis,
endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan hipotermia
karena resusitasi massif.
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70%
kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun
persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih
tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal.
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi.
a. Derajat satu
b. Derajat dua
4
c. Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, dan otot
d. Derajat empat
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter
ani eksternal, dan mukosa rektum
3) Retensio plasenta
waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan.
postpartum (20% - 30% kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini
karena retensio plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
5
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
4) Koagulopati
pembekuan darah. Penyebab tersering PPP adalah atonia uteri, yang disusul
dapat pula menyebabkan PPP. Hal ini disebabkan karena defisiensi faktor
6
dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum
primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir
disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta
yang tertinggal.
Faktor risiko PPP dapat ada saat sebelum kehamilan, saat kehamilan,
dan saat persalinan. Faktor risiko sebelum kehamilan meliputi usia, indeks
Pada usia lebih tua jumlah perdarahan lebih besar pada persalinan sesar
ibu yang hamil kembar memiliki 3-4 kali kemungkinan untuk mengalami PPP.
7
perdarahan akan meningkat dengan meningkatnya indeks massa tubuh. Pada
wanita dengan indeks massa tubuh lebih dari 40 memiliki resiko sebesar 5,2%
Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah kegagalan nadi dan tekanan
syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
Volume darah
Tekanan darah Tanda dan Derajat syok
yang hilang (sistolik) gejala
500-1000 mL Normal Tidak ditemukan -
(<15-20%)
1000-1500 mL 80-100 mmHg Takikardi (<100 Ringan
(20-25%) kali/menit)
Berkeringat Lemah
1500-2000 mL 70-80 mmHg Takikardi (100- Sedang
(25-35%) 120 kali/menit)
Oliguria Gelisah
8
2.7 Diagnosis Perdarahan Postpartum
berikut ini :
9
6. - Sub-involusi uterus - Anemia -Perdarahan
- Nyeri tekan perut bawah - Demam terlambat
- Perdarahan lebih dari 24 -Endometritis
jam setelah persalinan. atau sisa
Perdarahan sekunder plasenta
atau P2S. (terinfeksi
- Perdarahan bervariasi atau tidak)
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak
teratur) dan berbau (jika
disertai infeksi)
7. -Perdarahan segera (P3) - Syok -Robekan
(Perdarahan - Nyeri tekan perut dinding
intraabdominal dan -Denyut nadi ibu cepat uterus
atau vaginum) (ruptura
- Nyeri perut berat uteri)
Sumber : Saifuddin (2002)
2.8 Penatalaksanaan
10
lanjut. Mengenai penanganan perdarahan post partum berdasarkan penyebab
adalah sebagai berikut :
Periksa darah
lengkap, golongan
Periksa darah
darah dan cross lengkap, golongan
test,periksa faktor darah dan cross
test,periksa faktor
koagulasi.
Predisposisi : koagulasi.
- atonia uteri
- retensio plasenta
- trauma jalan lahir Perhatikan vagina dan serviks apakah ada
- riwayat perdarahan trauma dan perdarahan evaluasi adanya atonia
uteri.
F2α
Perdarahan
Perbaika Histerektomi
tetap
berlangsung n laserasi
11
Perdarahan banyak Infus vasogensia
Embolisasi, angiografi
Perdarahan teratasi
observasi
Tetap perdarahan
Ligasi arteri iliaka
interna bilateral
Gambar 1. Skema penatalaksanaan perdarahan postpartum
12
bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat
penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin
diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin
intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi
lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera
tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin
setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping)
terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni
menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.
Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena
atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio
plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya.
13
mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki
bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.
Pada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan
dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif
lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan
pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat
mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi.
Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin
yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh
anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi
pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari
darah pada kelahiran seperti HIV.
2.9 Pencegahan
14
satunya adalah PPP. Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif
kala III. Manajemen aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika
segera setelah bayi lahir, peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan
plasenta. Setiap komponen dalam manajemen aktif kala III mempunyai peran
dalam pencegahan perdarahan postpartum.
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III
persalinan untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin ( IM/IV 10 IU )
direkomendasikan sebagai uterotonika pilihan. Uterotonika injeksi lainnya dan
misoprostol direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan
postpartum ketika oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan.
Penarikan tali pusat lebih awal yaitu kurang dari satu menit setelah bayi lahir
tidak disarankan
15
tertinggal dan uterus yang turun atau inversi. Dari beberapa sebab perdarahan
tersebut, salah satu faktor pemicunya adalah paritas.
Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas
tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu
regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar
16
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak
melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada
sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu
persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya.
Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.
Perdarahan adalah salah satu penyebab utama langsung kematian maternal,
terutama di Negara yang kurang berkenbang perdarahan merupakan penyebab
terbesar kematian maternal. Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi secar massif
dan cepat, atau secara perlahan – lahan tapi secara terus menerus. Perdarahan
hanyalah gejala, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan pertolongan
sesuai penyebabnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Kebidanan, editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg, edisi Ketiga cetakan
Kelima,Yayaan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama , Editor Arif Mansjoer ,
Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek
Setiowulan.
Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi
Lutan, SpOG
18